Mengapa aliran empirisme bertentangan dengan aliran nativisme

JURNAL IDAARAH, VOL. II, NO. 2, DESEMBER 2018 243

PESERTA DIDIK DALAM PANDANGAN NATIVISME,

EMPIRISME, DAN KONVERGENSI

MUSDALIFAH

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar

Jl. HM. Yasin Limpo No. 36 Makassar

Email:

Abstract:

To achieve the objectives of learning in the classroom many things are needed,

because the process is a complex phenomenon. One of the influences is the

educator's understanding of the existence of students. Educators must know the

views of various streams of education about students. This paper focuseses on

nativism, empiricism, and convergence in understanding students. The flow of

nativism holds that the development of students is determined from birth. This

stream believes that human development is determined by its defenders.

Environmental factors have less influence on children's education and development.

Therefore, the results of education are determined by birth-born talent. The flow of

empiricism assumes that children born into the world are like white paper. White

paper will have patterns and writing that are scratched by the environment.

Educators as external factors play a very important role, because educators provide

an educational environment for children, and children will receive education as

experience. This experience will shape the behavior, attitudes, and character of the

child based on the educational goals.

Keywords: Nativism, Empirism, Convergence

PENDAHULUAN

iantara komponen terpenting dalam pendidikan dalah peserta didik. Dalam

perspektif pendidikan, peserta didik merupakan subyek dan obyek. Oleh

karena aktivitas kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan

peserta didik didalamnya. Pengertian yang utuh tentang konsep pserta didik

merupakan salah satu fakor yang perlu diketahui dan dipahami oleh seluruh pihak

khususnya yang terlibat secara langsung dalam pendidikan. Tanpa pemahaman

yang utuh dan kompershensif terhadap peserta didik, sulit rasanya bagi pendidik

untuk dapat menghantarkan peserta didiknya dalam tujuan yang diinginkan (Nizar,

2002:47).

Tujuan yang diinginkan tersebut dapat diaplikasikan dalam proses

belajar/mengajar. Proses belajar/mengajar adalah fenomena yang komplek.

Segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran, tindakan dan asosiasi dan sampai

sejauh mana kita mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran,

sejauh itu pula proses belajar berlangsung. Dalam hal ini pengaruh dari peran

seorang pendidik sangat besar sekali. Dimana keyakinan seorang pendidik atau

pengajar akan potensi manusia dan kemampuan semua peserta didik untuk

belajar dan berprestasimerupakan suatu hal yang penting diperahtikan. Aspek-

aspek teladan mental pendidik atau pengajar berdampak terhadap iklim belajar

MUSDALIFAH

244 JURNAL IDAARAH, VOL. II, NO. 2, DESEMBER 2018

dan pemikiran peserta didik yang di ciptakan pengajar. Pengajar harus mampu

memahami bahwa perasaan dan sikap peserta didik akan terlihat dan berpengaruh

kuat pada proses belajarnya.

Dalam paradigm pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang

belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih

perlu dikembangkan. Di sini, peserta didik merupakan makhluk Tuhan yang

memiliki Fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan

baik bentuk, ukuran maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi

rohaniah ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis

dan perlu dikembangkan (Langgulung, 2003:79).

Dalam mempelajari perkembangan manusia diperlukan adanya perhatian

khusus mengenal hal-hal sebagai berikut: 1) Proses pematangan, khususnya

pematangan fungsi kognitif. 2) Proses belajar. 3) pembawaan atau bakat. Ketiga

hal-hal ini berkaitan erat satu sama lain dan saling berpengaruh dalam

perkembangan kehidupan manusia tak terkecuali peserta didik (Syah, 2008:43).

Apabila fungsi kognitif, bakat dan proses belajar seorang peserta didik tersebut

mengalami proses perkembangan kehidupan secara mulus. Akan tetapi, asumsi

yang menjanjikan seperti ini sebenarnya belum terwujud, karena banyak faktor

yang berpengaruh terhadap proses perkembangan peserta didik dalam menuju

cita-cita bahagianya.

Adapun mengenai faktor-faktor yang memepengaruhi perkembangan peserta

didik, para ahli berbeda pendapat lantaran sudut pandang dan pendekatan mereka

terhadap eksistensi peserta didik tidak sama.

PEMBAHASAN

Pandangan Pendidikan terhadap Peserta Didik

Sebagaimana pemakalah kemukakan latar belakang diatas, bahwa peserta

didik merupakan subyek dan obyek pendidikan. Pendidikan ibarat uang logam,

selalu memiliki dua sisi yakni, satu pihak bertugas mengajar (pendidik), sedangkan

pihak lain tugasnya belajar (peserta didik). Peserta didik merupakan salah satu dari

dua sisi tersebut, yang memiliki tugas menerima konsep pendidikan (Isa, 1994:79).

Melalui paradigma di atas menjelaskan bahwa peserta didik merupakan

subyek dan obyek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik)

untuk membantu mengarahkan mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta

membimbingnya menuju kedewasaan. Sebab potensi itu tidak akan mengalami

perkembangan yang optimal tanpa adanya bimbingan pendidik. Karena itu

pemahaman terhadap peserta didik sangat perlu untuk diketahui oleh pendidik,

karena melalui pemahaman tersebut akan membantu pendidik dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya melalui berbagai aktivitas kependidikan.

Karena itu perlu diperjelas beberapa diskripsi tentang hakekat peserta didik

dan implikasinya menurut pendidikan Islam, yaitu:

PESERTA DIDIK DALAM PANDANGAN NATIVISME, EMPIRISME

JURNAL IDAARAH, VOL. II, NO. 2, DESEMBER 2018 245

1. Peserta didik bukan merupakan meniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki

dunianya sendiri

2. Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensi prioderasi perkembangan

dan pertumbuhan

3. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan baik yang menyangkut

kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi

4. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu

(differensisasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan

maupun lingkungan dimana dia berada.

5. Peserta didik merupakan result dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.

Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan

yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohaniah memiliki

dua daya akal dan dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal, maka proses

pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasa daya inteletualitasnya melalui

ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan

melalui pendidikan akhlak dan Ibadah. Menurut penulis istilah daya sesuai

dengan penemuan mutakhir daya-daya tersebut adalah kecerdasan intelektual

(IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan Spritual (SQ)

6. Peserta didik adalah manusia memiliki potensi fitrah yang dapat dikembangkan

dan berkembang secara dinamis (Nizar, 2002:48-50).

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Peserta Didik

Adapun mengenai faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan peserta

didik, para ahli berbeda pendapat lantaran sudut pandang dan pendekatan mereka

terhadap eksistensi peserta didik tidak sama. Untuk lebih jelasnya berikut ini

pemakalah paparkan aliran-aliran yang berhubungan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan peserta didik.

Aliran Nativisme

Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. Ia adalah filosof Jerman yang

hidup pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan

individu ditentukan oleh faktor bahwa sejak lahir (Syah, 2008:43). Konon juga

dijuluki sebagai aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan

kacamata hitam (Syah, 2008:43). Karena aliran ini berkeyakinan bahwa

perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawannya. Aliran ini di dukung

pendapatnya oleh aliran naturalisme yang dibidani oleh J.J Rousseau yang

berpendapat bahwa: segala suci dari tangan Tuhan rusak ditangan manusia

(Banjari, 2008:27). Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan

dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat

yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar

ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat jika anak memiliki

bakat jahat dari lahir, ia menjadi jahat dan sebaliknya jika nak memiliki bakat baik,

MUSDALIFAH

246 JURNAL IDAARAH, VOL. II, NO. 2, DESEMBER 2018

ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang

dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.

Pandangan ini tidak menyimpan dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orang

tuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orang tua. Prinsipnya

pandangan Nativisme adlah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah

terbentuk sejak manusia lahir kedunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis

yang bersifat hederiter serta kemampuan dasar lainnya yang kepastiannya berbeda

dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik

maksimal kemampuannya, dan ada pula yang sampai hanya pada titik tertentu.

Misalnya, seorang anak yang berasal dari orang tua yang ahli seni music, akan

berkembang menjadi seniman music yang mungkin melebihi kemampuan orang

tuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orang tuanya.

Coba simak cerita tentang anak manusia yang hidup dibawah asuhan

serigala. Ia bernama Robinson Crussoe. Crussoe sejak bayi ia hidup deitengah

hutan rimba yang belantara dan ganas, ia tetap hidup dan berkembang atas

bantuan air susu serigala sebagai induknya. Serigala itu memberi Crussue makan

sesuai selera serigala sampai dewasa. Akhirnya Crussue mempunyai gaya hidup,

bicara, ungkapan bahasa, dan watak seperti serigala, padahal ia adalah anak

manusia. Kenyataan ini pun membantah teori Nativisme sebab gambaran dalam

cerita Robinson Crussoe itu telah membuktikan bahwa lingkungan dan didikan

membawa pengaruh besar terhadap perkembangan anak.

Beberapa ahli biologi dan psikologi berpendapat bahwa peluang bagi para

pendidik untuk memperoleh hasil pendidikan amat sedikit, tidak mengatakan tidak

ada sama sekali. Boleh dikatakan tidak peluang untuk mendidik anak manusia.

Mereka memandang bahwa evolusi anak seluruhnya di tentukan oleh hokum-

hukum pewarisan, sifat-sifat dan pembawaan orang tua dan nenek moyang

mengalir sepanjang perkembangan, hingga sulit sekali mengubah melalui

pendidikan (Darajat, dkk, 2008:51).

Psikolog Austria, H. Rohracher mengemukakan “… manusia hanyalah produk

dari hokum proses alamiah yang berlangsung sebelum yang bukan buah dari

pekerjaan dan bukan pula menurut keinginannya” (Darajat, dkk, 2008:51).

LL. Szondi menambahkan lebih jauh bahwa dorongan maupun tingkah laku

social dan intelektual ditentukan sepenuhnya oleh faktor-faktor yang diturunkan

(warisan) sebagai nasib yang menentukan seseorang (Darajat, dkk, 2008:51).

Aliran Empirisme

Toko aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun

1632-1704. Teorinya dikenal dengan Tabula rasa (meja lilin), dengan istilah lain

berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank Slate/blank tablet) (Syah,

2008:44). Yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti tempat putih

yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh

PESERTA DIDIK DALAM PANDANGAN NATIVISME, EMPIRISME

JURNAL IDAARAH, VOL. II, NO. 2, DESEMBER 2018 247

lingkungan. Aliran di sokong pendapatnya oleh J. F. Herbert dengan teori psikologi

asosiasinya. Ia berpendapat bahwa jiwa manusia adalah kosong sejak dilahirkan

baru akan berisi bila alat inderanya telah dapat menangkap sesuatu yang

kemudian diteruskan oleh uart sarafnya masuk kedalam kesadaran, yaitu jiwa

(Syah, 2008:28). Faktor bawaan dari orang tua (faktor turunan) tidak dipentingkan.

Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam,

dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar

terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik: sebagai faktor luar

memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan

pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan sebagai pengalaman.

Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak

sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan

Misalnya: suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi

pelukis. Segala alat diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal,

karna bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi

konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal. Contoh lain,

ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan dilingkungan yang

berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin,

yang satu dididik di lingkungan keluarga kaya yang hidup di kota dan disekolahkan

di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama. Kelemaha aliran ini

adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang

dibawah anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan

berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.

Aliran Konfergensi

Tokoh aliran konfergensi adalah Wiliam Stem. Ia seorah tokoh pendidikan

jerman yang hidup tahun 1871-1939. Aliran konferegensi merupakan kompromi

atau kombinasi dari aliran Nativisme dan Emperisme. Aliran ini berpendapat bahwa

anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan

perkembanga anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan (Syah, 2008:46).

Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting. Anak yang

membawa pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik

akan menjadi semakin baik. Sedaangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan

berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi

perkenbangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat

menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat

baik yang dibawa anak.

Dengan demikian, aliran konfergensi menganggap bahwa pendidikan sangat

bergantung pada faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan. Hanya saja,

Wiliam Stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua

MUSDALIFAH

248 JURNAL IDAARAH, VOL. II, NO. 2, DESEMBER 2018

faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bias

ditetapkan.

Apakah aliran konfergensi sebagaimana tersebut di atas dapat dijadikan

pedoman dalam arti bahwa perkembangan peserta didik pasti bergantung pada

pembawaan dan lingkungan pedidikannya? Sampai batad tertentu aliran ini dapat

kita terima. Tetapi tidak secara mutlak. Sebab masih ada satu hal yang perlu

diperhatikan yakni potensi psikologi tertentu yang juga tersimpan rapi dalam diri

setiap peserta didik dan sulit diidentifikasi.

Hasil proses perkembangan peserta didik tak dapat dijelaskan dengan

menyebutkan pembawaan dan lingkungan. Artinya keberhasilan seoarng peserta

didik tidak hanya ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan saja, karna peserta

didik tersebut tidak hanya dikembangkan pembawaan dan lingkunganya, tetapi

juga oleh didiri peserta didik sendiri. Setiap orang termasuk peserta didik tersebut

memiliki potensi yang memungkinkan dirinya yang memungkinkan dirinya bebas

memilih antara mengikuti atau menolak sesuatu (aturan atau stimulu ) lingkungan

tertentu yang hendak mengembangkan dirinya. Alhasil, peserta didik sendiri

memiliki potensi psikologis tersendiri untuk mengembangkan bakat dan

pembawaannya dalam konteks lingkungan tertentu.

Dari kenyatann tersebut di atas, timbul pertanyaan dalam hal apa faktor

pembawaan dan faktor lingkungan lebih menentukan?

Dari hasil pengelidikan yang dilakukan oleh para ahli psikologi diperoleh

petunjuk sebagai berikut; faktor pembawaan lebih menentukan dalam hal

intelgensi, fisik, reaksi pengindraan, sedangkan faktor lingkungan lebih

menentukan dalam hal pembentukan kebiasaan, kepribadian, dan nilai nilai

kejujuran, gembira, sedih dan ketergantungan kepada orang lain sangat

dipengaruhi oleh belajar (training) (Darajat, dkk, 2008:129).

Kadar pengaruh keturuna (pembawaan) dan lingkungan terhadap peserta

didik berbedaa sesuai dengan segi segi pertumbuhan kepribadian peserta didik.

Kadar pengaruh kedua faktor ini juga berbedaa sesuai umur dan fase pertumbuhan

yang dilalui. Faktor keturunan umumnya lebih kuat pengaruhnya pada tingkat bayi,

yakni sebelum terjalinnya hunbungan social dan perkembangan pengalaman.

Sebaliknya lpengaruh lingkungan lebih besar pada manusia mulai dewasa, karna

hubungan dengan lingkungan alam manusia, serta ruang geraknya sudah semakin

luas (Darajat, dkk, 2008:55).

Karna itu Zakiah Drajat mengatakan bahwa tugas sekolah ialalh

mempersiapkan semua unsur unsur kebudayaan untuk proses ini. Ada tiga hasil

integrasi antara individu dengan lingkukngannya, perluasan, perbedaan. Dan

penggabungan bahwa bila saja belajar benrlangsung maka yang belajar itu adalah

seluruh organism manusia itu (Nasution, 2004:11).

Jalaluddin Rahmat dalam bukunya belajar cerdas, mengemukakan secara

singkat para peneliti umumnya menilai perbandingan kedua pengaruh itu secara

PESERTA DIDIK DALAM PANDANGAN NATIVISME, EMPIRISME

JURNAL IDAARAH, VOL. II, NO. 2, DESEMBER 2018 249

”fifti fifti” setengah disebabkan oleh keturunan dan setengahnya lagi oleh

lingkungan. Jika IQ anda 20 poin, kira kira 120, 10 poin dari orang tua anda dan 10

poi lagi dari lingkungan (Rahmat, 2007:35). Lanjut beliau tetapi, yang paling

penting adalah kecerdasan anda yang dibawah sebagai warisasn hanya anda miliki

sebagai potensi. Ibarat rumah pembawaa adalah pondasi, sedangkan lingkungan

adalah bangunan rumah.

Gerald Edelman, neorology pemenang nobel dan kepala The Neurological

Instutute di The cripps clinik, la jolla, California mengemukakan neurology

Darwinisme adalah teori yang menjelaskan bahwa otak memang harus plastis

(lentur), yakni harus berubah ketika lingkungan dan pengalaman berubah. Itulah

sebabnya mengapa kita harus menerima pelajaran (learn) dan juga bias

menghilangkan pelajaran (anlearn) (Rahmat, 2007:175).

Jadi bahwa berbagai penelitian para ahli membuktikan bawaan saja tidak

akan bias berkembang dan beruh kecuali ada faktor faktor lain diluar manusia itu

sendiri yang mempengaruhinya. Akan tetapi, dalam hal pembawaan yang bersifat

rohania sangat suli kita kenali. Banyak orang yang ahli dibidang “X” tetapi anaknya

ahli dibidang “Y”. anak ini sudah di usahakan agar membelajari bidang “X” supaya

sama dengan orang tuanya, tetapi ia menolak dan menunjukkan kecendrungan

bakat “Y”

Manusia lahir kedunia, dalam suatu lingkungan dengan pembawaan tertentu.

Pembawaan yang potensial itu tidak spesifik melainkan bersifat umum dan dapat

berkembang menjadi bermacam macam kenyataan antara interaksi dengan

lingkungan. Pembawaan menentukan batas batas kemungkinan yang dapat dicapai

oleh seseorang peserta didik akan tetapi lingkungan menentukan menjadi

seseorang individu dalam kenyataan. Tentang fungsi pembawaan dan lingkungan

Hendri G. Garret mengatakan sebagai berikut “jelaslah pembawaan dan lingkungan

bukanlah hal yang bertentaangan melainkan saling membutuhkan” (Darajat, dkk,

2008:128).

Lingkungan yang buruk dapat merintangi pembawaan yang baik, tatapi

lingkungan yang baik tidak dapat menjadi pengganti suatu pembawaan yang baik.

Daerah yang penuh dengan kejahatan dan kesempatan latihan yang kurang, akan

menimbulkan kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Begitu juga lingkungan yang baik

tidak dapat menjadikan peserta didik yang lemah pikiran menjadi orang yang

pandai atau orang yang tidak berbakat menjadi berbakat. Karna itu ada fakror lain

yang perlu diperhatikan oleh pendidik yaitu faktor dari diri peserta didik sendiri

yang harus mengembangkan potensi dirinya secara maksimal, dengan

memaksimalkan pembawaan dan pengaruh lingkungan dimana dia berada. Maka

akan membawa peserta didik ke arah tujuan pendidikan. Dari aliran-aliran tersebut

diatas ada dua aliran ekstrim yaitu pembawaan (Nativisme) dan lingkungan

(Empirisme) sedang satu yang moderat yaitu penggabungan/kombinasi

(Konvergensi).

MUSDALIFAH

250 JURNAL IDAARAH, VOL. II, NO. 2, DESEMBER 2018

Perdebatan mengenai hal ini tidak akan pernah selesai. Karna dikolong langit

dan diatas hamparan bumi, tak seorang pun yang bias memilih sebagai apakah ia

akan dilahirkan. Termasuk juga memilih sebagai keturunan, suku, ras, bangsa,

umat, dan warga Negara mana. Faktor keturuna merupakan sesuatu berpengaruh

besar bagi pembawaan seseorang, setiap orang mewarisi gen (baik dan buruk) dari

ayah, ibu, paman, bibi, kakek dan nenek mereka, melalui perpaduan sperma dan

opum dari kedua orang tuanya.

Berdasarkan hal tersebut, Nabi Bersabda, Hadits ini saya kutip dalam

bukunya Rachmat Ramadhani Al-Banjari yang berjudul “membaca kepribadian

muslim seperti membaca Al-quran” yang berbunyi;

Kawinlah wanita yang baik, sebab sesungguhnya faktor gen keturunan itu

kuat pengaruhnya” (H.R. Ibnu Adiy) (Banjari, 2008:120).

Hadis ini menekankan pentingnya bebet, bobot, dan bibit dalam memilih

calon isteri atau bapak, karena akan menurunkan tabiat-tabiat, karakter, sifat

bawaan kepada anaknya.

Begitu juga hanya lingkungan, Rasulullah SAW menekankan dalam sabdanya,

Jauhilah olehmu si cantik yang bearacun! Seorang sahabat bertanya; ya

Rasulullah, siapa si cantic yang beracun itu? Rasul menjawab; perempuan yang

cantik tetapi berada dalam lingkungan yang buruk” (H. P. Daruguthni) (Banjari,

2008:120).

Hadis ini mengandung makna bahwa kuatnya lingkungan dalam memberi

pengaruh terhadap pembentukan pribadi anak. Oleh sebab itu baik faktor hediritas

(keturunan) maupun faktor lingkungan, keduanya diakui saling mempengaruhi

dalam membentuk pribadi, pola pikir, berkeyakinan, berperasaan, berperilaku,

bersikap, berpenampilan dan bertindak manusia, hanya tidak ada kata sepakat

para ahli mengenai faktor mana yang sangat domina, faktor keturunan atau

lingkungan.

KESIMPULAN

Dalam pendidikan ada tujuan dan untuk mencapai tujuan memerlukan

komponen-komponen pendidikan antara lain adalah pendidik dan peserta didik.

Peserta didik adalah subyek dan obyek pendidikan, karena itu dalam proses belajar

dan pembelajaran, seorang pendidik hendaknya memahami dan mengerti betul

secara kompherensif mengenai eksistensi dan potensi peserta didiknya. Jika

pemahaman yang kompherenshif oleh pendidik dan peserta didiknya, maka

pendidikan akan berlangsung sesuai tujuan yang diinginkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya hasil perkembangan

peserta didik pada dasarnya ada 3 macam

1. Faktor intern yaitu faktor yang ada pada peserta didik itu sendiri yang meliputi

pembawaan tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.

PESERTA DIDIK DALAM PANDANGAN NATIVISME, EMPIRISME

JURNAL IDAARAH, VOL. II, NO. 2, DESEMBER 2018 251

2. Faktor ekstern yaitu hal-hal yang dating atau ada diluar peserta didik yang

meliputi lingkungan (pendidikan) penagalaman berinteraksi peserta didik

tersebut denagan lingkungannya.

3. Faktor potensi psikologis yang tersimpan pada diri peserta didik tersebut yang

memungkinkan dia menerima atau menolak aturan atau stimulus lingkungan

tertentu yang akan mengembangkan dirinya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Banjari, Rachmat Ramadhana, Membaca Kepribadian Muslim Seperti Membaca

Al-Quran Cet. I; Jogyakarta: DIVA Perss,2008.

An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah: Sekolah dan masyarakat.

Cet. IV; Jakarta: Gema Insan, 2004.

Darajat, Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam. Cet, VII; Jakarta: PT. Bumi Aksara,

2008

Darajat, Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Cet, IV; Jakarta: PT.

Bumi Aksara, 2008.

Darajat, Darajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam. Cet, III: Jakarta: Bumi Aksara

2008.

Isa, Kamal Muhammad, Manajemen Pendidikan Islam, Cet; I; Jakarta: PT. Fikahati

Aneska, 1994

Langgulung, Hasan, Manusia Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat dan

pendidikan. Cet. V. Edisi Revisi; Jakarta: Pustaka Al-Husna, 2004.

Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Dalam Abad ke 21. Cet, III. Edisi Revisi;

Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003.

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis.

Cet; I; Jakarta: PT. Intermesa, 2002

Rahmat, Jalaluddin, Belajar Cerdas, Belajar Berbasiskan Otak. Cet, VII; Bandung;

Mizan Learning Centre, 2007

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Dengan Pendekatan Baru. Cet. XIV; Jakarta:

PT. Remaja Rosdakarya, 2008.