Menurut Khalifah Umar r.a. bahwa dibolehkan melihat perempuan yang akan dipinang yaitu

istimewa

Masjid Umar bin Khattab di Madinah

Rep: Hasanul Rizqa Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umar bin Khattab merupakan salah satu pemimpin terbaik dalam sejarah Islam. Sewaktu menjabat khalifah, sahabat Rasulullah SAW itu memiliki kebiasaan ronda malam. Beberapa sumber menyebut, sang khalifah tidak akan tidur sebelum merasa yakin, segenap penduduk Madinah dan sekitarnya melalui malam hari dengan perut kenyang dan hati yang tenteram.

Kisah berikut ini menegaskan kecenderungan Khalifah Umar bersikap adil dalam menetapkan suatu keputusan. Ini terkait lamanya waktu berperang di jalan Allah yang dihubungkan pula dengan perasaan perempuan.

Abu Hafsh meriwayatkan dari Zaid bin Aslam bahwa suatu malam ketika Khalifah Umar sedang ronda, ia lewat di depan rumah seseorang. Dari dalamnya, suara seorang perempuan terdengar lirih sedang bersenandung untaian syair: "Malam ini terasa panjang, sunyi senyap hitam kelam; Lama aku tiada kekasih, yang kucumbu dan kurayu."

Umar bin Khaththab menanyakan kepada orang yang kebetulan berpapasan, siapa gerangan perempuan itu. Darinya terdapat informasi, perempuan tersebut adalah Fulanah, istri seorang prajurit Islam yang sedang berjuang di medan jihad. Keesokan harinya, Khalifah Umar bersurat kepada komandan di lapangan agar suami Fulanah segera pulang ke rumahnya.

Kisah tidak berhenti di situ. Khalifah Umar berupaya mencari tahu, sebenarnya berapa lama waktu bagi seorang istri dapat menahan kerinduan akan suaminya. 

Sosok bergelar al-Faruq itu lantas mengunjungi rumah putri kandungnya, Hafshah. "Wahai, putriku. Berapa lama seorang perempuan mampu menahan (sabar) ditinggal pergi suaminya?" tanya sang khalifah setelah berbasa-basi.

Awalnya, Hafshah terkejut dan tersipu malu mendengar pertanyaan yang tak disangka itu. "Subhanallah. Orang seperti Ayah bertanya kepada saya tentang soal-soal ini?"

"Kalau misalnya bukan karena kepentingan umat, tentu saya tidak akan menanyakan hal ini kepadamu," kata Umar, melanjutkan.

Setelah mendapatkan pengertian, sang putri menjawab, ada rentang waktu sekitar lima atau enam bulan kesabaran seorang istri untuk menunggu suaminya pulang. Sejak saat itu, Khalifah Umar menetapkan waktu tugas bagi seluruh prajurit Muslim di medan perang tidak lebih dari enam bulan.

Rinciannya, satu bulan merupakan perjalanan pergi ke gelanggang jihad, empat bulan lamanya di lapangan, kemudian satu bulan sisanya untuk perjalanan pulang.

Demikian disarikan dari kitab Fatwa dan Ijtihad Umar bin Khaththab karya M Abdul Aziz al-Halawi (hlm. 176-7). 

  • umar bin khattab
  • perempuan dalam islam
  • khalifah

Menurut Khalifah Umar r.a. bahwa dibolehkan melihat perempuan yang akan dipinang yaitu

Agama Islam memberikan kemudahan agar masing-masing calon suami istri saling kenal.

Batasan Bagian Perempuan yang Boleh Dilihat Apabila Hendak Dipinang. Foto: Menikah (Ilustrasi)

Rep: Imas Damayanti Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Dalam era globalisasi, tak sedikit masyarakat Muslim yang mengakulturasi budaya-budaya yang kian hari kian dianggap wajar. Namun demikian, tak sedikit pula dari keluarga Muslim yang masih memberlakukan budaya Islam, termasuk dalam menjaga kehormatan putrinya agar tidak sembarangan berbicara ataupun menampilkan bagian tubuhnya tertentu kepada orang-orang yang bukan muhrimnya.

Baca Juga

Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunnah, dan Para Ulama menjelaskan, bahwa terdapat dua sikap yang cukup ‘ekstrem’ bagi umat Islam dalam menjalankan sebuah tradisi dan adat-istiadat mengenai anak perempuannya. Yakni ada yang terlalu bebas, dan ada pula yang cukup tertutup sampai-sampai dicukupkan saja bagi peminang untuk mengenal anaknya melalui foto atau melihatnya secara sepintas saja.

Sedangkan dalam memilih pasangan, umat Islam tentunya diperbolehkan untuk mengenal lebih jauh calon jodoh yang akan dinikahi. Agama Islam, kata Muhammad Bagir, memberikan kemudahan agar masing-masing calon suami-istri dapat saling mengenal dan mengetahui apa saja di antara sifat-sifat masing-masing demi kebahagiaan mereka jika kelak menjadi sepasang suami-istri.

Walaupun semua itu tentunya harus berlangsung melalui pengetahuan keluarga mereka dan di bawah pengawasan. Mayoritas ulama fikih berpendapat bahwa yang boleh dilihat dari perempuan yang akan dipinang hanya terbatas pada bagian-bagian yang tidak termasuk aurat. Yaitu wajah dan kedua tangannya saja, seperti dalam pergaulan sehari-hari.

Namun menurut Imam Malik dan Abu Hanifah—demikian pula Al-Muzani dari kalangan Madzhab Syafii—menyebut bahwa memperbolehkan melihat sebgaian dari tubuhnya di luar itu. Meskipun (sebaiknya) dengan izin atau sepengetahuan dari perempuan yang akan dipinang atau keluarganya, dan sepanjang niatnya memang benar-benar ingin meminang.

Maka dapatlah disimpulkan bahwa dengan mengingat tujuan utama dibolehkannya melihat calon istri, dan mengingat pula bahwa hadis-hadis Nabi mengenai ini tidak menentukan bagian-bagian mana yang boleh dilihat dan mana yang tidak boleh, maka yang lebih dapat diterima adalah dibolehkannya kepada bagian-bagian lain dari tubuh perempuan itu yang secara patut dan wajar—selain wajah dan kedua tangan—yang sekiranya dapat menambah keinginan untuk menikahi perempuan tersebut.

Misalnya, sebagian dari lengan dan kaki, leher, rambut, dan sebagainya. Yang mana itu biasanya tampak ketika perempuan itu berpakaian di rumahnya sendiri. Selanjutnya apabila telah melihat perempuan tersebut lalu ia tidak merasa tertarik kepadanya atau tidak cocok dengan seleranya, hendaklah dia tidak mengucapkan sesuatu yang menunjukkan ketidakcocokan itu sehingga tidak menyinggung perasaannya dan perasaan keluarganya. Sebab siapa tahu, sesuatu yang tidak disukainya itu justru menjadi kesukaan orang lain dan sebaliknya.

Sisi lahiriah dalam memilih jodoh

Meskipun yang paling utama dalam memilih pasangan adalah melihat bagaimana sikapnya terhadap agama, namun demikian Islam tidak mengesampingkan sifat-sifat lahiriah yang ada pada diri perempuan atau pun sebaliknya. Seperti kecantikan wajah, keserasian, kesuburan, dan kesehatan tubuhnya.

Misalnya dalam memilih pasangan, Rasulullah menganjurkan agar para laki-laki memilih perempuan yang subur. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bermaksud meminang seorang janda yang dikenal sebagai perempuan yang tidak subur, laki-laki itu datang kepada Rasulullah dan meminta pendapat.

Nabi pun menjawab, “Tazawwajuu al-waduda fa-inniy mukaatsirun bikumul-umama yaumal-qiyamah,”. Yang artinya, “Kawinilah perempuan yang penuh cinta kasih (al-wadud) dan yang subur (al-walud), sebab—pada hari kiamat—aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di antara umat-umat yang lain,”.

  • pernikahan
  • menikah
  • melamar
  • batasan melamar jodoh
  • aurat

Menurut Khalifah Umar r.a. bahwa dibolehkan melihat perempuan yang akan dipinang yaitu