Sebutkan contoh perilaku yang mencerminkan ketaatan kepada Allah dan meneladani Asmaul Husna

9 dari 10 halaman

Sebutkan contoh perilaku yang mencerminkan ketaatan kepada Allah dan meneladani Asmaul Husna
© Foto : Shutterstock

Dilansir dari laman NU Online, setiap muslim dianjurkan untuk berdoa melafalkan asmaul husna. Seorang muslim berdoa melafalkan asmaul husna maka akan diberi rahmat oleh Allah SWT dan dijauhkan dari segala keburukan. Syekh Shalih al-Ja'fari mengatakan,

" Orang yang berdoa dengan asmaul husna telah meminta kebaikan seluruhnya, dan membuat pencegahan di antara dirinya dan keburukan seluruhnya. Jadi apabila engkau menyebut Ar-Rahman Ar-Rahim, maka kamu telah meminta rahmat, dan jika kamu menyebut Al-Lathif maka kamu telah meminta kelembutan, dan seterusnya."  (Muhammad bin Alwi al-Aidarus, Khawwash Asma'ul-Husna Littadawi wa Qadha il-Hajat, Dar el-Kutub, Shan'a, Cet. Ke-3 2011, Hal. 16).

" Menyebut asmaul husna bermanfaat bagi (urusan) dunia, agama, dan akhirat, dan zikirnya dinamakan kumpulan kebaikan-kebaikan, kunci-kunci keberkahan, dan singkapan kejelasan. Tidaklah kesulitan yang ditekuni dengan asmaul husna melainkan Allah lapangkan kesulitannya, tidaklah utang melainkan Allah tunaikan utangnya, tidaklah kekalahan melainkan Allah akan menolongnya, tidak orang yang dizalimi melainkan Allah kembalikan kezalimannya, tidaklah orang yang sesat melainkan Allah beri petunjuk, tidaklah orang yag sakit melainkan Allah sembuhkan penyakitnya, tidaklah kegelapan hati melainkan Allah terangi hatinya dengan asmaul husna."  (Muhammad bin Alwi al-Aidarus, Khawwâsh Asma'ul-Husna Littadâwi wa Qadha il-Hajat, Dar el-Kutub, Shan'a, Cet. Ke-3 2011, Hal. 17)

- menjadi pribadi yang mandiri, melakukan pekerjaan tanpa merepotkan orang lain
- bekerja / belajar dengan sungguh sungguh

Ilustrasi perilaku al-Wakil. Foto: freepik.com

Al-Wakil merupakan salah satu nama asmaul husna yang Allah miliki. Sifat al-Wakil mecerminkan seseorang yang selalu bertawakal kepada Allah SWT. Lantas, apa saja contoh perilaku al-Wakil dalam kehidupan sehari-Hari?

Dalam agama Islam mengajarkan bahwa Allah SWT memiliki 99 nama baik dan indah yang tertulis dalam Al-Quran yang disebut dengan asmaul husna.

Sebagaimana yang ternukil dalam Al-Quran Surat Al A’raf ayat 180 yang artinya,

“Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam [menyebut] nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”

Salah satu nama Allah dalam asmaul husna adalah al-Wakil. Apa itu al-Wakil?

Dikutip dari buku Cari Saja Allah karya Ahmad Kamil Arsyad [2020: 85] kata al-Wakil memiliki arti Dzat Yang Maha memelihara, yakni memelihara segala urusan hamba-hamba-Nya dan apa saja yang menjadi kebutuhan mereka.

Al-Wakil juga memiliki makna Maha Mewakili atau Maha Pemelihara yang bermakna hanya kepada Allah yang pantas menyelesaikan segala persoalan. Allah SWT mengurus segala urusan makhluk-Nya. Allah dapat melaksanakan segala hal tanpa ada yang bisa menghalangi. Allah Yang Maha Mengurus adalah tumpuan bagi hamba-hamba-Nya untuk menyelesaikan persoalan mereka, baik urusan dunia dan akhirat.

Dari penjelasan di atas, al-Wakil mengandung arti Allah lah tempat menyerahkan segala urusan manusia. Sehingga muncullah perintah untuk bertawakal kepada Allah.

Dengan bertawakal, manusia mewakilkan segala urusannya dan pasrah akan hasil yang telah diusahakan sepenuhnya kepada Allah SWT. Namun, tawakal bukan sekedar pasrah mengharap ridha Allah saja. Namun, ketawakkalan merupakan bentuk dari kepasrahan manusia kepada Sang Maha Kuasa atas apa yang telah diperjuangkan sekuat tenaga.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ath Thalaq ayat 2-3 yang artinya,

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan [keperluan]nya.”

Ilustrasi laki-laki bertawakal kepada Allah SWT. Foto: freepik.com

Lalu apa saja contoh perilaku yang mencerminkan al-Wakil?

  1. Belajar dengan sunguh-sungguh dan mempercayai hasilnya kepada Allah SWT.

  2. Apabila melakukan usaha namun berakhir dengan kegagalan, yakinilah bahwa kegagalan tersebut merupakan ketentuan terbaik yang Allah berikan untuk Anda. Barang kali Allah akan mengganti dengan hal yang lebih baik lagi.

  3. Selalu berdo'a kepada Allah dalam setiap keadaan, agar di jaga selama hidup di dunia.

  4. Menjaga semua amanah yang telah Allah kepada masing-masing kita selama hidup di dunia seperti menjaga agar tubuh selalu melakukan amalan kebaikan.

  5. Selalu bersyukur apabila mendapatkan nikmat dari Allah SWT dan bersabar apabila mendapatkan musibah.

Demikian contoh perilaku al-Wakil dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kita selalu dimudahkan Allah SWT dalam melakukan berbagai hal dengan menerapkan al-Wakil. [MZM]

Apa sih arti dari Al Wakil [الوكيل] itu? Seperti itulah kira-kira bunyi pertanyaan dari netizen di forum pembelajaran online. Tampaknya, mereka belum mengetahui Al Wakil artinya apa atau mungkin juga termasuk kamu yang sedang membaca artikel ini. Andaikan kamu tahu, Al Wakil bukanlah istilah atau sembarang kata, tetapi ia merupakan satu dari sekian banyak nama Allah Swt [Asmaul Husna] yang disifatkan kepada-Nya.

Sebagaimana yang diketahui, terdapat 99 nama Allah yang populer dikenal dengan sebutan Asmaul Husna. Segala sifat Allah "Yang Maha Segala Sesuatu" mendapat nama tertentu di dalam asmaul husna. Sebagai umat muslim, sudah sepantasnya menjadi kewajiban bagi kita untuk mengetahui dan mempelajari seluruh nama-nama itu sebagai bagian dari usaha kita untuk mengenal Allah Swt. Lantas, apa arti Al Wakil? Nah, pada kesempatan kali ini, kami akan menjelaskan tentang arti Al Wakil, lengkap dengan contoh dan manfaat dari meneladani Asmaul Husna Al Wakil dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga:

Yuk, berikut ini pembahasannya...

Pembahasan tentang Al Wakil kali ini akan kami bagi menjadi tiga bagian, yaitu pengertian Al Wakil, contoh perilaku Al Wakil dalam kehidupan sehari-hari, dan manfaat dari meneladani Asmaul Husna Al Wakil. Baiklah, kita mulai saja pembahasannya...

Al-Wakil [الوكيل] adalah satu dari 99 nama Allah Swt yang mengandung arti "Yang Maha Mewakili" atau "Yang Maha Mengurus". Hanya Allah yang pantas menyelesaikan segala persoalan kita. Allah Swt mengurus segala urusan makhluk-Nya. Allah dapat melaksanakan segala hal tanpa ada yang bisa menghalangi. Allah Yang Maha Mengurus adalah tumpuan hamba-hamba-Nya untuk menyelesaikan persoalan mereka.

Dalil tentang Al Wakil adalah Qur'an Surat Ali Imran Ayat 2:

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ 

Artinya: Allah, tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.[QS: Ali Imran: 2]

Berikut ini adalah beberapa contoh perilaku yang mencerminkan Asmaul Husna Al Wakil:

  1. Memberi makan hewan peliharaan agar bisa hidup dan berkembang biak.
  2. Melakukan penghijauan pada lahan-lahan gundul untuk mencegah terjadinya banjir dan tanah longsor
  3. Memberi makan fakir miskin dan anak-anak terlantar
  4. Melakukan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan profesi
Adapun manfaat yang bisa kita peroleh apabila kita meneladani Asmaul Husna Al Wakil, antara lain sebagai berikut: Menambah rasa iman kita kepada Allah Swt
  1. Menambah kedekatan kita kepada Allah Swt karena Allah mencintai hamba yang mau mengurusi makhluk lainnya
  2. Allah Swt akan memudahkan segala urusan kita, baik di dunia, maupun di akhirat
  3. Insyaallah, rezeki akan selalu dilimpahkan oleh Allah Swt sebagai balasan bagi hamba yang mau memelihara makhluk lain
  4. Mendapatkan ketenangan jiwa karena selalu berbuat kebaikan
  5. Ketaatan kita akan bernilai ibadah di mata Allah Swt
Demikianlah penjelasan tentang Al Wakil [الوكيل]. Bagikan materi ini agar orang lain juga bisa membacanya. Terima kasih, semoga bermanfaat.

Arti Al Wakil: Pengertian, Contoh, Manfaat 2019-11-25T01:04:00-08:00 Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Author Ilmusiana

Video yang berhubungan

Momen peringatan Iduladha tidak dapat kita pisahkan dari ritual dan pengorbanan yang dijalankan oleh Nabi Ibrahim. Karenanya, mari kita gunakan kesempatan baik ini untuk menadaburinya, melakukan refleksi atasnya, dan meneladaninya.

Allah berfirman:

(120) Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah), (121) dia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Allah telah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus. (122) Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia, dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang yang shalih. (QS An-Nahl 16:120)

Allah menegaskan bahwa dalam diri Nabi Ibrahim terdapat teladan.  Hanya Nabi Ibrahim yang selalu kita sebut dalam shalat, selain Nabi Muhammad. Doa yang kita baca untuk Nabi Muhammad ketika tasyahud selalu disetarakan dengan doa kita ke Nabi Ibrahim.

Ya Allah berilah selawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi selawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim. Ya Allah berilah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim.

Nama Ibrahim disebut sebanyak 69 kali di 24 surat dalam Alquran. Nama Ibrahim juga diabadikan menjadi nama sebuah surat dalam Alquran, yaitu surat ke-14. Ibrahim adalah Bapak Para Nabi, Abulanbiya, karena sebanyak 19 keturunannya menjadi nabi, dari 25 nabi yang disebut dalam Alquran.

Predikat Nabi Ibrahim

Posisi istimewa Nabi Ibrahim juga diindikasikan dengan beragam predikat diberikan oleh Allah.

Pertama, Nabi Ibrahim sangat disayang oleh Allah dan karenanya berjuluk Kekasih Allah, Khalillulah. Pemberian predikat ini terekam pada ayat 125 Surat An-Nisa. Allah berfirman:

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kekasih(-Nya). (QS An-Nisa 4:125).

Kedua, Nabi Ibrahim adalah manusia pilihan terbaik, Al-Musthafa. Allah berfirman:

Dan sungguh, di sisi Kami mereka termasuk orang-orang pilihan yang paling baik. (QS Shad 38:47).

Mengapa menjadi manusia pilihan? Ayat sebelumnya menjelaskan

Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Yakub yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu-ilmu (yang tinggi). (QS Shad 38:45).

Ketiga, Nabi Ibrahim juga termasuk salah satu nabi yang dijuluki Ulilazmi, karena keteguhan hati yang dimilikinya. Selain Nabi Ibrahim, nabi yang dimasukkan ke dalam kelompok Ululazmi adalah Nabi Isa, Nabi Nuh, Nabi Musa, dan Nabi Muhammad. Nabi Muhammad pun diminta oleh Allah untuk meneladani ketabahan hati Ululazmi ini.

Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah mereka tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan kecuali kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah). (QS Al-Ahqaf 46:35).

Pelajaran dari Nabi Ibrahim

Beragam pelajaran bisa kita dapatkan dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim untuk kita teladani.

Pelajaran pertama. Nabi Ibrahim mengajarkan kita untuk terus memurnikan keimanan kepada Allah, termasuk dengan mengasah logika untuk meneguhkannya.

Kesadaran tauhid ini bahkan sudah dimiliki oleh Nabi Ibrahim ketika masih muda belia. QS Al-Anbiya ayat 52-54 merekam dialog antara Nabi Ibrahim dan ayahnya, Azar, yang berprofesi sebagai pembuat berhala, serta kaumnya.

(52) (Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?” (53) Mereka menjawab, “Kami mendapati nenek moyang kami menyembahnya.” (54) Dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya kamu dan nenek moyang kamu berada dalam kesesatan yang nyata. (QS Alanbiya 21:51-54)

Episode debat antara Nabi Ibrahim dan kaumnya dapat mengingatkan kita untuk selalu meneguhkan keimanan kita, dengan argumen yang logis. Ayat 76-78 Surat Al-An’am merekam episode tersebut dengan sangat indah.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.” (QS Al-An’am 6:76)

Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” (QS Al-An’am 6:76)

Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (QS Al-An’am 6:78)

Nabi Ibrahim meneguhkan keimanannya dengan menyatakan:

Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. (QS Al-An’am 6:79)

Keteguhan iman Nabi Ibrahim tak luntur sedikitpun bahkah ketika dihukum oleh Raja Namrud dan kaumnya dengan dibakar hidup-hidup. Allah menyelamatkannya dengan memerintahkan api menjadi dingin.

Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” (QS Al-Anbiya 21:69)

Hubungan yang tidak baik antara Nabi Ibrahim dan ayahnya, akhirnya membuat Nabi Ibrahim diusir. Namun demikian, Nabi Ibrahim sebagai anak tetap menghormati ayahnya. Inilah pelajaran kedua.

Nabi Ibrahim mendoakan ayahnya,

… dan ampunilah ayahku, sesungguhnya dia termasuk orang yang sesat. (QS Asy-Syu’ara 26:86)

Doa Nabi Ibrahim kepada Ayahnya juga terekam dalam ayat lain.

Dia (Ibrahim) berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (QS Maryam 19:48)

Episode ini mengajarkan kepada kita, dalam kondisi apapun, sikap santun kepada orang tua tetap harus dijaga.

Dalam ayat lain, Alquran mengajarkan kepada kita untuk selalu bersikap lemah lembut kepada dan merendahkan hati kita di hadapan orang tua kita. Kita diminta oleh Allah menggunakan kata yang mulia (qaulan kariman). Kita dilarang membentak dan meremehkan mereka.

Ini adalah pelajaran penting ketika semakin banyak anak muda melupakan akhlak bagaimana bersikap dengan orang tua.

Pelajaran ketiga. Di sisi lain, sebagai ayah, Nabi Ibrahim sangat menghargai anaknya, Nabi Ismail.

Dialog Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ketika diperintah Allah untuk disembelih menggambarkan itu semua. Meski Nabi Ibrahim jelas diperintah oleh Allah, namun tidak serta merta menyembelih Nabi Ismail. Nabi Ibrahim bahkan bertanya kepada Nabi Ismail tentang pendapatnya. Sangat demokratis.

Nabi Ibrahim menganggap Nabi Ismail sebagai orang dewasa yang telah siap memilih, sebagaimana diceritakan pada QS Ash- Shaffat ayat 102:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (QS Ash- Shaffat 37: 102)

Episode ini juga memberikan pelajaran keempat, bahwa Nabi Ibrahim mencontohkan keikhlasan untuk mengorbankan anak yang dicintainya di jalan Allah. Kita bisa bayangkan tingginya rasa sayang Nabi Ibrahim kepada Nabi Ismail, yang lahir setelah penantian 86 tahun. Nabi Ishaq lahir 13 tahun setelah Nabi Ismail, ketika Nabi Ibrahim berumur 99 tahun.

Sanggup mengorbankan sesuatu yang kita cintai, seperti harta, di jalan Allah dengan ikhlas adalah salah satu sifat orang bertakwa. Hewan kurban yang kita sembelih mulai hari ini adalah satu cara kita meneladani Nabi Ibrahim.

Pelajaran kelima. Nabi Ibrahim sangat peduli dengan masa depan keturunannya, baik dari aspek keimanan maupun kesejahteraan. Doa Nabi Ibrahim berikut mengindikasikan itu.

Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim 14: 37)

Tentu masih banyak pelajaran yang dapat kita teladani dari Nabi Ibrahim. Di akhir khutbah ini, mari kita rangkum pelajaran tersebut:

  1. Sebagai hamba Allah, kita belajar untuk selalu menemurnikan dan meneguhkan imam; kita juga belajar keikhlasan dalam mengorbankan sesuatu yang kita cintai;
  2. Sebagai anak, kita belajar untuk tetap menghormati dan mendoakan orang tua, dalam kondisi apapun;
  3. Sebagai orang tua, kita belajar untuk menghargai anak dan mendengar pendapatnya;
  4. Sebagai pendahulu, kita belajar untuk peduli dengan masa dengan keturunan, tidak hanya dari sisi iman, tetapi juga kesejahteraan.

Mari, momentum Iduladha ini kita jadikan untuk memperbaiki diri. Semoga dengan pertolongan Allah, kita selalu merasa ringan dan mudah dalam mengikuti teladan yang diberikan oleh Nabi Ibrahim.

Disarikan dari khutbah Iduladha 1440 di Alun-alun Utara, Yogyakarta pada 10 Zulhijah 1440/11 Agustus 2019.