Relevansi tujuan PENDIDIKAN nasional dengan tujuan PENDIDIKAN agama Islam

Okt
03

  • Rabu, 03 Oktober 2018
  • oleh Admin
  • Kategori: Artikel Pendidikan

Relevansi Tujuan dan Fungsi Pendidikan Nasional

dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur

(An Nahl ayat 78)

                Dalam membentuk suatu tatanan masyarakat yang makro dibutuhkan formulasi-formulasi mikro yang membentuknya. Formulasi-formulasi tersebut adalah manusia yang  berlatar belakangkan pendidikan. Maka tak ayal, bahwa alasan yang selalu menyudutkan pendidikan pada fenomena sekarang ini, bertolak dari sebuah wacana yang berkembang, dengan pendapat bahwa pendidikan merupakan ukuran suatu bangsa.

Adapun pengertian yang berkembang mengenai pendidikan didasari oleh suatu sikap yang berpendapat, bahwa pendidikan memainkan peranannya sebagai mobilitas sosial-ekonomi individu atau negara. Dominasi sikap seperti ini dalam dunia pendidikan telah melahirkan patologi psiko sosial, terutama di kalangan peserta didik dan orang tua, yang terkenal dengan sebutan “penyakit diploma” (diplomadisease), yaitu usaha dalam meraih suatu gelar pendidikan bukan karena kepentingan pendidikan itu sendiri, melainkan karena niai-nilai ekonomi sosial-ekonomi.[1]Oleh karenanya, tidak mengherankan kalaulah ranah ini merupakan sasaran tepat yang selalu dijadikan kambing hitam oleh beberapa kalangan akademisi. Hal ini sejalan dengan kesatuan pendapat, bahwa pendidikan merupakan faktor yang urgen dalam menghasilkan warga negara yang baik dan pekerja yang baik.[2]

Terlepas dari pernyataan di atas, penulis bukan hendak membahas mengenai kompleksitas problem yang berkembang di Indonesia, melainkan ingin mengkaji ulang  makna pendidikan dari beberapa ahli, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, disamping mengkaitkan juga dengan konsep yang ada pada Islam. Hal ini bertolak dari asumsi  Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional.

Kacamata Pendidikan Nasional

Di awal pembukaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional disebutkan , bahwa” UUD 1945 mengamanatkan kepada Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi sengenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”[3]. Artinya, bahwa Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warganya tanpa terkecuali. Hal inilah yang kemudian dijadikan landasan bagi warga Indonesia untuk dapat memperoleh fasilitas pendidikan yang selayaknya dan sama dari Pemerintah. Akan tetapi sebelum membahas lebih jauh kepada fungsi dan tujuan, alangkah baiknya terlebih dahulu kita telisik dahulu makna pendidikan itu sendiri.

A.    Makna pendidikan menurut sebagian ahli

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Karena di dalamnya terdapat komponen-komponen yang mendukung berbagai aktifitas dan kegiatannya. Dalam pendapat lain, pendidikan berintikan sebagai interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan[4]. Artinya, bahwa pendidikan adalah terjalinnya hubungan antara individu satu dengan lainnya, yang saling membantu. Adapun interaksi ini dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun dalam masyarakat. Akan tetapi sebenarnya, pendidikan bukan sekedar mendidik anak didik, tapi pendidikan itu mempunyai program yang rutin dan sistem pengembangannya dalam rangka meningkatkan intelegensi anak didik dan tentunya menjadikan anak didik itu bisa menghasilkan karya dan prestasi agar bisa berdikari dan mandiri.

 Jhon Dewey menyatakan, bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup.[5] Pernyataan ini menjelaskan bagaimanapun keadaan suatu masyarakat, memerlukan adanya pendidikan. Maka dalam pengertian umum, kehidupan dari masyarakat tersebut akan ditentukan aktifitas pendidikan di dalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia.

Arti dari pedidikan menurut Jhon Dewey adalah, proses pembentukan kecakapan-kecakapan fondamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Pengembangan yang ada pada diri manusia dalam proses pembentukannya akan kembali untuk kepentingan diri sendiri dan masyarakat sekitar. Pendidikan pada akhirnya akan berperan menciptakan masyarakat berkeadaban. Yaitu suatu masyarakat  yang anggota-anggotanya mengetahui dan bisa terus menjalankan aturan dan mekanisme yang sudah dibuat dan disepakati sesama.

Asumsi di atas hampir senada dengan pandangan Islam, walaupun pada dasar ideologinya berbeda jauh dan bersebrangan, yang mengatakan, bahwa pendidikan merupakan sebagai tujuan untuk menciptakan manusia yang baik. Mengutip pendapat dari Syed Naquib al-Attas dalam bukunya Islam and sucalarism, yang perlu ditentukan dalam pendidikan adalah nilai manusia sebagai manusia sejati, sebagai warga dari kota yang terdapat dalam dirinya, sebagai warga negara dalam kerajaannya yang mikro, sebagai suatu yang bersifat spiritual, dan dengan demikian yang ditekankan itu bukanlah nilai manusia sebagai entitas fisik yang diukur dalam konteks pragmatis dan utilitarian berdasarkan kegunaannya bagi Negara, masyarakat dan dunia.[6] Dalam karya selanjutnya, al-Attas menekankan bahwa penekanan terhadap individu bukan hanya sesuatu yang prinsipil, melainkan juga strategi yang jitu pada masa sekarang.[7] Dan selanjutnya mengingatkan:

Penekanan terhadap Individu mengimplikasikan…pengetahuan mengenai akal, nilai, jiwa dan maksud yang sebenarnya (dari kehidupan ini) : sebab akal, nilai, dan jiwa adalah unsur-unsur inheren setiap individu..(sedangkan) penekanan terhadap masyarakat dan Negara…membuka pintu menuju sekulerisme, termasuk di dalamnya ideology dan pendidikan sekuler”.[8]

B.     Jenis Pendidikan di Indonesia

Pendidikan itu ada berbagai jenis. Berbagai jenis pendidikan itu dapat dibeda-bedakan atau digolong-golongkan ;[9]

1). Menurut tingkat dan sistem persekolahan

Setiap Negara mempunyai sistem persekolahan yang berbeda-beda, baik mengenai tingkat maupun jenis sekolah. Pada saat ini jenis dan tingkat persekolahan di Negara kita dari pra-sekoalah sampai perguruan tinggi ada :

a.       Tingkat pra sekolah

b.      Tingkat sekolah dasar

Hal ini dibedakan antara sekolah dasar umum dan sekolah luar biasa. Sekolah luar biasa dibedakan lagi antara anak tunanetra, SLB untuk Anak Tunarungu, SLB untuk Anak Tunagrahita dan SLB untuk Anak Tunalaras.

Tingkat Sekolah Menengah Pertama, dibedakan menjadi SMTP umum (SMP) dan SMTP Kejuruan ( ST, SMEP, dll ). Tingkat Sekolah Menengah Atas, dibedakan menjadi SMTA umum (SMA) SMTA KEJURUAN (STM, SPG, SMEA, dll) dan Tingkat Perguruan Tinggi, dibedakan menjadi jalur gelar (S-1, S-2, dan S-3) dan non gelar (SO,D-1,D-2 dan D-3).

2). Menurut tempat berlangsungnya pendidikan

            Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan menurut tempatnya dibedakan menjadi 3 (tiga) dan disebut tri pusat pendidikan yaitu :

a.       Pendidikan dalam keluarga

b.      Pendidikan di dalam sekolah

c.       Pendidikan di dalam masyarakat.

Atas dasar ini maka pendidikan itu menjadi tanggung jawab keluarga, pemerintah (sekolah) dan masyarakat.

3). Menurut cara berlangsungnya pendidikan

Cara berlangsungnya pendidikan dibedakan antara pendidikan fungsional dan pendidikan intensional. Pendidikan fungsional yaitu pendidikan berlansung secara naluriah tanpa rencana dan tujuan tetapi berlansung begitu saja. Sedangkan pendidikan intensional adalah lawan dari pendidikan funsional yaitu program dan tujuan sudah direncanakan.

4). Menurut sifatnya pendidikan dibedakan menjadi :

a.       Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, keluarga, organisasi.

b.      Pendidika formal, yaitu pendidikan berlansung secara teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlansung di sekolah.

c.       Pendidikan non-formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan.

C.    Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional

Merujuk pada UUD Sisdiknas Tahun 2003 pada ketentuan umum, disebutkan bahwa Pendidikan Nasional adalah, pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebuayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman[10]. Artinya, bahwa pendidikan yang ada di Indonesia tidak terbatas oleh satu aspek saja, akan tetapi terdiri oleh aspek-aspek yang melatar belakanginya. Oleh karenanya, penting untuk kita mengetahui akan framework yang dijadikan asas bagi pendidikan yang ada di Negara ini. Hal ini berkenaan dengan arah kebijakan pemerintah untuk mengambil kebijakan untuk nantinya masuk ke dalam system pendidikan nasionl yang ada.

Adapun apabila kita perhatikan pada dasar, fungsi, dan tujuan, yang tertuang pada UUD Sisdiknas Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bernartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Artinya adalah, bahwa Negara mempunyai andil dan juga berkewajiban dalam mengembangkan potensi warganya. Dengan harapan, terbinanya masyarakat yang tidak hanya cerdas dalam ranah-ranah tertentu, melainkan secara keseluruhan. Dan kalaupun ini diterapkan, maka tidak akan ada dalam kamus istilah kebodohan. Apabila kita pinjam dalam istilah taksonomi Blom yaitu, pendidikan nasional berfungsi untuk dapat mengembangkan pada ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Hal ini terlihat jelas dalam pernyataan yang telah termaktub di atas, selain itu juga peserta didik diharapkan menjadi manusia yang patuh akan perintah Tuhan Yang Maha Esa(baca: beriman).

Harapan di atas sungguh besar sekali pengaruhnya, apabila hal ini dapat terwujud dan terealisasikan. Dengan asumsi bahwa, kesemuaannya ini telah merasuk dan tertanam dalam diri masing-masing individu warga Negara. Karenanya tidak heran, apabila dikemudian hari akan memunculkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas dan bertanggung jawab dengan pekerjaannya.

Pernyataan di atas tidak hanya menitik beratkan kepada aspek-aspek yang bernilai social semata, akan tetapi juga melibatkan nilai spiritual di dalamnya. Sehingga dasar Negara tidak terlepas dari unsur-unsur ketuhanan yang melatar belakanginya. Mengutip pada pandangan Islam yang dikutipkan dalam konfrensi pertama tingkat dunia tentang pendidikan Islam dikatakan,, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan manusia-manusia yang baik dan soleh yang menyembah Tuhan dengan sebenar-benarnya, membangun struktur kehidupan dunianya sesuai dengan hukum Islam demi terwujudnya Iman.[11]Artinya, hanya dengan keimanan seseorang lah maka akan terwujudnya struktur kehidupan yang baik.

Hal yang dikemukakan di atas senada dengan istilah al-Attas, yang berpendapat, bahwa proses menjadikan manusia yang baik adalah inculcation of ‘adab’, atau ta’dib. Yaitu proses untuk menjadikan peserta didik mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya.[12]Yaitu, apabila hal ini dapat di integrasikan dalam kehidupan nyata, maka tidak akan ada lagi aroma-aroma ketidakadilan di dalam suatu lembaga pemerintahan yang ada.

Oleh karenanya, fungsi dan tujuan pendidikan nasional merupakan sebuah frame yang dijadikan tolak ukur oleh masing-masing satuan pendidikan, ini bertujuan agar tidak keluar dari koridor yang telah ditetapkan bersama.

Kesimpulan

            Berasumsi pada pernyataan di atas, bahwa setiap warga Negara Republik Indonesia berhak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang selayaknya. Karena pada dasarnya pendidikan merupakan tolak ukur daripada sebuah Negara. Hal ini lah yang membuat pemerintah tergugah untuk menyelenggarakan pendidikan kepada segenap warganya. Dengan mengacu pada dasar Negara kita Pancasila, sudah semestinyalah pendidikan terlaksana dengan merata pada setiap warganya.

Adapun tujuan daripada pendidikan nasional, tidak lain dan tidak bukan untuk menjadi tolak ukur(framework) yang dijadikan landasan bagi setiap masing-masing satuan pendidikan. Karena dengan mengacu pada landasan tersebut, diharapkan tujuan pendidikan nasional tidak terlepas dari tujuan dasarnya.

Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu, Ilmu Pendidikan, Reneka Cipta,Jakarta,2001, Cet II

Islamia, Konsep al-Attas tentang Ta’dib:(Gagasan Pendidikan yang tepat dan komprehensif dalam Islam). Thn.II No.6/Juli-September 2005

Jalaludin, H , Teologi Pendidikan, RajaGrafindo, jakarta, 2001

Syaodih Sukmadinata, Prof. Dr. Nana, Pengenbangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007

Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wan Daud, Wan Mohd Nor, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Syed M. Naquib al-Attas, Mizan: Bandung, 2003


                [1] Ronald Dore, Thediploma Disease: Education, Qualifikation, and Devolepment (George Allen and Uwin, 1976:Jandhayala B.G. Tilak, Education for Development in Asia(new Delhi: Sage publications, 1994), hh. 92 dan 141. Untuk gambaran mengenai kondisi seperti ini yang terjadi di Pakistan pada 1970-an, lihat I.H. Qureisyi, Education in Pakistan: An Inquiri into Objektives and Achievement (Karachi: Ma’aref Ltd, 1975), hh.55-56 dikutip dalam Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Syed M. Naquib al-Attas, penerbit Mizan, Bandung 2003, hal. 166

                [2] Islamia, Konsep al-Attas tentang Ta’dib:(Gagasan Pendidikan yang tepat dan komprehensif dalam Islam). Hal.76.Thn.II No.6/Juli-September 2005

[3] Pembukaan UUD RI No.20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional

[4] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengenbangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, hal.1

[5] H. Jalaludin, Teologi Pendidikan, RajaGrafindo, jakarta,2001.hal.65.

                [6] al-Attas, Syed Muhhammad Naquib, Islam and Sucalirism, Kuala Lumpur: Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), 1978; cetakan kedua dengan pengantar baru oleh International Institute of Islamic Thought civilization (ISTAC), 1993, hal. 141  dikutip dalam Islamia, Konsep al-Attas tentang Ta’dib: (Gagasan Pendidikan yang tepat dan komprehensif dalam Islam), hal. 76,THN II No.6/Juli-september 2005

                [7] Syed Muhammad Naquib al-Attas. Introduction, dalam 1977. Aims of objectives of Islamic Education. Hodder and Stroughton. King Abdul Aziz University. Jeddah. Hal.6 dikutip dari Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat Pendidikan Islam, Syed M, Naquib al-Attas, Mizan Media Utama, Bandung 2003, hal.173

[9]  Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, Reneka Cipta,Jakarta,2001, Cet II.Hal.96.

[10] Ketentuan Umum, UUD RI No.20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional

                [11] Ahmad Salah Jamjom, Foreword dalam Syed Muhammad Naquib al-Attas. Introduction. 1977 ,  Aims of objectives of Islamic Education. Hodder and Stroughton. King Abdul Aziz University, Jeddah. Hal:V, dilihat dalam Delier Noer, Konfrensi Pendidikn Isalam se Dunia  dalam bunga rangkai dari Negeri Kangguru, (Jakarta: Penji Masyarakat, 1981), hal. 115-130  dikutip dalam Drs. Kemas Badaruddin, M. Ag, Filsafat Pendidikan Islam(analisis Pemikiran Prof. DR. Syed Naquib al-Attas), Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Maret 2007, hal.37