Mengapa indonesia lamban keluar dari krisis

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi ekonomi penuh ketidakpastian, kegelapan melanda cuaca perekonomian dunia untuk tahun depan. Tak ada yang tahu kapan kegelapan ini akan berakhir, cepat atau lambat. Apakah Indonesia mengalami krisis ekonomi?

Ini menjadi pertanyaan salah satu peserta kuliah umum Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University, Singapura, Senin (29/8/2022).

Menjawab pertanyaan kritis dan menarik ini, Airlangga segera menjawab. Katanya, kemungkinan Indonesia masuk kepada krisis ekonomi hanya 3% saja. "Fundamental ekonomi Indonesia kuat dan solid," ungkap Airlangga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam kuliah umum yang dihadiri puluhan orang ini, Airlangga melanjutkan, saat ini ada 60 negara yang bermasalah ekonominya dan rasio utangnya terhadap PDB telah lebih dari 100 persen. Hal ini terkuak saat Airlangga mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva beberapa waktu lalu.

Baca:
Orang Singapura ke Menteri RI: Ngapain RI Pindah Ibu Kota?

Menurut Airlangga, IMF tidak bisa mencegah 60 negara ini bermasalah dan terganggu secara bersamaan. Bayangkan bila secara bersamaan ada 60 negara bermasalah secara bersamaan.

Mengapa indonesia lamban keluar dari krisis
Foto: Airlangga Hartanto dalam Kuliah Umum Indonesia, Singapore, ASEAN and the New Asian Landscape. (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel P)

Namun Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan, pengalaman Indonesia keluar dari krisis moneter 1998 dan krisis keuangan dunia di 2018 menjadi model dan pelajaran bagi negara-negara berkembang.

Soal potensi krisis ekonomi dunia, Airlangga mengatakan, sektor energi menjadi isu yang penting. Airlangga mengatakan, dirinya tidak yakin harga minyak dunia akan turun di bawah US$ 90/barel pada akhir tahun depan. Alasannya, OPEC yang merupakan gabungan negara produsen minyak terbesar dunia, berencana untuk memangkas produksinya. Ini jadi tantangan berat bagi Indonesia, yang saat ini tengah bergulat pada tingginya subsidi BBM.

Baca:
RI Gabung Aliansi Perdagangan Terbesar Dunia, Ini Manfaatnya

"Lalu kedua adalah perubahan iklim yang makin menjadi nyata dampaknya. Seperti yang kita lihat di Shanghai ada pembatasan listrik. Lalu di Eropa termasuk Jerman, kapal-kapan tidak bisa melewati sungai karena airnya berkurang, ini jadi masalah logistik" paparnya.

"Lalu ada isu kekeringan di Inggris yang menyebabkan panen pangan terganggu," imbuhnya.

Semua ini menjadi tantangan berat dan nyata untuk ekonomi di tahun depan. "Karena itu, Kristalina mengatakan ekonomi dunia ternyata lebih gelap dari yang diperkirakan. Namun krisis ini bisa dihadapi dan dilalui bila negara-negara ASEAN bersatu dan solid," tegasnya.

Dalam pidato awalnya pada kuliah umum ini Airlangga mengatakan, periode satu dekade atau 10 tahun ke depan akan dipenuhi dengan turbulensi ekonomi di dunia. Akan ada peralihan-peralihan yang sulit diprediksi.

Kompas.com - Krisis moneter atau krisis finansial di Indonesia terjadi karena krisis finansial Asia 1997-1998.

Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di Indonesia.

Pada Februari 1998, Presiden Soeharto memecat Gubernur Bank Indonesia pada saat itu. Akhirnya Presiden Soeharto dipaksa mundur pada tanggal 21 Mei 1998. Mulai dari sini krisis moneter Indonesia memuncak.

Krisis finansial Asia 1997-1998

Dalam buku Manias, Panics and Chrashes: A History of Financial Crises (2005) karya CP Aliber, krisis Asia Timur menyebar hampir sebagian negara di dunia.

Krisis ini pertama kali dimulai pada 2 Juli 1997 ketika Thailand mendeklarasikan ketidakmampuan untuk membayar utang luar negerinya.

Tindakan berkelompok dari karakteristik Macan Asia Timur (Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Korea Selatan) kemudian membentuk besarnya pinjaman atas mata uang asing, investasi spekulatif pada real estate dan koreksi mata uang terhadap dollar AS.

Baca juga: BJ Habibie, Pendekatan Ajaib, dan Krisis Ekonomi 1998

Hal tersebut kemudian menjadi overvaluation terhadap mata uang kelompok Macan Asia Timur, seiring meningkatnya tingkat harga domestik mereka.

Seiring berjalannya waktu, Thailand mengalami kerugian hingga 24 miliar dollar AS dari aset cadangannya ketika mempertahankan baht (mata uang Thailand) dan membuat baht terdepresi.

Secara otomatis, Indonesia melepaskan rupiah untuk bergerak mengambang setelah berkembannya tekanan spekulasi.

Krisis tersebut juga menyebar hingga Rusia dan Brazil yang disebabkan oleh faktor priskologis karena pasar finansial.

Dua negara tersebut juga memiliki utang yang besar dan overvaluasi mata uang mereka. Serta Rusia juga memiliki pemerintahan yang korup.

Akibatnya, menghasilkan investasi dengan modal tinggi, dengan maraknya korupsi mengakibatkan besarnya jumlah uang yang keluar namun tidak tepat sasaran.

Pasar saham jatuh pada 11 Agustus 1998, diikuti dengan mengembangnya nilai mata uang Ruble (mata uang Rusia) enam hari kemudian.

Sedangkan permasalahan Brazil merupakan akibat dari deregulasi, defisit fiskal yang besar, pemberhentian sementara aliran modal masuk, dan kerugian pasar ekspor di Asia.

Baca juga: Krisis Ekonomi Kian Dalam, Argentina Kontrol Mata Uang

Khususnya bahan baku kayu untuk kertas mengalami penurunan tajam. Depresiasi kedua dan mengambangnya sektor riil pada awal tahun 1999 mengakibatkan peningkatan harga saham dan apresiasi sektor riil.

Masuknya krisis finansial Asia 1997-1998 di Indonesia

Dalam buku Bangkitnya Perekonomian Asia Timur: Satu Dekade setelah Krisis (2008) karya Sjamsul Arifin, perkembangan perekonomian Asia Timur termasuk Indonesia pada tahun 1990-1996 cukup menarik perhatian.

Indonesia digambarkan pada tahun-tahun sebelum terjadinya krisis sebagai negara dengan pertumbuhan perekonomian yang sangat baik.

Hal ini terlihat melalui indikator makro ekonomi Indonesia seperti tingkat pertumbuhan PDB, perkembangan nilai investasi, aliran modal, pergerakan nilai tukar, dan tingkat inflasi.

Selama lebih dari dua dekade, tingkt pertumbuhan PDB per kapita kawasan Asia Timur termasuk Indonesia meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan kawasan lainnya.

Berdasarkan data pertumbuhan investasi riil Asia Timur yang dikutip dari data World Bank-compound annual average growth selama 1990-1996, kelima negara di kawasan Asia Timur menunjukkan tingkat pertumbuhan yang tinggi.

Baca juga: Wapres Ingatkan Para Menteri akan Bahaya Krisis Ekonomi 10 Tahunan

Hal tersebut memberikan dampak positif bagi Indonesia mengenai sejumlah liberalisasi sektor keuangan yang telah diluncurkan.

Berbagai kebijakan liberalisasi tersebut dilaukan untuk memperlancar arus modal, sehingga dapat menunjang pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.

Berubahnya kondisi ekonomi di Indonesia menjadi terpuruk pada 1997-1998. Terdapat beberapa kelemahan utama, yaitu:

  1. Sistem keuangan yang terbuka namun tidak didukung oleh pengawasan yang baik.
  2. Nilai tukar mata uang tetap yang efektif.
  3. Aliran dana investasi asing yang masuk secara besar dan cepat, terutama pinjaman jangka pendek.

Aksi dalam membeli dollar bagi para debitur semakin memperburuk nilai tukar. Pembayaran utang menjadi lebih sulit dan meningkatkan ancaman tidak dapat membayar.

Sehingga menyebabkan modal semakin deras keluar serta nilai tukar semakin jatuh, kelalaian dalam membayar utang luar negeri akhirnya terjadi.

Sektor keuagan Indonesia menjadi lemah dan memperparah permasalahan ekonomi Indonesia terutama ketika terjadinya krisis.

Baca juga: Luhut: Krisis Ekonomi Nyaris Menimpa Pemerintahan Jokowi Saat Baru Menjabat

Dengan pengalaman pasar keuangan terbuka, perusahaan Indonesia mengajukan pinjaman langsung dari bank asing.

Konsekuensinya, meskipun sistem perbankan Indonesia diperbaiki, krisis tetap meluas karena akar permasalahan krisis 1998 bukan berasal dari sektor perbankan.

Nilai tukar mata uang rupiah relatif stabil sebelum terjadinya krisis. Kondisi ekonomi yang kondusif memberikan kontribusi positif pada nilai tukar rupiah yang relatif stabil.

Selain itu, tingkat inflasi yang stabil merupakan salah satu indikator yang memperkuat gambaran kondisi perekonomian Indonesia yang baik.

Namun, dalam hal politik Indonesia mengalami kendala yang menyangkut prinsip. Di mana kondisi Indonesia yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, kenyataannya menganut sistem otoritarian.

Hal tersebut kemudian ditambah dengan sikap Soeharto yang menjadikan kondisi perekonomian tersebut sebagai instrumen untuk melakukan tindakan KKN.

Baca juga: Luhut: Krisis Ekonomi Nyaris Menimpa Pemerintahan Jokowi Saat Baru Menjabat

Dengan pertumbuhan perekonomian yang cukup menjanjikan, kebanyakan para ahli ekonomi menilai bahwa Indonesia tidak akan terkena krisis finansial.

Krisis finansial Asia yang berdampak pada Indonesia awalnya karena Thailand pada Juli 1997 memutuskan untuk menghapus kebijakan nilai tukar mata uang tetap dan membiarkan mata uang Thailand untuk diperdagangkan secara bebas di pasar mata uang.

Hal ini kemudian menyebabkan baht mengalami devaluasi. Jatuhnya mata uang Thailand memberikan dampak yang sangat besar di kawasan Asia Timur khususnya Asia Tenggara di mana negara-negara di kawasan ini termasuk Indonesia ikut masuk dalam pusaran krisis finansial.

Mengapa Indonesia sulit keluar dari krisis ekonomi?

Pada tahun 1997-1998 Indonesia sangat sulit sekali keluar dari krisis ekonomi karena dampak krisis finasial Asia yang cukup besar pada Indonesia, maraknya kasus KKN dalam kalangan pejabat pemerintah dan pemerintah yang tidak cakap mengatasi masalah ekonomi.

Apa yang menyebabkan terjadinya krisis moneter di Indonesia?

Dalam artikel ilmiah Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran, disebutkan ada 5 faktor penyebab krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada 1997. Lima faktor itu adalah, merosotnya nilai tukar rupiah, akumulasi utang luar negeri swasta, kesalahan pemerintah dan sistem perbankan, dan ketidakpastian ...

Apakah Indonesia pernah mengalami krisis?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia pernah menghadapi resesi sebanyak tiga kali yakni pada 1963, 1998, dan 2020/2021. Ketiga krisis tersebut dipicu penyebab yang berbeda dan dengan dampak yang berbeda pula. Resesi pada 1963 dipicu oleh hiperinflasi.

Apa dampak krisis moneter di Indonesia?

Dampak Krisis Moneter Selain itu pemerintah akan kesulitan dalam menutup APBN. Harga barang naik cukup tinggi sehingga masyarakat sangat sulit mendapat kebutuhan pokok. Utang luar negeri melonjak dengan harga bbm yang terus naik.