Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

AgamaIslam

Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari (atau bertambah diketahui dengan nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (kelahiran di Lok Gabang, 17 Maret 1710 – meninggal di Dalam Pagar, 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun atau 15 Shofar 1122 – 6 Syawwal 1227 H)[3] adalah ulama fiqih mazhab Syafi'i yang bersumber dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Dia hidup pada masa tahun 1122-1227 hijriyah. Dia mendapat julukan anumerta Datu Kelampaian.

Show

Dia adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak dijadikan rujukan untuk banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.[4]

Silsilah keturunan

Sebagian penulis biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, selang lain Mufti Kerajaan Indragiri Abdurrahman Siddiq,[5] berpendapat bahwa beliau adalah keturunan Alawiyyin menempuh jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao.[6]

Jalur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Tuan Penghulu Sisa dari pembakaran Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Sisa dari pembakaran Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk semua keluarga Al Aidrus) bin Sisa dari pembakaran Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.[5][7][8][9]

Riwayat

Masa kecil

Sejak dilahirkan, Muhammad Arsyad melewatkan masa kecil di desa kelahirannya Lok Gabang, Martapura. Sebagaimana anak-anak biasanya, Muhammad Arsyad berkenalan dan melakukan permainan dengan teman-temannya. Namun pada diri Muhammad Arsyad sudah tampak kecerdasannya melebihi dari teman-temannya. Begitu pula kebaikan budi pekerti budi pekertinya yang halus dan sangat menyukai keindahan. Ditengah kepandaiannya adalah seni melukis dan seni tulis. Sehingga siapa saja yang melihat hasil lukisannya akan kagum dan terpukau. Pada ketika Sultan Tahlilullah masih bekunjung ke kampung Lok Gabang, sultan melihat hasil lukisan Muhammad Arsyad yang masih berumur 7 tahun. Terkesan akan perihal acinya itu, maka Sultan memohon pada orang tuanya supaya anak tsb sebaiknya tinggal di istana untuk berupaya bisa bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan. Di istana, Muhammad Arsyad tumbuh dijadikan anak yang berakhlak luhur, ramah, penurut, dan hormat kepada yang bertambah tua. Semua penghuni istana menyayanginya dengan kasih sayang. Sultan sangat memperhatikan pendidikan Muhammad Arsyad, karena sultan mengharapkan Muhammad Arsyad kelak dijadikan pimpinan yang alim.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Selanjutnya beliau dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut.[10]

Ketika istrinya berisi anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu kehendak yang kuat untuk menuntut pengetahuan di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.

Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, berakhir isterinya mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya. Deraian cairan mata dan untaian doa mengiringi kepergiannya.

Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada masa itu. Di selang guru dia adalah Syekh ‘Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan al-‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.

Syekh yang dipercakapkan terakhir adalah guru Muhammad Arsyad di segi tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muhammad Arsyad melaksanakan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan letak untuk khalifah.

Selain itu guru-guru Muhammad Arsyad yang lain seperti Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im ad Damanhuri, Syekh Muhammad Murtadha bin Muhammad az Zabidi, Syekh Hasan bin Ahmad al Yamani, Syekh Salm bin Abdullah al Basri, Syekh Shiddiq bin Umar Khan, Syekh Abdullah bin Hijazi asy Syarqawy, Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz al Maghrabi, Syekh Abdurrahamn bin Sulaiman al Ahdal, Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin al Fathani, Syekh Abdul Gani bin Muhammad Hilal, Syekh Abis as Sandi, Syekh Abdul Wahab at Thantawy, Syekh Abdullah Mirghani, Syekh Muhammad bin Ahmad al Jauhari, dan Syekh Muhammad Zain bin Faqih Jalaludin Aceh.

Selama menuntut pengetahuan di sana, Syekh Muhammad Arsyad menjalin persahabatan dengan sesama penuntut pengetahuan seperti Syekh Abdussamad Falimbani, Syekh Abdurrahman Misri, dan Syekh Abdul Wahab Bugis.

Setelah bertambah kurang 35 tahun menuntut pengetahuan di Maekkah dan Madinah, timbulah niat untuk menuntut pengetahuan ke Mesir. Ketika niat ini disampaikan dengan guru mereka, Syekh menyarankan supaya keempat muridnya ini untuk pulang ke Jawi (Indonesia) untuk berdakwah di negerinya masing-masing.

Menikahkan anak

Sebelum pulang, keempat kenalan sepakat untuk berhaji kembali di Tanah Suci Mekkah. Pada ketika itu tanpa disangka-sangka Syekh Muhammad Arsyad bertemu dengan saudara kandung yang lebih muda kandung dia adalah Zainal Abidin yang masih menunaikan ibadah haji. Sang saudara kandung yang lebih muda membawa kabar berita bahwa anak dia adalah Fatimah sudah berangkat matang dan sang anak menitipkan cincin kepada dia. Melihat hal demikian, tiga kenalan Syekh Muhammad Arsyad masing-masing mengajukan lamaran untuk memperisteri anak dia. Setelah berpikir lama, Syekh Muhammad Arsyad memeutuskan untuk mengundi, lamaran yang akan diterima. Hasil pengundian ternyata lamaran Syekh Abdul Wahab Bugis yang diterima.

Untuk itu diadakahnlah ijab kabul pernikahan selang Syekh Abdul Wahab Bugis dengan Fatimah binti Syekh Muhammad Arsyad, yang dinikahkan langsung oleh Syekh Muhammad Arsyad sambil disaksikan dua kenalan lainnya.

Membetulkan arah kiblat masjid

Maka bertolaklah keempat putra Nusantara ini menuju kampung halaman. Memasuki wilayah Nusantara, mula-mula mereka singgah di Sumatera adalah di Palembang, kampung halaman Syekh Abdussamad Al Falimbani. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan menuju Betawi, adalah kampung halaman Syekh Abdurrahman Misri. Selama di Betawi, Syekh Muhammad Arsyad dipersilakan menetap sebentar untuk mengajarkan pengetahuan agama dengan warga Betawi. Salah satu perihal acinya penting selama di Betawi adalah ketika Syekh Muhammad Arsyad membetulkan arah kiblat Masjid Jembatan Lima, Masjid Luar Batang dan Masjid Pekojan. Untuk mengenang perihal acinya tsb, warga bertambah kurang Masjid Jembatan Lima menuliskan di atas batu dalam aksara arab melayu (tulisan jawi) yang bertuliskan bahwa kiblat masjid ini telah diputar ke kanan bertambah kurang 25 derajat oleh Muhammad Arsyad Al-Banjari pada tanggal 4 Safar 1186 H.

Seelah dirasa cukup, maka Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdul Wahab Bugis berlayar menuju kampung halaman ke Martapura, Banjar.

Tiba di kampung halaman

Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya, Martapura, pusat Kesultanan Banjar pada masa itu.

Akan tetapi, Sultan Tahlilullah, seorang yang telah banyak menolongnya telah wafat dan digantikan selanjutnya oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, adalah cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat meletakkan perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.

Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan dia dengan upacara hukum budaya kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya untuk seorang ulama "Matahari Agama" yang cahayanya diharapkan menyinari semua Kesultanan Banjar. Keaktifan dia sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan pengetahuan pengetahuan yang diperolehnya. Berpihak kepada yang benar kepada keluarga, kerabat ataupun warga biasanya. Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’[11]. Selama hidupnya beliau memiliki 29 anak dari tujuh isterinya. [12]

Hubungan dengan Kesultanan Banjar

Pada masa beliau berumur bertambah kurang 30 tahun, Sultan mengabulkan kehendaknya untuk berupaya bisa ke Mekkah demi memperdalam pengetahuannya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh Sultan. Bertambah dari 30 tahun selanjutnya, adalah setelah gurunya menyatakan telah cukup bekal pengetahuannya, barulah Syekh Muhammad Arsyad kembali pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak menolongnya telah wafat dan digantikan selanjutnya oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, adalah cucu Sultan Tahlilullah.

Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat meletakkan perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan inilah yang memohon kepada Syekh Muhammad Arsyad supaya menulis suatu Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak selanjutnya diketahui dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.

Pengajaran dan bermasyarakat

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Makam Datu Kalampayan yang sering dikunjungi oleh peziarah dari berbagai kawasan.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang selanjutnya lama-kelamaan dijadikan suatu kampung yang ramai tempat menuntut pengetahuan agama Islam. Ulama-ulama yang dikemudian hari menduduki tempat-tempat penting di semua Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan asuhan dari suraunya di Desa Dalam Pagar.

Di samping mendidik, beliau juga menulis sebagian kitab dan risalah untuk kepentingan murid-muridnya serta kepentingan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan dijadikan kitab-pegangan pada masa itu, tidak saja di semua Kerajaan Banjar tetapi hingga ke-seluruh Nusantara dan bahkan dipakai pada perguruan-perguruan di luar Nusantara Dan juga dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.

Karya-karyanya

Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang sangat terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang gunanya dalam terjemahan lepas sama sekali adalah "Perlintasan untuk orang-orang yang mendapat petuah untuk mendalami urusan-urusan agama". Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk kepentingan pengajaran serta pendidikan, sebagian kitab serta risalah lainnya, di selangnya ialah:[13]

  • Kitab Ushuluddin yang biasa dikata Kitab Sifat Duapuluh,
  • Kitab Tuhfatur Raghibin, adalah kitab yang membahas soal-soal itikad serta budi pekerti yang sesat,
  • Kitab Nuqtatul Ajlan, adalah kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
  • Kitabul Fara-idl, hukum pembagian warisan.

Dari sebagian risalahnya dan sebagian pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya selanjutnya dihimpun dan dijadikan semacam Kitab Hukum Syarat, adalah tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang mengadakan komunikasi dengan itu, dan untuk mana biasa dikata Kitab Parukunan. Sedangkan tentang segi Tasawuf, beliau juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.

Lihat juga

  • Kesultanan Maguindanao
  • Kesultanan Sulu

Referensi

  1. ^ http://en.rodovid.org/wk/Person:313061
  2. ^ http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content&task=view&id=206&Itemid=71
  3. ^ Radar Banjarmasin - Peninggalan Datu Kalampayan
  4. ^ (Indonesia) Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia: dari nalar partisipatoris hingga emansipatoris, PT LKiS Pelangi Aksara, 2005 ISBN 9798451139, 9789798451133
  5. ^ a b Syajaratul Arsyadiyah, Mathba'ah Ahmadiyah Singapura, oleh Abd Rahman Shiddiq (Tuan Guru Sapat, Mufti Kesultanan Indragiri) Cetakan I. Tahun 1356 H.
  6. ^ Raja Kerajaan Tidung/Tarakan dari Dinasti Tengara adalah Sultan Abdurrasid - keturunan Raja Kesultanan Sulu
  7. ^ Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari Pengarang Sabilal Muhtadin, oleh Abdullah Hj W. Moh. Shagir, Khazanah Fathaniyah, Kuala Lumpur, Tahun 1990.
  8. ^ Maulana Syeik Muhammad Arsyad Al Banjari, oleh Sisa dari pembakaran Daudi, Dalam Pagar, Martapura. Cetakan Tahun 1980, 1996, dan 2003.
  9. ^ http://kerajaanbanjar.wordpress.com/silsilah-anak-sultan/
  10. ^ (Indonesia) Sudrajat, A. Suryana (2006). Ulama pejuang dan ulama petualang: berupaya bisa kearifan dari Negeri Atas Angin. Erlangga. hlm. 77. ISBN 9797816079. ISBN 9789797816070
  11. ^ Mengenal Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
  12. ^ Muslich Shabir, Konsep Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual, Penerbit Nuansa Aulia, 2005
  13. ^ (Melayu) Abdul Rashid Melebek, Amat Juhari Moain (2006). Sejarah bahasa Melayu. Utusan Publications. ISBN 9676118095. ISBN 9789676118097

Bacaan lanjutan

  • Muslich Shabir.Konsep Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual.Nuansa Aulia, 2005.ISBN 9799966205 ISBN 9789799966209

Tautan luar


edunitas.com

Page 2

Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari (atau lebih dikenal dengan nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (lahir di Lok Gabang, 17 Maret 1710 – meninggal di Dalam Pagar, 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun atau 15 Shofar 1122 – 6 Syawwal 1227 H)[3] adalah ulama fiqih mazhab Syafi'i yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Dia hidup pada ketika tahun 1122-1227 hijriyah. Dia mendapat julukan anumerta Datu Kelampaian.

Dia adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan untuk banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.[4]

Silsilah keturunan

Beberapa penulis biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, selang lain Mufti Kerajaan Indragiri Abdurrahman Siddiq,[5] berpendapat bahwa dia adalah keturunan Alawiyyin menempuh jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao.[6]

Jalur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Tuan Penghulu Sisa dari pembakaran Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Sisa dari pembakaran Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Sisa dari pembakaran Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.[5][7][8][9]

Riwayat

Ketika kecil

Semenjak dilahirkan, Muhammad Arsyad melewatkan ketika kecil di desa lahirnya Lok Gabang, Martapura. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, Muhammad Arsyad bergaul dan memainkan permainan dengan teman-temannya. Namun pada diri Muhammad Arsyad sudah terlihat kecerdasannya melebihi dari teman-temannya. Begitu pula kebaikan budi pekerti budi pekertinya yang halus dan sangat menyukai keindahan. Diantara kepandaiannya adalah seni melukis dan seni tulis. Sehingga siapa saja yang melihat hasil lukisannya akan kagum dan terpukau. Pada ketika Sultan Tahlilullah sedang bekunjung ke kampung Lok Gabang, sultan melihat hasil lukisan Muhammad Arsyad yang masih berumur 7 tahun. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan menginginkan pada orang tuanya supaya anak tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk berlatih bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan. Di istana, Muhammad Arsyad tumbuh menjadi anak yang berakhlak luhur, ramah, penurut, dan hormat kepada yang lebih tua. Seluruh penghuni istana menyayanginya dengan kasih sayang. Sultan sangat memperhatikan pendidikan Muhammad Arsyad, karena sultan mengharapkan Muhammad Arsyad kelak menjadi pemimpin yang alim.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Belakang dia dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut.[10]

Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu hasrat yang kuat untuk menuntut pengetahuan di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.

Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, penghabisannya isterinya mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya. Deraian cairan mata dan untaian doa mengiringi kepergiannya.

Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada ketika itu. Di selang guru dia adalah Syekh ‘Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan al-‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.

Syekh yang disebutkan terakhir adalah guru Muhammad Arsyad di aspek tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muhammad Arsyad memainkan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan posisi untuk khalifah.

Selain itu guru-guru Muhammad Arsyad lainnya seperti Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im ad Damanhuri, Syekh Muhammad Murtadha bin Muhammad az Zabidi, Syekh Hasan bin Ahmad al Yamani, Syekh Salm bin Abdullah al Basri, Syekh Shiddiq bin Umar Khan, Syekh Abdullah bin Hijazi asy Syarqawy, Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz al Maghrabi, Syekh Abdurrahamn bin Sulaiman al Ahdal, Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin al Fathani, Syekh Abdul Gani bin Muhammad Hilal, Syekh Abis as Sandi, Syekh Abdul Wahab at Thantawy, Syekh Abdullah Mirghani, Syekh Muhammad bin Ahmad al Jauhari, dan Syekh Muhammad Zain bin Faqih Jalaludin Aceh.

Selama menuntut pengetahuan di sana, Syekh Muhammad Arsyad menjalin persahabatan dengan sesama penuntut pengetahuan seperti Syekh Abdussamad Falimbani, Syekh Abdurrahman Misri, dan Syekh Abdul Wahab Bugis.

Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut pengetahuan di Maekkah dan Madinah, timbulah niat untuk menuntut pengetahuan ke Mesir. Ketika niat ini disampaikan dengan guru mereka, Syekh menyarankan supaya keempat muridnya ini untuk pulang ke Jawi (Indonesia) untuk berdakwah di negerinya masing-masing.

Menikahkan anak

Sebelum pulang, keempat sahabat sepakat untuk berhaji kembali di Tanah Suci Mekkah. Pada ketika itu tanpa disangka-sangka Syekh Muhammad Arsyad bertemu dengan saudara kandung yang lebih muda kandung dia yaitu Zainal Abidin yang sedang menunaikan ibadah haji. Sang saudara kandung yang lebih muda membawa kabar berita bahwa anak dia yaitu Fatimah sudah beranjak dewasa dan sang anak menitipkan cincin kepada dia. Melihat hal demikian, tiga sahabat Syekh Muhammad Arsyad masing-masing mengajukan lamaran untuk memperisteri anak dia. Setelah berpikir lama, Syekh Muhammad Arsyad memeutuskan untuk mengundi, lamaran yang akan diterima. Hasil pengundian ternyata lamaran Syekh Abdul Wahab Bugis yang diterima.

Untuk itu diadakahnlah ijab kabul pernikahan selang Syekh Abdul Wahab Bugis dengan Fatimah binti Syekh Muhammad Arsyad, yang dinikahkan langsung oleh Syekh Muhammad Arsyad sambil disaksikan dua sahabat lainnya.

Membetulkan arah kiblat masjid

Maka bertolaklah keempat putra Nusantara ini menuju kampung halaman. Memasuki wilayah Nusantara, mula-mula mereka singgah di Sumatera yaitu di Palembang, kampung halaman Syekh Abdussamad Al Falimbani. Belakang perjalanan dilanjutkan menuju Betawi, yaitu kampung halaman Syekh Abdurrahman Misri. Selama di Betawi, Syekh Muhammad Arsyad dipersilakan menetap sebentar untuk mengajarkan pengetahuan agama dengan warga Betawi. Salah satu peristiwa penting selama di Betawi adalah ketika Syekh Muhammad Arsyad membetulkan arah kiblat Masjid Jembatan Lima, Masjid Luar Batang dan Masjid Pekojan. Untuk mengenang peristiwa tersebut, warga sekitar Masjid Jembatan Lima menuliskan di atas batu dalam aksara arab melayu (tulisan jawi) yang bertuliskan bahwa kiblat masjid ini telah diputar ke kanan sekitar 25 derajat oleh Muhammad Arsyad Al-Banjari pada tanggal 4 Safar 1186 H.

Seelah dirasa cukup, maka Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdul Wahab Bugis berlayar menuju kampung halaman ke Martapura, Banjar.

Tiba di kampung halaman

Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya, Martapura, pusat Kesultanan Banjar pada ketika itu.

Akan tetapi, Sultan Tahlilullah, seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan ditukarkan belakang oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.

Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan dia dengan upacara norma budaya kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya untuk seorang ulama "Matahari Agama" yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kesultanan Banjar. Keaktifan dia sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan pengetahuan pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun warga pada umumnya. Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’[11]. Selama hidupnya dia memiliki 29 anak dari tujuh isterinya. [12]

Hubungan dengan Kesultanan Banjar

Pada waktu dia berumur sekitar 30 tahun, Sultan mengabulkan hasratnya untuk berlatih ke Mekkah demi memperdalam pengetahuannya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh Sultan. Lebih dari 30 tahun belakang, yaitu setelah gurunya menyatakan telah cukup bekal pengetahuannya, barulah Syekh Muhammad Arsyad kembali pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan ditukarkan belakang oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah.

Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan inilah yang menginginkan kepada Syekh Muhammad Arsyad supaya menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak belakang dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.

Pengajaran dan bermasyarakat

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Makam Datu Kalampayan yang sering dikunjungi oleh peziarah dari berbagai daerah.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang belakang lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut pengetahuan agama Islam. Ulama-ulama yang dikemudian hari merebut tempat-tempat penting di seluruh Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan didikan dari suraunya di Desa Dalam Pagar.

Di samping mendidik, dia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tapi mencapai ke-seluruh Nusantara dan bahkan digunakan pada perguruan-perguruan di luar Nusantara Dan juga dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.

Karya-karyanya

Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang manfaatnya dalam terjemahan bebas sama sekali adalah "Jalan untuk orang-orang yang mendapat ajaran untuk mendalami urusan-urusan agama". Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, di selangnya ialah:[13]

  • Kitab Ushuluddin yang biasa dikata Kitab Sifat Duapuluh,
  • Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta kelakuan yang sesat,
  • Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
  • Kitabul Fara-idl, hukum pembagian warisan.

Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya belakang dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berkomunikasi dengan itu, dan untuk mana biasa dikata Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai aspek Tasawuf, dia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.

Lihat pula

  • Kesultanan Maguindanao
  • Kesultanan Sulu

Referensi

  1. ^ http://en.rodovid.org/wk/Person:313061
  2. ^ http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content&task=view&id=206&Itemid=71
  3. ^ Radar Banjarmasin - Peninggalan Datu Kalampayan
  4. ^ (Indonesia) Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia: dari nalar partisipatoris hingga emansipatoris, PT LKiS Pelangi Aksara, 2005 ISBN 9798451139, 9789798451133
  5. ^ a b Syajaratul Arsyadiyah, Mathba'ah Ahmadiyah Singapura, oleh Abd Rahman Shiddiq (Tuan Guru Sapat, Mufti Kesultanan Indragiri) Cetakan I. Tahun 1356 H.
  6. ^ Raja Kerajaan Tidung/Tarakan dari Dinasti Tengara yaitu Sultan Abdurrasid - keturunan Raja Kesultanan Sulu
  7. ^ Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari Pengarang Sabilal Muhtadin, oleh Abdullah Hj W. Moh. Shagir, Khazanah Fathaniyah, Kuala Lumpur, Tahun 1990.
  8. ^ Maulana Syeik Muhammad Arsyad Al Banjari, oleh Sisa dari pembakaran Daudi, Dalam Pagar, Martapura. Cetakan Tahun 1980, 1996, dan 2003.
  9. ^ http://kerajaanbanjar.wordpress.com/silsilah-anak-sultan/
  10. ^ (Indonesia) Sudrajat, A. Suryana (2006). Ulama pejuang dan ulama petualang: berlatih kearifan dari Negeri Atas Angin. Erlangga. hlm. 77. ISBN 9797816079. ISBN 9789797816070
  11. ^ Mengenal Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
  12. ^ Muslich Shabir, Konsep Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual, Penerbit Nuansa Aulia, 2005
  13. ^ (Melayu) Abdul Rashid Melebek, Amat Juhari Moain (2006). Sejarah bahasa Melayu. Utusan Publications. ISBN 9676118095. ISBN 9789676118097

Bacaan lanjutan

  • Muslich Shabir.Konsep Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual.Nuansa Aulia, 2005.ISBN 9799966205 ISBN 9789799966209

Pranala luar


edunitas.com


Page 3

AgamaIslam

Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari (atau lebih diketahui dengan nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (lahir di Lok Gabang, 17 Maret 1710 – meninggal di Dalam Pagar, 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun atau 15 Shofar 1122 – 6 Syawwal 1227 H)[3] adalah ulama fiqih mazhab Syafi'i yang bermula dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Dia hidup pada ketika tahun 1122-1227 hijriyah. Dia mendapat julukan anumerta Datu Kelampaian.

Dia adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi referensi untuk banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.[4]

Silsilah keturunan

Beberapa penulis biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, selang lain Mufti Kerajaan Indragiri Abdurrahman Siddiq,[5] berpendapat bahwa dia adalah keturunan Alawiyyin menempuh jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao.[6]

Jalur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Tuan Penghulu Sisa dari pembakaran Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Sisa dari pembakaran Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Sisa dari pembakaran Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.[5][7][8][9]

Riwayat

Ketika kecil

Semenjak dilahirkan, Muhammad Arsyad melewatkan ketika kecil di desa lahirnya Lok Gabang, Martapura. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, Muhammad Arsyad berkenalan dan aci pemain dengan teman-temannya. Namun pada diri Muhammad Arsyad sudah terlihat kecerdasannya melebihi dari teman-temannya. Begitu pula kebaikan budi pekerti budi pekertinya yang halus dan paling menyukai keindahan. Diantara kepandaiannya adalah seni melukis dan seni tulis. Sehingga siapa saja yang melihat hasil lukisannya akan kagum dan terpukau. Pada ketika Sultan Tahlilullah sedang bekunjung ke kampung Lok Gabang, sultan melihat hasil lukisan Muhammad Arsyad yang masih berumur 7 tahun. Terkesan akan kejadian itu, karenanya Sultan menginginkan pada orang tuanya supaya anak tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk berlatih bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan. Di istana, Muhammad Arsyad tumbuh menjadi anak yang berakhlak luhur, ramah, penurut, dan hormat kepada yang lebih tua. Seluruh penghuni istana menyayanginya dengan kasih sayang. Sultan paling memperhatikan pendidikan Muhammad Arsyad, sebab sultan mengharapkan Muhammad Arsyad kelak menjadi pemimpin yang alim.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Belakang dia dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut.[10]

Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu hasrat yang kuat untuk menuntut pengetahuan di tanah suci Mekkah. Karenanya disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.

Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, penghabisannya isterinya mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya. Deraian cairan mata dan untaian doa mengiringi kepergiannya.

Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada ketika itu. Di selang guru dia adalah Syekh ‘Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan al-‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.

Syekh yang disebutkan terakhir adalah guru Muhammad Arsyad di aspek tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muhammad Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan posisi untuk khalifah.

Selain itu guru-guru Muhammad Arsyad lainnya seperti Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im ad Damanhuri, Syekh Muhammad Murtadha bin Muhammad az Zabidi, Syekh Hasan bin Ahmad al Yamani, Syekh Salm bin Abdullah al Basri, Syekh Shiddiq bin Umar Khan, Syekh Abdullah bin Hijazi asy Syarqawy, Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz al Maghrabi, Syekh Abdurrahamn bin Sulaiman al Ahdal, Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin al Fathani, Syekh Abdul Gani bin Muhammad Hilal, Syekh Abis as Sandi, Syekh Abdul Wahab at Thantawy, Syekh Abdullah Mirghani, Syekh Muhammad bin Ahmad al Jauhari, dan Syekh Muhammad Zain bin Faqih Jalaludin Aceh.

Selama menuntut pengetahuan di sana, Syekh Muhammad Arsyad menjalin persahabatan dengan sesama penuntut pengetahuan seperti Syekh Abdussamad Falimbani, Syekh Abdurrahman Misri, dan Syekh Abdul Wahab Bugis.

Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut pengetahuan di Maekkah dan Madinah, timbulah niat untuk menuntut pengetahuan ke Mesir. Ketika niat ini disampaikan dengan guru mereka, Syekh menyarankan supaya keempat muridnya ini untuk pulang ke Jawi (Indonesia) untuk berdakwah di negerinya masing-masing.

Menikahkan anak

Sebelum pulang, keempat sahabat sepakat untuk berhaji kembali di Tanah Suci Mekkah. Pada ketika itu tanpa disangka-sangka Syekh Muhammad Arsyad bertemu dengan saudara kandung yang lebih muda kandung dia adalah Zainal Abidin yang sedang menunaikan ibadah haji. Sang saudara kandung yang lebih muda membawa kabar berita bahwa anak dia adalah Fatimah sudah beranjak dewasa dan sang anak menitipkan cincin kepada dia. Melihat hal demikian, tiga sahabat Syekh Muhammad Arsyad masing-masing mengajukan lamaran untuk memperisteri anak dia. Setelah berpikir lama, Syekh Muhammad Arsyad memeutuskan untuk mengundi, lamaran yang akan diterima. Hasil pengundian ternyata lamaran Syekh Abdul Wahab Bugis yang diterima.

Untuk itu diadakahnlah ijab kabul pernikahan selang Syekh Abdul Wahab Bugis dengan Fatimah binti Syekh Muhammad Arsyad, yang dinikahkan langsung oleh Syekh Muhammad Arsyad sambil disaksikan dua sahabat lainnya.

Membetulkan arah kiblat masjid

Karenanya bertolaklah keempat putra Nusantara ini menuju kampung halaman. Memasuki wilayah Nusantara, mula-mula mereka singgah di Sumatera adalah di Palembang, kampung halaman Syekh Abdussamad Al Falimbani. Belakang perjalanan dilanjutkan menuju Betawi, adalah kampung halaman Syekh Abdurrahman Misri. Selama di Betawi, Syekh Muhammad Arsyad dipersilakan menetap sebentar untuk mengajarkan pengetahuan agama dengan warga Betawi. Salah satu peristiwa penting selama di Betawi adalah ketika Syekh Muhammad Arsyad membetulkan arah kiblat Masjid Jembatan Lima, Masjid Luar Batang dan Masjid Pekojan. Untuk mengenang peristiwa tersebut, warga sekitar Masjid Jembatan Lima menuliskan di atas batu dalam aksara arab melayu (tulisan jawi) yang bertuliskan bahwa kiblat masjid ini sudah diputar ke kanan sekitar 25 derajat oleh Muhammad Arsyad Al-Banjari pada tanggal 4 Safar 1186 H.

Seelah dirasa cukup, karenanya Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdul Wahab Bugis berlayar menuju kampung halaman ke Martapura, Banjar.

Tiba di kampung halaman

Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya, Martapura, pusat Kesultanan Banjar pada ketika itu.

Akan tetapi, Sultan Tahlilullah, seorang yang sudah banyak membantunya sudah wafat dan ditukarkan belakang oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, adalah cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, paling menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.

Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan dia dengan upacara norma budaya kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya untuk seorang ulama "Matahari Agama" yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kesultanan Banjar. Keaktifan dia sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan pengetahuan pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun warga pada umumnya. Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’[11]. Selama hidupnya dia mempunyai 29 anak dari tujuh isterinya. [12]

Hubungan dengan Kesultanan Banjar

Pada waktu dia berumur sekitar 30 tahun, Sultan mengabulkan hasratnya untuk berlatih ke Mekkah demi memperdalam pengetahuannya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh Sultan. Lebih dari 30 tahun belakang, adalah setelah gurunya menyatakan sudah cukup bekal pengetahuannya, barulah Syekh Muhammad Arsyad kembali pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang sudah banyak membantunya sudah wafat dan ditukarkan belakang oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, adalah cucu Sultan Tahlilullah.

Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, paling menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan inilah yang menginginkan kepada Syekh Muhammad Arsyad supaya menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak belakang diketahui dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.

Pengajaran dan bermasyarakat

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Makam Datu Kalampayan yang sering dikunjungi oleh peziarah dari bermacam daerah.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka lokasi pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang belakang lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai lokasi menuntut pengetahuan agama Islam. Ulama-ulama yang dikemudian hari merebut tempat-tempat penting di seluruh Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan asuhan dari suraunya di Desa Dalam Pagar.

Di samping mendidik, dia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tapi mencapai ke-seluruh Nusantara dan bahkan dipergunakan pada perguruan-perguruan di luar Nusantara Dan juga menjadi dasar Negara Brunai Darussalam.

Karya-karyanya

Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang manfaatnya dalam terjemahan bebas sama sekali adalah "Perlintasan untuk orang-orang yang mendapat ajaran untuk mendalami urusan-urusan agama". Syekh Muhammad Arsyad sudah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, di selangnya ialah:[13]

  • Kitab Ushuluddin yang biasa dikata Kitab Sifat Duapuluh,
  • Kitab Tuhfatur Raghibin, adalah kitab yang membahas soal-soal itikad serta kelakuan yang sesat,
  • Kitab Nuqtatul Ajlan, adalah kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
  • Kitabul Fara-idl, hukum pembagian warisan.

Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya belakang dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, adalah tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berkomunikasi dengan itu, dan untuk mana biasa dikata Kitab Parukunan. Sedangkan tentang aspek Tasawuf, dia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.

Lihat pula

  • Kesultanan Maguindanao
  • Kesultanan Sulu

Referensi

  1. ^ http://en.rodovid.org/wk/Person:313061
  2. ^ http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content&task=view&id=206&Itemid=71
  3. ^ Radar Banjarmasin - Peninggalan Datu Kalampayan
  4. ^ (Indonesia) Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia: dari nalar partisipatoris sampai emansipatoris, PT LKiS Pelangi Aksara, 2005 ISBN 9798451139, 9789798451133
  5. ^ a b Syajaratul Arsyadiyah, Mathba'ah Ahmadiyah Singapura, oleh Abd Rahman Shiddiq (Tuan Guru Sapat, Mufti Kesultanan Indragiri) Cetakan I. Tahun 1356 H.
  6. ^ Raja Kerajaan Tidung/Tarakan dari Dinasti Tengara adalah Sultan Abdurrasid - keturunan Raja Kesultanan Sulu
  7. ^ Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari Pengarang Sabilal Muhtadin, oleh Abdullah Hj W. Moh. Shagir, Khazanah Fathaniyah, Kuala Lumpur, Tahun 1990.
  8. ^ Maulana Syeik Muhammad Arsyad Al Banjari, oleh Sisa dari pembakaran Daudi, Dalam Pagar, Martapura. Cetakan Tahun 1980, 1996, dan 2003.
  9. ^ http://kerajaanbanjar.wordpress.com/silsilah-anak-sultan/
  10. ^ (Indonesia) Sudrajat, A. Suryana (2006). Ulama pejuang dan ulama petualang: berlatih kearifan dari Negeri Atas Angin. Erlangga. hlm. 77. ISBN 9797816079. ISBN 9789797816070
  11. ^ Mengenal Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
  12. ^ Muslich Shabir, Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual, Penerbit Nuansa Aulia, 2005
  13. ^ (Melayu) Abdul Rashid Melebek, Amat Juhari Moain (2006). Sejarah bahasa Melayu. Utusan Publications. ISBN 9676118095. ISBN 9789676118097

Bacaan lanjutan

  • Muslich Shabir.Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual.Nuansa Aulia, 2005.ISBN 9799966205 ISBN 9789799966209

Pranala luar


edunitas.com

Page 4

AgamaIslam

Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari (atau lebih diketahui dengan nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (lahir di Lok Gabang, 17 Maret 1710 – meninggal di Dalam Pagar, 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun atau 15 Shofar 1122 – 6 Syawwal 1227 H)[3] adalah ulama fiqih mazhab Syafi'i yang bermula dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Dia hidup pada ketika tahun 1122-1227 hijriyah. Dia mendapat julukan anumerta Datu Kelampaian.

Dia adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi referensi untuk banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.[4]

Silsilah keturunan

Beberapa penulis biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, selang lain Mufti Kerajaan Indragiri Abdurrahman Siddiq,[5] berpendapat bahwa dia adalah keturunan Alawiyyin menempuh jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao.[6]

Jalur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Tuan Penghulu Sisa dari pembakaran Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Sisa dari pembakaran Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Sisa dari pembakaran Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.[5][7][8][9]

Riwayat

Ketika kecil

Semenjak dilahirkan, Muhammad Arsyad melewatkan ketika kecil di desa lahirnya Lok Gabang, Martapura. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, Muhammad Arsyad berkenalan dan aci pemain dengan teman-temannya. Namun pada diri Muhammad Arsyad sudah terlihat kecerdasannya melebihi dari teman-temannya. Begitu pula kebaikan budi pekerti budi pekertinya yang halus dan paling menyukai keindahan. Diantara kepandaiannya adalah seni melukis dan seni tulis. Sehingga siapa saja yang melihat hasil lukisannya akan kagum dan terpukau. Pada ketika Sultan Tahlilullah sedang bekunjung ke kampung Lok Gabang, sultan melihat hasil lukisan Muhammad Arsyad yang masih berumur 7 tahun. Terkesan akan kejadian itu, karenanya Sultan menginginkan pada orang tuanya supaya anak tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk berlatih bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan. Di istana, Muhammad Arsyad tumbuh menjadi anak yang berakhlak luhur, ramah, penurut, dan hormat kepada yang lebih tua. Seluruh penghuni istana menyayanginya dengan kasih sayang. Sultan paling memperhatikan pendidikan Muhammad Arsyad, sebab sultan mengharapkan Muhammad Arsyad kelak menjadi pemimpin yang alim.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Belakang dia dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut.[10]

Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu hasrat yang kuat untuk menuntut pengetahuan di tanah suci Mekkah. Karenanya disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.

Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, penghabisannya isterinya mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya. Deraian cairan mata dan untaian doa mengiringi kepergiannya.

Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada ketika itu. Di selang guru dia adalah Syekh ‘Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan al-‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.

Syekh yang disebutkan terakhir adalah guru Muhammad Arsyad di aspek tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muhammad Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan posisi untuk khalifah.

Selain itu guru-guru Muhammad Arsyad lainnya seperti Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im ad Damanhuri, Syekh Muhammad Murtadha bin Muhammad az Zabidi, Syekh Hasan bin Ahmad al Yamani, Syekh Salm bin Abdullah al Basri, Syekh Shiddiq bin Umar Khan, Syekh Abdullah bin Hijazi asy Syarqawy, Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz al Maghrabi, Syekh Abdurrahamn bin Sulaiman al Ahdal, Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin al Fathani, Syekh Abdul Gani bin Muhammad Hilal, Syekh Abis as Sandi, Syekh Abdul Wahab at Thantawy, Syekh Abdullah Mirghani, Syekh Muhammad bin Ahmad al Jauhari, dan Syekh Muhammad Zain bin Faqih Jalaludin Aceh.

Selama menuntut pengetahuan di sana, Syekh Muhammad Arsyad menjalin persahabatan dengan sesama penuntut pengetahuan seperti Syekh Abdussamad Falimbani, Syekh Abdurrahman Misri, dan Syekh Abdul Wahab Bugis.

Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut pengetahuan di Maekkah dan Madinah, timbulah niat untuk menuntut pengetahuan ke Mesir. Ketika niat ini disampaikan dengan guru mereka, Syekh menyarankan supaya keempat muridnya ini untuk pulang ke Jawi (Indonesia) untuk berdakwah di negerinya masing-masing.

Menikahkan anak

Sebelum pulang, keempat sahabat sepakat untuk berhaji kembali di Tanah Suci Mekkah. Pada ketika itu tanpa disangka-sangka Syekh Muhammad Arsyad bertemu dengan saudara kandung yang lebih muda kandung dia adalah Zainal Abidin yang sedang menunaikan ibadah haji. Sang saudara kandung yang lebih muda membawa kabar berita bahwa anak dia adalah Fatimah sudah beranjak dewasa dan sang anak menitipkan cincin kepada dia. Melihat hal demikian, tiga sahabat Syekh Muhammad Arsyad masing-masing mengajukan lamaran untuk memperisteri anak dia. Setelah berpikir lama, Syekh Muhammad Arsyad memeutuskan untuk mengundi, lamaran yang akan diterima. Hasil pengundian ternyata lamaran Syekh Abdul Wahab Bugis yang diterima.

Untuk itu diadakahnlah ijab kabul pernikahan selang Syekh Abdul Wahab Bugis dengan Fatimah binti Syekh Muhammad Arsyad, yang dinikahkan langsung oleh Syekh Muhammad Arsyad sambil disaksikan dua sahabat lainnya.

Membetulkan arah kiblat masjid

Karenanya bertolaklah keempat putra Nusantara ini menuju kampung halaman. Memasuki wilayah Nusantara, mula-mula mereka singgah di Sumatera adalah di Palembang, kampung halaman Syekh Abdussamad Al Falimbani. Belakang perjalanan dilanjutkan menuju Betawi, adalah kampung halaman Syekh Abdurrahman Misri. Selama di Betawi, Syekh Muhammad Arsyad dipersilakan menetap sebentar untuk mengajarkan pengetahuan agama dengan warga Betawi. Salah satu peristiwa penting selama di Betawi adalah ketika Syekh Muhammad Arsyad membetulkan arah kiblat Masjid Jembatan Lima, Masjid Luar Batang dan Masjid Pekojan. Untuk mengenang peristiwa tersebut, warga sekitar Masjid Jembatan Lima menuliskan di atas batu dalam aksara arab melayu (tulisan jawi) yang bertuliskan bahwa kiblat masjid ini sudah diputar ke kanan sekitar 25 derajat oleh Muhammad Arsyad Al-Banjari pada tanggal 4 Safar 1186 H.

Seelah dirasa cukup, karenanya Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdul Wahab Bugis berlayar menuju kampung halaman ke Martapura, Banjar.

Tiba di kampung halaman

Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya, Martapura, pusat Kesultanan Banjar pada ketika itu.

Akan tetapi, Sultan Tahlilullah, seorang yang sudah banyak membantunya sudah wafat dan ditukarkan belakang oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, adalah cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, paling menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.

Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan dia dengan upacara norma budaya kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya untuk seorang ulama "Matahari Agama" yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kesultanan Banjar. Keaktifan dia sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan pengetahuan pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun warga pada umumnya. Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’[11]. Selama hidupnya dia mempunyai 29 anak dari tujuh isterinya. [12]

Hubungan dengan Kesultanan Banjar

Pada waktu dia berumur sekitar 30 tahun, Sultan mengabulkan hasratnya untuk berlatih ke Mekkah demi memperdalam pengetahuannya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh Sultan. Lebih dari 30 tahun belakang, adalah setelah gurunya menyatakan sudah cukup bekal pengetahuannya, barulah Syekh Muhammad Arsyad kembali pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang sudah banyak membantunya sudah wafat dan ditukarkan belakang oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, adalah cucu Sultan Tahlilullah.

Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, paling menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan inilah yang menginginkan kepada Syekh Muhammad Arsyad supaya menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak belakang diketahui dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.

Pengajaran dan bermasyarakat

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Makam Datu Kalampayan yang sering dikunjungi oleh peziarah dari bermacam daerah.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka lokasi pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang belakang lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai lokasi menuntut pengetahuan agama Islam. Ulama-ulama yang dikemudian hari merebut tempat-tempat penting di seluruh Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan asuhan dari suraunya di Desa Dalam Pagar.

Di samping mendidik, dia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tapi mencapai ke-seluruh Nusantara dan bahkan dipergunakan pada perguruan-perguruan di luar Nusantara Dan juga menjadi dasar Negara Brunai Darussalam.

Karya-karyanya

Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang manfaatnya dalam terjemahan bebas sama sekali adalah "Perlintasan untuk orang-orang yang mendapat ajaran untuk mendalami urusan-urusan agama". Syekh Muhammad Arsyad sudah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, di selangnya ialah:[13]

  • Kitab Ushuluddin yang biasa dikata Kitab Sifat Duapuluh,
  • Kitab Tuhfatur Raghibin, adalah kitab yang membahas soal-soal itikad serta kelakuan yang sesat,
  • Kitab Nuqtatul Ajlan, adalah kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
  • Kitabul Fara-idl, hukum pembagian warisan.

Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya belakang dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, adalah tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berkomunikasi dengan itu, dan untuk mana biasa dikata Kitab Parukunan. Sedangkan tentang aspek Tasawuf, dia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.

Lihat pula

  • Kesultanan Maguindanao
  • Kesultanan Sulu

Referensi

  1. ^ http://en.rodovid.org/wk/Person:313061
  2. ^ http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content&task=view&id=206&Itemid=71
  3. ^ Radar Banjarmasin - Peninggalan Datu Kalampayan
  4. ^ (Indonesia) Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia: dari nalar partisipatoris sampai emansipatoris, PT LKiS Pelangi Aksara, 2005 ISBN 9798451139, 9789798451133
  5. ^ a b Syajaratul Arsyadiyah, Mathba'ah Ahmadiyah Singapura, oleh Abd Rahman Shiddiq (Tuan Guru Sapat, Mufti Kesultanan Indragiri) Cetakan I. Tahun 1356 H.
  6. ^ Raja Kerajaan Tidung/Tarakan dari Dinasti Tengara adalah Sultan Abdurrasid - keturunan Raja Kesultanan Sulu
  7. ^ Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari Pengarang Sabilal Muhtadin, oleh Abdullah Hj W. Moh. Shagir, Khazanah Fathaniyah, Kuala Lumpur, Tahun 1990.
  8. ^ Maulana Syeik Muhammad Arsyad Al Banjari, oleh Sisa dari pembakaran Daudi, Dalam Pagar, Martapura. Cetakan Tahun 1980, 1996, dan 2003.
  9. ^ http://kerajaanbanjar.wordpress.com/silsilah-anak-sultan/
  10. ^ (Indonesia) Sudrajat, A. Suryana (2006). Ulama pejuang dan ulama petualang: berlatih kearifan dari Negeri Atas Angin. Erlangga. hlm. 77. ISBN 9797816079. ISBN 9789797816070
  11. ^ Mengenal Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
  12. ^ Muslich Shabir, Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual, Penerbit Nuansa Aulia, 2005
  13. ^ (Melayu) Abdul Rashid Melebek, Amat Juhari Moain (2006). Sejarah bahasa Melayu. Utusan Publications. ISBN 9676118095. ISBN 9789676118097

Bacaan lanjutan

  • Muslich Shabir.Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual.Nuansa Aulia, 2005.ISBN 9799966205 ISBN 9789799966209

Pranala luar


edunitas.com

Page 5

Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari (atau lebih dikenal dengan nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (lahir di Lok Gabang, 17 Maret 1710 – meninggal di Dalam Pagar, 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun atau 15 Shofar 1122 – 6 Syawwal 1227 H)[3] adalah ulama fiqih mazhab Syafi'i yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Dia hidup pada ketika tahun 1122-1227 hijriyah. Dia mendapat julukan anumerta Datu Kelampaian.

Dia adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan untuk banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.[4]

Silsilah keturunan

Beberapa penulis biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, selang lain Mufti Kerajaan Indragiri Abdurrahman Siddiq,[5] berpendapat bahwa dia adalah keturunan Alawiyyin menempuh jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao.[6]

Jalur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Tuan Penghulu Sisa dari pembakaran Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Sisa dari pembakaran Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Sisa dari pembakaran Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.[5][7][8][9]

Riwayat

Ketika kecil

Semenjak dilahirkan, Muhammad Arsyad melewatkan ketika kecil di desa lahirnya Lok Gabang, Martapura. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, Muhammad Arsyad bergaul dan memainkan permainan dengan teman-temannya. Namun pada diri Muhammad Arsyad sudah terlihat kecerdasannya melebihi dari teman-temannya. Begitu pula kebaikan budi pekerti budi pekertinya yang halus dan sangat menyukai keindahan. Diantara kepandaiannya adalah seni melukis dan seni tulis. Sehingga siapa saja yang melihat hasil lukisannya akan kagum dan terpukau. Pada ketika Sultan Tahlilullah sedang bekunjung ke kampung Lok Gabang, sultan melihat hasil lukisan Muhammad Arsyad yang masih berumur 7 tahun. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan menginginkan pada orang tuanya supaya anak tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk berlatih bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan. Di istana, Muhammad Arsyad tumbuh menjadi anak yang berakhlak luhur, ramah, penurut, dan hormat kepada yang lebih tua. Seluruh penghuni istana menyayanginya dengan kasih sayang. Sultan sangat memperhatikan pendidikan Muhammad Arsyad, karena sultan mengharapkan Muhammad Arsyad kelak menjadi pemimpin yang alim.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Belakang dia dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut.[10]

Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu hasrat yang kuat untuk menuntut pengetahuan di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.

Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, penghabisannya isterinya mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya. Deraian cairan mata dan untaian doa mengiringi kepergiannya.

Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada ketika itu. Di selang guru dia adalah Syekh ‘Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan al-‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.

Syekh yang disebutkan terakhir adalah guru Muhammad Arsyad di aspek tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muhammad Arsyad memainkan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan posisi untuk khalifah.

Selain itu guru-guru Muhammad Arsyad lainnya seperti Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im ad Damanhuri, Syekh Muhammad Murtadha bin Muhammad az Zabidi, Syekh Hasan bin Ahmad al Yamani, Syekh Salm bin Abdullah al Basri, Syekh Shiddiq bin Umar Khan, Syekh Abdullah bin Hijazi asy Syarqawy, Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz al Maghrabi, Syekh Abdurrahamn bin Sulaiman al Ahdal, Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin al Fathani, Syekh Abdul Gani bin Muhammad Hilal, Syekh Abis as Sandi, Syekh Abdul Wahab at Thantawy, Syekh Abdullah Mirghani, Syekh Muhammad bin Ahmad al Jauhari, dan Syekh Muhammad Zain bin Faqih Jalaludin Aceh.

Selama menuntut pengetahuan di sana, Syekh Muhammad Arsyad menjalin persahabatan dengan sesama penuntut pengetahuan seperti Syekh Abdussamad Falimbani, Syekh Abdurrahman Misri, dan Syekh Abdul Wahab Bugis.

Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut pengetahuan di Maekkah dan Madinah, timbulah niat untuk menuntut pengetahuan ke Mesir. Ketika niat ini disampaikan dengan guru mereka, Syekh menyarankan supaya keempat muridnya ini untuk pulang ke Jawi (Indonesia) untuk berdakwah di negerinya masing-masing.

Menikahkan anak

Sebelum pulang, keempat sahabat sepakat untuk berhaji kembali di Tanah Suci Mekkah. Pada ketika itu tanpa disangka-sangka Syekh Muhammad Arsyad bertemu dengan saudara kandung yang lebih muda kandung dia yaitu Zainal Abidin yang sedang menunaikan ibadah haji. Sang saudara kandung yang lebih muda membawa kabar berita bahwa anak dia yaitu Fatimah sudah beranjak dewasa dan sang anak menitipkan cincin kepada dia. Melihat hal demikian, tiga sahabat Syekh Muhammad Arsyad masing-masing mengajukan lamaran untuk memperisteri anak dia. Setelah berpikir lama, Syekh Muhammad Arsyad memeutuskan untuk mengundi, lamaran yang akan diterima. Hasil pengundian ternyata lamaran Syekh Abdul Wahab Bugis yang diterima.

Untuk itu diadakahnlah ijab kabul pernikahan selang Syekh Abdul Wahab Bugis dengan Fatimah binti Syekh Muhammad Arsyad, yang dinikahkan langsung oleh Syekh Muhammad Arsyad sambil disaksikan dua sahabat lainnya.

Membetulkan arah kiblat masjid

Maka bertolaklah keempat putra Nusantara ini menuju kampung halaman. Memasuki wilayah Nusantara, mula-mula mereka singgah di Sumatera yaitu di Palembang, kampung halaman Syekh Abdussamad Al Falimbani. Belakang perjalanan dilanjutkan menuju Betawi, yaitu kampung halaman Syekh Abdurrahman Misri. Selama di Betawi, Syekh Muhammad Arsyad dipersilakan menetap sebentar untuk mengajarkan pengetahuan agama dengan warga Betawi. Salah satu peristiwa penting selama di Betawi adalah ketika Syekh Muhammad Arsyad membetulkan arah kiblat Masjid Jembatan Lima, Masjid Luar Batang dan Masjid Pekojan. Untuk mengenang peristiwa tersebut, warga sekitar Masjid Jembatan Lima menuliskan di atas batu dalam aksara arab melayu (tulisan jawi) yang bertuliskan bahwa kiblat masjid ini telah diputar ke kanan sekitar 25 derajat oleh Muhammad Arsyad Al-Banjari pada tanggal 4 Safar 1186 H.

Seelah dirasa cukup, maka Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdul Wahab Bugis berlayar menuju kampung halaman ke Martapura, Banjar.

Tiba di kampung halaman

Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya, Martapura, pusat Kesultanan Banjar pada ketika itu.

Akan tetapi, Sultan Tahlilullah, seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan ditukarkan belakang oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya.

Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan dia dengan upacara norma budaya kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya untuk seorang ulama "Matahari Agama" yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kesultanan Banjar. Keaktifan dia sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan pengetahuan pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun warga pada umumnya. Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim lagi wara’[11]. Selama hidupnya dia memiliki 29 anak dari tujuh isterinya. [12]

Hubungan dengan Kesultanan Banjar

Pada waktu dia berumur sekitar 30 tahun, Sultan mengabulkan hasratnya untuk berlatih ke Mekkah demi memperdalam pengetahuannya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh Sultan. Lebih dari 30 tahun belakang, yaitu setelah gurunya menyatakan telah cukup bekal pengetahuannya, barulah Syekh Muhammad Arsyad kembali pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan ditukarkan belakang oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah.

Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan inilah yang menginginkan kepada Syekh Muhammad Arsyad supaya menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak belakang dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.

Pengajaran dan bermasyarakat

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Makam Datu Kalampayan yang sering dikunjungi oleh peziarah dari berbagai daerah.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang belakang lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut pengetahuan agama Islam. Ulama-ulama yang dikemudian hari merebut tempat-tempat penting di seluruh Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan didikan dari suraunya di Desa Dalam Pagar.

Di samping mendidik, dia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tapi mencapai ke-seluruh Nusantara dan bahkan digunakan pada perguruan-perguruan di luar Nusantara Dan juga dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.

Karya-karyanya

Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang manfaatnya dalam terjemahan bebas sama sekali adalah "Jalan untuk orang-orang yang mendapat ajaran untuk mendalami urusan-urusan agama". Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, di selangnya ialah:[13]

  • Kitab Ushuluddin yang biasa dikata Kitab Sifat Duapuluh,
  • Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta kelakuan yang sesat,
  • Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
  • Kitabul Fara-idl, hukum pembagian warisan.

Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya belakang dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berkomunikasi dengan itu, dan untuk mana biasa dikata Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai aspek Tasawuf, dia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.

Lihat pula

  • Kesultanan Maguindanao
  • Kesultanan Sulu

Referensi

  1. ^ http://en.rodovid.org/wk/Person:313061
  2. ^ http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content&task=view&id=206&Itemid=71
  3. ^ Radar Banjarmasin - Peninggalan Datu Kalampayan
  4. ^ (Indonesia) Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia: dari nalar partisipatoris hingga emansipatoris, PT LKiS Pelangi Aksara, 2005 ISBN 9798451139, 9789798451133
  5. ^ a b Syajaratul Arsyadiyah, Mathba'ah Ahmadiyah Singapura, oleh Abd Rahman Shiddiq (Tuan Guru Sapat, Mufti Kesultanan Indragiri) Cetakan I. Tahun 1356 H.
  6. ^ Raja Kerajaan Tidung/Tarakan dari Dinasti Tengara yaitu Sultan Abdurrasid - keturunan Raja Kesultanan Sulu
  7. ^ Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari Pengarang Sabilal Muhtadin, oleh Abdullah Hj W. Moh. Shagir, Khazanah Fathaniyah, Kuala Lumpur, Tahun 1990.
  8. ^ Maulana Syeik Muhammad Arsyad Al Banjari, oleh Sisa dari pembakaran Daudi, Dalam Pagar, Martapura. Cetakan Tahun 1980, 1996, dan 2003.
  9. ^ http://kerajaanbanjar.wordpress.com/silsilah-anak-sultan/
  10. ^ (Indonesia) Sudrajat, A. Suryana (2006). Ulama pejuang dan ulama petualang: berlatih kearifan dari Negeri Atas Angin. Erlangga. hlm. 77. ISBN 9797816079. ISBN 9789797816070
  11. ^ Mengenal Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
  12. ^ Muslich Shabir, Konsep Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual, Penerbit Nuansa Aulia, 2005
  13. ^ (Melayu) Abdul Rashid Melebek, Amat Juhari Moain (2006). Sejarah bahasa Melayu. Utusan Publications. ISBN 9676118095. ISBN 9789676118097

Bacaan lanjutan

  • Muslich Shabir.Konsep Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual.Nuansa Aulia, 2005.ISBN 9799966205 ISBN 9789799966209

Pranala luar


edunitas.com


Page 6

Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi, bergelar Syekh Bayang (1864 – 1923) adalah seorang ulama asal Pesisir Selatan pada pertengahan masa zaman 19. Dia pemimpin delegasi ulama tua (tradisional) moderat bersanding dengan pemimpin ulama tua radikal Syekh Khatib Ali Al-Padani, bermitra diskusi dengan pemimpin ulama muda (modernis) yang radikal Syekh Dr. Haji Abdul Karim Amrullah dan yang moderat Syekh Dr. Abdullah Ahmad, dalam rapat luhur 1.000 ulama di Padang, 15 Juli 1919. Dia Penulis buku laris yang dinamakan oleh B.J.O. Schrieke dengan kepustakaan pejuang masa zaman ke-20 yang penuh moral yaitu Taraghub ila Rahmatillah (1910).

Syekh Bayang

Dia digelari Syekh Bayang, karena dia salah seorang di selang ulama tua, pemimpin petuah Tarekat Naqsyabandiyah di Padang, lahir di Bayang (Pancungtaba). Dia tinggi pengetahuannya di aspek Islam, banyak menulis buku fiqih dan tarekat, luas pengalaman serta moderat, menawarkan corak tipu daya ikhtilaf (berbeda pendapat) di internal umat Islam, ittifaq (bersatu) di eksternal umat Islam sebagai strategi menghadapi penjajah. Ulama yang lahir di Bayang secara historis, tidak saja membikin Bayang diwujudkan menjadi sentra pendidikan Islam, tapi pernah mengakses Bayang sebagai pusat pengembangan Islam di Pantai Barat Sumatera sekaligus pusat konsentrasi gerakan perlawanan rakyat di Sumatera Barat melawan penjajah dengan spirit Islam, berbasis di Surau Syekh Buyung Muda (murid Syekh Abdurrauf Singkil) di Puluikpuluik, Bayang (1666) di samping surau 5 kenalannya yaitu Syekh Burhanuddin di Ulakan, Surau Baru Syekh Muhammad Nasir di Padang, Surau Syekh Sungayang di Solok, Surau Syeikh Padang Ganting, dan Surau Lubuk Ipuh (TBKW, 1914:249).

Keluarga

Ayah Muhammad Dalil juga seorang ulama luhur bernama Syekh Muhammad Fatawi, guru dari banyak ulama di Sumatera Barat. Sedangkan ibunya juga dari keluarga alim di Pancungtaba, yang namanya tidak bisa dikenal lagi. Dia ditinggalkan ibu dan bapak ketika masih kecil, namun tidak mematahkan semangatnya untuk berusaha dapat.

Pendidikan

Muhammad Dalil mula-mula berusaha dapat dengan murid ayahnya Syekh Muhammad Jamil (tamatan Makah, 1876) saudara tua dari Syekh Muhammad Shamad (wafat di Mekah 1876). Kesudahan ketika berumur 15 tahun, dia melalui Bukit Barisan dari kampungnya Pancungtaba (Bayang) hingga di Alahan Panjang, Solok, di sana berusaha dapat agama dengan Syekh Muhammad Shalih bin Muhammad Saman, penulis buku fiqih Al-Kasyf. Karena pintar, dia digelar gurunya dengan Tuanku Bayang. Sesudah itu dia berusaha dapat fiqih dan tarekat pula dengan Syekh Mahmud di Pinti Kayu, Solok.

Untuk memperdalam pengetahuan Islam lebih lanjut, Muhammad Dalil terus berkelana ke kesan Kerajaan Dunia Surambi Sungai Pagu, dan di sana memperdalam tarekat dengan seorang Syekh bernama Syekh Musthafa. Dia tidak saja diwujudkan menjadi murid kesayangan, bahkan isteri gurunya bernama Nenek Ayang (Siti Jalasah) meminangnya untuk diwujudkan menjadi pasangan anak gadisnya bernama Siti Rahmah.

Sesudah menikah dengan Siti Rahmah, Muhammad Dalil hijrah ke Padang tahun 1891. Di Padang dia membuka pusat pengajian halaqah di Rumah Asal, yaitu rumah gadang milik kaum isterinya, kemenakan Syekh Gapuak (pendiri Masjid Ganting, Padang) sekaligus membina masjid tertua di Padang itu. Banyak murid berdatang yang bersumber dari berbagai penjuru di dalam/luar Sumatera Barat. Di samping membuka halaqah, dia aktif berdakwah dan termasuk da’i yang disayangi jema’ah bahkan dihormati pembesar Belanda di Padang ketika itu.

Naik haji

Tahun 1903, Muhammad Dalil berangkat ke Makkah untuk naik haji sekaligus berusaha dapat memperdalam pengetahuannya dalam aspek ke-Islaman di sana. Tercatat gurunya di Makkah di selangnya Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi (1860 – 1917), mufti dan tiang tengah penegak Mazhab Syafi'i serta mawalli yang dipercaya Arab diwujudkan menjadi imam di Masjidil Haram, sekaligus mengajar fiqih dan matematik. Juga tercatat gurunya Syekh Jabal Qubis berbakat tasawuf dan Tarekat Naqsyabandiyah asal Jabal Sisa dari pembakaran Qubis berseberangan dengan Jabal Quayqian, sebelah timur Makkah dekat dengan Masjidil Haram.

Ulama-ulama yang sama memperoleh pendidikan dari Syikh Ahmad khatib dengan Syekh Bayang di selangnya ulama muda (modernis) empat serangkai yaitu Dr.H. Abdul Karim Amarullah (Maninjau – Agam), Dr. Abdullah Ahmad (Padang), Syekh Jamil Jambek Al-Falaki (Bukittinggi), dan Syeikh Muhammad Thaib Umar (Sungayang- Tanah Datar) serta ulama tua (tradisional) dua serangkai ialah Syekh Khatib Muhammad Ali Al-Fadani (Padang) pemimpin ulama tua yang radikal penulis buku kepustakaan pejuang masa zaman ke-20 Burhan Al-Haq, Syekh Tahir Jalaluddin Al-Falaki (ulama kharismatik Malaysia asal Bukittinggi, dan ayah dari Hamdan mantan Gubernur Pulau Pinang, Malaysia), Syekh Sulaiman Al-Rasuli (Candung), Syeikh Ibrahim Musa Parabek, Syeikh Arifin Batuhampar, Syekh Muhammad Jamil Jaho, Syekh Ahmad Baruah Gunung Suliki, Syekh Abbas Ladang Lawas, Bukittinggi, Syekh Abdullah Abbas Padang Japang, Syekh Musthafa Padang Japang, Syekh Musthafa Husen Purba Baru, Syekh Hasan Maksum Ajang Deli, Syekh KH. Muhammad Dahlan dll. dari Jawa – Madura, Kalimantan, Sulawesi dan dari negara- negara Islam lainnya.

Organisasi

Pasca Makkah, Syekh Bayang di Padang melanjutkan halaqahnya dengan membentuk jaringan surau halaqah dalam titik utama seperti di Ganting Padang (rumah asal dan Masjid Raya Ganting), Pasar Gadang dan Palinggam Padang (rumah isterinya Siti Nur’aini asal Saningbakar), Seberang Padang dekat rumah isterinya Putti Ummu bersama kenalannya Syekh Muhammad Thaib, Lolong Padang, Ulak Karang dan Surau Kalawi Pasir Ulak Karang pemimpin Syekh Muhammad Qasim (Tuanku Kalawi) serta di kampungnya sendiri di Bayang dalam sebagian tempat pula. Dia mengajar berputar dalam jadwal yang diatur sedemikian rupa oleh pemimpin jaringan halaqah masing-masing. Disiplin pengetahuan yang diajarkan tafsir, tauhid, fiqh, ushul fiqh, nahu dan sharaf dll. Selain mengajar dia juga mengimpor buku-buku dan mengarang buku.

Dakwah

Era Syeikh Bayang ini adalah gelombang ketiga supremasi pengembangan Islam di Sumatera Barat. Gelombang pertama pengembangan Islam generasi Burhanuddin Al-Kamil (1200) dan Burhanuddin Panglima Islam di Painan kesudahan ke Ulakan (1523) dan Syeikh Buyung Muda (1666) Puluikpuluik tingkatan Syeikh Burhanuddin Ulakan (1666) dilanjutkan generasi Tuanku Nan Tuo pasca Padri (1837).

Gelombang kedua berawalnya pembaharuan pemikiran Islam adalah era Syeikh Ahmad Chatib Al-Minangkabawiy (yang tadinya dikirim berusaha dapat ke Mekah, pergi bersama ayahnya yang Khatib Nagari itu naik hajji tahun 1871) diteruskan dengan era gerakan murid-muridnya. Gerakan pembaharuan dilanjutkan murid Syeikh Ahmad Chatib yang terkemuka di kalangan ulama tua (tradisional) dikenal dua serangkai Syeikh Chatib Ali (Padang) dan Syeikh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi sendiri (Bayang, Pesisir selatan), di kalangan ulama kaum muda (modernis) dikenal empat serangkai yaitu Syeikh Dr. H.Abdul Karim Amrullah dari Mninjau, Syeikh Muhammad Jamil Jambek di Bukittinggi, Syeikh Muhammad Thaib Umar di Sungyang dan Syeikh Dr.H. Abdullah Ahmad di Padang. Empat ulama modernis ini adalah ulama penyambung mata rantai perjuangan pembaharuan Islam di Minangkabau sejak awal masa zaman ke-20.

Gerakan pembaharuan pemikiran Islam murid Syeikh Ahmad Chatib di Minangkabau semakin mengambil bangun awal masa zaman ke-20. Diwarnai dengan taktik politik adu domba Belanda yang menghembuskan angin pertentangan untuk dua golongan Islam sama-sama murid dari Syeikh Ahmad Chatib yaitu Kaum Muda (Modernis) dipimpin DR. H. Abdul Karim Amarullah yang radikal serta kawan-kawannya empat serangkai yang moderat dan Kaum Tua (Tradisional) dipimpin Syeikh Chatib Muhammad Ali Al-Fadaniy yang radikal dan Syeikh Bayang (Syeikh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi) yang moderat. Pertentangan kaum muda dan kaum tua itu disusupi PR untuk dalam 40 masalah khilafiyah, ditengahi rapat 1000 ulama yang sangat a lot di Padang, 15 Juli 1919 dipimpin BJO Schrieke kesan ketua pengajaran di HIS. Syeikh Bayang terlibat lansung dalam rapat luhur 1000 ulama itu sebagai pemimpin ulama tua yang moderat dan penuh moral (BJO Schrieke, 1973:72) didukung Syeikh Chati Ali pemimpin ulama tua yang radikal, berhadapan dengan ulama muda dipimpin Dr. Hajji Abdul Karim Amrullah (radikal) dan Dr. Abdullah Ahmad (moderat). Di selang ulama tua moderat pengikut Syeikh Bayang ialah Syeikh Muhammad Thaib (Seberang Padang), Syeikh Abdullah (Belakang Tangsi Padang), Syeikh Muhammad Qasyim (Ulak Karang Padang asal Raorao Batusangkar), Syeikh Abdullah Basyir (orang keramat Berok Padang), Syeikh Harun bin Abdul Ghani (Toboh Pariaman), Syeikh Sulaiman Arrasuli (Candung), Syeikh Abdurrahman (kakek H. Ilyas Ya’kub) serta sejumlah ulama Lubuk Aur yaitu Ahmad Dores, Fakih Rumpunan, Fakih Mas`ud, Khatib Dzikir, Penghulu Raja Muda, Imam Machudum, Manjang, Saitik, Sarnedi, Silapau, Syamsiah, Dunanenjung dan diperkuat Syeikh Batangkapas, Syeikh Ismail (Palangai, Balaiselasa) dll.

Pasca rapat luhur 1.000 ulama itu, semangat pembaharuan semakin menggelorakan semangat ulama-ulama kaum muda yang sudah sejak awal menghirup angin pembaharuan dihembuskan majalah Al-Manar Rasyid Ridha dan ‘Urwat Al-Wusqa disambut Al-Imam Taher Jalaluddin di Singapura (saudara sepupu Ahmad Chatib) dan Al-Manar serta Al-Munir Al-Manar Dr. HAKA (ayah HAMKA) dan Dr. Abdullah Ahmad di Padang dan Padang Panjang. Kaum muda pembaharu ini memperoleh pujian luhur, terus melanjutkan pengaderan (pendidikan kader) terhadap generasi pembaharu, sentranya selang lain di Thawalib Padang Panjang, Parabek, Sungayang dan Padang Japang di samping juga menulis buku dan menerbitkan pers Islam seperti macam Bulletin, Jurnal, koran dan Majalah. Demikian pula kaum tua (tradisional) aktif menyusun daya dan penulisan buku polemik dan apologetik pembelaan petuah tarekat yang dianut.

Polemik

Syekh Bayang sendiri sejak awal melahirkan sebagian buku polemik dan dicetak berulang-ulang di selangnya, Taragub ila Rahmatillah (cet. ke-11 1916) adalah buku laris dan dinamakan sebagai kepustakaan pejuang masa zaman ke-20 yang penuh moral, Majmu wa Musta’mal (fiqh dogmatik), Miftahul Haq (fiqh) dan Dar Al-Mau`izhah (1326 H) dinamakan nazam apologetik pembela Tarekat Naqsyabandiyah, Thalab Al-Shalah (1916) syair nasehat, Inilah Soal–Jawab Untuk Segala Anak buku Pertanyaan popular mengenai fiqh dan dogmatik (cet. ke-3 1335 H), Rasul 25 (1918) dll.

Syekh Bayang wafat 2 Jumadil Awal 1342 H (1923). Ulama pejuang pendidikan Islam ini, ironisnya banyak dicatat dalam sejarah kolonial dan nyaris tidak dikenal lagi dalam sejarah dan historiograpi domestik. Saksi yang ditinggalkan diwujudkan menjadi saksi bisu Masjid Raya Ganting Padang dan di arah mihrabnya tidak jauh dari rumah anaknya Aisyah terdapat makam ulama ini dengan meja Turki yang indah.

Dia dianugerahi anak 20 orang putra putri, yaitu 10 dari pihak isterinya Siti Rahmah, di antaranya: Khaidir, Saida, Hajjah, Hafsah, syafi’i, Sisa dari pembakaran Bakar, Aisyah dan tiga orang lagi tidak dikenal karena sudah lama berpulang, serta 10 anak dari pihak istrinya Siti Nuar’aini, di selangnya Wahid, Syawijah, Amin, Nurdiyah, Syamsudin, Rusyd, Muhammad Saad, Nurjani, dan dua orang anak laki-laki tidak dikenal, karena meningal sejak kecil.

Pustaka

  • Abdul Munaf Al-Amin, Imam Maulana,

tt. Muballigh Al-Islam. Padang: PP Batangkabung. Makalah ringkasan hasil penelitian Yulizal Yunus, tahun 1982. Dipersiapkan untuk ensiklopedia Islam di Indonesia, Bappenas, tahun 2003. Pernah dimuat dalam buku himpunan ulama Sumatera Barat buku-2 tahun 2002. Pernah pula di presentasikan di berbagai forum Ilmiah. Hasil penelitiannya sudah pernah diterbitkan dalam bangun buku tahun 2000.

1981 Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Sumatera Barat. Padang: Islamic Centre Sumatera Barat Mestika Zed, Dr., 2002 Riwayat Hidup dan Perjuangan Ulama Sumatera Barat. Padang: Islamic Centre Sumatera Barat.

1973 Pergolakan Agama di Sumatera Barat, Suatu Sumbangan Bibliografi. Jakarta: Bhratara. Van Ronkel, Dr, Ph.S., 1916 Raport Betreffendle de Godsdienstige Verschijuselenter Sumatra’s Weskust. Batavia: Lands Drukkerij

1999 Sastra Islam, Kajian Syair Apologetik Pembela Tarekat Naqsyabandi Syeikh Bayang. Padang: IAIN-IB Press. ___________, 2000 Pulau Cingkuk Saksi Perjuangan Anak Pesisir. Padang: IAIN-IB Press. ___________, 2003 Islam Masuk dan Mengembang di Pantai Barat Sumatera, Fenomena Gerbang Selatan Sumatera Barat (makalah). Padang: Pusat Pengkajian Sejarah dan Nilai Tradisional. ____________, 2003 Kesultanan Indrapura dan Mandeh Rubiyah di Lunang, Spirit Sejarah dari Kerajaan Bahari hingga Semangat Malayu Dunia. Padang: Pemkab. Pesisir Selatan – IAIN IB Press.

Pranala Luar


edunitas.com


Page 7

Tags (tagged): muhammad husni thamrin, al banjari, unkris, thamrin al banjari, lahir hamparaya, 14, agustus 1943, diembeli, al azhari, karena, berstudy mesir universitas, kitab kitab, hadis, lebih khusus periwayatan, hadis hadis, desa, kelahirannya hamparaya hss, meninggalkan seorang, center, of studies kelahiran, 14 agustus, kelahiran, 1943 tanggal kematian, 4 muhammad, husni, muhammad husni, thamrin, muhammad, husni thamrin, al, banjari, thamrin al, program kuliah pegawai, kelas weekend, husni thamrin al, of studies, kelas, eksekutif, indonesian, encyclopedia


Page 8

Tags (tagged): muhammad husni thamrin, al banjari, unkris, meninggal 4 januari, 2014 martapura, kalimantan, selatan, daarul ulum, ad diniyah, makkah, tahun 1370 h, sampai tamat, pengajiannya, misfalah pembacaan kitab, kitab hadis, desa, kelahirannya hamparaya hss, meninggalkan seorang, center, of studies 1943, tanggal kematian, 4, januari kematian 2014, tokoh islam, muhammad, husni thamrin al, banjari, husni, thamrin al banjari, muhammad husni, thamrin, husni thamrin, al, program kuliah, pegawai, kelas, weekend, center of studies, kelas eksekutif, indonesian, encyclopedia


Page 9

Muhammad Ibnu Abbad (1332-1390) adalah seorang tokoh sufi Tarekat Syadziliyah terkemuka lahir Spanyol pada seratus tahun ke-14. Beliau lahir pada tahun 1332 di Ronda, suatu kota di puncak bukit di Spanyol, yang waktu itu telah tersedia di bawah kekuasaan Dinasti Mariniyah.

Perjalanan hidup

Pada ketika berusia tujuh, Ibnu Abbad sudah dapat menghafah al-Qur’an dan mulai mempelajari fiqih Madzhab Maliki. Pada tahun 1347, beliau terpaksa hijrah ke Fez, Maroko, dampak tekanan dan penaklukan kembali orang-orang Kristen yang sukses mengalahkan Sultan Mariniyah pada tahun 1340.

Di Fez, Ibnu Abbad kembali berupaya bisa fiqih Maliki dan teologi. Mentor termasyhur Ibnu Abbad di anggota fiqih adalah asy-Syarif at-Talimsani, seorang pemimpin kebangkitan kembali Malikisme. Sementara itu di anggota teologi, beliau berupaya bisa teologi Asy’ariyah untuk al-Abili, dengan kajian kitab Al-Irsyad, karya al-Juwaini (w. 1086), salah seorang guru al-Ghazali. Di samping kedua pokok kajian tersebut, beliau juga mempelajari himpunan hadits Nabi Shahih Muslim, karya Muslim al-Muwaththa’ dan karya Malik bin Anas.

Berupaya bisa ilmu tasawuf

Situasi kota Fez yang sangat acak-acakan dampak perebutan kekuasaan sesudah meninggalnya Sultan Sisa dari pembakaran Inan pada tahun 1358, memaksa Ibnu Abbad sbg kembali meninggalkan kota ini menuju ke barat (Sale), suatu kota di tepi laut Atlantik. Di sana beliau berguru untuk Ibnu Asyir, seorang wali yang dikenal sbg tokoh poros kebangkitan tasawuf di luar tarekat. Beliau yang belakang sekali menjadi murid kesayangan dari Ibnu Asyir. Di bawah bimbingan Ibnu Asyir, Ibnu Abbad banyak mengetahui dan membaca tasawuf dari berbagai cabang tarekat serta gayanya, sampai pada akhir-akhirnya beliau memutuskan menjadi anggota Tarekat Syadziliyah.

Sesudah Ibnu Asyir meninggal, Ibnu Abbad meninggalkan Sale menuju Tangiries. Di sana beliau berguru untuk seorang sufi yang tak begitu dikenal, Sisa dari pembakaran Marwan Abul Malik. Sesudah tinggal sbg beberapa waktu, beliau kembali ke Fez, dan di sana beliau bergaul dan berteman dengan Yahya as-Sarraj dan Sisa dari pembakaran Rabi Sulaiman al-Anfasi. Atas permintaan kedua sahabatnya ini beliau menulis At-Tanbih yang diselesaikannya sela 1370-1372. Sesudah itu Ibnu Abbad kembali ke Sale dan tinggal di sana sampai sekitar tahun 1375. Kemudian, karena reputasi dan integritas pribadinya, serta kemasyhuran Tanbih-nya, Sultan Sisa dari pembakaran al-Abbas Ahmad lalu mengangkatnya sbg imam dan khatib Masjid Qayrawiyin di Fez, institusi agama dan ilmu tertua yang sangat bergengsi di Afrika Utara.

Sbg khatib, Ibnu Abbad dalam menyampaikan khutbah-khutbahnya semakin memilih dan menyukai gaya didaktis (pengajaran) ketimbang petunjuk atau peringatan. Beliau dengan setia menunaikan tugas-tugasnya, meyakinkan jamaah dengan aktivitasnya yang halus dan membimbing mereka menuju untuk – yang dinamakannya -- pusat kehidupan manusia, yakni ketulusan, kepastian, dan rasa syukur. Beliau juga suka menggugah langsung hati nurani jamaah, lewat materi-materi dakwahnya yang selaras dengan kehidupan sehari-hari.

Kemunduran Dinasti Mariniyah dan masa belakang hayat

Selama seperempat terakhir seratus tahun ke-14, Dinasti Mariniyah merasakan kemunduran. Sehingga kota Fez waktu itu merasakan kesukaran politik dan bahkan krisis spiritual. Ibnu Abbad sendiri tinggal di suatu rumah kecil di tidak jauh masjid. Bila beliau pergi ke masjid, sebanyak anak kecil selalu mengikutinya. Beliau memang cukup punya perhatian terhadap anak-anak di mana beliau tinggal, termasuk orang-orang di sekitarnya.

Menjelang belakang hayatnya, beliau menulis sbg sahabatnya, Sisa dari pembakaran al- Abbas al-Marakusyi, bahwa dirinya merasa jauh dengan Fez dan sudah lelah dengan kewajiban-kewajibannya. Beliau seakan pasrah sbg menyongsong datangnya hari kematian. Beberapa sumber mengatakan, Ibnu Abbad tetap membujang sampai belakang hayatnya. Kalaupun menikah, itu diterapkannya sekadar mengikuti sunnah Nabi. Sampai belakang hayatnya, Ibnu Abbad juga belum sempat menunaikan ibadah haji. Ibnu Abbad wafat pada tanggal 17 Juni 1390 dan dimakamkan di depan sultan serta warga Fez.

Ajaran-ajaran Spiritual Ibnu Abbad

Rasa syukur untuk Tuhan

Seluruh pemikiran Ibnu Abbad terpusat pada penyucian jiwa manusia guna menunaikan kewajiban-kewajibannya untuk Tuhan dengan penuh ketulusan. Karena hanya satu dzat yang kepada-Nya manusia bersandar; hanya telah tersedia satu dzat yang bertangungjawab atas segala ciptaan, dan itulah Tuhan, Pencipta, Pemberi Rezeki, dan Hakim. Wajar bila yang belakang sekali Ibnu Abbad memberikan tempat terhormat di dalam sistemnya untuk perjuangan tiada henti melawan nafsu. Karena menurutnya, nafsu adalah tirai atau penghalang sangat agung sela seorang hamba dengan Tuhannya. Tiada kedatangan untuk Tuhan kecuali oleh Tuhan, sebagaimana juga tiada batas sela pengabdi dan Tuhannya kecuali nafsu-nya. Seseorang tak menentang nafsu dengan nafsu tapi melawannya dengan nama Tuhan.

Oleh karenanya, Ibnu Abbad mengajarkan bahwa seorang salik mesti berkeyakinan dan keyakinan penuh untuk kearifan Tuhan.

Keyakinan ini mesti terpateri kuat di dalam jiwa dan menjadi keyakinan yang tak tergoyahkan. Ibnu Abbad melihat bahwa keyakinan penuh untuk kearifan Tuhan adalah hal tertinggi yang bisa diharapkan oleh seorang salik, dan orang yang sudah sampainya tak memerlukan lagi pengungkapan-pengungkapan misteri-misteri ghaib. Keyakinan ini semakin lanjut akan melahirkan sikap sbg selalu husnudhan (prasangka baik) terhadap Tuhan.

Berikutnya prasangka berpegang pada kebenaran ini akan memanifestasikan dirinya dalam pemikiran dan perilaku yang semakin khas dan jelas, yaitu rasa syukur, suatu maqam spiritual yang menampung seluruh maqam lainnya. Syukur inilah yang menjadi inti pengajaran spiritual Ibnu Abbad. Seseorang hamba yang meyakini penuh bahwa apapun yang datang dari Tuhan adalah berpegang pada kebenaran, dia haruslah menerimanya dengan rasa syukur.

Mengenai aktivitas mengucap syukur, Ibnu Abbad, sebagaimana tradisi para sufi, mengajarkan bahwa pertama-tama manusia haruslah mengucap syukur untuk Tuhan dengan lidahnya, yaitu melantunkan puji-pujian sbg Allah dan memaklumkan kemurahan-Nya. Yang belakang sekali dengan hatinya, sehingga seluruh jati dirinya berubah menjadi suatu syukur yang mendalam dan tiap ketika dalam hidupnya terdiri dari syukur untuk Allah yang tercermin dari amal saleh, seluruh aktivitas dan tindakan kita haruslah berupa kelicikan tentang kemurahan hati Tuhan untuk kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita untuk Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam terhadap-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi syukur untuk kita.”

Waspada terhadap kemarahan Tuhan

Ibnu Abbad juga mengajarkan agar seorang salik senantiasa waspada terhadap makr (kemarahan) Tuhan, utamanya dalam hal pemberian karunia-Nya. Hal ini secara sepintas nampak kontradiksi dengan petunjuknya tentang keyakinan penuh akan kearifan Tuhan. Namun, maksud Ibnu Abbad, dalam hal ini adalah agar seorang hamba tak sampai terlena, terkelabui, dampak limpahan anugerah yang diterimanya, sehingga sampai melalaikan sang pemberi anugerah tersebut walaupun hanya sedetik. Kecemasan Ibnu Abbad sendiri yang senantiasa siaga terhadap makr Tuhan membayang jelas di dalam pengabdiannya: “Bila Tuhan memberimu sesuatu yang berpegang pada kebenaran Dia mungkin mau menghukummu. Oleh karenanya seseorang mesti senantiasa waspada dan tak mengalpakan kepatuhan dan salat sedetik pun”.

Implikasi lanjut dari sikap waspada ini membuat Ibnu Abbad semakin memilih dan memandang berpegang pada kebenaran kondisi qabdh, kesempitan atau kondisi sedih dan murung ketimbang basth, kelapangan. Dalam kondisi sedih dan murung (qabdh), manusia merasa bahwa tak telah tersedia sesuatu pun kecuali Tuhan tempat menaruh keyakinan, sementara dalam kondisi bahagia (basth) dia gampang sekali lepas sama sekali dari daya upaya bahwa kebahagiaannya bukanlah hasil kerja manusia malainkan semata-mata karena kegunaan Tuhan. Ibnu Abbad mengatakan bahwa terhadap orang yang menjalani qabdh, Tuhan akan mengungkapkan kemurahan hati-Nya secara semakin berpegang pada kebenaran dibandingkan bila seseorang mempersembahkan hadiah-hadiah yang bersifat nyata ataupun pelipur rohani.

Ibnu Abbad membandingkan qabdh dengan malam tempat hal-hal agung akan lahir. Qabdh dalam pandangannya, semakin tinggi dari basth karena di dalam qabdh manusia sama sekali pasif, menanggalkan kemauannya sendiri, dan berperan hanya sejauh yang Tuhan kehendaki. Dalam kondisi demikian, beliau bisa merasakan ketergantungan sepenuhnya untuk Tuhan, ketiadaannya, dan hal ini lagi-lagi akan mengantarnya untuk sikap tertinggi yang dapat dicapai seseorang, yaitu syukur yang tiada putus-putusnya.

Pranala luar

  • (Indonesia) Muhammad Ibnu Abbad : Sufi Pensyarah Al-Hikam

edunitas.com


Page 10

Muhammad Ibnu Abbad (1332-1390) adalah seorang tokoh sufi Tarekat Syadziliyah terkemuka lahir Spanyol pada seratus tahun ke-14. Beliau lahir pada tahun 1332 di Ronda, suatu kota di puncak bukit di Spanyol, yang waktu itu telah tersedia di bawah kekuasaan Dinasti Mariniyah.

Perjalanan hidup

Pada ketika berusia tujuh, Ibnu Abbad sudah dapat menghafah al-Qur’an dan mulai mempelajari fiqih Madzhab Maliki. Pada tahun 1347, beliau terpaksa hijrah ke Fez, Maroko, dampak tekanan dan penaklukan kembali orang-orang Kristen yang sukses mengalahkan Sultan Mariniyah pada tahun 1340.

Di Fez, Ibnu Abbad kembali berupaya bisa fiqih Maliki dan teologi. Mentor termasyhur Ibnu Abbad di anggota fiqih adalah asy-Syarif at-Talimsani, seorang pemimpin kebangkitan kembali Malikisme. Sementara itu di anggota teologi, beliau berupaya bisa teologi Asy’ariyah untuk al-Abili, dengan kajian kitab Al-Irsyad, karya al-Juwaini (w. 1086), salah seorang guru al-Ghazali. Di samping kedua pokok kajian tersebut, beliau juga mempelajari himpunan hadits Nabi Shahih Muslim, karya Muslim al-Muwaththa’ dan karya Malik bin Anas.

Berupaya bisa ilmu tasawuf

Situasi kota Fez yang sangat acak-acakan dampak perebutan kekuasaan sesudah meninggalnya Sultan Sisa dari pembakaran Inan pada tahun 1358, memaksa Ibnu Abbad sbg kembali meninggalkan kota ini menuju ke barat (Sale), suatu kota di tepi laut Atlantik. Di sana beliau berguru untuk Ibnu Asyir, seorang wali yang dikenal sbg tokoh poros kebangkitan tasawuf di luar tarekat. Beliau yang belakang sekali menjadi murid kesayangan dari Ibnu Asyir. Di bawah bimbingan Ibnu Asyir, Ibnu Abbad banyak mengetahui dan membaca tasawuf dari berbagai cabang tarekat serta gayanya, sampai pada akhir-akhirnya beliau memutuskan menjadi anggota Tarekat Syadziliyah.

Sesudah Ibnu Asyir meninggal, Ibnu Abbad meninggalkan Sale menuju Tangiries. Di sana beliau berguru untuk seorang sufi yang tak begitu dikenal, Sisa dari pembakaran Marwan Abul Malik. Sesudah tinggal sbg beberapa waktu, beliau kembali ke Fez, dan di sana beliau bergaul dan berteman dengan Yahya as-Sarraj dan Sisa dari pembakaran Rabi Sulaiman al-Anfasi. Atas permintaan kedua sahabatnya ini beliau menulis At-Tanbih yang diselesaikannya sela 1370-1372. Sesudah itu Ibnu Abbad kembali ke Sale dan tinggal di sana sampai sekitar tahun 1375. Kemudian, karena reputasi dan integritas pribadinya, serta kemasyhuran Tanbih-nya, Sultan Sisa dari pembakaran al-Abbas Ahmad lalu mengangkatnya sbg imam dan khatib Masjid Qayrawiyin di Fez, institusi agama dan ilmu tertua yang sangat bergengsi di Afrika Utara.

Sbg khatib, Ibnu Abbad dalam menyampaikan khutbah-khutbahnya semakin memilih dan menyukai gaya didaktis (pengajaran) ketimbang petunjuk atau peringatan. Beliau dengan setia menunaikan tugas-tugasnya, meyakinkan jamaah dengan aktivitasnya yang halus dan membimbing mereka menuju untuk – yang dinamakannya -- pusat kehidupan manusia, yakni ketulusan, kepastian, dan rasa syukur. Beliau juga suka menggugah langsung hati nurani jamaah, lewat materi-materi dakwahnya yang selaras dengan kehidupan sehari-hari.

Kemunduran Dinasti Mariniyah dan masa belakang hayat

Selama seperempat terakhir seratus tahun ke-14, Dinasti Mariniyah merasakan kemunduran. Sehingga kota Fez waktu itu merasakan kesukaran politik dan bahkan krisis spiritual. Ibnu Abbad sendiri tinggal di suatu rumah kecil di tidak jauh masjid. Bila beliau pergi ke masjid, sebanyak anak kecil selalu mengikutinya. Beliau memang cukup punya perhatian terhadap anak-anak di mana beliau tinggal, termasuk orang-orang di sekitarnya.

Menjelang belakang hayatnya, beliau menulis sbg sahabatnya, Sisa dari pembakaran al- Abbas al-Marakusyi, bahwa dirinya merasa jauh dengan Fez dan sudah lelah dengan kewajiban-kewajibannya. Beliau seakan pasrah sbg menyongsong datangnya hari kematian. Beberapa sumber mengatakan, Ibnu Abbad tetap membujang sampai belakang hayatnya. Kalaupun menikah, itu diterapkannya sekadar mengikuti sunnah Nabi. Sampai belakang hayatnya, Ibnu Abbad juga belum sempat menunaikan ibadah haji. Ibnu Abbad wafat pada tanggal 17 Juni 1390 dan dimakamkan di depan sultan serta warga Fez.

Ajaran-ajaran Spiritual Ibnu Abbad

Rasa syukur untuk Tuhan

Seluruh pemikiran Ibnu Abbad terpusat pada penyucian jiwa manusia guna menunaikan kewajiban-kewajibannya untuk Tuhan dengan penuh ketulusan. Karena hanya satu dzat yang kepada-Nya manusia bersandar; hanya telah tersedia satu dzat yang bertangungjawab atas segala ciptaan, dan itulah Tuhan, Pencipta, Pemberi Rezeki, dan Hakim. Wajar bila yang belakang sekali Ibnu Abbad memberikan tempat terhormat di dalam sistemnya untuk perjuangan tiada henti melawan nafsu. Karena menurutnya, nafsu adalah tirai atau penghalang sangat agung sela seorang hamba dengan Tuhannya. Tiada kedatangan untuk Tuhan kecuali oleh Tuhan, sebagaimana juga tiada batas sela pengabdi dan Tuhannya kecuali nafsu-nya. Seseorang tak menentang nafsu dengan nafsu tapi melawannya dengan nama Tuhan.

Oleh karenanya, Ibnu Abbad mengajarkan bahwa seorang salik mesti berkeyakinan dan keyakinan penuh untuk kearifan Tuhan.

Keyakinan ini mesti terpateri kuat di dalam jiwa dan menjadi keyakinan yang tak tergoyahkan. Ibnu Abbad melihat bahwa keyakinan penuh untuk kearifan Tuhan adalah hal tertinggi yang bisa diharapkan oleh seorang salik, dan orang yang sudah sampainya tak memerlukan lagi pengungkapan-pengungkapan misteri-misteri ghaib. Keyakinan ini semakin lanjut akan melahirkan sikap sbg selalu husnudhan (prasangka baik) terhadap Tuhan.

Berikutnya prasangka berpegang pada kebenaran ini akan memanifestasikan dirinya dalam pemikiran dan perilaku yang semakin khas dan jelas, yaitu rasa syukur, suatu maqam spiritual yang menampung seluruh maqam lainnya. Syukur inilah yang menjadi inti pengajaran spiritual Ibnu Abbad. Seseorang hamba yang meyakini penuh bahwa apapun yang datang dari Tuhan adalah berpegang pada kebenaran, dia haruslah menerimanya dengan rasa syukur.

Mengenai aktivitas mengucap syukur, Ibnu Abbad, sebagaimana tradisi para sufi, mengajarkan bahwa pertama-tama manusia haruslah mengucap syukur untuk Tuhan dengan lidahnya, yaitu melantunkan puji-pujian sbg Allah dan memaklumkan kemurahan-Nya. Yang belakang sekali dengan hatinya, sehingga seluruh jati dirinya berubah menjadi suatu syukur yang mendalam dan tiap ketika dalam hidupnya terdiri dari syukur untuk Allah yang tercermin dari amal saleh, seluruh aktivitas dan tindakan kita haruslah berupa kelicikan tentang kemurahan hati Tuhan untuk kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita untuk Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam terhadap-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi syukur untuk kita.”

Waspada terhadap kemarahan Tuhan

Ibnu Abbad juga mengajarkan agar seorang salik senantiasa waspada terhadap makr (kemarahan) Tuhan, utamanya dalam hal pemberian karunia-Nya. Hal ini secara sepintas nampak kontradiksi dengan petunjuknya tentang keyakinan penuh akan kearifan Tuhan. Namun, maksud Ibnu Abbad, dalam hal ini adalah agar seorang hamba tak sampai terlena, terkelabui, dampak limpahan anugerah yang diterimanya, sehingga sampai melalaikan sang pemberi anugerah tersebut walaupun hanya sedetik. Kecemasan Ibnu Abbad sendiri yang senantiasa siaga terhadap makr Tuhan membayang jelas di dalam pengabdiannya: “Bila Tuhan memberimu sesuatu yang berpegang pada kebenaran Dia mungkin mau menghukummu. Oleh karenanya seseorang mesti senantiasa waspada dan tak mengalpakan kepatuhan dan salat sedetik pun”.

Implikasi lanjut dari sikap waspada ini membuat Ibnu Abbad semakin memilih dan memandang berpegang pada kebenaran kondisi qabdh, kesempitan atau kondisi sedih dan murung ketimbang basth, kelapangan. Dalam kondisi sedih dan murung (qabdh), manusia merasa bahwa tak telah tersedia sesuatu pun kecuali Tuhan tempat menaruh keyakinan, sementara dalam kondisi bahagia (basth) dia gampang sekali lepas sama sekali dari daya upaya bahwa kebahagiaannya bukanlah hasil kerja manusia malainkan semata-mata karena kegunaan Tuhan. Ibnu Abbad mengatakan bahwa terhadap orang yang menjalani qabdh, Tuhan akan mengungkapkan kemurahan hati-Nya secara semakin berpegang pada kebenaran dibandingkan bila seseorang mempersembahkan hadiah-hadiah yang bersifat nyata ataupun pelipur rohani.

Ibnu Abbad membandingkan qabdh dengan malam tempat hal-hal agung akan lahir. Qabdh dalam pandangannya, semakin tinggi dari basth karena di dalam qabdh manusia sama sekali pasif, menanggalkan kemauannya sendiri, dan berperan hanya sejauh yang Tuhan kehendaki. Dalam kondisi demikian, beliau bisa merasakan ketergantungan sepenuhnya untuk Tuhan, ketiadaannya, dan hal ini lagi-lagi akan mengantarnya untuk sikap tertinggi yang dapat dicapai seseorang, yaitu syukur yang tiada putus-putusnya.

Pranala luar

  • (Indonesia) Muhammad Ibnu Abbad : Sufi Pensyarah Al-Hikam

edunitas.com


Page 11

Muhammad Ibnu Abbad (1332-1390) adalah seorang tokoh sufi Tarekat Syadziliyah terkemuka lahir Spanyol pada seratus tahun ke-14. Beliau lahir pada tahun 1332 di Ronda, suatu kota di puncak bukit di Spanyol, yang waktu itu telah tersedia di bawah kekuasaan Dinasti Mariniyah.

Perjalanan hidup

Pada ketika berusia tujuh, Ibnu Abbad sudah dapat menghafah al-Qur’an dan mulai mempelajari fiqih Madzhab Maliki. Pada tahun 1347, beliau terpaksa hijrah ke Fez, Maroko, dampak tekanan dan penaklukan kembali orang-orang Kristen yang sukses mengalahkan Sultan Mariniyah pada tahun 1340.

Di Fez, Ibnu Abbad kembali berupaya bisa fiqih Maliki dan teologi. Mentor termasyhur Ibnu Abbad di anggota fiqih adalah asy-Syarif at-Talimsani, seorang pemimpin kebangkitan kembali Malikisme. Sementara itu di anggota teologi, beliau berupaya bisa teologi Asy’ariyah untuk al-Abili, dengan kajian kitab Al-Irsyad, karya al-Juwaini (w. 1086), salah seorang guru al-Ghazali. Di samping kedua pokok kajian tersebut, beliau juga mempelajari himpunan hadits Nabi Shahih Muslim, karya Muslim al-Muwaththa’ dan karya Malik bin Anas.

Berupaya bisa ilmu tasawuf

Situasi kota Fez yang sangat acak-acakan dampak perebutan kekuasaan sesudah meninggalnya Sultan Sisa dari pembakaran Inan pada tahun 1358, memaksa Ibnu Abbad sbg kembali meninggalkan kota ini menuju ke barat (Sale), suatu kota di tepi laut Atlantik. Di sana beliau berguru untuk Ibnu Asyir, seorang wali yang dikenal sbg tokoh poros kebangkitan tasawuf di luar tarekat. Beliau yang belakang sekali menjadi murid kesayangan dari Ibnu Asyir. Di bawah bimbingan Ibnu Asyir, Ibnu Abbad banyak mengetahui dan membaca tasawuf dari berbagai cabang tarekat serta gayanya, sampai pada akhir-akhirnya beliau memutuskan menjadi anggota Tarekat Syadziliyah.

Sesudah Ibnu Asyir meninggal, Ibnu Abbad meninggalkan Sale menuju Tangiries. Di sana beliau berguru untuk seorang sufi yang tak begitu dikenal, Sisa dari pembakaran Marwan Abul Malik. Sesudah tinggal sbg beberapa waktu, beliau kembali ke Fez, dan di sana beliau bergaul dan berteman dengan Yahya as-Sarraj dan Sisa dari pembakaran Rabi Sulaiman al-Anfasi. Atas permintaan kedua sahabatnya ini beliau menulis At-Tanbih yang diselesaikannya sela 1370-1372. Sesudah itu Ibnu Abbad kembali ke Sale dan tinggal di sana sampai sekitar tahun 1375. Kemudian, karena reputasi dan integritas pribadinya, serta kemasyhuran Tanbih-nya, Sultan Sisa dari pembakaran al-Abbas Ahmad lalu mengangkatnya sbg imam dan khatib Masjid Qayrawiyin di Fez, institusi agama dan ilmu tertua yang sangat bergengsi di Afrika Utara.

Sbg khatib, Ibnu Abbad dalam menyampaikan khutbah-khutbahnya semakin memilih dan menyukai gaya didaktis (pengajaran) ketimbang petunjuk atau peringatan. Beliau dengan setia menunaikan tugas-tugasnya, meyakinkan jamaah dengan aktivitasnya yang halus dan membimbing mereka menuju untuk – yang dinamakannya -- pusat kehidupan manusia, yakni ketulusan, kepastian, dan rasa syukur. Beliau juga suka menggugah langsung hati nurani jamaah, lewat materi-materi dakwahnya yang selaras dengan kehidupan sehari-hari.

Kemunduran Dinasti Mariniyah dan masa belakang hayat

Selama seperempat terakhir seratus tahun ke-14, Dinasti Mariniyah merasakan kemunduran. Sehingga kota Fez waktu itu merasakan kesukaran politik dan bahkan krisis spiritual. Ibnu Abbad sendiri tinggal di suatu rumah kecil di tidak jauh masjid. Bila beliau pergi ke masjid, sebanyak anak kecil selalu mengikutinya. Beliau memang cukup punya perhatian terhadap anak-anak di mana beliau tinggal, termasuk orang-orang di sekitarnya.

Menjelang belakang hayatnya, beliau menulis sbg sahabatnya, Sisa dari pembakaran al- Abbas al-Marakusyi, bahwa dirinya merasa jauh dengan Fez dan sudah lelah dengan kewajiban-kewajibannya. Beliau seakan pasrah sbg menyongsong datangnya hari kematian. Beberapa sumber mengatakan, Ibnu Abbad tetap membujang sampai belakang hayatnya. Kalaupun menikah, itu diterapkannya sekadar mengikuti sunnah Nabi. Sampai belakang hayatnya, Ibnu Abbad juga belum sempat menunaikan ibadah haji. Ibnu Abbad wafat pada tanggal 17 Juni 1390 dan dimakamkan di depan sultan serta warga Fez.

Ajaran-ajaran Spiritual Ibnu Abbad

Rasa syukur untuk Tuhan

Seluruh pemikiran Ibnu Abbad terpusat pada penyucian jiwa manusia guna menunaikan kewajiban-kewajibannya untuk Tuhan dengan penuh ketulusan. Karena hanya satu dzat yang kepada-Nya manusia bersandar; hanya telah tersedia satu dzat yang bertangungjawab atas segala ciptaan, dan itulah Tuhan, Pencipta, Pemberi Rezeki, dan Hakim. Wajar bila yang belakang sekali Ibnu Abbad memberikan tempat terhormat di dalam sistemnya untuk perjuangan tiada henti melawan nafsu. Karena menurutnya, nafsu adalah tirai atau penghalang sangat agung sela seorang hamba dengan Tuhannya. Tiada kedatangan untuk Tuhan kecuali oleh Tuhan, sebagaimana juga tiada batas sela pengabdi dan Tuhannya kecuali nafsu-nya. Seseorang tak menentang nafsu dengan nafsu tapi melawannya dengan nama Tuhan.

Oleh karenanya, Ibnu Abbad mengajarkan bahwa seorang salik mesti berkeyakinan dan keyakinan penuh untuk kearifan Tuhan.

Keyakinan ini mesti terpateri kuat di dalam jiwa dan menjadi keyakinan yang tak tergoyahkan. Ibnu Abbad melihat bahwa keyakinan penuh untuk kearifan Tuhan adalah hal tertinggi yang bisa diharapkan oleh seorang salik, dan orang yang sudah sampainya tak memerlukan lagi pengungkapan-pengungkapan misteri-misteri ghaib. Keyakinan ini semakin lanjut akan melahirkan sikap sbg selalu husnudhan (prasangka baik) terhadap Tuhan.

Berikutnya prasangka berpegang pada kebenaran ini akan memanifestasikan dirinya dalam pemikiran dan perilaku yang semakin khas dan jelas, yaitu rasa syukur, suatu maqam spiritual yang menampung seluruh maqam lainnya. Syukur inilah yang menjadi inti pengajaran spiritual Ibnu Abbad. Seseorang hamba yang meyakini penuh bahwa apapun yang datang dari Tuhan adalah berpegang pada kebenaran, dia haruslah menerimanya dengan rasa syukur.

Mengenai aktivitas mengucap syukur, Ibnu Abbad, sebagaimana tradisi para sufi, mengajarkan bahwa pertama-tama manusia haruslah mengucap syukur untuk Tuhan dengan lidahnya, yaitu melantunkan puji-pujian sbg Allah dan memaklumkan kemurahan-Nya. Yang belakang sekali dengan hatinya, sehingga seluruh jati dirinya berubah menjadi suatu syukur yang mendalam dan tiap ketika dalam hidupnya terdiri dari syukur untuk Allah yang tercermin dari amal saleh, seluruh aktivitas dan tindakan kita haruslah berupa kelicikan tentang kemurahan hati Tuhan untuk kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita untuk Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam terhadap-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi syukur untuk kita.”

Waspada terhadap kemarahan Tuhan

Ibnu Abbad juga mengajarkan agar seorang salik senantiasa waspada terhadap makr (kemarahan) Tuhan, utamanya dalam hal pemberian karunia-Nya. Hal ini secara sepintas nampak kontradiksi dengan petunjuknya tentang keyakinan penuh akan kearifan Tuhan. Namun, maksud Ibnu Abbad, dalam hal ini adalah agar seorang hamba tak sampai terlena, terkelabui, dampak limpahan anugerah yang diterimanya, sehingga sampai melalaikan sang pemberi anugerah tersebut walaupun hanya sedetik. Kecemasan Ibnu Abbad sendiri yang senantiasa siaga terhadap makr Tuhan membayang jelas di dalam pengabdiannya: “Bila Tuhan memberimu sesuatu yang berpegang pada kebenaran Dia mungkin mau menghukummu. Oleh karenanya seseorang mesti senantiasa waspada dan tak mengalpakan kepatuhan dan salat sedetik pun”.

Implikasi lanjut dari sikap waspada ini membuat Ibnu Abbad semakin memilih dan memandang berpegang pada kebenaran kondisi qabdh, kesempitan atau kondisi sedih dan murung ketimbang basth, kelapangan. Dalam kondisi sedih dan murung (qabdh), manusia merasa bahwa tak telah tersedia sesuatu pun kecuali Tuhan tempat menaruh keyakinan, sementara dalam kondisi bahagia (basth) dia gampang sekali lepas sama sekali dari daya upaya bahwa kebahagiaannya bukanlah hasil kerja manusia malainkan semata-mata karena kegunaan Tuhan. Ibnu Abbad mengatakan bahwa terhadap orang yang menjalani qabdh, Tuhan akan mengungkapkan kemurahan hati-Nya secara semakin berpegang pada kebenaran dibandingkan bila seseorang mempersembahkan hadiah-hadiah yang bersifat nyata ataupun pelipur rohani.

Ibnu Abbad membandingkan qabdh dengan malam tempat hal-hal agung akan lahir. Qabdh dalam pandangannya, semakin tinggi dari basth karena di dalam qabdh manusia sama sekali pasif, menanggalkan kemauannya sendiri, dan berperan hanya sejauh yang Tuhan kehendaki. Dalam kondisi demikian, beliau bisa merasakan ketergantungan sepenuhnya untuk Tuhan, ketiadaannya, dan hal ini lagi-lagi akan mengantarnya untuk sikap tertinggi yang dapat dicapai seseorang, yaitu syukur yang tiada putus-putusnya.

Pranala luar

  • (Indonesia) Muhammad Ibnu Abbad : Sufi Pensyarah Al-Hikam

edunitas.com


Page 12

Muhammad Ibnu Abbad (1332-1390) adalah seorang tokoh sufi Tarekat Syadziliyah terkemuka lahir Spanyol pada seratus tahun ke-14. Beliau lahir pada tahun 1332 di Ronda, suatu kota di puncak bukit di Spanyol, yang waktu itu telah tersedia di bawah kekuasaan Dinasti Mariniyah.

Perjalanan hidup

Pada ketika berusia tujuh, Ibnu Abbad sudah dapat menghafah al-Qur’an dan mulai mempelajari fiqih Madzhab Maliki. Pada tahun 1347, beliau terpaksa hijrah ke Fez, Maroko, dampak tekanan dan penaklukan kembali orang-orang Kristen yang sukses mengalahkan Sultan Mariniyah pada tahun 1340.

Di Fez, Ibnu Abbad kembali berupaya bisa fiqih Maliki dan teologi. Mentor termasyhur Ibnu Abbad di anggota fiqih adalah asy-Syarif at-Talimsani, seorang pemimpin kebangkitan kembali Malikisme. Sementara itu di anggota teologi, beliau berupaya bisa teologi Asy’ariyah untuk al-Abili, dengan kajian kitab Al-Irsyad, karya al-Juwaini (w. 1086), salah seorang guru al-Ghazali. Di samping kedua pokok kajian tersebut, beliau juga mempelajari himpunan hadits Nabi Shahih Muslim, karya Muslim al-Muwaththa’ dan karya Malik bin Anas.

Berupaya bisa ilmu tasawuf

Situasi kota Fez yang sangat acak-acakan dampak perebutan kekuasaan sesudah meninggalnya Sultan Sisa dari pembakaran Inan pada tahun 1358, memaksa Ibnu Abbad sbg kembali meninggalkan kota ini menuju ke barat (Sale), suatu kota di tepi laut Atlantik. Di sana beliau berguru untuk Ibnu Asyir, seorang wali yang dikenal sbg tokoh poros kebangkitan tasawuf di luar tarekat. Beliau yang belakang sekali menjadi murid kesayangan dari Ibnu Asyir. Di bawah bimbingan Ibnu Asyir, Ibnu Abbad banyak mengetahui dan membaca tasawuf dari berbagai cabang tarekat serta gayanya, sampai pada akhir-akhirnya beliau memutuskan menjadi anggota Tarekat Syadziliyah.

Sesudah Ibnu Asyir meninggal, Ibnu Abbad meninggalkan Sale menuju Tangiries. Di sana beliau berguru untuk seorang sufi yang tak begitu dikenal, Sisa dari pembakaran Marwan Abul Malik. Sesudah tinggal sbg beberapa waktu, beliau kembali ke Fez, dan di sana beliau bergaul dan berteman dengan Yahya as-Sarraj dan Sisa dari pembakaran Rabi Sulaiman al-Anfasi. Atas permintaan kedua sahabatnya ini beliau menulis At-Tanbih yang diselesaikannya sela 1370-1372. Sesudah itu Ibnu Abbad kembali ke Sale dan tinggal di sana sampai sekitar tahun 1375. Kemudian, karena reputasi dan integritas pribadinya, serta kemasyhuran Tanbih-nya, Sultan Sisa dari pembakaran al-Abbas Ahmad lalu mengangkatnya sbg imam dan khatib Masjid Qayrawiyin di Fez, institusi agama dan ilmu tertua yang sangat bergengsi di Afrika Utara.

Sbg khatib, Ibnu Abbad dalam menyampaikan khutbah-khutbahnya semakin memilih dan menyukai gaya didaktis (pengajaran) ketimbang petunjuk atau peringatan. Beliau dengan setia menunaikan tugas-tugasnya, meyakinkan jamaah dengan aktivitasnya yang halus dan membimbing mereka menuju untuk – yang dinamakannya -- pusat kehidupan manusia, yakni ketulusan, kepastian, dan rasa syukur. Beliau juga suka menggugah langsung hati nurani jamaah, lewat materi-materi dakwahnya yang selaras dengan kehidupan sehari-hari.

Kemunduran Dinasti Mariniyah dan masa belakang hayat

Selama seperempat terakhir seratus tahun ke-14, Dinasti Mariniyah merasakan kemunduran. Sehingga kota Fez waktu itu merasakan kesukaran politik dan bahkan krisis spiritual. Ibnu Abbad sendiri tinggal di suatu rumah kecil di tidak jauh masjid. Bila beliau pergi ke masjid, sebanyak anak kecil selalu mengikutinya. Beliau memang cukup punya perhatian terhadap anak-anak di mana beliau tinggal, termasuk orang-orang di sekitarnya.

Menjelang belakang hayatnya, beliau menulis sbg sahabatnya, Sisa dari pembakaran al- Abbas al-Marakusyi, bahwa dirinya merasa jauh dengan Fez dan sudah lelah dengan kewajiban-kewajibannya. Beliau seakan pasrah sbg menyongsong datangnya hari kematian. Beberapa sumber mengatakan, Ibnu Abbad tetap membujang sampai belakang hayatnya. Kalaupun menikah, itu diterapkannya sekadar mengikuti sunnah Nabi. Sampai belakang hayatnya, Ibnu Abbad juga belum sempat menunaikan ibadah haji. Ibnu Abbad wafat pada tanggal 17 Juni 1390 dan dimakamkan di depan sultan serta warga Fez.

Ajaran-ajaran Spiritual Ibnu Abbad

Rasa syukur untuk Tuhan

Seluruh pemikiran Ibnu Abbad terpusat pada penyucian jiwa manusia guna menunaikan kewajiban-kewajibannya untuk Tuhan dengan penuh ketulusan. Karena hanya satu dzat yang kepada-Nya manusia bersandar; hanya telah tersedia satu dzat yang bertangungjawab atas segala ciptaan, dan itulah Tuhan, Pencipta, Pemberi Rezeki, dan Hakim. Wajar bila yang belakang sekali Ibnu Abbad memberikan tempat terhormat di dalam sistemnya untuk perjuangan tiada henti melawan nafsu. Karena menurutnya, nafsu adalah tirai atau penghalang sangat agung sela seorang hamba dengan Tuhannya. Tiada kedatangan untuk Tuhan kecuali oleh Tuhan, sebagaimana juga tiada batas sela pengabdi dan Tuhannya kecuali nafsu-nya. Seseorang tak menentang nafsu dengan nafsu tapi melawannya dengan nama Tuhan.

Oleh karenanya, Ibnu Abbad mengajarkan bahwa seorang salik mesti berkeyakinan dan keyakinan penuh untuk kearifan Tuhan.

Keyakinan ini mesti terpateri kuat di dalam jiwa dan menjadi keyakinan yang tak tergoyahkan. Ibnu Abbad melihat bahwa keyakinan penuh untuk kearifan Tuhan adalah hal tertinggi yang bisa diharapkan oleh seorang salik, dan orang yang sudah sampainya tak memerlukan lagi pengungkapan-pengungkapan misteri-misteri ghaib. Keyakinan ini semakin lanjut akan melahirkan sikap sbg selalu husnudhan (prasangka baik) terhadap Tuhan.

Berikutnya prasangka berpegang pada kebenaran ini akan memanifestasikan dirinya dalam pemikiran dan perilaku yang semakin khas dan jelas, yaitu rasa syukur, suatu maqam spiritual yang menampung seluruh maqam lainnya. Syukur inilah yang menjadi inti pengajaran spiritual Ibnu Abbad. Seseorang hamba yang meyakini penuh bahwa apapun yang datang dari Tuhan adalah berpegang pada kebenaran, dia haruslah menerimanya dengan rasa syukur.

Mengenai aktivitas mengucap syukur, Ibnu Abbad, sebagaimana tradisi para sufi, mengajarkan bahwa pertama-tama manusia haruslah mengucap syukur untuk Tuhan dengan lidahnya, yaitu melantunkan puji-pujian sbg Allah dan memaklumkan kemurahan-Nya. Yang belakang sekali dengan hatinya, sehingga seluruh jati dirinya berubah menjadi suatu syukur yang mendalam dan tiap ketika dalam hidupnya terdiri dari syukur untuk Allah yang tercermin dari amal saleh, seluruh aktivitas dan tindakan kita haruslah berupa kelicikan tentang kemurahan hati Tuhan untuk kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita untuk Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam terhadap-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi syukur untuk kita.”

Waspada terhadap kemarahan Tuhan

Ibnu Abbad juga mengajarkan agar seorang salik senantiasa waspada terhadap makr (kemarahan) Tuhan, utamanya dalam hal pemberian karunia-Nya. Hal ini secara sepintas nampak kontradiksi dengan petunjuknya tentang keyakinan penuh akan kearifan Tuhan. Namun, maksud Ibnu Abbad, dalam hal ini adalah agar seorang hamba tak sampai terlena, terkelabui, dampak limpahan anugerah yang diterimanya, sehingga sampai melalaikan sang pemberi anugerah tersebut walaupun hanya sedetik. Kecemasan Ibnu Abbad sendiri yang senantiasa siaga terhadap makr Tuhan membayang jelas di dalam pengabdiannya: “Bila Tuhan memberimu sesuatu yang berpegang pada kebenaran Dia mungkin mau menghukummu. Oleh karenanya seseorang mesti senantiasa waspada dan tak mengalpakan kepatuhan dan salat sedetik pun”.

Implikasi lanjut dari sikap waspada ini membuat Ibnu Abbad semakin memilih dan memandang berpegang pada kebenaran kondisi qabdh, kesempitan atau kondisi sedih dan murung ketimbang basth, kelapangan. Dalam kondisi sedih dan murung (qabdh), manusia merasa bahwa tak telah tersedia sesuatu pun kecuali Tuhan tempat menaruh keyakinan, sementara dalam kondisi bahagia (basth) dia gampang sekali lepas sama sekali dari daya upaya bahwa kebahagiaannya bukanlah hasil kerja manusia malainkan semata-mata karena kegunaan Tuhan. Ibnu Abbad mengatakan bahwa terhadap orang yang menjalani qabdh, Tuhan akan mengungkapkan kemurahan hati-Nya secara semakin berpegang pada kebenaran dibandingkan bila seseorang mempersembahkan hadiah-hadiah yang bersifat nyata ataupun pelipur rohani.

Ibnu Abbad membandingkan qabdh dengan malam tempat hal-hal agung akan lahir. Qabdh dalam pandangannya, semakin tinggi dari basth karena di dalam qabdh manusia sama sekali pasif, menanggalkan kemauannya sendiri, dan berperan hanya sejauh yang Tuhan kehendaki. Dalam kondisi demikian, beliau bisa merasakan ketergantungan sepenuhnya untuk Tuhan, ketiadaannya, dan hal ini lagi-lagi akan mengantarnya untuk sikap tertinggi yang dapat dicapai seseorang, yaitu syukur yang tiada putus-putusnya.

Pranala luar

  • (Indonesia) Muhammad Ibnu Abbad : Sufi Pensyarah Al-Hikam

edunitas.com


Page 13

D G I L N Q V X 
Cari di Pusat Ilmu Pengetahuan   

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Sepak bolaFormula SatuBulu tangkisTenisOlimpiade


Portal Beberapa Negara


Portal Yang lain


Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
AllahMuhammadAl Qur'anRukun IslamRukun ImanMazhabSejarah


Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Yesus KristusTritunggalAlkitabSejarah



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Kepulauan Bangka Belitung | Kepulauan Riau | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | Sumatera Barat | Sumatera Selatan | Sumatera UtaraJawa : Banten | DKI Jakarta | Jawa Barat | Jawa Tengah | Jawa Timur | Yogyakarta | Kalimantan : Kalimantan Barat | Kalimantan Selatan | Kalimantan Tengah | Kalimantan Timur | Kalimantan UtaraKepulauan Nusa Tenggara : Bali | Nusa Tenggara Barat | Nusa Tenggara TimurSulawesi : Gorontalo | Sulawesi Barat | Sulawesi Selatan | Sulawesi Tengah | Sulawesi Tenggara | Sulawesi UtaraKepulauan Keliruku : Keliruku | Keliruku UtaraPapua : Papua | Papua Barat



Afganistan | Arab Saudi | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | Cina (Republik Rakyat Cina) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Jepang | Kamboja | Kazakhstan | Kepulauan Cocos (Keeling) (Australia) | Korea Selatan | Korea Utara | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Makau | Malaysia | Maladewa | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestina | Pulau Natal (Australia) | Qatar | Rusia | Singapura | Sri Lanka | Siria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor-Leste | Turki | Turkmenistan | Uni Emirat Arab | Uzbekistan | Vietnam | Yaman | Yordania


Negara di Amerika Selatan

Argentina | Bolivia | Brasil | Chili | Ekuador | Guyana | Kolombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


Negara dan Wilayah Teritorial di Amerika Utara

Amerika Serikat | Antigua dan Barbuda | Bahama | Barbados | Belize | Dominika | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaika | Kanada | Kosta Rika | Kuba | Meksiko | Panama | Saint Kitts dan Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent dan GrenadinesWilayah Denmark : Greenland
Wilayah Belanda : Aruba | Antillen Belanda
Wilayah Perancis : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre dan Miquelon
Wilayah Amerika Serikat : Kepulauan Virgin Amerika Serikat | Puerto Riko
Wilayah Britania Raya : Anguilla | Bermuda | Kepulauan Cayman | Kepulauan Turks dan Caicos |
Kepulauan Virgin Britania Raya | Montserrat


Afrika Utara : Aljazair | Libya | Maroko | Mesir | Sudan | TunisiaAfrika Barat : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea-Bissau | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Pantai Gading | Senegal | Sierra Leone | Tanjung Verde | TogoAfrika Tengah : Afrika Tengah | Angola | Chad | Gabon | Guinea Khatulistiwa | Kamerun | Republik Demokrasi Kongo |
Republik Kongo | Sao Tome dan PrincipeAfrika Timur : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Komoro | Madagaskar | Malawi | Mauritius | Mozambik | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweAfrika Selatan : Afrika Selatan | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial dan Wilayah Dependensi : Melilla | Reunion | Sahara Barat | Saint Helena


Australasia : Australia | Kepulauan Cocos (Keeling) | Pulau Natal | Pulau Norfolk | Selandia Baru | Mikronesia : Guam | Kepulauan Mariana Utara | Kepulauan Marshall | Kiribati | Mikronesia | Nauru | PalauMelanesia : Fiji | Kaledonia Baru | Kepulauan Solomon | Papua Nugini | VanuatuPolinesia : Kepulauan Cook | Kepulauan Pitcairn | Polinesia Perancis | Samoa | Samoa Amerika | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis dan Futuna


Daftar Portal

Page 14


Daftar Inti
Ensiklopedia Dunia
Berbicara Indonesia

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
AteismeBuddha
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
HinduIslam & Al Qur'an
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
KristenMitologi
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Yahudi


Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
SumateraJabodetabek
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
KalimantanWayang
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Jawa


Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Sepak bolaFormula Satu

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Bulu tangkisTenis

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Olimpiade


Portal Beberapa Negara


Portal Yang lain


Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
AllahMuhammad
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Al Qur'anRukun Islam
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Rukun ImanMazhab
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Sejarah


Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Yesus KristusTritunggal
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
AlkitabSejarah



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Kepulauan Bangka Belitung | Kepulauan Riau | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | Sumatera Barat | Sumatera Selatan | Sumatera UtaraJawa : Banten | DKI Jakarta | Jawa Barat | Jawa Tengah | Jawa Timur | Yogyakarta | Kalimantan : Kalimantan Barat | Kalimantan Selatan | Kalimantan Tengah | Kalimantan Timur | Kalimantan UtaraKepulauan Nusa Tenggara : Bali | Nusa Tenggara Barat | Nusa Tenggara TimurSulawesi : Gorontalo | Sulawesi Barat | Sulawesi Selatan | Sulawesi Tengah | Sulawesi Tenggara | Sulawesi UtaraKepulauan Keliruku : Keliruku | Keliruku UtaraPapua : Papua | Papua Barat



Afganistan | Arab Saudi | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | Cina (Republik Rakyat Cina) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Jepang | Kamboja | Kazakhstan | Kepulauan Cocos (Keeling) (Australia) | Korea Selatan | Korea Utara | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Makau | Malaysia | Maladewa | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestina | Pulau Natal (Australia) | Qatar | Rusia | Singapura | Sri Lanka | Siria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor-Leste | Turki | Turkmenistan | Uni Emirat Arab | Uzbekistan | Vietnam | Yaman | Yordania


Negara di Amerika Selatan

Argentina | Bolivia | Brasil | Chili | Ekuador | Guyana | Kolombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


Negara dan Wilayah Teritorial di Amerika Utara

Amerika Serikat | Antigua dan Barbuda | Bahama | Barbados | Belize | Dominika | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaika | Kanada | Kosta Rika | Kuba | Meksiko | Panama | Saint Kitts dan Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent dan GrenadinesWilayah Denmark : Greenland
Wilayah Belanda : Aruba | Antillen Belanda
Wilayah Perancis : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre dan Miquelon
Wilayah Amerika Serikat : Kepulauan Virgin Amerika Serikat | Puerto Riko
Wilayah Britania Raya : Anguilla | Bermuda | Kepulauan Cayman | Kepulauan Turks dan Caicos |
Kepulauan Virgin Britania Raya | Montserrat


Afrika Utara : Aljazair | Libya | Maroko | Mesir | Sudan | TunisiaAfrika Barat : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea-Bissau | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Pantai Gading | Senegal | Sierra Leone | Tanjung Verde | TogoAfrika Tengah : Afrika Tengah | Angola | Chad | Gabon | Guinea Khatulistiwa | Kamerun | Republik Demokrasi Kongo |
Republik Kongo | Sao Tome dan PrincipeAfrika Timur : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Komoro | Madagaskar | Malawi | Mauritius | Mozambik | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweAfrika Selatan : Afrika Selatan | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial dan Wilayah Dependensi : Melilla | Reunion | Sahara Barat | Saint Helena


Australasia : Australia | Kepulauan Cocos (Keeling) | Pulau Natal | Pulau Norfolk | Selandia Baru | Mikronesia : Guam | Kepulauan Mariana Utara | Kepulauan Marshall | Kiribati | Mikronesia | Nauru | PalauMelanesia : Fiji | Kaledonia Baru | Kepulauan Solomon | Papua Nugini | VanuatuPolinesia : Kepulauan Cook | Kepulauan Pitcairn | Polinesia Perancis | Samoa | Samoa Amerika | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis dan Futuna


Daftar Portal

Page 15


Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

FootballFormula One

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

BadmintonTennis

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Olympics


Some Countries Portal


Other Portal


Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
GodMuhammad
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Qur'anPillars of Islam
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pillars of FaithSchool
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
History


Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Jesus ChristTrinity
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
BibleHistory



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Bangka Belitung Islands | Riau Islands | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | West Sumatra | South Sumatra | North SumatraJava : Banten | DKI Jakarta | West Java | Central Java | East Java | Yogyakarta | Kalimantan : West Kalimantan | South Kalimantan | Central Kalimantan | East Kalimantan | North KalimantanNusa Tenggara Islands : Bali | West Nusa Tenggara | East Nusa TenggaraSulawesi : Gorontalo | West Sulawesi | South Sulawesi | Central Sulawesi | Southeast Sulawesi | North SulawesiKeliruku Islands : Keliruku | North KelirukuPapua : Papua | West Papua



Afghanistan | Saudi Arabia | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | China (People's Republic of China) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Japan | Cambodia | Kazakhstan | Cocos Islands (Keeling) (Australia) | South Korea | North Korea | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Macau | Malaysia | Maldives | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestine | Christmas Island (Australia) | Qatar | Russia | Singapore | Sri Lanka | Syria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor Leste (East Timor) | Turkey | Turkmenistan | United Arab Emirates | Uzbekistan | Vietnam |
Yemen | Jordan


Countries in South America

Argentina | Bolivia | Brazil | Chile | Ecuador | Guyana | Colombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


State and Territory in North America

United States | Antigua And Barbuda | Bahamas | Barbados | Belize | Dominican | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaica | Canada | Costa Rica | Cuba | Mexico | Panama | Saint Kitts and Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent and the GrenadinesDenmark Region : Greenland
Netherlands Region : Aruba | Netherlands Antilles
French Region : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre and Miquelon
USA Region : United States Virgin Islands | Puerto Rico
Region United Kingdom : Anguilla | Bermuda | Cayman Islands | Turks and Caicos Islands |
British Virgin Islands | Montserrat


North Africa : Algeria | Libya | Morocco | Egypt | Sudan | TunisiaWest Africa : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Ivory Coast | Senegal | Sierra Leone | Cape Verde | TogoCentral Africa : Central Africa | Angola | Chad | Gabon | Equatorial Guinea | Cameroon | Democratic Republic of the Congo | Republic of Congo | Sao Tome and PrincipeEast Africa : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Comoros | Madagascar | Malawi | Mauritius | Mozambique | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweSouth Africa : South Africa | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial and Regional Dependency : Melilla | Reunion | Western Sahara | Saint Helena


Australasian :Australia | Cocos Islands Cocos (Keeling) | Christmas Island | Norfolk Island | New Zealand | Micronesia :Guam | Mariana Mariana Islands | Marshall Islands | Kiribati | Micronesia | Nauru | PalauMelanesia :Fiji | New Caledonia | Solomon Islands | Papua New Guinea | VanuatuPolynesia :Cook Islands | Pitcairn Islands | French Polynesia | Samoa | American Samoa | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis and Futuna


List Portal

Page 16

D G I L N Q V X 
Search in Center of Studies   

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?

FootballFormula OneBadmintonTennisOlympics


Some Countries Portal


Other Portal


Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
GodMuhammadQur'anPillars of IslamPillars of FaithSchoolHistory


Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari meninggal?
Jesus ChristTrinityBibleHistory



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Bangka Belitung Islands | Riau Islands | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | West Sumatra | South Sumatra | North SumatraJava : Banten | DKI Jakarta | West Java | Central Java | East Java | Yogyakarta | Kalimantan : West Kalimantan | South Kalimantan | Central Kalimantan | East Kalimantan | North KalimantanNusa Tenggara Islands : Bali | West Nusa Tenggara | East Nusa TenggaraSulawesi : Gorontalo | West Sulawesi | South Sulawesi | Central Sulawesi | Southeast Sulawesi | North SulawesiKeliruku Islands : Keliruku | North KelirukuPapua : Papua | West Papua



Afghanistan | Saudi Arabia | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | China (People's Republic of China) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Japan | Cambodia | Kazakhstan | Cocos Islands (Keeling) (Australia) | South Korea | North Korea | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Macau | Malaysia | Maldives | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestine | Christmas Island (Australia) | Qatar | Russia | Singapore | Sri Lanka | Syria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor Leste (East Timor) | Turkey | Turkmenistan | United Arab Emirates | Uzbekistan | Vietnam |
Yemen | Jordan


Countries in South America

Argentina | Bolivia | Brazil | Chile | Ecuador | Guyana | Colombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


State and Territory in North America

United States | Antigua And Barbuda | Bahamas | Barbados | Belize | Dominican | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaica | Canada | Costa Rica | Cuba | Mexico | Panama | Saint Kitts and Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent and the GrenadinesDenmark Region : Greenland
Netherlands Region : Aruba | Netherlands Antilles
French Region : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre and Miquelon
USA Region : United States Virgin Islands | Puerto Rico
Region United Kingdom : Anguilla | Bermuda | Cayman Islands | Turks and Caicos Islands |
British Virgin Islands | Montserrat


North Africa : Algeria | Libya | Morocco | Egypt | Sudan | TunisiaWest Africa : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Ivory Coast | Senegal | Sierra Leone | Cape Verde | TogoCentral Africa : Central Africa | Angola | Chad | Gabon | Equatorial Guinea | Cameroon | Democratic Republic of the Congo | Republic of Congo | Sao Tome and PrincipeEast Africa : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Comoros | Madagascar | Malawi | Mauritius | Mozambique | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweSouth Africa : South Africa | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial and Regional Dependency : Melilla | Reunion | Western Sahara | Saint Helena


Australasian :Australia | Cocos Islands Cocos (Keeling) | Christmas Island | Norfolk Island | New Zealand | Micronesia :Guam | Mariana Mariana Islands | Marshall Islands | Kiribati | Micronesia | Nauru | PalauMelanesia :Fiji | New Caledonia | Solomon Islands | Papua New Guinea | VanuatuPolynesia :Cook Islands | Pitcairn Islands | French Polynesia | Samoa | American Samoa | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis and Futuna


List Portal

Page 17

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, sumatra, jabodetabek, borneo, kalimantan, puppet, wayang, java, west, papua, countries, in, europe, albanian, andorra, armenia, peru, suriname, uruguay, venezuela, state, and, territory, regional, dependency, melilla, reunion, western, sahara, saint, center, studies, portal, japan, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian


Page 18

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, sumatra, jabodetabek, borneo, kalimantan, puppet, wayang, java, west, papua, countries, in, europe, albanian, andorra, armenia, peru, suriname, uruguay, venezuela, state, and, territory, regional, dependency, melilla, reunion, western, sahara, saint, center, studies, portal, japan, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian


Page 19

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, geography, portal, africa, south, america, north, kalimantan, nusa, tenggara, islands, bali, west, sri, lanka, syria, taiwan, tajikistan, thailand, timor, leste, burundi, djibouti, eritrea, ethiopia, kenya, comoros, center, studies, formula, 1, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian


Page 20

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, geography, portal, africa, south, america, north, kalimantan, nusa, tenggara, islands, bali, west, sri, lanka, syria, taiwan, tajikistan, thailand, timor, leste, burundi, djibouti, eritrea, ethiopia, kenya, comoros, center, studies, formula, 1, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian


Page 21

Tags (tagged): daftar, isi, pusat, ilmu, pengetahuan, unkris, portal, indonesia, sumatera, jabodetabek, kalimantan, wayang, maluku, utara, papua, barat, negara, peru, suriname, uruguay, venezuela, wilayah, lesotho, namibia, swaziland, territorial, islam, jawa, jepang, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, ensiklopedi, bahasa, ensiklopedia


Page 22

Tags (tagged): daftar, isi, pusat, ilmu, pengetahuan, unkris, portal, utama, agama, astronomi, bahasa, biografi, biologi, budaya, bengkulu, jambi, kepulauan, bangka, belitung, riau, kong, india, indonesia, iran, iraq, israel, jepang, kamboja, tunisia, afrika, barat, benin, burkina, faso, gambia, ghana, asia, ateisme, atheis, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, ensiklopedi, ensiklopedia


Page 23

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 3, 3 Diva (album), 3 Doa 3 Cinta (film), 3 Doors Down, 3 Februari, 30 Oktober, 30 Persei, 30 Rock, 30 September, 33 (angka), 330, 330 (angka), 330-an, 360-an, 360-an SM, 3600 Detik, 360s, 390 's, 390 SM, 390-an, 390-an SM


Page 24

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 3, 3 Diva (album), 3 Doa 3 Cinta (film), 3 Doors Down, 3 Februari, 30 Oktober, 30 Persei, 30 Rock, 30 September, 33 (angka), 330, 330 (angka), 330-an, 360-an, 360-an SM, 3600 Detik, 360s, 390 's, 390 SM, 390-an, 390-an SM


Page 25

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, Aaptos papillata, Aaptos pernucleata, Aaptos robustus, Aaptos rosacea, Abdul Aziz Alu-Sheikh, Abdul Aziz Angkat, Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Abisai, Abit, Mook Manaar Bulatn, Kutai Barat, Abitibi-Consolidated, AbiWord, AC Arles-Avignon, AC Bellinzona, AC Martina, AC Milan


Page 26

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, Aaptos papillata, Aaptos pernucleata, Aaptos robustus, Aaptos rosacea, Abdul Aziz Alu-Sheikh, Abdul Aziz Angkat, Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Abisai, Abit, Mook Manaar Bulatn, Kutai Barat, Abitibi-Consolidated, AbiWord, AC Arles-Avignon, AC Bellinzona, AC Martina, AC Milan