Peraturan keprotokolan adalah semata-mata untuk menjaga wibawa pemimpin, organiasi dan negara. Dan baik atau buruknya penyelenggaraan keprotokolan akan berimplikasi terhadap citra seorang pemimpin, citra suatu institusi/organisasi dan citra suatu negara. Show Mungkin kita sudah tidak asing dengan istilah Keprotokolan karena pada umumnya telah mempraktekkan dalam upacara, pelantikan, acara-acara atau kegiatan resmi maupun tidak resmi. Akan tetapi, secara pemahaman kita masih dinilai belum mengenal betul apa sebenarnya keprotokolan itu. Untuk menjawab itu, penulis mencoba memahami dan mengkaji regulasi-regulasi yang mengatur tentang keperotokolan. Khususnya di negara kita telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang keprotokolan. Dalam undang-undang tersebut menyebutkan keprotokolan itu merupakan serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan sebagai wujud penghormatan kepada seseorang sesuai jabatan atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan atau dalam masyarakat. Artinya, ruang lingkup keprotokolan itu adalah pengaturan tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan. Dan hanya diberlakukan untuk acara-acara kenegaraan dan resmi bagi pejabat negara, pejabat pemerintah, perwakilan negara asing atau organisasi internasional serta tokoh-tokoh masyarakat tertentu. Kenapa Negara menerbitkan undang-undang dan mengatur betul tentang keprotokolan? jawabnya mengutip paparan Praktisi Keprotokolan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat M.Rifki, disebabkan negara begitu menghormati kedudukan para Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing atau organisasi internasional, serta tokoh masyarakat tertentu. Juga, terbitnya Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 dalam upaya penyesuaian terhadap dinamika yang tumbuh dan berkembang dalam sistim kenegaraan, budaya dan tradisi bangsa. Betapa pentingnya regulasi keprotokolan ini karena memiliki tujuan untuk memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional. Selain itu, kita bisa memahami apa sebenarnya keprotokolan itu dan isitilah-istilah yang ada dalam keprokolan. Ada beberapa isitilah yang kita ketahui dalam keprotokolan diantaranya adalah Protokol, Protokoler, Master of Ceremony atau disingkat MC, Pengarah Acara/Pemandu Acara, Pembawa acara, Announcer, Penyiar dan banyak lagi yang lainnya. Ternyata, kalau kita telaah, ada perbedaan antara istilah-istilah tersebut. Contohnya, kita selama ini memahami isitilah protokol adalah pembawa acara suatu kegiatan, atau juga isitilah MC sebagai pembawa acara. Kalau kita merujuk kepada regulasi, ternyata pemahaman kita masih salah, karena MC atau Master of Ceremony dan Protokol itu bukan sebatas diartikan sebagai pembawa acara tetapi artinya lebih luas sebagai pengatur acara. Sedangkan pembawa acara itu ada dalam bagian keprotokolan. Untuk di tubuh Kementerian Agama sendiri, selain Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010, juga dipakai sebagai petunjuk pelaksanaan keprotokolan adalah Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 428 Tahun 2015 menyempurnakan KMA Nomor 71 Tahun 1993. Dan disana juga disebutkan bahwa negara begitu menghormati kedudukan para pejabat negara, pejabat pemerintahan, perwakilan negara asing dan atau organisasi internasional serta masyarakat tertentu. Di dalam KMA ini, sangat diatur secara jelas mengenai tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan. Pada tata tempat dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama digunakan rumus yakni orang yang berhak mendapat tata urutan yang pertama/paling tinggi adalah mereka yang mempunyai urutan paling depan paling mendahului. Artinya pengaturan berdasarkan eselon pejabat itu sendiri. Ketika duduk berjajar, maka orang yang duduk sebelah kanan dari orang yang paling utama adalah yang tertinggi dari yang duduk disebelah kiri orang utama. Contohnya, apabila jumlah pejabat yang hadir pada acara resmi genap misalnya empat orang, maka rumus yang digunakan diambil patokan kursi dua paling tengah. Dengan hasilnya (3),(1),(2),(4). Selanjutnya, jika jumlah ganjil misalkan lima orang pejabat yang hadir pada acara resmi, maka rumusnya adalah (4),(2),(1),(3).(5). Dan ini juga berlaku dalam pengaturan tata letak foto pejabat pada spanduk atau baliho. Semoga bermanfaat. Penulis : Muhammad Yusuf Aunur Sabri,SH
Oleh: Kang Hermanto Nah, lanjut lagi obrolan seputar keprotokolan ya. Kali ini saya sharing-kan soal ruang lingkupnya. Telah jelas dalam UU No. 9 Tahun 2010 disebutkan bahwa ruang lingkup keprotokolan meliputi tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan. Tata tempat yang dimaksud adalah tata urutan atau lebih banyak dikenal sebagai Order of Presedence atau Preseance dalam Bahasa Perancis. Pada hakekatnya mengandung unsur-unsur siapa yang lebih didahulukan atau siapa yang memperoleh hak prioritas dalam urutan. Orang dan instansi atau organisasi yang memperoleh urutan tempat untuk didahulukan adalah mereka yang mendapatkan prioritas dikarenakan jabatan, pangkat dan derajat serta kedudukannya di dalam negara atau masyarakat. Dalam aspek ini, kita harus cermat mempertimbangkan aturan yang layak, etika, kepantasan, keindahan dan humanis sebagai acuan. Sedangkan tata upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam acara kenegaraan atau acara resmi. Tata upacara itu sendiri terdiri dari kelengkapan dan perlengkapan upacara untuk mendukung terselenggaranya suatu upacara yang dihadiri oleh Pejabat Negara atau Pemerintahan. Dapat juga dihadiri oleh masyarakat yang perlu diatur juga perihal tata penempatannya. Terakhir, tata penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat baik Negara atau Pemerintahan serta tokoh masyarakat tertentu dalam setiap kegiatan. Tata penghormatan sendiri meliputi tata cara pemberian hormat dan penyediaan kelengkapan sarana yang diperlukan untuk menunjang suksesnya suatu acara. Secara spesifik, tata penghormatan diberikan kepada seseorang atau kelompok dapat berupa pemberian tata tempat, pemberian penghormatan berupa bendera kebangsaan dan lagu kebangsaan, penghormatan jenazah bila meninggal dunia dan pemberian bantuan sarana yang diperlukan untuk melaksanakan acara. Jadi itu tadi ya… Andaikata Anda ditugaskan sebagai protokol, maka akan melaksanakan pengaturan di 3 (tiga) hal di atas. [*]
(1) Tamu Negara terdiri atas presiden, raja, kaisar, ratu, yang dipertuan. agung, paus, gubernur jenderal, wakil presiden, perdana menteri, kanselir, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat. Keprotokolan diatur dengan UU 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan. Acara Kenegaraan menurut Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan adalah acara yang diatur dan dilaksanakan oleh panitia negara secara terpusat, dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta Pejabat Negara dan undangan lain. Acara Resmi dalam Ketentuan Umum UU 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan adalah acara yang diatur dan dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintahan serta undangan lain. Pengaturan Keprotokolan dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan memiliki azas kebangsaan, ketertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, serta keselarasan dan timbal balik. UU 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan mengatur mengenai tata upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi yang meliputi tata urutan upacara bendera, tata bendera negara dalam upacara bendera, tata lagu kebangsaan dalam upacara bendera, dan tata pakaian dalam upacara bendera. Pasal 3 UU 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan, berisi tentang apa itu Tujuan Pengaturan Keprotokolan. Pengaturan Keprotokolan memiliki tujuan untuk:
Keprotokolan bagi Tamu Negara, tamu pemerintah dan/atau tamu lembaga negara lain yang berkunjung ke negara Indonesia merupakan penghormatan kepada negaranya dan dilaksanakan sesuai dengan asas timbal balik, norma-norma, dan/atau kebiasaan dalam pergaulan internasional dengan tetap memperhatikan nilai sosial dan budaya bangsa Indonesia yang berkembang, tanpa mengabaikan kebiasaan yang berlaku dalam pergaulan internasional. Ruang lingkup pengaturan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan yang diberlakukan dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat tertentu. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan disahkan Presiden Doktor Haji Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada tanggal 19 November 2010. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan diundangkan Menkumham Patrialis Akbar pada tanggal 19 November 2010 di Jakarta. Agar setiap orang mengetahuinya. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 125. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5166. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang KeprotokolanUndang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan mencabut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3363). Pertimbangan UU 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan, adalah:
Dasar Hukum UU 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dengan Tata Pengaturan mengenai Keprotokolan. Pengaturan Keprotokolan tersebut perlu disesuaikan dengan dinamika yang tumbuh dan berkembang dalam sistem ketatanegaraan, budaya, dan tradisi bangsa. Perubahan ketatanegaraan di Indonesia setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berimplikasi pada perubahan pengaturan keprotokolan negara. Perubahan mendasar antara lain diwujudkan dengan ditiadakannya lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara yang selanjutnya menjadi lembaga negara. Perubahan tersebut dan dengan telah disahkannya berbagai Undang-Undang baru menghasilkan lembaga baru yang belum diatur keprotokolannya dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. Pengaturan Keprotokolan juga diperlukan terhadap lembaga negara yang secara tegas ditentukan dalam Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol pada saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sistem ketatanegaraan sehingga diperlukan Undang-Undang baru dalam rangka penyempurnaan pengaturan mengenai Keprotokolan khususnya mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau tamu negara sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat. Ruang lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan yang diberlakukan dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat tertentu. Pengaturan Keprotokolan dalam Undang-Undang ini berasaskan kebangsaan, ketertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, serta keselarasan dan timbal balik yang bertujuan:
Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi yang dilaksanakan sesuai dengan Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan baik dalam upacara bendera maupun bukan upacara bendara. Penyelenggara Acara Kenegaraan dilaksanakan oleh Panitia Negara yang diketuai oleh menteri yang membidangi urusan kesekretariatan negara, sedangkan penyelenggara Keprotokolan Acara Resmi dilakukan oleh:
Undang-Undang ini mengatur pula mengenai tata upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi yang meliputi tata urutan upacara bendera, tata bendera negara dalam upacara bendera, tata lagu kebangsaan dalam upacara bendera, dan tata pakaian dalam upacara bendera. Ketentuan mengenai Keprotokolan bagi Tamu Negara, tamu pemerintah dan/atau tamu lembaga negara lain yang berkunjung ke negara Indonesia merupakan penghormatan kepada negaranya dan dilaksanakan sesuai dengan asas timbal balik, norma-norma, dan/atau kebiasaan dalam pergaulan internasional dengan tetap memperhatikan nilai sosial dan budaya bangsa Indonesia yang berkembang, tanpa mengabaikan kebiasaan yang berlaku dalam pergaulan internasional. Berikut adalah isi Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan, bukan format asli:
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
BAB II ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUPPasal 2Keprotokolan diatur berdasarkan asas:
Pasal 3Pengaturan Keprotokolan bertujuan untuk:
Pasal 4
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi mendapat tempat sesuai dengan pengaturan Tata Tempat. Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 13Tata Tempat bagi penyelenggara dan/atau pejabat tuan rumah dalam pelaksanaan Acara Resmi sebagai berikut:
Pasal 14
Pasal 15
Upacara bendera hanya dapat dilaksanakan untuk Acara Kenegaraan atau Acara Resmi:
Pasal 17Tata upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi meliputi:
Pasal 18Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a meliputi tata urutan upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan tata urutan upacara bendera dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b sampai dengan huruf e. Pasal 19Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a sekurang-kurangnya meliputi:
Pasal 20Tata urutan upacara bendera dalam rangka peringatan hari ulang tahun proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sekurang-kurangnya meliputi:
Pasal 21Tata bendera negara dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b meliputi:
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25Dalam hal terjadi situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan terlaksananya tata upacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, tata upacara dilaksanakan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi tersebut.
Upacara bukan upacara bendera dapat dilaksanakan untuk Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. Pasal 27Tata Upacara bukan upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi meliputi tata urutan upacara dan tata pakaian upacara. Pasal 28Tata urutan acara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi, antara lain, meliputi:
Pasal 29
Pasal 30Bendera negara dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi upacara bukan upacara bendera dipasang pada sebuah tiang bendera dan diletakkan di sebelah kanan mimbar.
Tamu Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu lembaga negara lain yang berkunjung ke Negara Indonesia mendapat pengaturan keprotokolan sebagai penghormatan kepada negaranya sesuai dengan asas timbal balik, norma-norma, dan/atau kebiasaan dalam tata pergaulan internasional. Pasal 33
Pasal 34Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan keprotokolan terhadap Tamu Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu lembaga negara lain diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAINPasal 35Penyelenggaraan keprotokolan di daerah khusus atau daerah istimewa dilaksanakan dengan menghormati kekhususan atau keistimewaan daerah tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang- Undang ini. Pasal 36Pendanaan keprotokolan dalam Acara Kenegaraan dan Acara Resmi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. BAB IX KETENTUAN PENUTUPPasal 37Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3363) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 38Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3363) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 39Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Demikianlah isi Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan yang disahkan Presiden Doktor Haji Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada tanggal 19 November 2010. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan telah diundangkan Menkumham Patrialis Akbar pada tanggal 19 November 2010 di Jakarta. Agar setiap orang mengetahuinya. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 125. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5166. |