”Kitab (al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. demikian firman Allah Swt dalam al Qur’an surat al Baqarah ayat 2 yang disampaikan Ustad Mayor Sus Drs. H. Husban Abadi MH, pada kegiatan Yasinan di masjid Al Ikhlas komplek TNI AU daya Makassar. Kegiatan yang bertujuan Untuk lebih meningkatkan kadar keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. itu, dihadiri seluruh warga Markas Komando Operasi TNI AU (Makoopsau) II yang beragama Islam, baik militer maupun Pagawai Negeri Sipil (PNS), Rabu (3/8). Kegiatan yang dipimpin Ustadz Husban yang tidak kalah kondang dengan para Da’i kota Makassar ini, berlangsung dengan penuh khidmat. Para Perwira, Bintara, Tamtama dan PNS yang hadir, tampak khuysu’ membaca ayat demi ayat surat Yasin. Kegiatan yasinan yang dilaksanakan secara rutin setiap satu minggu sekali bertujuan selain mempererat silaturahmi, juga meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt., apalagi bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, dimana seluruh umat Islam sedunia menjalankan ibadah puasa, mengendalikan diri penuh ketaatan kepada sang Khalik. Dari kegiatan ini, diharapkan seluruh warga Makoopsau II, khususnya yang beragama Islam, selain akan memiliki kemantapan iman dan taqwa, juga meyakini tentang kebenaran kitab suci al Qur’an, sebagai petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang dianugerahkan Allah Swt kepada manusia, ungkap Ustadz Husban. Demikian Penkoopsau II menginformasikan. Baca juga: Pesawat Tempur F-16 Keluarkan Sonic Boom
ALQURAN TIDAK ADA KERAGUAN DIDALAMNYA 2. Kitab[11] (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12], [11] Tuhan menamakan Al Quran dengan Al kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat bahwa Al Quran diperintahkan untuk ditulis. [12] Takwa Yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja. Al-Qur’an dalam pandangan Islam memiliki posisi yang sangat jelas berkaitan dengan keberadaan teks-teks keagamaan yang termasuk dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada kaum sebelum kaum Nabi Muhammad SAW. Berkaitan dengan hal ini dalam doktrin Islam, al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al Qur’an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan al-Qur’an dengan kitab-kitab tersebut. Menegaskan eksistensi kitab terdahulu Secara eksplisit dalam surah Al-Baqarah ayat ke 2-4 ditegaskan bahwa salah satu ciri orang yang bertaqwa (muttaqin) adalah mereka yang percaya pada al-Qur’an dan wahyu yang diturunkan sebelum al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah SAW. Berikut adalah petikan terjemahan bagian tersebut.
Pembenar & Ujian Al Qur’an juga diposisikan sebagai pembenar (mushaddiq) dan batu ujian/verifikator (muhaymin) terhadap kitab-kitab yang lain. Hal ini terdapat pada surah Al-Ma’idah ayat 48 yang artinya :
Referensi utama Dalam Islam dipercayai bahwa setiap bangsa memiliki nabi yang diutus kepada mereka sebagaimana terdapat dalam surat Yunus ayat 47 yang artinya :
Dan bila tiap umat tersebut berselisih mengenai sesuatu hal maka Al Qur’an dapat menjadi hakim atau referensi untuk menerangkan hal-hal yang mereka perselisihkan tersebut. Dalam Al Qur’an mengenai hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam surat An Nahl ayat 63 dan 64 yang artinya:
Sejarah yang benar Maksudnya ialah bahwa Al Qur’an meluruskan sejarah. Dalam Al Qur’an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh kaum Yahudi dan Nasrani. Iman kepada kitab Allah harus mencakup empat perkara : Pertama: Mengimani bahwa turunnya kitab-kitab Allah benar-benar dari sisi Allah Ta’ala. Kedua: Mengimani nama-nama kitab yang kita ketahui namanya seeprti Al Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salaam, Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam, dan Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud ‘alaihis salaam. Sedangkan yang tidak kita ketahui namanya, kita mengimaninya secara global. Ketiga: Membenarkan berita-beritanya yang benar, seperti berita mengenai Al Quran, dan berita-berita lain yang tidak diganti atau diubah dari iktab-kitab terdahulu sebelum Al Quran. Keempat: Mengamalkan hukum-hukumnya yang tidak dihapus, serta ridho dan tunduk menerimanya, baik kita mengetahui hikmahnya maupun tidak. (Syarh Ushuulil Iman, hal 30) Kitab-Kitab Sebelum Al Quran Telah Dimansukh (Dihapus) Seluruh kitab-kitab terdahulu telah termansukhkan (terhapus) oleh Al Quran Al ‘Adziim. Allah Ta’ala berfirman, وَأَنزَلْنَآإِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ …{48} “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai muhaimin terhadap kitab-kitab yang lain itu…” (QS. Al Maidah: 48). Maksud “muhaimin” adalah Al Quran sebagai haakim (yang memutuskan benar atau tidaknya, ed) apa yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu. Berdasarkan hal ini, maka tidak dibolehkan mengamalkan hukum apapun dari hukum-hukum kitab terdahulu, kecuali yang benar dan diakui oleh Al Quran. (Syarh Ushuulil Iman, hal 30-31) Kitab-kitab terdahulu semuanya mansukh (dihapus) dengan turunnya Al Quran Al ‘Adziim yang telah Allah jamin keasliannya. Karena Al Quran akan tetap menjadi hujjah bagi semua makhluk sampai hari kiamat kelak. Dan sebagai konsekuensinya, tidak boleh berhukum dengan selain Al Quran dalam kondidi apapun. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah , “…Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisaa’: 59). (Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuul, hal 33) |