Mengapa kelompok abu santoso disebut sebagai teroris

Bagikan:

Mengapa kelompok abu santoso disebut sebagai teroris

JAKARTA - Mujahidin Indonesia Timur adalah salah satu kelompok militan di Indonesia. Kelompok yang dikenal dengan akronim MIT jadi otak dari banyak aksi teror di Sulawesi Tengah (Sulteng). MIT yang bermarkas di Poso juga sering disebut sebagai corong organisasi gerilyawan Islam Irak-Suriah (ISIS). Yang teranyar, mereka membunuh satu keluarga di Sigi.

Jumat, 27 November, sejumlah anggota kelompok MIT mendatangi Desa Lembatongoa, Kabupaten Sigi, Sulteng. Pada pukul 09.00 WITA, mereka sempat menyandari satu keluarga. Keempat orang anggota keluarga itu kemudian dieksekusi. Para pembunuh itu juga membakar beberapa rumah di sekitar perkampungan itu.

"Benar dan itu kejadian pagi tadi. Korban ada sebanyak empat orang yaitu pasutri atau pemilik rumah, anaknya dan menantunya atau suami dari anak perempuan pemilik rumah." kata Sekertaris Desa Lembatongoa.

Para korban adalah Yasa, kepala keluarga. Yasa dibunuh bersama istri, putri kandung, dan menantunyaa. Kapolda Sulteng Irjen Abd Rakhman Baso mengatakan pembunuhan sadis itu dilakukan kelompok MIT, yang saat ini dipimpin oleh Ali Kalora.

Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Didik Suparnoto menjelaskan penyerangan dilakukan beramai-ramai. Ali Kalora bahkan disebut terlibat langsung dalam aksi pembantaian.

"Jadi mereka bergerak ramai-ramai. (Hubungan MIT dengan keluarga yang tewas) tidak ada. Jadi mereka kadang-kadang suka melakukan aksi secara acak. Namanya teroris, jadi melakukan tindakan teror untuk menakut-nakuti masyarakat," kata Didik.

Sejarah MIT

Dekade 2000-an jadi tahun di mana kelompok teroris banyak lahir di Indonesia. Terbentuknya Jamaah Ansharus Tauhid (JAT) di Poso jadi salah satu embrio MIT. JAT adalah salah satu kelompok teroris dengan jaringan terbesar di Indonesia.Salah satu perintis JAT, Abu Bakar Ba’asyir adalah mantan pemimpin Jamaah Islamiyah (JI).

Yang menjadi komandan laskar JAT cabang Poso adalah Santoso alias Abu Wardah Asy Ayarqi. Gunitna Rohan dan Kam Stefanie Li Yee, dalam buku Handbook of Terrorism in The Asia-Pacific (2016) menjelaskan Santoso boleh jadi tak begitu populer kala itu, namun Santoso dikenal berpengalaman.

Rekam jejaknya jauh sebelum bergabung dengan JAT, Santoso turut terlibat dalam kerusuhan Poso sejak 1998. Pengalamannya itu yang akan membawanya menjadi pemimpin MIT.

Lewat pengaruhnya, Santoso kemudian memiliki banyak pengikut. Ia juga menggelar pelatihan militer di dua tempat di wilatah Poso pada 2010.

Dua tahun setelahnya, Santoso memproklamirkan diri sebagai pemimpin tertinggi (Amir) MIT pada 2012. Tahun itu MIT melakukan sejumlah aksi besar. Kelebihan mereka adalah mampu memanfaatkan teknologi internet untuk menjalankan aksi.

“Salah satu faktor yang membuat Santoso menjadi magnet bagi para pejihad garis keras adalah kemunculan mereka pada media yang dipropagandakan pada forum ekstremis dalam dua Bahasa. Bahasa Indonesia dan arab. Kelompok Santoso, MIT menjadi perhatian pihak berwenang setelah mereka meretas situs militer indonesia (TNI-AD) dan situs-situs dari beberapa lembaga pemerintah lainnya,” ungkap Rohan dan Li Yee.

Corong utama ISIS di Indonesia

Santoso Cs telah menyebar selusin video, audio, dan pesan berbahasa Indonesia ke berbagai forum ekstremis. Lewat konten-konten itu mereka menebar ancaman, terutama kepada unit kontra-terorisme elite Indonesia, Densus 88. Hal-hal demikian jadi cara MIT membesarkan kejahatan mereka.

“Santoso dan kelompoknya menjadi orang yang paling dicari di Indonesia. Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Badrodin Haiti (2014-2015) menyatakan Santoso pemimpin MIT, satu-satunya kelompok di Indonesia yang berbaiat kepada negera islam Irak dan Suriah atau ISIS. ‘Kelompok santoso paling solid dan militan,’ kata Badrodin. Anggota kelompok Badrodin, kini berjumlah 37 orang,” ujar Sunudyantoro, Amar Burase, dan Dewi Suci Rahayu dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Bekas Penjual Parang di Gunung Biru (2016).

Hal itu dikuatkan dengan baiat Santoso kepada ISIS yang diunggah oleh pemimpin MIT ke Youtube pada 30 Juni 2014. Dalam video 12,5 menit itu, Santoso menyatakan MIT berbaiat kepada Daulah Islam atau Khilafah Islamiyyah –-sebutan lain ISIS-- dan Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpinnya.

“Wahai Syeikh kami yang mulia. Ketahuilah bahwa setiap pemuda mujahidin di sini bersamamu, mencintaimu, mendukungmu, dan menjadikanmu amir (pemimpin) dan panutan dalam jihad fi sabilillah di wilayah kami. Dan kami di wilayah Indonesia Timur adalah tentara-tentaramu dan batu bata penopang daulah islamiyyah yang engkau pimpin,” ungkap Santoso.

Perburuan terhadap Santoso Cs kian gencar. Santoso tewas dalam baku-tembak dengan Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala bentukan Polda Sulawesi Tengah di pedalaman Poso pada 18 Juli 2016. Pucuk kepemimpinan MIT diteruskan oleh Muhammad Basri alias Bagong.

Kepemimpinan Basri berakhir ketika ia ditangkap pada 14 September 2016. Kekosongan pemimpin MIT membuat salah satu pengikut setia Santoso, Ali Kalora memegang tongkat estafet kepemimpinan.

JAKARTA, KOMPAS.com – Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) ramai diperbincangkan beberapa hari terakhir lantaran dituduh polisi terlibat dalam pembunuhan satu keluarga dan pembakaran rumah di Sigi, Sulawesi Tengah.

Peristiwa tersebut menewaskan empat orang. Jenazah empat orang yang merupakan satu keluarga itu ditemukan dalam kondisi mengenaskan.

Kini, polisi yang dibantu TNI tengah mengejar kelompok teroris yang dipimpin oleh Ali Kalora.

Baca juga: Anggota Kelompok MIT Tersisa 11 Orang, Polri Sebar Foto Ali Kalora dkk

MIT kerap melakukan aksinya di Poso, Sulawesi Tengah. Sebelumnya, anggota kelompok itu disebut polisi membunuh warga sipil di Poso pada 8 Agustus, menembak anggota polisi di sebuah bank di Poso pada 15 April.

Mereka juga diduga terlibat pembunuhan dua warga sipil di Parigi Moutong pada 27 Juni 2019.

Kelompok ini awalnya dipimpin oleh Santoso yang tewas dalam baku tembak dengan personel Operasi Tinombala di Poso pada 18 Juli 2016. Satgas Tinombala memang digelar untuk mengejar anggota kelompok tersebut.

Setelah itu, Ali Kalora menggantikan posisi Santoso memimpin kelompok MIT bersama dengan Basri. Lalu, setelah Basri tertangkap, Jenderal (Purn) Tito Karnavian selaku Kapolri saat itu menetapkan Ali Kalora sebagai target utama dari Operasi Tinombala pada 2016.

Baca juga: Satgas Gabungan Menangkap Basri, Pimpinan Kelompok Santoso

Cikal bakal lahirnya MIT tak bisa dipisahkan dari keberadaan Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) yang didirikan Abu Bakar Ba’asyir pada 2008.

Pada 2009, sejumlah kelompok milisi beserta jaringan organisasi lainnya disebut berencana mendirikan negara Islam di Indonesia.

Misi tersebut mereka realisasikan dengan memulai pengadaan latihan militer bagi anggota mereka untuk berperang melawan pemerintah.

Saat itu Aceh dipilih sebagai lokasi pelatihan militer. Namun pada 2010, proyek pelatihan militer itu kandas lantaran terbongkar oleh polisi dan menjadikan Abu Bakar Ba'asyir sebagai terpidana. Ba’asyir didakwa mendanai pelatihan militer tersebut.

Baca juga: Kesehatan Menurun, Abu Bakar Baasyir Dilarikan ke RSCM

Beberapa anggota milisi yang terlibat dalam pelatihan milter itu berhasil meloloskan diri dari kejaran polisi. Mereka akhirnya membentuk sel-sel teroris masing-masing namun saling terhubung satu sama lain.

Mengapa kelompok abu santoso disebut sebagai teroris
KOMPAS.com/ MANSUR Aparat Kepolisian Resor Poso, Provinsi Sulawesi Tengah kembali memasang baliho yang berisi data dan foto terbaru para buronan dari kelompok teroris Poso pimpinan Santoso alias Abu Wardah.

Setelah pelatihan militer di Aceh gagal, seorang pimpinan Jemaah Islamiyah (JI) Abu Tholut yang dikenal pernah dekat dengan Ba’asyir, datang ke Poso dan bertemu Yasin serta Santoso.

Abu Tholut kemudian menjelaskan rencana menjadikan Poso sebagai markas Negara Islam.

Abu Tholut juga mengusulkan berdirinya JAT Poso, sebagai cikal bakal wadah kelompok yang memperjuangkan Negara Islam di sana.

Santoso kemudian diangkat menjadi penanggung jawab pelatihan militer di JAT Poso. Ketika itu JAT Poso dipimpin oleh Yasin.

Baca juga: 22 Prajurit TNI Tiba di Poso untuk Bantu Pencarian Ali Kalora dkk

Santoso kemudian merealisasikan proyek tersebut dengan merekrut peserta untuk mengikui pelatihan militer.

Pada 2010, Santoso dan rekan-rekannya berhasil mengumpulkan senjata dan menemukan tempat pelatihan militer di Gunung Mauro, Tambarana, Poso, serta di daerah Gunung Biru, Tamanjeka, Poso, Sulawesi Tengah.

Gerakan MIT mendapatkan dukungan dari kelompok terduga teroris lain yang terhubung dalam jaringan mereka.

Di antaranya dari kelompok Mujahidin Indonesia Barat (MIB) pimpinan Abu Roban, sebuah sel yang berperan untuk mendapatkan dana melalui perampokan di berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta. Pada 2012, Santoso lalu diangkat menjadi pemimpin MIT.

Baca juga: Polri: Anak Kandung Santoso Bergabung dengan Ali Kalora Cs

Serangkaian aksi teror

Beberapa aksi terror MIT yang terkenal yakni saat mereka membunuh dua orang polisi yakni Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman pada 16 Oktober 2012. keduanya ditemukan tewas di Dusun Tamanjeka, Desa Masani.

Kemudian pada 20 Desember 2012 MKIT juga menyerang tiga anggota Brimob. Mereka tewas setelah ditembak dari belakang saat patroli di desa Kalora, Poso Pesisir Utara. Mereka bertiga ialah Briptu Ruslan, Briptu Winarto, dan Briptu Wayan Putu Ariawan.

Pada awal tahun 2015, kelompok MIT juga membunuh tiga warga di Desa Tangkura. Mereka semua tewas dalam kondisi yang mengenaskan.

Kematian Santoso

Adapun pada 2016 polisi bersama TNI menjalankan operasi gabungan yang bernama Operasi Tinombala. Operasi gabungan tersebut bertujuan untuk menangkap MIT yang dipimpin oleh Santoso.

Operasi Tinombala membuahkan hasil pada 18 Juli 2016. Saat itu TNI dan Polri terlibat baku tembak dengan dua orang.

Baku tembak yang terjadi bermula saat sembilan orang prajurit Satgas Tinombala melaksanakan patroli di pegunungan Desa Tambarana. Mereka menemukan sebuah gubuk dan melihat beberapa orang tidak dikenal sedang mengambil sayur dan ubi untuk menutup jejak.

Mereka juga menemukan jejak di sungai dan terlihat tiga orang di sebelah sungai namun langsung menghilang. Tim satgas ini kemudian berupaya mendekati orang-orang tak dikenal itu dengan senyap.

Baca juga: Santoso Tewas Ditembak, 19 DPO

Setelah berada dalam jarak sekitar 30 meter, mereka kemudian terlibat kontak senjata sekitar 30 menit.

Setelah dilakukan penyisiran seusai baku tembak, ditemukan dua jenazah dan sepucuk senjata api laras panjang. Sedangkan tiga orang lainnya berhasil kabur.

Setelah diidentifikasi, ternyata kedua orang yang tewas adalah Santoso dan anggota MIT, Mukhtar.

Baca juga: Setelah Santoso Tewas, Polisi Duga Ali Kalora Lanjutkan Gerilya

Kemudian, Ali Kalora menggantikan posisi Santoso memimpin kelompok MIT bersama dengan Basri. Lalu, setelah Basri tertangkap, Ali Kalora ditetapkan sebagai target sasaran karena ia yang kini mengomandoi sejumlah aksi teror MIT.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.