Pemilihan ketua RW harus berasaskan luber jurdil jelaskan

Pemilihan ketua RW harus berasaskan luber jurdil jelaskan

3. Penyelenggaraan pemilihan ketua RW Pemilihan ketua RW diselenggarakan oleh panitia. Pemilihan tersebut harus berasaskan LUBER JURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil). Ketua RW dipilih oleh warga masyarakat yang telah memenuhi syarat (telah berumur 17 tahun atau sudah menikah). 4. Pelantikan ketua RW baru Setelah pemilihan selesai dan memperoleh hasil, maka ketua RW akan dilantik oleh kepala desa setempat. Ayo Menulis Tanyakanlah kepada kedua orang tuamu mengenai hal-hal berikut! 1. Siapa ketua RW di daerahmu? 2. Bagaimana cara pemilihan RW di daerahmu? Jelaskan! 3. Bagaimana pelaksanaan pemilihan ketua RW di daerahmu? Tuliskan jawabannya dalam kolom berikut! ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ Pada masyarakat Indonesia, pengambilan keputusan bersama dilakukan melalui musyawarah. Musyawarah tersebut bertujuan untuk mencapai mufakat. Apabila tidak mencapai mufakat, maka dilakukan voting. Pengambilan keputusan bersama dilakukan untuk memecahkan masalah dalam masyarakat, misalnya sebagai berikut. 1. Pemilihan ketua RT atau RW. 2. Menentukan jadwal siskamling. 3. Menentukan jadwal gotong-royong. 74 Buku Siswa SD/MI Kelas V

Jakarta -

Pemilihan umum atau Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat yang dilaksanakan dengan asas-asas tertentu. Sistem ini diterapkan oleh negara-negara demokrasi, seperti Indonesia.

Pemilu dilaksanakan untuk memilih anggota legislatif dan presiden serta wakilnya. Pemilihan ini dilaksanakan secara langsung setiap lima tahun sekali. Biasanya, satu hari dalam pelaksanaan Pemilu akan ditetapkan sebagai hari libur.

Sistem Pemilu di Indonesia pertama kali diterapkan pada tahun 1955, sekitar 10 tahun pasca kemerdekaan. Pemilu 1955 untuk memilih anggota DPR berhasil dimenangkan oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan memperoleh 57 kursi. Kemudian diikuti Masyumi dan Nahdlatul Ulama (NU).

Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017, Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pemilu ini dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Asas-asas Pemilu

Aturan mengenai Pemilu ini telah beberapa kali mengalami perubahan. Aturan pertama ditetapkan dalam PP Nomor 9 Tahun 1954. Aturan terbaru diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017. Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, asas-asas Pemilu di Indonesia terdiri dari 6 hal, berikut penjelasannya:

1. Langsung

Asas langsung mengandung makna bahwa rakyat sebagai pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung tanpa ada perantara dan sesuai dengan kehendak hati nurani.

2. Umum

Asas umum dalam Pemilu yakni memberikan jaminan kesempatan bagi semua warga negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang. Pemilu dilakukan tanpa adanya diskriminasi atau hal yang berhubungan dengan suku, ras, agama, dan antar golongan.

3. Bebas

Asas bebas artinya setiap warga negara bebas menentukan pilihannya sesuai dengan kehendak hati nurani dan tanpa paksaan dari siapa pun. Keamanan kebebasan ini juga dijamin oleh undang-undang.

4. Rahasia

Asas rahasia mengandung pengertian bahwa dalam memberikan suara, pilihan dari setiap warga negara (sebagai pemilih) akan mendapatkan jaminan dan tidak akan diketahui oleh pihak manapun.

5. Jujur

Asas jujur yaitu setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, dan semua pihak yang terlibat dalam Pemilu harus bersikap dan berbuat jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Adil

Asas adil dalam Pemilu artinya setiap pemilih berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan bebas dari kecurangan dari pihak manapun.

Nah, itulah enam asas Pemilu di Indonesia beserta penjelasannya. Untuk mengingatnya dengan mudah, asas Pemilu dapat disingkat menjadi Luber Jurdil. Selamat belajar!

Simak Video "Muhammadiyah: Pemilu Bisa Saja Ditunda, Tapi Patut Atau Tidak?"



(kri/nwy)


Page 2

Jakarta -

Pemilihan umum atau Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat yang dilaksanakan dengan asas-asas tertentu. Sistem ini diterapkan oleh negara-negara demokrasi, seperti Indonesia.

Pemilu dilaksanakan untuk memilih anggota legislatif dan presiden serta wakilnya. Pemilihan ini dilaksanakan secara langsung setiap lima tahun sekali. Biasanya, satu hari dalam pelaksanaan Pemilu akan ditetapkan sebagai hari libur.

Sistem Pemilu di Indonesia pertama kali diterapkan pada tahun 1955, sekitar 10 tahun pasca kemerdekaan. Pemilu 1955 untuk memilih anggota DPR berhasil dimenangkan oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan memperoleh 57 kursi. Kemudian diikuti Masyumi dan Nahdlatul Ulama (NU).

Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017, Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pemilu ini dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Asas-asas Pemilu

Aturan mengenai Pemilu ini telah beberapa kali mengalami perubahan. Aturan pertama ditetapkan dalam PP Nomor 9 Tahun 1954. Aturan terbaru diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017. Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, asas-asas Pemilu di Indonesia terdiri dari 6 hal, berikut penjelasannya:

1. Langsung

Asas langsung mengandung makna bahwa rakyat sebagai pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung tanpa ada perantara dan sesuai dengan kehendak hati nurani.

2. Umum

Asas umum dalam Pemilu yakni memberikan jaminan kesempatan bagi semua warga negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang. Pemilu dilakukan tanpa adanya diskriminasi atau hal yang berhubungan dengan suku, ras, agama, dan antar golongan.

3. Bebas

Asas bebas artinya setiap warga negara bebas menentukan pilihannya sesuai dengan kehendak hati nurani dan tanpa paksaan dari siapa pun. Keamanan kebebasan ini juga dijamin oleh undang-undang.

4. Rahasia

Asas rahasia mengandung pengertian bahwa dalam memberikan suara, pilihan dari setiap warga negara (sebagai pemilih) akan mendapatkan jaminan dan tidak akan diketahui oleh pihak manapun.

5. Jujur

Asas jujur yaitu setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, dan semua pihak yang terlibat dalam Pemilu harus bersikap dan berbuat jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Adil

Asas adil dalam Pemilu artinya setiap pemilih berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan bebas dari kecurangan dari pihak manapun.

Nah, itulah enam asas Pemilu di Indonesia beserta penjelasannya. Untuk mengingatnya dengan mudah, asas Pemilu dapat disingkat menjadi Luber Jurdil. Selamat belajar!

Simak Video "Muhammadiyah: Pemilu Bisa Saja Ditunda, Tapi Patut Atau Tidak?"


[Gambas:Video 20detik]
(kri/nwy)

Jakarta, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Dr. Harjono memaparkan hubungan antara kode etik dengan independensi penyelenggara Pemilu.

Menurutnya, kedua hal ini saling terkait satu sama lain dalam menciptakan pelaksanaan Pemilu yang Luber Jurdil sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan Orientasi Tugas Penyelenggara Pemilu Anggota KPU Kabupaten/Kota ke-V di Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta, Rabu (2/10/2019), Harjono menegaskan, Pemilu berasaskan Luber Jurdil hanya dapat tercapai jika diselenggarakan oleh penyelenggara Pemilu yang independen.

“Untuk (menciptakan) penyelenggaraan Pemilu yang Jurdil, penyelenggara Pemilu harus independen, perlu itu, harus!” kata Harjono.

“Persoalan independensi tidak hanya menjadi syarat saat melamar (sebagai penyelenggara Pemilu), tapi juga harus dipertahankan terus (saat menjabat),” imbuhnya.

Menurutnya, independensi ini menimbulkan konsekuensi terhadap hilangnya sejumlah hak yang dimiliki penyelenggara Pemilu sebagai warga negara, seperti hak berkumpul dan berserikat misalnya.

Harjono menjelaskan, hak untuk berkumpul dan berserikat yang dimaksud adalah terkait bergabung dengan partai politik yang notabene menjadi peserta Pemilu.

Pemilihan ketua RW harus berasaskan luber jurdil jelaskan

Dalam kesempatan ini, ia beberapa kali menekankan pentingnya independensi bagi penyelenggara Pemilu. Artinya, penyelenggara harus kebal terhadap intervensi dari pihak mana pun.

“Caranya gimana? Dengan (memegang) kode etik,” tegas Harjono.

Sebagaimana diketahui, lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen merupakan amanat dari Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Dalam UUD 1945 juga disebutkan bahwa pelaksanaan Pemilu harus berlandaskan pada asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber Jurdil).

Lebih lanjut, Harjono menerangkan bahwa kode etik sering dianggap sebagai suatu pengikat yang lebih halus dari hukum. Artinya, pelanggaran kode etik belum tentu dapat dikatakan sebagai sebuah pelanggaran hukum, tetapi pelanggaran hukum itu sendiri merupakan bentuk pelanggaran kode etik.

Dalam bidang kepemiluan atau profesi lainnya, pelanggaran terhadap kode etik dapat mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi sehingga diperlukan sebuah penanganan terhadap pelanggaran-pelanggaran terhadap kode etik.

“Oleh karena itu, pemberian sanksi dalam pelanggaran kode etik itu bukan ditujukan kepada pelanggarnya, tapi untuk menjaga kredibilitas dan kepercayaan terhadap profesi tersebut,” jelas Harjono.

“Tugas DKPP ini menjadi tempat untuk mengadu kalau ada penyelenggara Pemilu yang melanggar etika sehingga menyebabkan kepercayaan masyarakat turun,” pungkasnya. [Humas DKPP]