Sebutkan dan jelaskan tujuan berkurban dan hikmahnya dilihat dari perspektif sosiologi

Masa pendidikan sekolah dasar adalah masa istimewa, masa periode emas di mana dasar pendidikan seorang anak sedang terbentuk: proses pembentukan jati diri, pengembangan kognisi, pembentukan mental, dan perilaku sangat ditentukan dari kualitas pendidikan dasar ini.

Sistem pendidikan yang memungkinkan anak didik terlibat secara langsung (hand on) sangat penting untuk pembentukan perilaku dan kognisi siswa didik. Sistem ini lebih baik bila dibandingkan cara konvensional, seperti ceramah di muka kelas.

Mengikutsertakan anak didik terlibat langsung dalam sebuah kegiatan, menghargai pendapat dan usahanya dalam kelompok, membantu memecahkan masalah adalah metode yang sangat bagus untuk memberi stimulus otak siswa didik agar semua sel otak mereka berkembang secara optimal.

Kurban yang dilakukan di sekolah, baik sekolah dasar maupun sekolah menengah, pada hakikatnya usaha untuk optimalisasi tumbuh kembang otak, khususnya dalam membentuk perilaku pada anak didik (dalam syariat berkurban).

Namun, hal yang menarik perhatian kita saat ada Instruksi Gubernur Jakarta Nomor 67 Tahun 2014 tentang Pe ngendalian Penampungan dan Pemotongan Hewan dalam rangka menyambut Idul Fitri dan Idhul Adha 2014. Khususnya, larangan menyembelih hewan kurban di sekolah dasar dengan alasan bisa berpengaruh negatif terhadap psikologi, di samping masalah kebersihan dan kesehatan hewan kurban.

Yang menjadi bahasan kita kali ini, benarkah menyembelih hewan kurban di hadapan anak SD menyebabkan kelainan psikologi seperti yang ditakutkan gubernur Jakarta?Ilmu psikoneurobehavior menerangkan usia sekolah dasar (7-12 tahun) saat perkembangan otak di lobus frontalis dan parietalis (dahi dan pelipis), satu hal yag menonjol adalah mulai berkembangnya fungsi kognisi (berpikir, logika, analisis), kreativitas, dan kemampuan berbahasa.

Di bagian otak pelipis atau sistem emosi anak SD sudah mulai menunjukkan hal yang berperan, kegemaran meniru apa yang dilihat dan didengar sangat dominan, apalagi sifat imajinatif sebagai seorang anak yang dibawa dari kecil masih terbawa. Bagian otak yang mengatur psikomotor juga berkembang secara maksimal sehingga anak SD cende rung senang bergerak, bermain mengerjakan sesuatu secara langsung, dan senang bekerja dalam suatu kelompok.

Apa pun stimulus atau paparan yang masuk ke otak sangat memengaruhi perilaku anak (termasuk siswa SD). Setiap stimulus akan terekam kuat di area memori (sistem limbik). Apalagi, bila saat kejadian ada nuansa emosi yang menyertainya, memori akan terpatri kuat. Paparan yang diterima anak harus yang positif sehingga kelak akan menjadi dasar perilaku positif.

Prosesi penyembelihan hewan kurban yang disaksikan secara langsung oleh ratusan mata anak SD dikha wa tirkan memengaruhi psikologis mereka, yakni timbul rasa takut berlebihan (fobia) atau justru timbul sifat atau perilaku kekerasan (agresivitas).

Hal tersebut secara teori bisa terjadi manakala kejadian penyembelihan hewan kurban berulang dan anak didik tidak memiliki pemahaman kognisi tentang syariat kurban, tata cara penyembelihan kurban secara Islami, dan manfaat berkurban untuk meningkatkan jiwa sosial anak kepada lingkungan sekitar nya. Dan, di sinilah tantangan pihak sekolah (guru dan pengajar) untuk memberi pemahaman yang utuh tentang syariat berkurban kepada anak secara runtut dan utuh.

Seperti yang saya jabarkan di atas, saat usia SD adalah saat perkembangan sel saraf lobus frontalis sangat optimal sehingga kemampuan kognisi dan kemampuan bahasa sangat maksimal. Guru di hadapan siswa SD merupakan sosok "idola" bagi dia, guru adalah sumber ilmu, segala ucapannya akan merasuk dengan kuat di pikiran mereka. Hal ini berbeda dengan siswa SMP atau SMA di mana daya kritisnya sudah sangat terasa dan tidak menjadikan ucapan guru sebagai satu-satunya sumber ilmu.

Bila paparan tentang keutamaan kurban sudah terekam dengan kuat di pikiran anak didik, pada saat prosesi penyembelihan hewan kurban yang terbentuk di pikiran anak bukan "pembantaian hewan kurban". Akan tetapi, lebih dari itu adalah suatu ajaran yang luhur tentang pengorbanan ketaatan hamba kepada perintah Tuhannya dan ini lebih terekam kuat dalam perilaku dibanding rasa "kasihan" hewan tidak bersalah dipotong lehernya (fobia) atau "sukacita" melihat hewan kurban tergelepar tidak berdaya sesaat setelah dipotong lehernya (agresivitas).

Dan, proses pendidikan kurban saat usia SD ini sangat potensial membentuk perilaku ketaatan seseorang bila dibandingkan saat SMP dan SMA. Hal ini karena saat SMP-SMA sudah mulai berperilakau remaja dengan segala permasalahannya sehingga membiasakan kebaikan saat usia SMP-SMA sesuatu yang kurang optimal.

Jadi, pelarangan pemotongan hewan kurban di lingkungan sekolah yang dikhawatirkan menjadikan dampak psikologis negatif berupa fobia atau agresif menurut hemat kami berlebihan dan tidak ada dasar ilmiahnya yang kuat.

Justru sebaliknya, suatu proses pembelajaran langsung (hand on) untuk membentuk pribadi dengan kesalehan ritual dan sosial.

Memang tidak dimungkiri ada beberapa anak yang takut melihat darah atau kasihan melihat hewan disembelih, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan pada umumnya berhubungan dengan pola asuh yang salah sejak dia kecil.

Bukan karena pelaksanaan penyembelihan kurban di sekolah.Justru yang patut diwaspadai penyebab kekerasan (agresivitas) adalah pengaruh kekerasan yang dilihat dan didapat dalam tontonan televisi dan games. Permainan gameyang mengandalkan kecepatan otak dan gerak untuk meng hancurkan lawan tandingnya akan terekam kuat dan menjadi dasar perilaku kekerasan anak tersebut.

Hal tersebut sudah banyak didukung oleh beberapa penelitian dan menjadi masalah serius yag memengaruhi kualitas generasi muda. Namun, pemerintah seolah tutup mata dan seolah tidak mau tahu pengaruh negatif tersebut dan malah melarang suatu kegiatan positif penyembelihan kurban di sekolah, termasuk sekolah dasar.

BADRUL MUNIR

Dokter Spesialis Saraf RS Saiful Anwar/Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Sebutkan dan jelaskan tujuan berkurban dan hikmahnya dilihat dari perspektif sosiologi

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

KH Ahsin Sakho dalam buku Oase Alquran: Petunjuk dan Penyejuk Kehidupan menjelaskan bahwa penyembelihan qurban bukan tujuan utama dalam ibadah yang satu ini. Sebab Allah tidak membutuhkan daging dan cipratan darah hewan yang dikurbankan. Yang Allah butuhkan setelah seseorang berqurban, kata KH Ahsin, adalah terciptanya hati yang penuh ketakwaan kepada Allah yang berimbas pada seluruh aspek kehidupan. Inilah agama yang benar, hanif, dan diridai Allah.

Sedangkan dalam sejarah, pernah terjadi pengorbanan dengan anak manusia. Itulah yang pernah terjadi di Mesir dan Sudan sebagaimana diriwayatkan sejarawan. Peristiwa "penyembelihan" Nabi Ismail agaknya sebagai bentuk upaya menghentikan pengorbanan dengan manusia. Sebaliknya, Allah mengganti kebiasaan ini dengan sesuatu yang bernuansa sosial, yaitu kambing.

Hadirnya Islam tidak merombak adat kebiasaan yang buruk dengan frontal. Melainkan mengganti tradisi tersebut dengan yang lebih bermakna dalam kehidupan. Bukankah dahulu bayi yang dilahirkan rambutnya diolesi darah hewan yang dipersembahkan kepada berhala, lalu oleh Nabi diganti dengan minyak Za'faran yang berwarna merah dan wangi?

Islam menghendaki agar ibadah yang berdimensi spiritual bisa melahirkan rasa sosial. Seperti ibadah shalat yang harus melahirkan semangat amar makruf nahi mungkar. Puasa harus melahirkan rasa empati terhadap yang miskin. Sholat dan zakat adalah dua kosa kata yang selalu bergandeng bersama, tak bisa dipisahkan.

Adapun pelaksanaan ibadah haji sarat dengan pemandangan penuh makna. Haji yang mabrur bisa kelihatan hasilnya manakala ibadah haji mampu melahirkan sikap manusia yang lebih bijak, santun, dan solider kepada sesama dalam realitas kehidupan.

Sedangkan penyembelihan kurban bukan tujuan utama. Ibadah kurban adalah cara agar manusia semakin lebih dekat kepada Allah SWT dan dekat terhadap sesamanya dalam aspek kehidupan.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari raya idul adha diisi dengan memotong hewan kurban. Dagingnya selain boleh dinikmati oleh yang berkurban, juga dibagikan kepada yang membutuhkan. Agama Islam mensyariatan bagi setiap umatnya yang mampu untuk melaksanakannya. Pelaksanaan kurban diawali oleh kisah Nabi Ibrahim AS yang akan menyembelih anaknya Nabi Ismail AS sebagai bentuk ketataan dan rasa cinta terhadap Allah SWT, lalu oleh Allah diganti oleh seekor kambing dari surga. Setelah peristiwa itu, maka kurban, menjadi ritual yang menyertai perayaan idul adha.

Dalam perspektif pendidikan, ada empat pelajaran yang dapat diambil. Pertama, mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kurban berasal dari kata qurb yang artinya dekat. Dengan kata lain, kurban merupakan sarana untuk mendekatan diri (bertaqarrub) kepada Allah SWT.

Demi ketaatan dan kecintaannya kepada Allah SWT, Nabi Ibrahim AS rela mengorbankan anaknya Nabi Ismail AS. Rasa cinta terhadap Allah mengalahkan rasa cintanya terhadap anak yang sangat disayanginya. Nabi Ismail AS dengan dengan penuh keikhlasan mau disembelih oleh Nabi Ibrahim AS karena didasari oleh keyakinan bahwa apa yang dilakukannya ayahnya tersebut atas perintah Allah SWT.

Menjelang Nabi Ibrahim menyembelih Nabi Ismail AS, setan terus menggoda keduanya agar membatalkan rencana tersebut, tetapi karena telah dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan yang tinggi, dan ingin mendekatkan diri kepada Allah, maka godaan setan pun tidak mempan terhadap mereka berdua.

Kurban menjadi sarana penghambaan seorang manusia kepada Sang Pencipta. Semakin dekat kepada Allah, maka keimanan dan ketakwaannya pun akan meningkat.  Harta yang dikurbankan dilandasi niat karena Allah, karena pada dasarnya semua harta yang dimiliki adalah titipan dari Allah SWT. Dan Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda bagi hamba-Nya yang berkurban.

Kedua, rela berkorban. Orang yang berkurban adalah simbol orang yang rela berkorban untuk orang lain. Dia mengorbankan harta yang dimiliki dan dicintainya semata-mata karena Allah. Tidak sedikit orang yang mampu kurban tetapi hatinya belum tergerak untuk berkurban. Hal ini disebabkan rasa cintanya yang berlebihan kepada harta yang dimilikinya, padahal harta tersebut pada hakikatnya adalah titipan dari Allah SWT. Dan jaman sekarang pun tidak mudah menemukan orang yang mau berkorban bagi orang lain.

Orang yang berkurban adalah cerminan dari seorang manusia yang mampu mengalahkan ego pribadinya untuk kepentingan orang lain. Orang yang berkurban adalah orang yang senang berbagi kebahagiaan kepada orang lain. Baginya, hakikat kebahagiaan adalah adalah jika mampu membahagiakan orang lain.

Ketiga, meningkatkan solidaritas sosial. Kurban merupakan simbol solidaritas sosial, yaitu membantu sesama manusia. Daging kurban adalah berkah bagi orang yang tidak mampu. Bagi orang yang biasa makan daging, seonggok daging kurban mungkin tidak akan banyak berarti, tetapi bagi yang jarang makan daging, daging kurban merupakan menu yang istimewa, yang hanya dinikmati setahun sekali. Mereka sangat senang ketika bisa menikmatinya. Oleh karena itu, demi mendapatkan daging kurban, banyak orang miskin yang rela antri berjam-jam, berdesak-desakkan, bahkan pingsan karena bagi mereka nilainya sangat berharga.

Kurban merupakan bentuk empati terhadap kesulitan dan penderitaan orang lain. Oleh karena itu, sifat tersebut perlu ditumbuhkembangkan dalam kehidupan masyarakat ditengah-tengah kondisi masyarakat yang semakin individualistis, hedonis, dan egois.

Keempat, menghilangkan sifat-sifat buruk manusia. Kurban melatih manusia untuk menghilangkan sifat-sifat buruk seperti tamak, rakus, kikir, sombong, dan sebagainya. Melalui kurban, manusia mau sebagian harta yang dimilikinya kepada orang lain karena pada dasarnya adalah titipan Allah, bukan semata-mata hasil kerja kerasnya. Dan, sebenarnya harta yang dinikmatinya jauh lebih banyak daripada harta yang dibagikan kepada orang lain.

Harta yang dikurbankan akan mendapatkan keberkahan, dan Allah telah menjamin akan menggantinya dengan pahala yang berlipat ganda. Pahala daging, darah, dan bulu hewan yang dikurbankan akan terus mengalir bagi orang yang berkurban. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berkurban.