Mengapa nasionalisme Indonesia pada masa penjajahan tidak bisa merata


Dalam suatu kebangkitan, diperlukan suatu pemikiran yang menyeluruh (fikrah kulliyah) tentang kehidupan, alam semesta, dan manusia; serta pemikiran tentang pengaturan kehidupan yang lahir dari pemikiran menyeluruh itu untuk memecahkan problem-problem manusia. Nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikan kepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga negara memiliki  sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa.

Semangat Nasionalisme di Indonesia didukung oleh faktor internal dan faktor eksternal. Pada faktor internal dapat dicermati melalui masa kejayaan Indonesia sebelum hadirnya para penjajah. Pada masa penjajahan kebebasan tidak lagi merata, hak asasi manusia tak lagi di indahkan, rakyat Indonesia semakin menderita hingga semangat Nasionalisme tumbuh demi mewujudkan kembali kebahagian rakyat yang telah di renggut oleh penjajah. Faktor eksternal juga memiliki peranan penting mendukung semangat Nasionalisme di Indonesia, seperti gerakan kebangsaan dari berbagai negara tersebut mendorong negara-negara lain termasuk Indonesia untuk melakukan hal yang sama yaitu melawan penjajahan dan kolonialisme di negaranya.

Tumbuh dan Berkembangnya Nasionalisme di Indonesia

Faktor pendukung semangat Nasionalisme membuahkan hasil dengan tumbuh dan berkembang semangat nasionalisme yang diwujudkan dalam bentuk organisasi Pergerakan Nasional, yang mana menggunakan semangat nasionalisme sebagai ideologi organisasi pergerakan tersebut. Adapun macam-macam Organisasi Pergerakan Nasional adalah Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Perhimpunan Indonesia,  PNI, dll.

Nasionalisme di Indonesia mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat ketika secara resmi Budi Utomo (Perpanjangan tangan Belanda) diakui oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908. Secara singkat perkembangan nasionalisme Indonesia menjadi lebih ramai sejak berdiri Budi Utomo hingga Proklamasi Kemerdekaan. Sejak budi utomo berdiri organisasi-organisasi yang mengusahakan perbaikan dan kondisi rakyat Indonesia.

Nasionalisme, kendati banyak diprakarsai oleh organisasi-organisasi pergerakan namun tak dapat dipungkiri masyarakat memiliki peran andil dalam memplopori semangat nasionalisme tersebut. Perkembangan nasionalisme yang mengarah pada upaya untuk melakukan pergerakan nasional melawan penjajah tidak bisa lepas dari peran berbagai golongan yang ada dalam masyarakat, seperti golongan terpelajar/kaum cendekiawan, golongan profesional, dan golongan pers.

Golongan terpelajar saat itu amat sangat sedikit meski demikian tak mengurangi semangat mereka untuk bersama bertukar pikiran membantu membangkitkan keterpurukan bangsa Indonesia dibawah penjajahan, apalagi mereka yang terpelajar memiliki kualitas ilmu dan wawasan yang luas hingga mereka akhirnya mereka membentuk perkumpulan yang selanjutnya menjadi Organisasi Pergerakan Nasional. Mereka membentuk organisasi-organisasi modern yang berwawasan nasional. Mereka berusaha menanamkan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, menanamkan rasa nasionalisme, menanamkan semangat untuk memprioritaskan segalanya demi kepentingan nasional daripada kepentingan pribadi melalui organisadi tersebut.

Golongan profesional seperti guru dan dokter kerap memiliki peranan yang besar bagi kabangkitan bangsa Indonesia. Bagi guru tempat perjuangan mereka adalah lembaga-lembaga pendidikan yang ada, di sekolah tersebut guru membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya. Tak kalah pentingnya golongan pers yang memberikan pengaruh yang cukup besar bagi bangsa Indonesia. Pada masa pergerakan nasional Indonesia, surat kabar mempunyai peranan yang sangat penting bahkan organisasi pergerakan nasional Indonesia telah memiliki surat kabar sendiri-sendiri, seperti Darmo Kondo (Budi Utomo), Oetoesan Hindia (Sarekat Islam), Het Tiidsriff dan De Expres (Indische Partij), Indonesia Merdeka (Perhimpunan Indonesia), Soeloeh Indonesia Moeda (PNI), Pikiran Rakyat (Partindo), Daulah Ra’jat (PNI Baru). Surat kabar yang dimiliki oleh organisasi-organisasi tersebut menjadi salah satu sarana untuk menyampaikan bentuk-bentuk perjuangan kepada rakyat, agar rakyat dapat mengetahui dan memberikan dukungan kepada organisasi-organisasi tersebut.

Sebagai upaya menumbuhkan rasa nasionalisme di Indonesia diawali dengan pembentukan identitas nasional yaitu dengan adanya penggunaan istilah “Indonesia” untuk menyebut negara kita ini. Dimana selanjutnya istilah Indonesia dipandang sebagai identitas nasional, lambang perjuangan bangsa Indonesia dalam menentang penjajahan. Kata yang mampu mempersatukan bangsa dalam melakukan perjuangan dan pergerakan melawan penjajahan, sehingga segala bentuk perjuangan dilakukan demi kepentingan Indonesia bukan atas nama daerah lagi. Istilah Indonesia mulai digunakan sejak :

  1. J.R. Logan menggunakan istilah Indonesia untuk menyebut penduduk dan kepulauan nusantara dalam tulisannya pada tahun 1850
  2. Earl G. Windsor dalam tulisannya di media milik J.R. Logan tahun 1850 menyebut penduduk nusantara dengan Indonesia.
  3. Serta tokoh-tokoh yang mempopulerkan istilah Indonesia di dunia internasional.
  4. Istilah Indonesia dijadikan pula nama organisasi mahasiswa di negara Belanda yang awalnya bernama Indische Vereninging menjadi Perhimpunan Indonesia.
  5. Nama majalah Hindia Putra menjadi Indonesia Merdeka
  6. Istilah Indonesia semakin populer sejak Sumpah Pemuda 28 oktober 1928 . Melalui Sumpah Pemuda kata Indonesia dijadikan sebagai identitas kebangsaan yang diakui oleh setiap suku bangsa, organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Indonesia maupun yang di luar wilayah Indonesia.
  7. Kata Indonesia dikukuhkan kembali dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Ada  empat tahap perkembangan nasionalisme di Indonesia yakni  pada priode awal perkembangan, priode nasionalisme politik, priode radikal dan priode bertahan. Pada Priode Awal Perkembangan gerakan nasionalisme diwarnai dengan perjuangan untuk memperbaiki situasi sosial dan budaya. Organisasi yang muncul pada periode ini adalah Budi Utomo, Sarekat Dagang Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah. Periode Nasionalisme Politik Periode ditandai oleh gerakan nasionalisme di Indonesia yang mulai bergerak dalam bidang politik untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Organisasi yang muncul pada priode ini adalah Indische Partij dan Gerakan Pemuda.

Periode Radikal, pada periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia ditujukan untuk mencapai kemerdekaan baik itu secara kooperatif maupun non kooperatif (tidak mau bekerjasama dengan penjajah). Organisasi yang bergerak secara non kooperatif, seperti Perhimpunan Indonesia, PKI, PNI. Periode Bertahan, gerakan nasionalisme di Indonesia lebih bersikap moderat dan penuh pertimbangan. Diwarnai dengan sikap pemerintah Belanda yang sangat reaktif sehingga organisasi-organisasi pergerakan lebih berorientasi bertahan agar tidak dibubarkan pemerintah Belanda. Organisasi dan gerakan yang berkembang pada periode ini adalah Parindra, GAPI, Gerindo. Dari perkembangan nasionalisme tersebut akhirnya mampu menggalang semangat persatuan dan cita-cita kemerdekaan sebagai bangsa Indonesia yang bersatu dari berbagai suku di Indonesia.

Potret Nasionalisme Masa Kini

Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 persoalan ternyata belum selesai. Bangsa Indonesia masih harus berjuang dalam perang kemerdekaan antara tahun 1945-1949, tatkala penjajah menginginkan kembali jajahannya. Nasionalisme kita saat itu betul-betul diuji di tengah gejolak politik dan politik divide et impera Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949, nasionalisme bangsa masih terus diuji lewat gerakan separatis di berbagai wilayah di Indonesia hingga akhirnya pada masa Demokrasi Terpimpin,  masalah nasionalisme diambil alih oleh negara. Nasionalisme politik pun digeser kembali ke nasionalisme politik sekaligus kultural. Situasi ini berakhir dengan terjadinya tragedi nasional 30 september 1965.
         Pada masa Orde Baru, wacana nasionalisme perlahan tergeser dengan persoalan-persoalan modernisasi dan industrialisasi (pembangunan). Maka "nasionalisme ekonomi" pun muncul ke permukaan. Sementara arus globalisasi, seakan memudarkan batas-batas "kebangsaan", kecuali dalam soal batas wilayah dan kedaulatan negara. Kita pun seakan menjadi warga dunia. Di samping itu, negara mengambil alih urusan nasionalisme, atas nama "kepentingan nasional" dan "demi stabilitas nasional" sehingga terjadilah apa yang disebut greedy state, negara betul-betul menguasai rakyat hingga memori kolektif masyarakat pun dicampuri negara. Dengan demikian inilah yang disebut “Nasinalisme negara” (Abdullah, 2001: 37-39).
         Tahun 1998 terjadi Reformasi yang memporak-porandakan stabilitas semu yang dibangun Orde Baru. Masa ini diikuti dengan masa krisis berkepanjangan hingga berganti empat orang presiden. Potret nasionalisme itu pun kemudian perlahan memudar. Banyak yang beranggapan bahwa nasionalisme sekarang ini semakin merosot, di tengah isu globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi yang semakin menggila.

         Kasus Ambalat, beberapa waktu lalu, secara tiba-tiba menyeruakkan rasa nasionalisme kita. Beberapa tahun  terakhir ini, muncul lagi "nasionalisme" itu, ketika lagu "Rasa Sayang-sayange" dan "Reog Ponorogo" diklaim sebagai budaya negeri jiran itu. Semangat "nasionalisme kultural dan politik" seakan muncul. Seluruh elemen masyarakat bersatu menghadapi ancaman dari luar. Namun anehnya, perasaan atau paham itu hanya muncul sesaat ketika peristiwa itu terjadi. Dalam kenyataannya kini, rasa "nasionalisme kultural dan politik" itu tidak ada dalam kehidupan keseharian kita.  Bagamana tidak, Fenomena yang ada saat ini berkisar seputar kesulitan yang dialami rakyat sendiri. Padahal saat ini negara sudah merdeka namun nasib rakyat layaknya setengah abad yang lalu.

Rakyat susah mencari keadilan di negerinya sendiri, korupsi yang merajalela mulai dari hulu sampai hilir di segala bidang, dan pemberantasan-nya yang tebang pilih, pelanggaran HAM yang tidak bisa diselesaikan, kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, suap-menyuap, dan lain-lain. Realita ini seakan menafikan cita-cita kebangsaan yang diagungkan seabad yang lalu. Cita-cita yang diimpikan semua rakyat, cita-cita yang dahulunya ditempuh dengan pertumpahan darah, kini semuanya seakan sirna oleh langkah-langkah tak bertanggung jawab, oleh nafsu serakah yang menguasai jiwa manusia. Itulah potret nasionalisme bangsa kita hari ini.

        Rasa kebangsaan kita harus dibangkitkan kembali. Namun bukan nasionalisme dalam bentuk awalnya seabad yang lalu.  Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali adalah nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi semua permasalahan yang kini kian marak di negeri sendiri mulai dari korupsi, keserakahan, dll.   dengan mulai dari diri sendiri dan mulai sekarang untuk bisa bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan, tidak korupsi, toleran, membela hak-hak yang benar dan lain-lain. Semuanya itu ditujukan untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan negara kita dari kehancuran.