TRIBUNNEWSWIKI.COM – Peristiwa Rengasdengklok merupakan peristiwa bersejarah yang terjadi pada detik-detik terakhir menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peristiwa Rengasdengklok yang terjadi pada 16 Agustus 1945 juga merupakan momen krusial dalam upaya perjuangan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa Rengasdengklok sendiri terjadi akibat persilangan pendapat antara golongan tua dengan golongan muda mengenai proklamasi kemerdekaan. Golongan tua saat itu dianggap terlalu kompromis dan hanya menunggu hadiah kemerdekaan dari Jepang. Sebaliknya, golongan muda yang terdir atas Sukarni, Wikana, Chaerul Saleh, DN Aidit, Sidik Kertapati, dan beberapa tokoh lain menginginkan supaya proklamasi segera dilakukan dan tidak rela mendapat kemerdekaan yang merupakan hadiah dari Jepang. Para kelompok muda revolusioner itu kemudian menjemput paksa Soekarno dan Hatta lalu membawanya ke Rengasdengklok untuk diamankan. Di sanalah mereka merundingkan rencana proklamasi kemerdekaan. (1) Baca: 17 AGUSTUS - Pertempuran Medan Area Baca: Bandung Lautan Api Latar belakang pertama dari Peristiwa Rengasdengklok adalah kekalahan Jepang yang saat itu tengah menjajah Indonesia di tangan Sekutu. Jepang menyatakan dirinya kalah perang setelah kota sentral mereka yaitu Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh Amerika Serikat. Kekalahan itu akhirnya diketahui oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia. Jepang kemudian mendirikan suatu komite yang terdiri atas orang-orang Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaan. Beberapa golongan menilai bahwa komite tersebut masih tidak lepas dari tangan bangsa Jepang, sehingga golongan ini ingin melakukan usaha perjuangan kemerdekaan tanpa campur tangan bangsa Jepang sedikitpun. Hal inilah yang menjadi latar belakang kedua dari terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Latar belakang selanjutnya adalah adanya perbedaan pendapat yang terjadi antara golongan muda dan golongan tua dalam rangka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Golongan tua lebih setuju untuk menunggu proses perundingan dengan komite panitia kemerdekaan yang telah disusun oleh bangsa Jepang, untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Sementara golongan muda lebih setuju untuk segera langsung memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia tanpa menunggu keputusan panitia kemerdekaan bentukan Jepang (PPKI). Golongan muda sangat ingin untuk merealisasikan hal ini, karena melihat posisi kekalahan Jepang dan terjepit itu sebagai sebuah kesempatan emas. (2) Adapun tokoh-tokoh utama di dalam golongan tua di antaranya Soekarno, Mohammad Hatta, serta Achmad Subardjo. Sedangkan tokoh-tokoh utama dalam golongan muda di antaranya Chaerul Saleh, Wikana, Sukarni, dan DN Aidit. Adapun tokoh-tokoh pemuda lain seperti Yusuf Kunto, Iwa Kusuma, Syodaco Singgih, Subeno, dan lainnya. Golongan muda ini tergabunga dalam Kelompok Menteng 31. (3) Tujuan Peristiwa Rengasdengklok ini tidak lepas dari peran para anggota muda yang ingin segera menyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesai. Para anggota muda tersebut ingin mengamankan para tokoh tua ke suatu tempat yang aman, maka dipilihlan Rengasdengklok di daerah Karawang, Jawa Barat. Rengasdengklok dipilih karena dinilai sebagai tempat yang paling aman di antara tempat yang lainnya. Tempat ini dinilai dapat menghindarkan para golongan tua dari intervensi pihak luar. Rengasdengklok dinilai paling aman karena berdasarkan perhitungan secara militer, tempat ini jauh dari daerah Jakarta dan juga Cirebon. Alasan lain karena tempat ini dapat dengan mudah mengawasi pergerakan tentara Jepang dari arah Jakarta dan juga Bandung. (4) Seperti yang sudah disinggung di atas, Peristiwa Rengasdengklok tidak bisa dipisahkan dari kekalahan Jepang atas Sekutu pada 14 Agustus 1945. Para pemuda yang bekerja di kantor berita Jepang, Domei, dengan cepat merespons berita tersebut sebagai kabar baik dan diteruskan kepada rekan rekannya di tanah air. Sementara golongan tua ternyata belum tahu akan hal tersebut, padahal pada saat itu wakil dari golongan tua yaitu Ir Soekarno dan Mohammad Hatta sedang berunding dengan Panglima tertinggi Jepang di wilayah Asia Tenggara Marsekal Terauchi. Golongan muda kemudian mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun terjadi perbedaan pendapat, golongan tua masih menunggu kemerdekaan seperti yang dijanjikan Jepang. (5) Pada 15 agustus 1945, golongan muda melakukan rapat di Ruang Laboratorium Mikrologi di Pegangsaan Timur membicarakan pelaksanaan proklamasi tanpa menunggu pihak Jepang. Para pemuda ini beranggapan, Jepang hanya menjaga situasi dan kondisi Indonesia karena mereka telah menyerah kepada Sekutu. Keputusan dari pertemuan di Pegangsaan yaitu mendesak Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan paling lambat 16 Agustus 1945. Setelah selesai bermusyawarah, golongan muda yang diwakili oleh Darwis dan Wikana menghadap Soekarno dan Hatta dan menyampaikan isi keputusan tersebut. Namun, keduanya menolak desakan itu. Soekarno dan Hatta mengatakan, memproklamirkan kemerdekaan tak bisa dilakukan secara gegabah. Harus menunggu Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI) yang telah terbentuk. Mengingat tak ada titik temu, golongan pemuda mengadakan rapat lanjutan pada hari itu juga di Asrama Baperpi (Kebun Binatang Cikini). Hasilnya, golongan pemuda sepakat untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta agar tak mendapat pengaruh Jepang. Pada 16 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, golongan muda yang terdiri atas Soekarni, Wikana, Aidit, Chaerul Saleh, dan lainnya melakukan misinya untuk membawa Soekarno-Hatta ke luar kota agar tak mendapat pengaruh Jepang. Sudanco Singgih terpilih menjadi pimpinan pengamanan tersebut. Akhirnya, Rengasdengklok, Karawang menjadi tujuan utama golongan muda bersama Soekarno-Hatta. Akhirnya Soekarno dan Hatta singgah di sebuah rumah milik Djiauw Kie Siong, seorang petani keturunan Tionghoa. Dipilihnya rumah Djiaw karena tertutup rimbunan pohon dan tak mencolok. Selama sehari penuh Soekarno-Hatta berada di Rengasdengklok. Golongan muda kembali menyampaikan desakan yang sama, proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah yakin desakan itu dipenuhi, Achmad Soebardjo kemudian menjemput Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok dan memberikan jaminan proklamasi akan dilakukan selambat-lambatnya pada 17 Agustus 1945. Dengan adanya jaminan itu, Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta. Setelah kembali ke Jakarta, mereka melakukan perumusan teks proklamasi kemerdekaan di rumah Laksamana Maeda. Awalnya, proklamasi kemerdekaan akan dibacakan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 di Lapangan IKADA (kini lapangan Monas) atau di rumah Soekarno di Jl Pegangsaan Timur 56. Akhirnya, proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di rumah Soekarno, karena Lapangan Ikada masih diduduki tentara Jepang. Teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Soekarno dan diketik oleh Sayuti Melik. (6) (TribunnewsWIKI/Widi Hermawan) Jangan lupa subscribe kanal Youtube TribunnewsWIKI Official Jakarta - Peristiwa Rengasdengklok merupakan salah satu peristiwa penting menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan RI. Peristiwa ini diawali dengan ketidakcocokan pendapat antara golongan tua dan golongan muda. Peristiwa Rengasdengklok terjadi pada 16 Agustus 1945. Namun, detikers juga perlu mengetahui latar belakang peristiwa tersebut. Menurut buku Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu 2B SMP Kelas VIII karya Anwar Kurnia, bersamaan dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu, para pemuda yang dipimpin Chaerul Saleh mengadakan pertemuan di Gedung Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur No. 17 Jakarta. Kini, gedung tersebut merupakan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Pertemuan ini terjadi pada 15 Agustus 1945 pada pukul 20.00 WIB. Dari agenda tersebut, didapatkan beberapa keputusan, yaitu: 1. Mendesak Soekarno-Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan hari itu juga. 2. Menunjuk Tikana, Darwis, dan Subadio untuk menemui Soekarno-Hatta dan menyampaikan keputusan rapat. Namun dengan catatan, kemerdekaan tidak diproklamasikan melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 3. Membagi tugas kepada mahasiswa, pelajar, dan pemuda di seluruh Jakarta untuk merebut kekuasaan dari Jepang. Sesuai keputusan tersebut, pada 22.00 WIB Wikana dan yang lain menemui Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, yang merupakan kediaman Soekarno. Ketika Wikana menyampaikan bahwa proklamasi harus dilaksanakan pada 16 Agustus 1945, Soekarno menolak. Alasannya, ia tidak dapat melepas tanggung jawab sebagai ketua PPKI dan akan menanyakan hal tersebut pada wakil-wakil PPKI di keesokan harinya. Dari sinilah peristiwa Rengasdengklok dimulai. Bagaimana peristiwa Rengasdengklok terjadi? Terhadap penolakan tersebut, golongan muda tidak berputus asa. Mereka kembali bertemu di Asrama Baperpi di Jalan Cikini Nomor 71 Jakarta pada pukul 24.00 WIB. Dari pertemuan tersebut, mereka memutuskan untuk membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Tujuannya, adalah menjauhkan kedua tokoh tersebut dari tekanan atau pengaruh Jepang. Sebagaimana rencana, tanggal 16 Agustus 1945 pada pukul 04.00 WIB, Soekarno-Hatta dibawa para pemuda yang dipimpin oleh Slodanco Singgih ke Rengasdengklok. Para pemuda menyampaikan alasan pada kedua tokoh tersebut bahwa semangat rakyat menyongsong kemerdekaan yang meluap dapat mengancam keduanya jika masih berada di Jakarta. Setelah berdebat, Soekarno-Hatta akhirnya menerima alasan para pemuda. Soekarno berangkat ke Rengasdengklok bersama Ibu Fatmawati dan Guntur yang kala itu masih bayi. Sementara Moh. Hatta dan pengawalnya ada di mobil lain. Demi tidak dicurigai Jepang, Soekarno-Hatta dan para pengawal mereka memakai seragam Peta dan menuju rumah Jiu Kie Song di Rengasdengklok. Ketika berada di Rengasdengklok, para pemuda mendesak Soekarno-Hatta untuk melaksanakan proklamasi yang terlepas dari pengrauh Jepang. Namun, kehendak tersebut tidak terlaksana dan para pemuda segan untuk terus mendesak. Akhirnya, Syodanco Singgih berusaha berbicara kembali dengan Soekarno hingga ia setuju bahwa proklamasi akan diadakan tanpa campur tangan Jepang. Soekarno setuju melakukannya dengan catatan, akan dilakukan jika sudah kembali ke Jakarta. Sehingga, para pemuda segera berencana kembali ke Jakarta. Pada waktu yang bersamaan, diadakan juga pertemuan di Jakarta antara golongan tua yang diwakili Ahmad Soebarjo dan golongan muda yang diwakili Wikana. Keduanya bersepakat bahwa proklamasi harus dilakukan di Jakarta. Kemudian, Ahmad Soebarjo menjemput Soekarno dari Rengasdengklok. Rombongan ini diantar Yusuf Kunto dari golongan pemuda dan Sudiro yang merupakan sekretarisnya. Rombongan tersebut tiba di Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 pukul 17.30 WIB. Ketika itu, Ahmad Soebarjo menjamin dengan nyawanya bahwa proklamasi akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945. Dengan jaminan itu, para pemuda bersedia melepaskan Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta.
(nwy/nwy) |