Jumat, 22 Agustus 2014
Tingkah laku loyalitas sebenarnya mulai muncul pada era tahun 1970-an, sesudah suatu periode dimana sebagian besar penelitian membuktikan bahwa loyalitas adalah suatu pola pembelian ulang (Oliver, 1997). Loyalitas adalah faktor terpenting dalam menentukan kesuksesan suatu bisnis eceran dan keberlangsungan toko tersebut, dan tanpa adanya loyalitas dalam bisnis eceran, maka keunggulan kompetitif yang dimiliki seperti tidak pernah ada dan tidak sukses (Omar : 1999). Mowen dan Minor (1998) mendefinisikan loyalitas sebagai kondisi di mana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Menurut Uncles dan Laurent (1997) : “Loyalty conceptualized as a behavioral measure (including exclusive purchase and repeat purchase probability) and an attitudinal measure (including brand preference, liking, commitment, and intention to buy)” Menurut Loudon dan Delta Bitta (1993), “store loyalist refers to the customer’s inclination to patronize a given store during a specified period of time”. Pelanggan yang dianggap loyal akan berlangganan atau melakukan pembelian ulang selama jangka waktu tertentu. Pelanggan yang loyal sangat berarti bagi badan usaha karena biaya untuk mendapatkan pelanggan baru lebih mahal daripada memelihara pelanggan lama (Peter dan Olson, 2002). Salah satu model yang paling relevan dalam mengukur loyalitas toko adalah four stage loyalty model (Oliver, 1997), yang terbagi sebagai berikut : a) The first stage : cognitive loyalty, loyalitas pada tahap ini berhubungan langsung dengan informasi yang tersedia dari barang atau jasa dalam harga dan manfaatnya. Loyalitas pada tahap ini tergolong rendah, sehingga jika toko lain menawarkan harga yang lebih baik, maka pelanggan akan berpindah ke toko tersebut untuk berbelanja. Hal ini karena pelanggan sadar atau peka akan harga dan manfaat produk. b) The second stage : affective loyalty, misalnya kenyamanan pelayanan, kebersihan toko, suasana, harga yang kompetitif, kemudahan berbelanja, dan lain-lain. c) The third stage : conative loyalty, loyalitas berhubungan dengan komitmen dalam pembelian kembali suatu produk spesifik. Pelanggan pada tahap ini memilih untuk berkomitmen membeli lagi suatu barang atau jasa secara konsisten di masa mendatang. d) The fourth stage : action loyalty, merupakan tahap paling akhir dari loyalitas pelanggan adalah adanya action loyalty, yang termasuk kebiasaan dan perilaku respon secara rutin. Action atau tindakan dipandang sebagai suatu hal yang sangat penting dalam menggabungkan tahapan sebelumnya. Menurut Ahmad Mardalis (2005) loyalitas dapat diukur berdasarkan : a) Urutan pilihan (choice sequence) Metode urutan pilihan atau disebut juga pola pembelian ulang ini banyak dipakai dalam penelitian dengan menggunakan panel-panel agenda harian pelanggan lainnya, dan lebih terkini lagi, data scanner supermarket. b) Proporsi pembelian (proportion of purchase) Berbeda dengan runtutan pilihan, cara ini menguji proporsi pembelian total dalam sebuah kelompok produk tertentu. Data yang dianalisis berasal dari panel pelanggan. c) Preferensi (preference) Cara ini mengukur loyalitas dengan menggunakan komitmen psikologis atau pernyataan preferensi. Dalam hal ini, loyalitas dianggap sebagai “sikap yang positif” terhadap suatu produk tertentu, sering digambarkan dalam istilah niat untuk membeli. Komitmen lebih terfokus pada komponen emosional atau perasaan. Komitmen terjadi dari keterkaitan pembelian yang merupakan akibat dari keterlibatan ego dengan kategori merek (Beatty, Kahle, Homer, 1988). Keterlibatan ego tersebut terjadi ketika sebuah produk sangat berkaitan dengan nilai-nilai penting, keperluan, dan konsep diri pelanggan. Cara pertama dan kedua di atas merupakan pendekatan perilaku (behavioural approach). Cara ketiga dan keempat termasuk dalam pendekatan attitudinal (attitudinal approach). Ahmad Mardalis. 2004. Meraih loyalitas pelanggan. Benefit. Jurnal Manajemen dan Bisnis. Balai Penelitian dan Pengembangan Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Muhamadiyah. Surakarta.
Beatty S. E., L. R. Kahle, dan P. Homer. 1988. The Involvement Commitment Model: Theory and Implications, Journal of Business Research, Vol. 16, No. 2. Dowling G.R. and Uncles M. 1997. “Do Customer Loyalty Programs Really Work ?”. Sloan Management Review, Summer. Loudon, David L and Della Bitta, Albert L. 1993. Consumer Behaviour: Concepts and Application. (Fourth Edition). Singapore Mowen, John C.& Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen. Jilid I. Edisi Kelima. Jakarta : PT Penerbit Erlangga. Oliver, F., Ben Shaw-Ching Liu and D. Sudharshan, 1997. The Relationship Between Culture and Service Quality perceptions, Journal of service research vol. 2 No. 4, May. Omar, O.E. 1999. Retail Marketing. Harlow. England : Pearson Education. Peter, J. Paul and Jerry C. Olson. 2002. Consumer Behaviour and Marketing Strategy. Homewood. Illinois: Richard D. Irwin Incorporation. Loyalitas adalah manifestasi dari kebutuhan fundamental manusia untuk memiliki, mensupport, mendapatkan rasa aman dan membangun keterikatan serta menciptakan emotional attachment (Kartajaya, 2007:126). Menurut Sutisna (2003:41), loyalitas adalah sikap menyenangi terhadap suatu merek yang dipresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu. Sedangkan Fandy Tjiptono (2000:110) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Loyalitas pelanggan adalah dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh badan usaha tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian berulang-ulang tersebut (Gibson, 2005:75). Pelanggan dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menujukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan dilakukan untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku dari pada sikap dari pelanggan (Griffin, 2005:46). Karakteristik Loyalitas Loyalitas pelanggan merupakan ukuran yang dapat diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan perilaku pembelian yang konsisten (Griffin, 2005). Berikut adalah karakteristik dari loyalitas konsumen: Pembentukan Loyalitas Setiap pembelian produk, konsumen bergerak melalui siklus pembelian yang mana pada siklus tersebut dapat membentuk loyalitas pelanggan. Berikut tahapan siklus pembelian yang membentuk loyalitas pelanggan (Griffin, 2005): Perusahaan berusaha menanamkan gagasan ke dalam pikiran pelanggan bahwa beralih ke produk yang lain akan membuang waktu, uang atau hambatan kinerja pelanggan. Jadi terdapat ikatan emosional. Pelanggan dikatakan loyal apabila membeli secara berulang atau terus-menerus. Faktor yang mempengaruhi loyalitas Loyalitas pelanggan dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu (Vanessa Gaffar, 2007): Daftar Pustaka Contoh Tesis |