Siapa pembaca pidato tentang dasar negara 29 mei 1945

Soekarno © ASMARANING/Flickr

Sejarah lahirnya Pancasila berawal pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945, ketika Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengadakan sidang pertama untuk membahas dasar negara.

Sidang tersebut dilakukan di Gedung Chou Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang sekarang dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada sidang pertama, para anggota masih belum menemukan titik terang mengenai dasar negara Indonesia.

Barulah pada 1 Juni 1945, Soekarno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasan mengenai dasar negara. Gagasan yang disampaikan Soekarno adalah mengenai dasar negara Indonesia merdeka, bernama Pancasila.

Lahirnya Pancasila sendiri merupakan judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno. Dalam pidato tersebut untuk pertama kali konsep dan rumusan awal Pancasila dikemukakan Bung Karno sebagai dasar negara merdeka.

“Akhirnya, Pancasila dinyatakan sah dan resmi dijadikan sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada 18 Agustus 1945,” tulis Muflika Nur Fuaddah dalam Sejarah Singkat Lahirnya Pancasila, Judul Pidato Bung Karno yang Memuat Dasar Negara Merdeka yang dimuat Intisari.

Cerita Pilu Soekarno di Penjara Banceuy: Menulis Pledoi Gunakan Pispot

Pidato yang memesona

Pidato Pancasila Soekarno pada 1 Juni 1945, merupakan pidatonya memesona dan luar biasa. Bung Karno mengulas kembali beberapa tema yang pernah dia singgung atau uraikan pada tahun-tahun sebelumnya.

Soekarno memulai dengan mengatakan bahwa dia tersentak membaca surat Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T) Radjiman Wedyodiningrat. Dirinya mengaku bulu kuduknya sampai berdiri ketika membaca surat itu.

“Saya minta maaf, bapak ketua. Bulu kuduk saya berdiri waktu saya membaca surat Anda. Andaikata benar bahwa segala sesuatu harus ditata rapi sampai hal yang sekecil-kecilnya, saya tidak akan mengalami suatu Indonesia yang bebas merdeka, begitu pula Anda. Kita semua tidak bakal bisa menyaksikan suatu Indonesia yang bebas merdeka, sampai masuk ke liang kubur kita,” ungkapnya seperti tertera dalam Lahirnja Pantja Sila: Pidato pertama tentang Pantja Sila Jang diutjapkan pada tanggal 1 Djuni 1945 (1964).

Dalam notula dikatakan pembukaan pidato dari Bung Karno ini disambut dengan tepuk tangan dari para hadirin. Yudi Latif dalam Soekarno sebagai Penggali Pancasila menyebut Bung Karno mengutip karangannya sendiri yang berjudul Mencapai Indonesia Merdeka.

Sejarawan Anhar Gonggong menyatakan Soekarno menjelaskan sangat panjang apa yang dimaksud dengan kemerdekaan. Bila durasi pidato satu jam, ungkapnya, Bung Karno telah menghabiskan waktu 20 menit untuk menjelaskan maksud kemerdekaan.

Bung Karno, ucapnya banyak mengutip kemerdekaan Arab Saudi dan ketika Vladimir Lenin mendirikan Uni Soviet. Bagi Anhar, Soekarno bisa menata pikirannya secara jelas mulai dari sila pertama tentang kebangsaan hingga terakhir tentang ketuhanan yang berbudaya.

Soekarno di dalam pidatonya juga menegaskan bahwa kemerdekaan laksana jembatan emas. Di seberang jembatan emas itu, ucap Bung Karno, masyarakat indonesia bisa memiliki kesempatan kehidupan yang kuat dan sehat.

Arti kebangsaan

John Thayer Sidel dalam Republicanism, Communism Islam Cosmopolitan Origins of Revolution in Southeast Asia yang dimuat Tirto, menjelaskan bahwa masalah persatuan dan kesatuan bangsa adalah persoalan pokok.

Hal inilah yang membuat Bung Karno mengusulkan kebangsaan sebagai dasar pertama dari negara yang akan merdeka kelak. Bung Karno mengutarakan arti kebangsaan pada manusia modern harus memiliki cakrawala yang luas.

“Hal ini layaknya ucapan Mahatma Gandhi: “my nationalism is humanity”, saya adalah seorang nasionalis tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusian,” tulis Muhammad Iqbal dalam Sejarah Pidato Sukarno Tentang Pancasila dalam Sidang BPUPKI.

Agar menghindari pemahaman yang picik mengenai nasionalisme, Bung Karno jelas Iqbal mengusulkan dasar kedua yakni internasionalisme atau perikemanusian. Menurut Bung Karno, internasionalisme bisa subur apabila berakar di bumi nasionalisme.

Sementara itu dalam pengertian nasionalisme, sebuah negara yang didirikan berdasarkan rasa kebangsaan, maka semua jenis perbedaan sosial seperti ras, agama, dan status sosial lainnya harus tunduk dan berada di bawah rasa kebangsaan itu.

Iqbal yang mengutip Lambert Giebels berpendapat pandangan ini sejalan dengan konsep multirasial yang diterima Soekarno dari Douwes Dekker, pendiri Indische Partij. Dasar negara yang dibentuk dari semua harus untuk semua.

Membaca Sarinah, Pemikiran Soekarno Terhadap Perjuangan Perempuan

Karena itu, Bung Karno mengusulkan dasar ketiga, yakni permusyawaratan atau perwakilan. Segala ide dan cita-cita dari berbagai paham yang berkembang di masyarakat, harus disalurkan melalui lembaga permusyawaratan.

“Oleh sebab itu, sekalipun agama tidak dijadikan sebagai dasar negara, namun pada dasar ketiga inilah dapat disalurkan peranan Islam,” beber Iqbal.

Sementara itu dasar keempat adalah prinsip kesejahteraan yang menuju keadilan sosial. Dalam hal ini, Bung Karno ucap Iqbal menjelaskan tujuan mendirikan negara adalah untuk mensejahterakan semua warga negara, bukan hanya kalangan tertentu.

Sementara dasar kelima adalah Ketuhanan, inilah yang menjelaskan arti final dari berbangsa dan bernegara bahwa bukan hanya untuk tujuan materi semata-mata, melainkan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Iqbal berpendapat bahwa Soekarno juga menginginkan agar masing-masing pemeluk agama lebih mendalami ajaran agamanya, dan pengamalan ajaran agamanya harus membawa terwujudnya integrasi bangsa.

Semangat gotong royong

J.M Van der Kroef dalam Indonesia in the Modern World, Part. II menyebut ada tiga pemikiran yang membentuk alam pikiran di Indonesia dan ketiga hal inilah yang melandasi rumusan Pancasila.

Pertama, ideologi tradisional komunal yang di Jawa dan sebagian Sumatra bercampur dengan etos sosial Hinduisme. Kedua, Islam, baik yang beraliran ortodoks maupun berwajah pembaruan. Ketiga adalah Liberalisme yang bercampur dengan Marxisme.

Menurut Iqbal, pandangan Soekarno mengenai Islam lebih banyak mendominasi pemikirannya tentang dasar negara. Hal ini ucapnya mengingat sikap keagamaan yang menjadi pokok perhatian Bung Karno dalam tulisan-tulisannya.

“Jelaslah bahwa Pancasila yang dikemukakan Soekarno tidak bisa lepas dari kondisi pola pemikiran bangsa Indonesia,” ucap Iqbal.

Selain itu, bagi Soekarno, Pancasila adalah terjemahan dari kepribadian bangsa Indonesia yaitu gotong royong. Iqbal berpendapat meskipun Pancasila dipersempit atau diperluas, intinya tetaplah sama, yakni gotong royong.

Tonil Kelimutu, dan Naskah Perlawanan Soekarno Melalui Panggung Teater

Dalam Sosialisme Indonesia Disusun Berdasar Adjaran Bung Karno Sosialisme Indonesia, J.K Tumakaka mengatakan diperasnya Pancasila bukan berarti akan kehilangan maknanya. Karena gotong royong dalam masyarakat Indonesia tetap diselenggarakan.

“Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara gotong royong! “Gotong Royong” adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”, saudara-saudara!”

Bung Karno memang memikirkan Pancasila dengan sangat mendalam. Memikirkan bangsanya untuk bertahun-tahun ke depan. Karena itu, dirinya sangat bangga dan selalu membawa misi untuk menjelaskan Pancasila ke seluruh dunia.

Karena telah dipikirkan selama bertahun-tahun, Bung Karno memang sangat yakin dengan Pancasila. Menurutnya, Pancasila mampu menyatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari beratus-ratus suku.

“Pancasila merupakan ideologi terbaik, terhebat, dan universal yang mampu mengikuti perkembangan zaman dan menyelamatkan manusia,” tulis Bella Jingga Ardilla dalam Ideologi Pancasila, Pemikiran Mendalam Soekarno yang Kini Mulai Pudar yang dimuat National Geographic.

tirto.id - Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara adalah diawali dengan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI.

Menjelang tahun 1945, Jepang mengalami kekalahan di Asia Timur Raya. Jepang banyak menggunakan cara untuk menarik simpati khususnya kepada bangsa Indonesia dengan membuat suatu janji bahwa Jepang akan memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang diucapkan oleh Perdana Menteri Kuniaki Koiso pada tanggal 7 September 1944.

Advertising

Advertising

Dikutip dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKn Siswa 2017, janji yang ditawarkan adalah Jepang akan membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan nama Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai. Hal ini direalisasikan oleh Kaiso pada 29 April 1945 dengan jumlah anggota 62 orang.

Diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat, anggota BPUPKI terdiri dari dua wakil ketua, yaitu Ichibangase Yosio (Jepang) dan R.P Soeroso, tokoh-tokoh bangsa Indonesia dan tujuh orang anggota perwakilan dari Jepang.

Secara garis besar, tugas BPUPKI adalah menyelidiki dan menyusun rencana mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia. Maklumat yang sama memaparkan tugas BPUPKI: mempelajari semua hal penting terkait politik, ekonomi, tata usaha pemerintahan, kehakiman, pembelaan negara, lalu lintas, dan bidang-bidang lain yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia (Asia Raya, 29 April 1945).

BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi. Sidang resmi pertama dilaksanakan tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 yang membahas tentang dasar negara. Pada sidang tidak resmi, BPUPKI membahas perancangan Undang-Undang Dasar 1945 yang dipimpin Soekarno dan dihadiri oleh hanya 38 orang.

Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara: Sidang BPUPKI I (29 Mei-1 Juni 1945)

Mengutip "Sejarah Perumusan Pancasila dalam Hubungannya dengan Proklamasi" oleh Darsita, dalam sidang yang pertama, hari pertama, 29 Mei 1945 bahwa Indonesia membutuhkan dasar negara.

Para tokoh-tokoh pendiri negara mulai mengusulkan rumusan dasar negara yang isinya berbeda-beda namun tetap memiliki persamaan yaitu didasari oleh gagasan besar bangsa Indonesia dan kepribadian bangsa Indonesia.

Salah satu tokoh yang mengemukakan pendapatnya adalah Mohammad Yamin. Disini, ia mengemukakan bahwa dasar negara terdiri dari 5 asas yaitu:

  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri Ketuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat.
Kemudian, pada hari ketiga sidang pertama, 31 Mei 1945, Soepomo mengemukakan pendapat dalam pidatonya yang menyatakan bahwa negara Indonesia merdeka adalah dengan mengatasi segala golongan dan pemahaman untuk mempersatukan lapisan masyarakat Indonesia. Hal ini, dirumuskan dalam 5 poin yaitu:

  1. Persatuan
  2. Kekeluargaan
  3. Keseimbangan lahir dan batin
  4. Musyawarah
  5. Keadilan rakyat

Dikutip dari penelitian Darsita bertajuk "Sejarah Perumusan Pancasila dalam Hubungannya dengan Proklamasi

", istilah Pancasila mengemuka dalam sidang pertama BPUPKI hari ketiga, yakni tanggal 1 Juni 1945.

Ir. Sukarno menyampaikan gagasan tentang dasar negara Indonesia yang ia sebut Pancasila. Tanggal 1 Juni inilah yang lantas ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila.

“Sekarang, banyaknya prinsip kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya," ucap Bung Karno dikutip dari Risalah BPUPKI (1995) terbitan Sekretariat Negara RI.

“Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar

, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal, dan abadi," lanjut sosok yang nantinya menjadi Presiden RI pertama ini.

Pada hari terakhir dari sidang pertama, 1 Juni 1945 ini, Soekarno turut mengemukakan pendapatnya dalam sebuah pidato yang diberi nama Pancasila atas usulan dari seorang teman, ahli bahasa. Rumusan dasar negara dalam 5 sila tersebut, yaitu:

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
  3. Mufakat atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
  5. Ketuhanan yang berkebudayaan

Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara: Sidang BPUPKI II (10-16 Juni 1945)

Setelah sidang pertama selesai, Indonesia belum mencapai kesepakatan akhir. Karena hal itu, BPUPKI membentuk panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, di bawah pimpinan Soekarno, dengan anggota terdiri atas Ki Bagoes Hadikoesoemo, Wachid Hasjim, Muhammad Yamin, Abdulkahar Muzakir, Sutardjo Kartohadikoesoemo, A.A Maramis, Otto Iskandardinata dan Mohammad Hatta.

Dalam buku "Aku Warga Negara Indonesia untuk SD/MI Kelas VI" karya Ika Kartika Sari dan Elly Malihah Setiadi disebutkan, panitia yang diberi nama Panitia Sembilan ini, dibentuk dengan tujuan merumuskan rumusan-rumusan yang telah dibicarakan agar menjadi kesepakatan yang lebih jelas.

Untuk mewujudkan hal tersebut, diadakan sidang kedua pada 10 Juni sampai dengan 16 Juni 1945. Setelah melewati pelbagai pertimbangan dan diskusi, pada 22 Juni 1945 berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka yang diberi nama Piagam Jakarta oleh M. Yamin yang didalamnya berbunyi:

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari‟at Islam bagi para pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Walaupun sudah dirumuskan, bukan berarti rumusan Pancasila mendapatkan kesepakatan final. Karena, belum adanya perwakilan yang representatif yang mewakili dari berbagai unsur.

Berakhirnya kerja BPUPKI pada 7 Agustus 1945, dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 9 Agustus 1945. Diketuai Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta, PPKI bertujuan untuk mempercepat persiapan kemerdekaan Indonesia.

Panitia ini beranggotakan 21 orang yang semua anggotanya terdiri 12 orang Jawa, 3 orang Sumatera, 2 orang Sulawesi, 1 orang Kalimantan, 1 orang Nusa Tenggara, 1 orang Maluku, dan 1 orang peranakan Tionghoa. Namun tanpa sepengetahuan Jepang, Soekarno menambah 6 orang lagi, sehingga total ada 27 anggota.

Setelah Jepang menyerah terhadap Sekutu, disitulah Indonesia mengambil kesempatan untuk mendeklarasikan kemerdekaan yang sebelumnya dijanjikan oleh Jepang pada 24 Agustus 1945.

Dengan merdekanya Indonesia pada 17 Agustus 1945, PPKI berhasil merumuskan dan mengesahkan dasar negara Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945, bunyinya:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaran/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait PANCASILA atau tulisan menarik lainnya Versatile Holiday Lado
(tirto.id - vrs/dip)

Penulis: Versatile Holiday Lado Editor: Dipna Videlia Putsanra Kontributor: Versatile Holiday Lado