Orang paling kaya adalah orang yang shalat

1 FREE registration for 1 month TRIAL Account.

2 DOWNLOAD as many books as you like.

3 Cancel the membership at any time if not satisfied.

4 Join Over 585000 Happy Readers.

Yusuf Mansur. Foto: kumparan

Siapa yang paling kaya di dunia ini? Coba kasih saya satu nama, yang paling kaya.

Pendiri dan pemilik Facebook kah? Atau Bill Gates yang masih paling kaya?

Atau siapa tuh, yang dari Arab?

Coba, siapa yang saat ini disebut paling kaya?

Kasih saya satu nama yang paling kaya di dunia. Boleh juga 2-3 nama.

Jangan jawab Allah atau Rasul-Nya. Sebab saya yang tanya, siapa orang yang paling kaya di dunia ini sekarang ini?

Jadi mau tahu siapa sesungguhnya yang paling kaya?

Yang paling kaya, yang ntar malam shalat malam. 2 rakaat, lebih baik daripada dunia dengan segala isinya.

"Dan pada sebagian malam, dirikan lah salat tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu. Semoga Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS. Al-Isra: 79)

Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:

"Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidak lah seorang muslim memanjatkan doa pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya." (HR. Muslim)

Maka didoain, dan doain juga saya serta keluarga, supaya bisa jadi kaya, sekaya-sekayanya orang. Yakni yang bisa salat malam. Aamiin.

Setiap tahunnya, majalah bisnis terkemukan di Amerika Serikat Forbes merilis daftar orang-orang yang menempati posisi orang terkaya di dunia. Begitu juga dengan daftar konglomerat-konglomerat Indonesia yang tidak luput dari rilis mereka.

Pada bulan Agustus 2016 lalu, majalah Forbes juga telah merilis daftar konglomerat papan atas yang memiliki harta berlimpah. Untuk posisi teratas di tahun 2016 ini ditempati oleh pendiri dan pemilik Microsoft, Bill Gates. Menurut majalah Forbes, total kekayaan yang dimiliki oleh bos perusahaan perangkat lunak terbesar di dunia tersebut adalah US$ 79,2 miliar atau setara 1100 triliun Rupiah.

Khusus untuk Indonesia, di tahun 2016 ini, keluarga Hartono yang terdiri dari Budi Hartono dan Michael Hartono yang merupakan pengusaha disektor industri rokok dan perbankan, menempati posisi puncak dengan kekayaan mencapai US$ 15,5 miliar atau setara 200 triliun Rupiah.

Berselisih hampir US$ 10 miliar dari posisi kedua yang ditempati oleh pemilik perusahaan rokok PT Gudang Garam Tbk, Susilo Wonowijoyo, yang memiliki kekayaan US$ 5,5 miliar atau setara dengan 71 triliun Rupiah.

Terbayangkah anda harta sebanya itu bagaimana cara mendapatkannya?

Namun, diluar dari nama-nama konglomerat yang memiliki kekayaan berlimpah diatas, tahukah anda sebenarnya siapakan orang-orang yang layak dijuluki sebagai orang terkaya di dunia?

Jawabannya adalah orang-orang yang memiliki kekayaan berlimpah diatas dunia ini adalah orang yang istiqomah atau konsisten melaksanakan shalat sunnah dua rakaat sebelum shalat subuh.

Kenapa demikian? Karena melaksanakan shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh memiliki keutamaan lebih baik dari dunia beserta seisinya. Bisa anda bayangkan kalimat "Lebih baik dari dunia beserta seisinya".

Shalat sunnah apa sih yang dilaksanakan dua rakaat sebelum subuh?

Shalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan sebelum shalat fardu subuh adalah shalat sunnah fajar. Dari Ummul Mukminin, Aisyah Radhiallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda

"Dua rakaat shalat fajar (sebelum subuh) lebih baik dari dunia dan seisinya". (H.R Muslim dan Tirmidzi)

Shalat sunnah fajar termasuk dalam kategori sunnah mu'akkadah atau sangat ditekankan untuk dilaaksanakan. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa menjaga dua rakaat sebelum subuh diberbagai kesempatan, baik saat sedang tinggal di rumah ataupun saat dalam perjalanan sekalipun. Sebagaimana disebutkan dalam hadist

"Bahwasanya Nabi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkannya (dua rakaat sebelum subuh) sama sekali". (H.R Bukhari dan Muslim)

Orang paling kaya adalah orang yang shalat


"Orang yang melakukan shalat sunnah dalam perjalanan pada selain waktu sesudah adan sebelum shalat fardu, dan Nabi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melakukan shalat dua rakaat shalat fajar dalam safarnya (perjalanannya)". (H.R Bukhari)

Begitu besarnya keutamaan yang didapat dari melaksanakan dua rakaat shalat sunnah sebelum subuh sehingga Nabi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sendiri tidak pernah meninggalkannya walaupun saat sedang perjalanan.

Selain itu, Nabi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa menjaga amalan ini. Ummul Mukminin, Aisyah Radhiallahu 'Anhu, berkata "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sangat menjaga shalat dua rakaat sebelum subuh bila dibandingkan dengan shalat sunnah lainnya".

Sungguh rugi bagi kita kaum muslim jika sampai melewatkan dua rakaat sebelum subuh karena begitu besar keutamaan dan balasan pahala dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala pada orang-orang yang istiqomah menjalankannya.


Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan bisa diamalkan, khususnya bagi saya pribadi sebagai penulis

Siapakah orang yang paling kaya di dunia saat ini?

“Yang punya perusahaan Microsoft; Bill Gates!” Mungkin inilah jawaban yang terlontar, andaikan salah seorang dari kita dihadapkan pada pertanyaan di atas. Atau bisa jadi jawabannya, “Pemain bola anu!” atau “Artis itu!”

Berbagai jawaban di atas barangkali akan sangat dianggap wajar karena barometer kekayaan di benak kebanyakan orang saat ini diukur dengan kekayaan harta duniawi. Padahal, jika menggunakan barometer syariat, bukan merupakan hal yang mustahil bahwa kita pun amat berpeluang untuk menjadi kandidat orang paling “kaya”!

Orang paling kaya di mata syariat

Orang paling kaya, jika diukur dengan timbangan syariat, adalah: orang yang paling nrimo.

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Kekayaan tidaklah diukur dengan banyaknya harta, namun kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati.” (HR. Bukhari dan Muslim; dari Abu Hurairah)

Kaya hati, atau sering diistilahkan dengan “qana’ah“, artinya adalah ‘nrimo (menerima) dan rela dengan berapa pun yang diberikan oleh Allah Ta’ala.

Berapa pun rezeki yang didapatkan, dia tidak mengeluh. Mendapat rezeki banyak, bersyukur; mendapat rezeki sedikit, bersabar dan tidak mengumpat.

Andaikan kita telah bisa mengamalkan hal di atas, saat itulah kita bisa memiliki kans besar untuk menjadi orang terkaya di dunia. Ujung-ujungnya, keberuntunganlah yang menanti kita, sebagaimana janji Sang Musthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Beruntunglah orang yang berislam, dikaruniai rezeki yang cukup, dan dia dijadikan menerima apa pun yang dikaruniakan Allah (kepadanya).” (HR. Muslim; dari Abdullah bin ‘Amr)

Berdasarkan barometer di atas, bisa jadi orang yang berpenghasilan dua puluh ribu sehari dikategorikan orang kaya, sedangkan orang yang berpenghasilan dua puluh juta sehari dikategorikan orang miskin. Pasalnya, orang pertama merasa cukup dengan uang sedikit yang didapatkannya. Adapun orang kedua, dia terus merasa kurang walaupun uang yang didapatkannya sangat banyak.

Bagaimana mungkin orang yang berpenghasilan dua puluh ribu dianggap berkecukupan, padahal ia harus menafkahi istri dan anak-anaknya?

Ya, selain karena keberkahan yang Allah limpahkan dalam hartanya, juga karena ukuran kecukupan menurut Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barangsiapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya.” (HR. Tirmidzi; dinilai hasan oleh Al-Albani)

Kiat membangun pribadi yang qana’ah

Di antara resep sukses membentuk jiwa yang qana’ah adalah dengan melatih diri untuk menyadari seyakin-yakinnya bahwa rezeki hanyalah di tangan Allah dan yang kita dapatkan telah dicatat oleh Allah Ta’ala, serta tidak mungkin melebihi apa yang telah ditentukan-Nya, walaupun kita pontang-panting dalam bekerja.

Allah Ta’ala mengingatkan,

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا

“Tidak ada satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin rezekinya oleh Allah.” (QS. Hud:6)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan,

إِنَّ أَحَدَكُمْ لَنْ يَمُوْتَ حَتَّى يَسْتَكْمِلَ رِزْقَهُ، فَلاَ تَسْتَبْطِئُوا الرِّزْقَ، وَاتَّقُوا اللهَ أَيُّهَا النَّاس، وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ، خُذُوْا مَا حَلَّ وَدَعُوْا مَا حَرُمَ

“Sesungguhnya, seseorang di antara kalian tidak akan mati kecuali setelah dia mendapatkan seluruh rezeki (yang Allah takdirkan untuknya) secara sempurna. Maka, janganlah kalian bersikap tidak sabaran dalam menanti rezeki.  Bertakwalah kepada Allah, wahai manusia! Carilah rezeki secara proporsional, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Al-Hakim; dari Jabir; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Buah manis qana’ah

Sebagai suatu karakter yang terpuji, qana’ah tentunya menumbuhkan sifat-sifat positif lainnya, yang tidak lain adalah buah dari qana’ah itu sendiri. Di antaranya:

Pertama: Qana’ah menjadikan seseorang tidak mudah tergiur untuk memiliki harta yang dimiliki orang lain.

Dia merasa cukup dengan apa yang telah dimilikinya, sehingga dia selalu hidup dalam ketenteraman dan kedamaian batin. Dia tidak pernah iri maupun dengki dengan kelebihan nikmat yang Allah limpahkan pada orang lain.

Karakter istimewa inilah yang Allah rekam sebagai salah satu perangai para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala Dia menceritakan kondisi mereka yang fakir,

يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاء مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَاهُمْ لاَ يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافاً

“(Orang lain)–yang tidak tahu–menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya, karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (wahai Muhammad), mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta dengan cara mendesak kepada orang lain.” (QS. Al-Baqarah:273)

Kedua: Qana’ah menempa jiwa seseorang untuk tidak mengadu tentang kesusahan hidupnya melainkan hanya kepada Allah Yang Mahakaya.

Inilah salah satu tingkatan tawakal tertinggi, yang telah dicapai oleh para nabiyullah. Sebagaimana yang Allah ceritakan tentang Nabi Ya’kub ‘alaihis salam,

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللّهِ

“Dia (Ya’kub) berkata, ‘Hanya kepada Allah, aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.’” (QS. Yusuf:86)

Mengapa para kekasih Allah hanya mengadu kepada-Nya? Karena keyakinan mereka yang begitu mendalam bahwa dunia seisinya tidak lain hanyalah kepunyaan Allah. Lantas mengapa tidak meminta saja kepada Yang Maha Memiliki segalanya, dan kenapa harus meminta kepada zat yang apa yang dimilikinya tidak lain hanyalah bersumber dari Yang Maha Memiliki?

Namun, realita berkata lain. Rata-rata, kita masih lebih suka mengetuk pintu para makhluk sebelum mengetuk pintu Sang Khalik. Karena itulah, para ulama mengingatkan, “Siapakah di antara kita yang meminta kebutuhannya kepada Allah sebelum ia memintanya kepada manusia?”

Qana’ah berarti tidak bekerja dan ikhtiar?

Janganlah dipahami dari seluruh keterangan di atas, bahwa kita tidak perlu bekerja dengan alasan qana’ah. Sehingga, cukup duduk berpangku-tangan di rumah, dengan dalih: kalaupun sudah saatnya hujan emas, niscaya akan turun juga!

Qana’ah tidaklah seperti itu, karena qana’ah maksudnya: seorang hamba bekerja semampunya dengan tetap memperhatikan rambu-rambu syariat. Setelah itu, berapa pun hasil yang didapatkan dari kerjanya, diterimanya dengan penuh rasa ridha tanpa menggerutu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hakikat tawakal dan korelasinya dengan ikhtiar, dalam sebuah perumpamaan yang sangat detail,

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Andaikan kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya kalian akan mendapatkan rezeki sebagaimana burung memperoleh rezeki. Dia pergi di pagi hari dalam keadaan perut kosong, lalu pulang di sore harinya dalam keadaan perut kenyang.” (HR. Tirmidzi, dan beliau berkomentar bahwa hadis ini hasan sahih)

Ya, tentunya supaya burung bisa memenuhi perutnya, ia harus “mencari nafkah”! Dan inilah tawakal yang sebenar-benarnya; berikhtiar lalu hasilnya serahkan pada Allah ta’ala.

Wallahu a’la wa a’lam…

Kedungwuluh, Purbalingga, 7 Ramadhan 1430/28 Agustus 2009

Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A.

Artikel www.tunasilmu.com, dipublish ulang oleh www.muslim.or.id

Orang paling kaya adalah orang yang shalat

🔍 Ayat Tasbih, Arbain Adalah, Cara Menyembuhkan Orang Kesurupan Setan, Nabi Muhammad Menerima Wahyu Yang Pertama Pada Usia