Jakarta - Zat aditif adalah bahan-bahan yang biasanya ditambahkan pada makanan atau minuman dalam proses pengolahan dan penyimpanan untuk menguatkan rasa, mempercantik tampilan, mengawetkan, dan lain-lain. Show Nah, zat aditif ini berbeda dengan zat adiktif. Zat adiktif itu merupakan zat yang menimbulkan ketergantungan atau ketagihan. seperti contohnya kafein yang terdapat dalam kopi. Dikutip dari Modul Ilmu Pengetahuan Alam Paket B Setara SMP/MTs Kelas VIII bertema "Transportasi pada Tubuh Makhluk Hidup" karya Muhammad Noval, sumber zat aditif terdiri atas alami, non alami atau sintetik. Sumber zat aditif alami berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti gula untuk pemanis makanan, daun pandan, dan vanila untuk pengaroma. Sedangkan yang non-alami biasanya berasal dari pengawet garam (asinan makanan). Sumber sintetik atau buatan berasal dari bahan kimia, yang memiliki sifat serupa dengan zat alami sejenis. Penggunaan zat aditif juga sintetik secara berlebihan akan berbahaya bagi tubuh manusia, karena berdampak pada kesehatan. Fungsi Zat AditifBerdasarkan fungsinya, zat aditif pada makanan dan minuman dikelompokkan menjadi pengawet, pemanis, penyedap rasa, pengenyal dan pewarna. Seperti diketahui, makanan yang biasa dikonsumsi manusia seperti sayuran, buah, susu dan daging kebanyakan tersusun dari zat organik yang sifatnya sangat mudah busuk. Pemberian zat pengawet dilakukan untuk menghambat proses peruraian oleh bakteri atau jamur. Tujuannya adalah agar makanan dan minuman dapat lebih lama bertahan untuk disimpan. Contoh zat aditif yang banyak digunakan sebagai pengawet: Beberapa pengawet yang tidak boleh digunakan dalam mengawetkan makanan adalah formalin dan boraks. Formalin digunakan untuk mengawetkan mayat saja, jika digunakan untuk mengawetkan makanan manusia risikonya adalah kanker. Sedangkan penggunaan boraks pada makanan dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf, ginjal, dan hati. Namun, kenyataannya penggunaan zat tersebut masih banyak digunakan dalam pengolahan makanan bakso oleh pihak-pihak nakal yang tidak bertanggung jawab. Penggunaan zat pemanis digunakan untuk menambahkan rasa manis pada makanan. Contoh zat aditif yang banyak digunakan sebagai pemanis: - Zat aditif alami: madu, gula tebu, gula kelapa, gula aren, dan pemanis dari buah-buahan yang dapat dicerna oleh tubuh, dan berfungsi sebagai sumber energi. - Zat sintetik: sakarin, aspartam, natrium siklamat, magnesium siklamat, dan dulsin. Tingkat kemanisan pada zat pemanis sintetik dapat puluhan hingga ratusan kali lipat lebih manis dari zat pemanis alami, sehingga zat ini tidak dapat dicerna oleh tubuh. Ciri zat pemanis sintetik adalah adanya sensasi rasa pahit. Penggunaan zat pemanis sintetik secara berlebihan pada manusia sangatlah berbahaya, karena dapat berpotensi menimbulkan kanker dan gangguan sistem pencernaan. Penggunaan penyedap rasa bertujuan untuk menambah cita rasa makanan agar terasa lebih sedap dan tidak hambar. Contoh zat aditif yang banyak digunakan sebagai penyedap rasa: - Zat aditif alami: cabai dan lada sebagai perasa pedas, garam, gula, daun salam, daun jeruk, lengkuas dan lain-lain. - Zat aditif sintetik: vetsin atau MSG (monosodium glutamat) dan essence. Dampak dari penggunaan vetsin berlebihan dapat menimbulkan sesak napas, rasa mual, sakit kepala, mudah dan mudah letih. Penggunaan zat aditif sebagai zat pengenyal adalah untuk mengenyalkan makanan. Zat aditif yang digunakan untuk mengentalkan makanan, biasanya akan dicampurkan dengan air. Contoh zat aditif yang banyak digunakan sebagai pengenyal: Zat aditif alami: agar-agar, gelatin dan pati (tepung) dan gum (untuk pembuatan permen karet). Zat aditif sintetik: yang diperbolehkan hanya foodgrade (untuk makanan/minuman manusia). Penggunaan zat pewarna digunakan untuk memperindah tampilan makanan agar terlihat lebih menarik. Contoh zat aditif yang banyak digunakan sebagai pewarna: - Zat aditif sintetik: eritrosin untuk warna merah, fast green pewarna hijau. Zat aditif pewarna alami memang lebih aman jika digunakan. Namun, kelebihan dari pewarna sintetik adalah pilihan warna lebih banyak, dan tahan lama. Penggunaan pewarnaan makanan dan minuman yang dilarang adalah pewarna tekstil. Ciri dari pewarna tekstil adalah warnanya yang terlalu mencolok. Contoh dari pewarna tekstil yang berbahaya, yaitu rhodamin B (pewarna merah) , dan metanil yellow (pewarna kuning). Sayangnya, kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak yang menggunakan pewarna tekstil untuk makanan, karena harganya murah. Pewarna tekstil jika digunakan dapat menimbulkan efek karsinogen yang bisa menyebabkan kanker. Simak Video "Kata Dokter Soal Pemanis Buatan untuk Pengidap Diabetes" (pal/pal)
Hasil penyelidikan Dr. Ho Man Kwok pada tahun 1969, mengungkapkan kasus yang dikenal dengan nama Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Dalam kasus tersebut dinyatakan bahwa seseorang yang baru saja mengkonsumsi makanan di restoran Cina mengalami gejala-gejala sebagai berikut: merasa kesemutan pada punggung dan leher, rahang bawah, leher bawah terasa panas, wajah berkeringat, sesak dada bagian bawah, dan pusing kepala. Dari hasil penyelidikan pada waktu itu diketahui bahwa penyebab utama timbulnya gejala-gejala tersebut adalah penyedap rasa MSG (mononatrium glutamat) yang terdapat dalam sup. Kadar MSG dalam sup memang relatif sangat tinggi, ditambah lagi kenyataan bahwa sup dihidangkan paling awal pada saat perut masih kosong/lapar sehingga MSG dapat dengan cepat terserap ke dalam darah dan menyebabkan timbulnya gejala-gejala CRS tersebut. Bahan penyedap rasa atau penegas rasa adalah zat yang dapat meningkatkan cita rasa makanan. Penyedap berfungsi menambah rasa nikmat dan menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini ada yang diperoleh dari alam berupa rempah-rempah (misalnya: bawang putih, bawang bombay, pala, merica, ketumbar, serai, pandan, daun salam, dan daun pandan) dan ada pula yang sintetik. Penyedap sintetik pada dasarnya merupakan tiruan dari yang terdapat di alam, tetapi karena kebutuhannya jauh melebihi dari yang tersedia maka sejauh mungkin dibuatlah tiruannya. Penyedap sintetik yang sangat populer di masyarakat adalah vetsin atau MSG (mononatrium glutamat). Di pasaran, senyawa tersebut dikenal dengan beragam merek dagang, misalnya Ajinomoto, Miwon, Sasa, Royco, Maggi, dan lain sebagainya. MSG merupakan garam natrium dari asam glutamat yang secara alami terdapat dalam protein nabati maupun hewani. Daging, susu, ikan, dan kacangkacangan mengandung sekitar 20% asam glutamat. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila kita mengkonsumsi makanan yang mengandung asam glutamat akan terasa lezat dan gurih meski tanpa bumbu-bumbu lain. Keunikan dari MSG adalah bahwa meskipun tidak mempunyai cita rasa, tetapi dapat membangkitkan cita rasa komponen-komponen lain yang terkandung dalam bahan makanan. Sifat yang semacam itu disebut dengan taste enhancer (penegas rasa). Pemberi aroma adalah zat yang dapat memberikan aroma tertentu pada makanan atau minuman, sehingga dapat membangkitkan selera konsumen. Penambahan zat pemberi aroma menyebabkan makanan memiliki daya tarik untuk dinikmati. Zat pemberi aroma yang berasal dari bahan segar atau ekstrak dari bahan alami, misalnya minyak atsiri dan vanili. Pemberi aroma yang merupakan senyawa sintetik, misalnya: amil asetat mempunyai cita rasa seperti pisang ambon, amil kaproat (aroma apel), etil butirat (aroma nanas), vanilin (aroma vanili), dan metil antranilat (aroma buah anggur). Jeli merupakan salah satu contoh makanan yang menggunakan zat pemberi aroma. Related Posts :
Pada dasarnya baik masyarakat desa maupun kota, pasti telah menggunakan zat aditif makanan dalam kehidupannya sehari-hari. Secara ilmiah, zat aditif makanan di definisikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Disini zat aditif makanan sudah termasuk : pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, antioksidan, pengemulsi, pengumpal, pemucat, pengental, dan anti gumpal.
Istilah zat aditif sendiri mulai familiar di tengah masyarakat Indonesia setelah merebak kasus penggunaan formalin pada beberapa produk olahan pangan, tahu, ikan dan daging yang terjadi pada beberapa bulan belakangan. Formalin sendiri digunakan sebagai zat pengawet agar produk olahan tersebut tidak lekas busuk/terjauh dari mikroorganisme. Penyalahgunaan formalin ini membuka kacamata masyarakat untuk bersifat proaktif dalam memilah-milah mana zat aditif yang dapat dikonsumsi dan mana yang berbahaya. zat aditif makanan adalah bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Zat aditif atau Bahan Tambahan Pangan (BPT) didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu proses pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu, sifat, atau bentuk pangan (Permenkes RI No 329/ Menkes/ PER/ XII/ 76 dalam Amalia, Rizky. 2016). Jadi, zat aditif adalah bahan tambahan pada pangan yang ditambahkan baik dalam pemrosesan, pengolahan, pengemasan atau penyimpanan makanan untuk meningkatkan mutu, sifat, atau bentuk pangan. Di Indonesia pemakaian zat aditif diatur oleh Departemen Kesehatan, sedangkan pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). Penggunaan zat aditif pada makanan dengan tujuan tertentu ini terikat pada norma-norma yang harus dipatuhi, yang bersifat sebagai berikut :
Zat aditif makanan adalah zat atau campuran dari beberapa zat yang ditambahkan ke dalam makanan baik pada saat produksi, pemrosesan, pengemasan atau penyimpanan dan bukan sebagai bahan baku dari makanan tertentu. Pada umumnya, zat aditif atau produk degradasinya akan tetap berada dalam makanan, akan tetapi dalam beberapa kasus zat aditif dapat hilang selama pemrosesan Menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Fungsi Zat Aditifbahan tambahan makanan (zat aditif) dikelompokkan menjadi 14, di antaranya, yaitu :
MACAM-MACAM ZAT ADITIFZat aditif dikategorikan dalam 2 jenis yaitu zat aditif sebagai bahan tambahan pangan (BTP) dan zat aditif non pangan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 235/MEN.KES/ PER/VI/1979 tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM (Bahan Tambahan Makanan) berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 13 diantaranya sebagai berikut:
(Permekes RI No 722/Menkes/PER/XII/88) Macam-macam zat aditif pangan adalah sebagai berikut. Zat aditif pangan dibedakan menjadi zat aditif alami dan buatan atau sintetis. Zat aditif alami merupakan zat aditif yang diperoleh dari bahan alami sedangkan zat aditif buatan merupakan zat aditif yang dihasilkan dari proses non alami atau secara kimiawi. Penyedap rasa adalah bahan tambahan makanan yang berfungsi menambah cita rasa (penyedap), mengembalikan cita rasa makanan itu sendiri yang mungkin hilang saat proses pemasakan dan memberikan cita rasa tertentu pada makanan. Penyedap rasa ada yang berasal dari bahan alami atau sintetis. Contoh penyedap rasa alami yaitu bawang putih, garam dapur, cabai.
Contoh penyedap rasa sintetis atau penyedap rasa buatan yaitu vetsin atau MSG (Monosodium Glutamat), nukleotida seperti guanosin monofosfat (GMP). Penyedap rasa sintetis ini berfungsi untuk memberi rasa gurih pada makanan (Lena, Kirara. 2017). Pewarna pangan juga ada yang berasal dari bahan alami maupun sintetis. Pewarna alami berasal dari tumbuhan atau hewan. Contoh pewarna alami yaitu kunyit yang memberikan warna kuning, daun pandan memberikan warna hijau, buah naga memeberikan warna merah dan lain sebagainya. Pewarna alami memiliki keunggulan lebih sehat untuk dikonsumsi daripada pewarna sintetis. Namun, pewarna alami juga memiliki kekurangan yaitu cenderung memberikan aroma dan rasa khas yang tidak diinginkan, warnanya kurang menarik, mudah rusak karena pemanasan. Pada saat ini sebagian besar masyarakat tertarik dengan makanan yang berwarna-warni karena menarik untuk dimakan, sehingga banyak yang memakai pewarna sintetis karena memberikan warna yang kuat atau sesuai yang kita inginkan untuk mewarnai makanan supaya lebih menarik. Bahan pewarna buatan lebih dipilih oleh masyarakat karena memiliki beberapa keunggulan yaitu harganya murah, warnanya lebih kuat, memiliki banyak pilihan warna dan tidak mudah rusak karena pemanasan. Contoh pewarna sintetis yaitu Brilliant blue FCF memberikan warna biru, Karmoisin, Eritrosin dan Ponceau 4R memberikan warna merah, Sunset Yellow FCF memberikan warna kuning, Cokelat HT memberikan warna coklat dan Fast Green FCF memberikan warna hijau (Lena, Kirara. 2017). Penyalahgunaan zat aditif pewarna sintetis pada makanan yang memberika warna mencolok yaitu Rhodamin B dan Methanyl yellow (Hernawan, Edi, dkk. 2016). Pemanis digunakan untuk memberikan atau menambah rasa manis yang lebih kuat pada makanan. Pemanis alami yang didapatkan dari tumbuhan atau hewan contonya gula pasir yang didapatkan dari sari tebu, gula jawa, gula aren, kulit kayu dan madu dari bunga atau lebah. Sedangkan pemanis buatan diproduksi dan digunakan hanya karena mengurangi asupan gula yang tinggi kalori tanpa mengurangi rasa manis pada makanan atau minuman. Macam-macam pemanis yang biasa digunakan yaitu siklamat, sakarin dan aspartam. Yang memiliki rasa getir atau pahit yaitu sakarin sedangkan siklamat dan aspartam tidak menimbulkan rasa pahit hanya rasa manisnya melebihi sukrosa (Falahudin,Irham. 2016).
Tabel 1. Perbedaan pemanis alami dan pemanis buatan (Ramlawati, dkk. 2017) Bahan pengawet digunakan untuk mengawetkan pangan supaya bisa bertahan lebih lama untuk dapat dikonsumsi dalam kondisi baik. Pengawetan bahan makanan dapat dilakukan secara fisika, biologi dan kimia. Pengawetan secara fisik yaitu dengan cara pembekuan, pemanasan, pendinginan, pengasapan, pengeringan, pengkalengandan penyinaran. Pengawetan secara biologis dapat dilakukan dengan cara fermentasi atau peragian dan penambahan enzim, seperti enzim papain dan enzim bromelin. Pengawetan secara kimia bisa dengan penambahan pengawet yang diingkin. Ada 2 jenis pengawet yaitu pengawet alami dan pengawet sintetis. Pengawet alami yang sering digunakan yaitu cuka, garam, bawang putih, gula.
Pengawet sintetis yang boleh ditambahkan pada bahan pangan sesuai ijin Badan POM Indonesia pada tabel berikut. Tabel 2. Pengawet sintetis dan kegunaannya
(Lena, Kirara. 2017) Pemberi aroma adalah zat yang memberikan aroma tertentu pada bahan pangan, sehingga makanan memiliki daya tarik untuk dinikmati. Pemberi aroma alami yang sering digunakan yaitu daun jeruk (memberikan bau segar dan dapat menghilangkan bau amis pada ikan), minyak atsiri atau vanili (memberikan rasa dan aroma harum), serai (menambahkan aroma segar pada minuman penghangat tubuh). Sedangkan pemberi aroma sintetis yaitu pada tabel berikut. Tabel 3. Pemberi aroma sintetis
(Lena, Kirara. 2017) Bahan pengasam adalah bahan pengatur keasaman pangan yang dapat menghilangkan rasa mual saat mengkonsumsi makanan. Selain itu dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Bahan pengatur keasaman alami contohnya jeruk nipis yang biasanya digunakan pada soto atau minuman. Sedangkan bahan pengatur keasaman sintetis contohnya cuka (asam asetat), asam sitrat, asam laktat, asam tatrat, natrium bikarbonat dan amonium bikarbonat (Lena, Kirara. 2017). Antioksidan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat menghambat . menunda, atau mencegah terjadinya kerusakan oksidatif dalam makanan. (Santoso dalam Sari,2018). Definisi lain dari antioksidan adalah zat-zat yang apabila ada dalam konsentrasi yang lebih rendah daripada konsentrasi zat-zat yang dapat dioksidasi secara nyata dapat menunda atau mneghambat oksidasi substrat tersebut. Beberapa macam antioksidan yang aman digunakan dalam makanan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012, antioksidan alami diantaranya lesitin, vitamin C, tokoferol atau vitamin E. Antioksidan sintetis diantaranya askorbil palmitat, Butil hidroksianisol atau BHA (digunakan untuk lemak dan minyak makanan), Butil hidroksitoluen atau BHT (digunakan untuk lemak, margarin dan minyak makanan), propil galat dan TBHQ.
Zat aditif ini bila ditambahkan pada makanan dapat membantu pembentukan sistem dispersi yang homogen. Contoh Gom Arab yaitu bahan aditif alami yang berfungsi untuk mengemulsi minyak dan air supaya menyatu. Garam alginat dan gliserin yaitu bahan aditif buatan yang berfungsi untuk memekatkan dan menstabilkan makanan sehingga bertekstur lembut. Selain itu, contoh lain yaitu agar-agar dan gelatin. Zat aditif ini bila ditambahkan pada makanan dapat membantu memperkeras makanan tersebut. Contoh pengeras sintetis yaitu kalium glukonat yang digunakan pada buah kalengan, alumunium amonium sulfat yang digunakan pada acar ketimun botol. Zat aditif ini bila ditambahkan pada makanan dapat membantu untuk mengikat ion logam polivalen. Contohnya asam fosfat pada lemak dan minyak makanan, kalium sitrat pada es krim, kalsium dinatrium EDTA. Antikempal merupakan bahan tambahan yang dapat mencegah proses penggumpalan atau pengepalan yang terjadi pada makanan, seperti serbuk, tepung dan bubuk. Sehingga mudah dikemas dan dikonsumsi. Bahan ini biasanya ditemukan dalam susu (alumunium silikat), garam meja (kalsium aluminium silikat), dsb. (F. G. Winarno dan Titi Sulistyowati Rahayu, 1994, 24). Pemutih merupakan bahan zat aditif yang digunakan untuk memutihkan bahan yang dicampurinya. Pemutih pada proses pembuatan tepung berguna untuk mempercepat proses pemutihan dan pemanggangan tepung sehingga dapat meningkatkan kualitas tepung. Contoh zat aditif pemutih: asam askorbat, aseton peroksida, dan kalium bromat (F. G. Winarno dan Titi Sulistyowati Rahayu, 1994, 25). Zat aditif merupakan suatu zat yang ditambahkan pada suatu produk. Zat aditif penambah gizi merupakan zat aditif yang berguna untuk meningkan gizi dalam produk tersebut. Zat aditif yang ditambahkan dapat berupa mineral dan vitamin. Contoh zat aditif penambah gizi: asam askorbat dalam minuman kemasan, feri fosfat, vitamin A, vitamin D, dsb. (Regina, 2009). Zat aditif non pangan merupakan zat tambahan buatan labolatorium (zat tambahan sintetis) yang berbahaya jika dikonsumsi. Oleh karena itu, zat aditif ini tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi, baik dalam jumlah kecil atau besar. Akan tetapi, di lingkungan masyarakat zat aditif ini sering digunakan dalam penambahan bahan makan. Hal ini dapat terjadi, karena harga bahan yang relative murah, sehingga banyak produsen yang mengunakan zat aditif tersebut dalam makanan tanpa memikirkan dampaknya bagi tubuh konsumen. Menurut Kirara Lena (2017:19) terdapat beberapa macam-macam zat aditif non pangan yang sering digunakan masyarakat yaitu: Boraks merupakan bahan kimia yang digunakan dalam industry kertas, pengawet kayu, keramik, serta gelas. Daya pengawet boraks disebakan oleh senyawa aktif asam borat (H3BO3). Asam borat merupakan antiseptic yang sering digunakan sebagai campuran bahan kosmetik dan pengobatan (luka kecil). Akan tetapi, beberapa masyarakat yang tidak bertanggung jawab banyak yang meggunakan boraks dalam penambahan makana (yang biasanya ada pada produk penjualan). Ciri makanan yang mengandung boraks adalah tekstur pada makanan menjadi lebih kenyal, tidak mudah putus, mengkilap dan tidak lengket. Penggunaan boraks dalam jumlah besar maka akan berdampak buruk bagi tubuh. Boraks tidak dapan dikonsumsi atau digunakan pada luka luas, karena racun yang ada pada boraks dapat terserap dalam tubuh. Banyaknya boraks yang masuk dalam tubuh dapat tertimbun atau terakumulasi dalam organ. Gangguan yang terjadi pada orang yang mengonsumsi boraks dapat berupa diare, muntah, pusing hingga kanker. Formalin berasal dari senyawa kimia yaitu formaldehida. Formaldehida yang direaksikan dengan air disebut formalin. Formalin memiliki kegunaan sebagai bahan pestisida, pengawet tekstil, dan pembersih lantai. Selain itu, formalin juga digunakan dalam mengawetkan mayat atau preparat dalam praktikum. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang menyalahgunakannya. Formalin biasanya digunakan dalam mengawetkan makan, sehingga makan yang dijual dapat bertahan hingga waktu yang lama. Sama halnya dengan boraks, formalin yang masuk dalam tubuh seseorang akan merusak organ orang tersebut. Beberapa makanan yang mengandung formalin memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Tabel 4. Ciri-ciri makanan yang mengandung formalin (Lena, Kirara. 2017) Zat pewarna tekstil merupakan zat pewana yang dapat diserap oleh tekstil dan mudah dihilangkan. Dalam masyarakat banyak kasus penyalahgunaan zat pewarna tekstil pada makanan. Pewarna tekstil tidak boleh dikonsumsi karena pada pewarna tersebut terdapat banyak residu logam berat sehingga berbahaya bagi tubuh. Kebanyakan masyarakat meggunakan pewarna tekstil karena harganya yang murah dan memiliki warna yang mencolok. Warna makan yang dihasilkan pewarna tekstil cenderung berpendar serta terdapat titik-titik yang tidak merata. Selain itu, pewarna teksil juga dapat menyebabkan kanker karena bersifat karsiogenik. Beberapa contoh pewarna tekstil adalah brown FG, orane G, rhodamin B dan methanil yellow. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan. Namun demikian penyelaahgunaan Rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberikan di beberapa media massa. Rhodamine B ditemukan pada mkanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup. (Putra,dkk. 2014) DAMPAK PENGGUNAAN ZAT ADITIFZat aditif yang masuk dalam tubuh kita akan menghasilkan dampak, baik zat aditif pangan atau zat aditif non pangan. Kirara Lena (2017:21) memaparkan dalam bukunya bahwa setiap bahan aditif dapat digunakan sebagai penambah makan jika memang bahan tersebut digunakan dalam pengolahan pangan (zat aditif pangan), akan tetapi zat aditif pangan yang terlalu banyak dikonsumsi diatas ambang penggunaannya juga akan menimbulkan dampak bagi kesehatan, baik zat aditif pangan ataupun zat aditif non pangan. Beberapa dampak yang dihasilkan oleh zat aditif, yaitu: Penggunaan pewarna pada makanan yang boleh dan aman digunakan adalah pewarna untuk makanan (food grade), bukan pewarna tekstil. Baik pewarna alami maupun pewarna buatan (sintetis). Selain itu, pewarna yang masuk dalam tubuh harus disesuaikan kadarnya. Jika suatu senyawa pewarna melebihi ambang batas pengonsumsiannya, maka akan menimbukan dampak negative bagi tubuh. Contonya wortel. Wortel merupakan suatu sumber makan yang mengandung betakaroten. Sementara itu betakaroten merupakan salah satu kumpulan dari karatenoid yang nantinya akan diubah menjadi vitamin A oleh tubuh. Wortel yang dikonsumsi secara berlebih akan menyebabkan tubuh mengalami perubahan warna kulit (carotemia). Carotemia merupakan gangguan pada system pencernaan, diseabkan oleh serat yang dikonsumsi berlebih dapat mengganggu kelacaran usus dalam bekerja. Selain itu, dampak lainnya adalah hipotensi, lemas dan malas karena pada wotel mengadung lemak yang rendah. Makanan yang megandung pewarna tekstil akan menimbulkan dampak negatif bagi tubuh. Hal ini karena pewarna tekstil bukan pewarna yag digunakan untuk makanan, yang mana pada pewarna tekstil mengandung residu logam berat yang dapat menumpuk dalm tubuh, dan akhirnya akan membuat tubuh menjadi rusak. Penggunaan pewarna tekstil pada makanan tidak dianjurkan, baik dalam jumlah kecil atau besar. Beberapa zat pewarna yang diperbolehkan sebagai bahan makanan dan penyakit yang ditimbulkan:
Tabel 5. Zat pewarna yang diperbolehkan dan penyakit yang ditimbulkan (Lena, Kirara. 2017) Senyawa pemanis sangan penting bagi tubuh, yang mana dapat diubah menjadi cadangan energi. Salah satu contoh dari pemanis yaitu siklamat. Menurut Effendy, dkk (2016) dampak penggunaan siklamat dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Dampak positif siklamat yakni dapat digunakan untuk membantu dalam manajemen berat badan, pencegahan karies gigi, kontrol glukosa darah penderita diabetes melitus/DM, dan juga dapat digunakan untuk menggantikan gula dalam makanan. Dampak negatif penggunaan BTP berlebih untuk jangka pendek adalah sakit perut, diare, demam, sakit kepala, mual, dan muntah, sedangkan efek jangka panjang dapat menyebabkan memicu timbulnya kanker atau karsinogenik, gangguan saraf, gangguan fungsi hati, iritasi lambung, dan perubahan fungsi sel. Akan tetapi mengonsumsi pemanis yang berlebih dapat menggangu kesehatan pula.Dampak dari mengonsumsi pemanis yang berlebih yaitu kanker kandung kemih serta tumor. Hal ini terjadi ketika menggunakan pemanis non nutritive (sakarin dan siklat). Selain itu, dapat pula menimbulkan penyakit diabetes. Ada beberapa pengawet yang diperbolehkan dalam mengawetkan makan seperti garam dan gula. Selain itu ada pula beberapa senyawa pengawet yang diperbolehkan penggunaannya dalam makan serta dapat menimulkan dampak negative, yaitu:
Tabel 6. Zat pengawet yang diperbolehkan dan penyakit yang ditimbulkan (Lena, Kirara. 2017) Selain itu, ada pula pengawet yang dilarang penggunaannya dalam makanan, yaitu:
Tabel 7. Zat pengawet yang tidak diperbolehkan dan penyakit yang ditimbulkan (Lena, Kirara. 2017) Penyedap rasa merupakan senyawa yang digunakan untuk meyedapkan makanan dengan memperkuat rasa daging. Penyedap rasa yang sering digunakan berupa Mononatrium Glutamate dan Monosodium Glutamate. Dengan adanya penyedap rasa, makanan akan lebih enak dan nikat. Akan tetapi jika penyedap rasa digunakan melebihi batas ambang penggunaanya maka akan menimbulkan kerusakan pada organ tubuh. Seperti halnya dengan penggunaan Mononatrium Glutamate dan Monosodium Glutamate yang berlebih maka akan menyebabkan kelaianan hati, trauma, stress, demam tinggi, migran, asma, ketidakmampuan dalam belajar hingga depresi. Upaya Mengurangi Dampak Negatif Penggunaan Zat AditifPenggunaaan zat aditif pada makanan sering kali menimbulkan berbagai dampak negatif. Dampak yang paling sering muncul adalah dari penggunaan bahan aditif sintetik karena menggunakan bahan kimia hasil olahan industri. Dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahan aditif, kita perlu berhati – hati dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung zat aditif. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan zat aditif makanan adalah sebagai berikut.
Baca Juga : DAFTAR PUSTAKA Amalia, Rizky. 2016. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Android Materi Zat Aditif Dan Zat Adiktif Untuk Tingkat Smp Kelas VIII. Malang : FMIPA UM Falahudin, Irham. 2016. Uji Kandungan Siklamat Pada Legen Jamu Gendong Di Kelurahan Sekip Jaya Palembang. Jurnal Biota. Vol (2:141) Hernawan, Edi, dkk. 2016. Analisis Zat Aditif Rhodamin B Dan Methanyl Yellow Pada Makananyang Dijual Di Pasaran Kota Tasikmalaya, Jurnal Kesehatan, Vol (17 : 16) Sari Dwi, Nikita. 2017. Pengembangan Mini Ensiklopedia Food Additives Antioksidan Dan Pemanis. Malang : FMIPA UM Siswanti Lena, Kirara. 2017. Pengembangan Bahan Ajar Ipa Terpadu Dengan Model Pembelajaran Problem Base Learning (PBL) Pada Materi Zat Aditif Dan Zat Adiktif Untuk Siswa SMP/Mts Kelas VIII. Malang : FMIPA UM Peraturan Kepala BPOM RI No.38 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Antioksidan Ramlawati, dkk. 2017. Sumber Belajar Penunjang PLPG Mata Pelajaran IPA BAB IX Zat Aditif dan Adiktif Serta Sifat Bahan dan Pemanfaatannya. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Putra, Ilham Rizka., Asterina., Isrona, Laila. 2014. Gambaran Zat Pewarna Merah pada Saus Cabai yang Terdapat pada Jajanan yang Dijual di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang Utara. Dari: jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/108 Hidayati, Sri dkk.2009.Sains Biologi 2 SMA/MA.Jakarta: Bumi Aksara Puspita, Diana. 2009.Alam Sekitar IPA Terpadu.Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. |