Lazimnya orang Melayu melakukan beberapa pekerjaan dalam sehari

MAKALAHTAMADUN DAN TUNJUK AJAR MELAYUUNGKAPAN DALAM KERJA KERAS, RAJIN, TEKUN, TABAH, SERTAUNGKAPAN PEKERJAAN HALAL DAN BERMANFAATDosen Pengampu :Dr. RUMZI SAMIN, MSi.Disusun Oleh:KELOMPOK 41.MARIA CINTA A. W1901552010042.CUT PUTRI KHAIRANI1901552010093.M. ROMY ANDHIKA1901552010174.THAARIQ SATRIO WIBISONO1901552010275.INDRA KURNIAWAN1901552010516.AULLIA THREE BINTAN190155201059PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKAFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Penulisan

Dalam kehidupan orang melayu, etika atau budaya kerja mereka telah di wariskan oleh orang tuanya secara turun menurun. Masyarakat  melayu dulunya memiliki budaya kerja yang di  sebut “ semangat kerja” yang tinggi, semangat yang mampu  harkat dan martabat kaumnya” untuk duduk sama rendah tegak sama tinggi” dengan masyarakat dan dengan bangsa lain. Sedangkan, budaya kerja masyarakat  melayu yang lazim di sebut dengan “ pedoman kerja melayu “, di akui oleh banyak ahli, karena hal ini sangat ideal dengan budaya kerja yang universal, terutama di dunia islam.dengan modal “ pedoman kerja melayu” tersebut masyarakat melayu mampu membangun negri dan kampung halaman, mereka juga mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat dan menghadapi persaingan.

Dalam ekonomi melayu, perinsip keadilan dan kebersamaanmerupakan hal yang penting. Prinsip dan kebersamaan dan tolong menolong juga merupakan dasar dalam ekonomi melayu. Di dalam makalah ini, penulis sedikit membahas mengenai Etos Kerja Orang Melayu. Dengan begitu, kita akan mengetahui sedikit banyak mengenai budaya kerja orang melayu.

Pakaian melayu sudah dikenal sejak dahulu, seperti pada masa-masa kerajaan sudah mengenal yang namanya pakaian yang indah-indah. Pakaian merupakan symbol budaya yang menandai perkembangan akulturasi dan kekhasan budaya tertentu.Pakaian juga dapat pula menjadi penanda bagi pemikiran masyarakat, termasuk pakaian tradisional melayu. Pakaian tradisional melayu terdiri dari pakaian harian dan pakaian adat.

Pakaian harian dapat dipakai setiap hari, baik oleh anak-anak, dewasa, maupun orang tua. Pakaian sehari-hari dikenakan untuk berbagai kegiatan harian seperti bekerja diladang, bermain, dirumah dan lain-lain. Sedangkan Pakaian tradisional melayu terdiri dari berbagai macam jenis pakaian. Misalnya pada acara-acara resmi.

B.     Rumusan Masalah

1.    Apa itu etos kerja ?

2.    Bagaimana etos dan etika kerja orang melayu ?

3.    Bagaimana pandangan orang melayu terhadap kerja?

4.    Apa saja mata pencaharian tradisional orang melayu?

5.    Dan bagaimana pandangan orang melayu terhadap harta ?

6.    Bagaimana bentuk dan jenis pakaian melayu?

7.    Bagaimana cara memakai pakaian melayu dengan benar?

8.    Apa saja simbol yang tertera  pada pakaian melayu?

C.    Tujuan Penulisan

1.    Untuk mengatahui etos kerja melayu

2.    Untuk mengetahui kerja orang melayu

3.    Untuk mengetahui bentuk dan jenis pakaian melayu

4.    Untuk mengetahui cara memakai pakaian melayu dengan benar

5.    Untuk mengetahui simbol yang tertera pada pakaian melayu

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Etos Kerja Orang Melayu

1.    Pengertian Etos Kerja

Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok.

Menurut K. Bertens (1994), secara etimologis istilah etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti “tempat hidup”. Mula-mula tempat hidup dimaknai sebagai adat istiadat atau kebiasaan.  Sejalan dengan waktu, kata etos berevolusi dan berubah makna menjadi semakin kompleks. Dari kata yang sama muncul pula istilah ethikos yang berarti “teori kehidupan”, yang kemudian menjadi “etika”.Dalam bahasa Indonesia kita dapat menterjemahkannya sebagai “sifat dasar”, “pemunculan” atau “disposisi (watak)”.Etos adalah keyakinan yang menuntun seseorang, kelompok atau suatu institusi.

2.    Fungsi dan Tujuan Etos Kerja

Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah:

a.         Pendorong timbulnya perbuatan

b.        Penggairah dalam aktivitas

c.         Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.

Kerja merupakan perbuatan melakukan pekerjaan atau menurut kamus W.J.S Purwadaminta, kerja berarti melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan. Kerja memiliki arti luas dan sempit dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non materi baik bersifat intelektual maupun fisik, mengenai keduniaan maupun akhirat. Sedangkan dalam arti sempit, kerja berkonotasi ekonomi yang persetujuan mendapatkan materi.

3.    Ciri - Ciri Etos Kerja

Ciri-ciri orang yang memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap dan tingkah lakunya, diantaranya:

a.    Orientasi ke Masa depan

Artinya semua kegiatan harus di rencanakan dan di perhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang, lebih-lebih keadaan di masa lalu. Untuk itu hendaklah manusia selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari esok.

b.    Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu

Kerja santai, tanpa rencana, malas, pemborosan tenaga, dan waktu adalah bertentangan dengan nilai Islam, Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan 3 (tiga) hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh (membangun) dan membina komunikasi sosial.

c.    Bertanggung jawab

Semua masalah diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung jawab, baik kebahagiaan maupun kegagalan, tidak berwatak mencari perlindungan ke atas, dan melemparkan kesalahan di bawah.

d.   Hemat dan sederhana

Seseorang yang memiliki etos kerja yang tinggi, laksana seorang pelari marathon lintas alam yang harus berlari jauh maka akan tampak dari cara hidupnya yang sangat efesien dalam mengelola setiap hasil yang diperolehnya. Dia menjauhkan sikap boros, karena boros adalah sikapnya setan.

4.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja.

Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi etos kerja, yaitu:

a.    Usia

Menurut hasil penelitian Buchholz’s dan Gooding’s, pekerja yang berusia di bawah 30 tahun memiliki etos kerja lebih tinggi daripada pekerja yang berusia diatas 30 tahun (dalam Boatwright & Slate, 2000).

b.    Jenis kelamin

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boatwright dan Slate (2000), wanita memiliki etos kerja yang lebih tinggi dari pada pria.

c.    Latar belakang pendidikan

Hasil penelitian Boatwright dan Slate (2000) menyatakan bahwa etos kerja tertinggi dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan S1 dan terendah dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan SMU. Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi (Bertens, 1994).

d.   Lama bekerja

Menurut penelitian Boatwright dan Slate (2000) mengungkapkan bahwa pekerja yang sudah bekerja selama 1-2 tahun memiliki etos kerja yang lebih tinggi daripada yang bekerja dibawah 1 tahun. Semakin lama individu bekerja, semakin tinggilah kemungkinan individu untuk memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitasnya dan memperoleh peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. Kedua hal diatas akan membentuk persepsi seseorang terhadap kualitas kehidupan bekerjanya (Walton, dalam Kossen 1986).

e.    Motivasi intrinsik individu

Anoraga (2009) mengatakan bahwa individu memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan ini menjadi suatu motivasi kerja, yang mempengaruhi juga etos kerja seseorang.

5.    Etos Kerja Masyarakat Melayu

Masyarakat  melayu dulunya memiliki etos kerja yang di  sebut “ semangat kerja” yang tinggi, semangat yang mampu  harkat dan martabat kaumnya” untuk duduk sama rendah tegak sama tinggi” dengan masyarakat dan dengan bangsa lain. Sedangkan, etos kerja masyarakat  melayu yang lazim di sebut dengan “ pedoman kerja melayu “, di akui oleh banyak ahli, karena hal ini sangat ideal dengan etos kerja yang universal, terutama di dunia Islam. Dengan modal “ pedoman kerja melayu” tersebut masyarakat melayu mampu membangun negri dan kampung halaman, mereka juga mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat dan menghadapi persaingan.

Dalam etos kerja melayu, prinsip keadilan dan kebersamaan merupakan hal yang penting. Prinsip dan kebersamaan dan tolong menolong juga merupakan dasar dalam etos kerja melayu. Di dalam buku ini, penulis sedikit membahas mengenai Etos Kerja Orang Melayu. Dengan begitu, kita akan mengetahui sedikit banyak mengenai etos kerja orang melayu.

Dalam kehidupan orang melayu, etos kerja mereka telah di wariskan oleh orang tuanya secara turun menurun. Masyarakat  melayu dulunya memiliki etos kerja yang di  sebut “ semangat kerja” yang tinggi, semangat yang mampu mengangkat harkat dan martabat kaumnya” untuk duduk sama rendah tegak sama tinggi” dengan masyarakat dan dengan bangsa lain.

Sedangkan etika kerja masyarakat melayu yang lazim di sebut dengan “pedoman kerja melayu “, di akui oleh banyak ahli. Karena hal ini sangat ideal dengan etos kerja yang universal, terutama di dunia islam.Dengan modal “ pedoman kerja melayu” tersebut masyarakat melayu mampu membangun negri dan kampung halaman.Mereka juga mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat dan menghadapi persaingan.

Di samping itu, budaya melayu juga mengajarkan etika kerja. Adapun konsep etika kerja dalam budaya melayu dapat di lihat dari pribahasa berikut ini :

a.    Biar lambat asal selamat

Orang-orang tua melayu, menekankan pada anak anaknya supaya berhati hati dalam bekerja dan mengambil keputusan.

b.    Tidak lari gunung di kejar

Orang melayu di sarankan tidak tergopoh gopoh dan selalu bersabar dalam bekerja, sebab dengan tergopoh gopoh hasilnya tidak baik.

c.    Awal di buat, akhir di ingat

Pekerjaan yang di kerjakan secara tergesa gesa selalu menimbulkan kesulitan dan tidak lengkap, tidak terurus. Oleh sebab itu, masyarakat melayu jika hendak membuat suatu aktivitas selalu di fikirkan semasak masaknyasehingga hasilnya maksimal

6.    PandanganOrang Melayu Terhadap Kerja

Orang melayu yang mendasarkan budayanya dengan teras islam selalu memandang bahwa bekerjamerupakan ibadah, kewajiban dan tanggung jawab.bekerja sebagai ibadah merupakan hasil pemahaman orang melayu tehadap al-qur’an dan hadits nabi muhammad saw

Masalah budaya kerja sering kali muncul ketika kita membuat perbandingan, misalnya di antara suku-suku yang ada di indonesia, antara kaum pribumui dan non pribumi. Suku minang dan suku bugis di kenal sebagai suku suku pedagang. Dari profesi yang mereka tekuni inilah orang melihat bahwa kedua suku ini memiliki etos kerja yang tinggi. Kedua suku ini di kenal sebagai perantau di berbagai daerah,  sementara itu, bebrapa suku lainnya di indonesia di kenal mempunyai etos kerja yang rendah, sebut saja suku melayu yang di kenal atau sering di beri label stereotip pemalas.

pandangan serupa juga di terapkan dalam menilai antara pribumi dan non pribumi. Orang orang cina sering kali dinilai mempunyai etos kerja yang tinggi bila di bandingkan dengan penduduk pribumi. Di kalangan masyarakat melayu sendiri muncul pengakuan bahwa orang melayu belum mempunyai budaya kerja yang tinggi . pada tahun 1970, mahathir bin muhammad mengemukakannya dalam the malay dilemma yang menyoroti perihal orang melayu. Mahatir menilai orang melayu di manjakan oleh lingkungan geografisnya, yang tidak mendorong orang melayu untuk bersaing, sehingga mereka menjadi lemah dan tidak mampu bekerja keras

Pandangan yang menilai orang melayu tidak mempunyai semangat kerja dan terkesan malas tidak lah di setujui oleh semua pihak. mengkritik  dengan keras tentang pendapat itu. Alatas mengatakan bahwa  pendapat yang di kemukakan oleh orang orang tersebut, di sebabkan oleh kurangnya wawasan mereka tentang ilmu ilmu sosial dan ketidak tahuan mereka dengan sejarah melayu. Alatas menolak anggapan tentang kemalasan orang melayu, karena kemalasan adalah konsep yang relatif, yang lebih di cirikan tidak adanya unsur penting dari padanya unsur penting. Kemalasan di cirikan oleh sikap mengelak terhadap keadaan yang seharusnya memerlukan usaha dan kerja keras

7.    Mata pencaharian orang melayu

Mata pencarian masyarakat orang melayu beraneka ragam, mulai dari usaha yang bergantung kepada alam sampai pada usaha yang mengandalkan jasa. Kekayaan yang di miliki oleh bumi melayu merupakan anugrah allah, dan membuat masyarakatnya hidup dalam serba cukup. Secara geografis, mata pencaharian tradisional masyarakat bisa di bagi dalam dua kelompok, yaitu, masyarakat yang hidup di daerah daratan yang berhutan lebat, bersungai sungai dan berawa rawa dan masyarakat yang hidup di daerah pesisir yang berlaut luas.maka usaha tradisionalpun di sesuaikan dengan keadaan kedua daerah tersebut.

Pada dasarnya, dahulu kedua jenis daerah ini sistem mata pencahariannya adalah dengan cara mengumpulkan bahan bahan makanan yang di sediakan alam.akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya masyarakatnya tidak bisa lagi menggantungkan kehidupannya hanya pada pemberian alam saja. Perkembangan ini lambat laun menimbulkan pula pembagian kerja secara alamiah. mereka yang hidup di pesisir akhirnya terdiri dari masyarakat taniu adan masyarakat nelayan. Dan mereka yang hidup di daerah pedalaman yang berhutan, bersungai dan berawa-rawa, dalam perkembangan kemudian lebih mengutamakan bercocok tanam dengan sistem ladang.

Paling kurang, ada delapan mata pencaharian tradisional masyarakat melayu. Kedelapan pencaharian ini di sebut juga tapak lapan, maksudnya dari situlah kehidupan berpijak atau bertumpu. Adapun tapak delapan tersebut adalah :

a.    Berkebun, seperti membuat kebun getah dan kebun kelapa

b.    Beladang, yakni menanam padi, jagung dan sayur-sayuran

c.    Beniro, yaitu mengambil air enau lalu menjadikannya manisan

d.   Beternak, seperti memelihara ayam, itik, kambing, sapi dan kerbau.

e.    Bertukang, membuat rumah, sampan, tongkang dan peralatan lainnya

f.     Berniaga atau menjadi saudagar

g.    Nelayan, yaitu mengambil hasil laut atau di sungai

h.    Mendulang ( mengambil emas disepanjang sungai ) serta mengambil hasil hutan berupa rotan, damar jelutung, dan lain lain sebagainya.

8.    Pandangan orang melayu terhadap harta

Pandangan orang melayu terhadap harta benda pada umumnya sangat terpengaruh oleh ajaran islam, sehingga term-term yang di gunakan untuk mencari harta tersebut banyak mengandung simbol simbol islam. Mengenai harta benda, dalam pandangan orang melayu yang utama ialah “berkahnya dan bukan jumlahnya”. Harta yang bisa mendatangkan berkah adalah harta yang di peroleh dengan cara yang halal. Pandangan seperti ini tentu saja di pengaruhi oleh ajaran islam.

Karena itulah mereka cenderung mencari harta benda untuk sekedar untuk di pakai, kalau sudah berlebih lebihan mereka khawatir menjadi siksa. Dari pandangan seperti inilah, membuat orang melayu tidak melakukan penumpukan harta atau mencari harta dengan jalan yang tidak benar. Sebenarnya islam juga mengajarkan orang untuk jadi kaya, tentu saja dengan cara-cara yang benar, agar bisa membantu orang lain, baik dalam bentuk sedekah, infak, zakat dan ibadah lainnya.

B.     Ragam Busana Melayu

1.    Pakaian Adat Melayu

Di dalam Sejarah Melayu dan Hikayat Hang Tuah cukup banyak gambaran yang menyatakan bahwa seseorang yang berhasil melaksanakan perintah raja lalu ”diberi persalinan dengan selengkap pakaian” dan “memakailah pakaian yang indah-indah. Akan tetapi, sulit mencari keterangan seperti apakah agaknya segala macam pakaian indah-indah yang dianugerahkan itu. Namun, disebutkan bahwa pakaian raja-raja, dengan warna Diraja (Royal Ccolour) yaitu warna kuning, dan larang-an memakai kain tipis yang berbayang-bayang seperti kasa. Lebih-lebih dalam Adat Raja-Raja Melayu diperoleh keterangan cukup banyak tentang pakaian majelis (dalam arti pertamanya mengacu pada keindahan) dan patut dibawa ke dalam majelis (dalam arti kedua yang mengacu kepada makna perkumpulan orang ramai), sopan, dan merendahkan diri.

Bagi orang melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh dari panas dan dingin, juga mengisyaratkan lambang-lambang.Lambang-lambang itu mewujudkan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Dengan adanya lambang-lambang budaya yang tersematkan di pakaian melayu, maka kedudukan dan peran pakaian menjadi sangat penting dalam kehidupan orang melayu.Berbagai ketentuan adat mengatur bentuk, corak (motif), warna, pemakaian, dan penggunaan pakaian.Ketentuan-ketentuan itu di berlakuan untuk mendidik dan meningkatkan akhlak orang yang memakainya.

Pakaian melayu dari ujung kaki sampai ujung melayu ada makna dan gunanya. Semua dikaitkan dengan norma sosial, agama, adat istiadat, sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Pakaian melayu juga dikaitkan dengan fungsinya yaitu :

a.    pakaian sebagai penutup malu, yang berarti pakaian berfungsi sebagai alat penutup aurat, menutup aib dan malu dalam arti yang luas. Kalau salah memakai menimbulkan malu, kalau salah corak juga menimbulkan malu, oleh karena itu pakaian harus dibuat, ditata dan dikenakan sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku didalam masyarakat.

b.    pakaian sebagai penjemput budi, yang berarti pakaian berfungsi untuk membentuk budi pekerti, membentuk kepribadian, membentuk watak sehingga si pemakai tahu diri dan berakhlak mulia.

c.    Pakaian penjunjung adat, yang berarti pakaian harus mencerminkan nilai-nilai luhur yang terdapat didalam adat dan tradisi yang hidup dalam masyarakat.

d.   Pakaian sebagai penolak bala, yang bermakna berpakaian dengan cara yang benar dan patut akan menghindarkan pemakainya dari mendapat bahaya atau malapetakan

e.    Pakaian menjunjung bangsa, yang berarti dengan bersepadunya lambang-lambang dan nilai-nilai yang tertera dipakaian maka terjemalah kepribadian bangsa atau masyarakat pemakainya. Pakaian dalam budaya melayu harus mampu menunjukkan jati diri pemakainya.

2.    Pakaian Melayu Laki-Laki

Jenis pakaian melayu Pada kaum laki- laki, yaitu:

a.    Jenis-jenis pakaian untuk laki-laki yang masih bayi adalah sebagai   berikut :

·      Gurita yaitu sejenis berut yang dipakain pada bagian perut bayi.

·      Baju belah yaitu sejenis baju yang tidak memakai kancing, tetapi hanya diikat saja

·      Kain bedung yaitu kain yang digunakan sebagai pembalut bayi

b.    Jenis pakaian untuk laki-laki yang masih kanak-kanak adalah gurita gantung berbentuk trapezium yang disebut juga oto, baju monyet, baju bersatu dengan celana, berlengan pendek atau maju kemeja biasa dengan celana pendek.

c.    Jenis pakaian untuk orang dewasa laki-laki adalah sebagai berikut :

·      Baju melayu gunting cina, baju ini biasa digunakan dalam sehari-hari dirumah, bersifat santai untuk acara-acara tidak resmi. Bisa juga digunakan untuk menerima tamu dirumah atau pergi bertamu kerumah kerabat.

·      Baju melayu cekak musang terdiri dari celana, kain, dan songkok atau tanjak. Bentuk baju ini berupa leher tidak berkerah dan berkancing hanya sebuah serta bagian depan leher baju berbelah kebawah sepanjang lebih kurang lima jari supaya mudah dimasukkan dari atas melalui kepala, berlengan lebar, serta berkocek sebuah dibagian atas kiri dan dua buah dibagian kiri dan kanan. Baju ini digunakan untuk acara keluarga seperti kenduri.

·      Baju melayu teluk belanga, baju ini terdiri dari celana, kain sampin, dan penutup kepala atau songkok. Bentuk baju ialah leher berkerah dan berkancing ( berupa kancing tap, kancing emas atau permata dan lain-lain bergantung pada tingkat social dan kemampuan pemakai). Jumlah kancing yang lazim empat buah melambangkan “sahabat rasulullah” atau lima buah yang melambangkan “rukun islam”

d.   Jenis pakaian untuk orangtua sama dengan laki-laki dewasa, hanya saja dalam menggunakan bahan pakaian dan warna disesuaikan dengan usianya. Dahulunya orang tua yang memegang jabatan dalam pemerintahan biasanya memakai baju berkancing tujuh dengan pantolannya berwarna putih yang terbuat dari kain drill.

3.    Pakaian Melayu Perempuan

jenis pakaian melayu Pada kaum perempuan  yaitu:

a.    Bayi perempuan sama pakaiannya dengan bayi laki-laki

b.    Kanak-kanak perempuan menggunakan kain sarung dengan baju pendek tanpa selendang

c.    Pakaian pada  perempuan dewasa yaitu :

·      Baju kurung, yang terdiri atas kain, baju dan selendang. Panjang atau kedalaman baju agak diatas lutut. Ada juga baju kurung untuk sehari-hari dirumah yang kedalamannya sepinggang atau sedikit dibawah pinggang. Selendang dipakai dengan lepas di bahu dan biasanya tak melingkar dileher pemakai .bentuk baju berlengan panjang dan ukuran badan longgar, tidak boleh ketat. Bahannya bervariasi: polos, berbunga-bunga, dan lain-lain.

·      Baju kebaya labuh, yang terdiri dari kain, baju, dan selendang. Panjang lengan baju kira-kira dua jari dari pergelangan tangan sehingga gelang yang dikenakan perempuan kelihatan dan lebar lengan baju kira-kira tiga jari dari permukaan lengan. Kedalaman bervariasi dari sampai betis atau sedikit keatas.

4.    Simbol Dalam Pakaian Melayu

Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh dari panas dan dingin, juga menyerlahkan lambang-lambang. Lambang-lambang itu mewujudkan nilai-nilai terala (luhur) yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.

Di dalam ungkapan disebutkan bahwa “pakaian Melayu dari ujung kaki sampai ke ujung rambut ada makna dan gunanya. ”Semuanya dikaitkan dengan norma sosial, agama, dan adat-istiadat sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka ragam.

Setiap simbol mengandung makna tertentu “ada benda ada maknanya, ada cara ada artinya, dan ada letak ada sifatnya”.[1][6]Begitu pula dalam pakaian melayu yang memiliki simbol dalam pakaian yang dikenakan orang melayu.

a.    Motif

Dilihat dari carak atau motifnya pakaian melayu memiliki simbol dan makna tertentu:

·         Corak semut beriring. Corak ini dikaitkan dengan makna yang mengacu pada sifat kerukunan dan gotong royong.

·         Corak itik pulang. Corak ini dikaitkan dengan dengan kerukunan dan persatuan, tidak terpecah belah.

·         Corak naga berjuang. Corak ini dihubungkan dengan legenda tentang tentang naga sebagai penguasa lautan, gagah berani, dan pejuang.

·         Corak bunga-bunga. corak ini dikaitkan dengan keindahan, kecantikan, dan kesucian.

b.    Warna

Simbol dalam bentuk warna mengatur hal-hal berikut:

·         Kuning. Digunakan untuk raja-raja dan bangsawan sebagai lambang kekuasaan

·         Merah. Digunakan untuk masyarakat secara umum sebagai lambang kerakyatan.

·         Hijau dan putih. Digunakan untuk alim ulama sebagai lambang agama islam

·         Biru. Digunakan untuk orang besar kerajaan sebagai lambang orang patut-patut.

·         Hitam. Digunakan pemangku dan pemuka adat sebagai lambang “hidup dikandung adat, mati dikandung tanah”. Warna hitam juga dipakai sebagai warna kebesaran hulubalang atau panglima.

5.    Cara Memakai Pakaian

Lambang juga ditempatkan pada cara memakai pakaian melayu. Yaitu:

c.    Bagi Perempuan

·         Bagi anak gadis harus memakai kepala kainnya didepan.

·         Bagi orang perempuan tua memakai kepala kainnya disamping kanan.

·         Perempuan yang bersuami, tapi belum tua memakai kepala kainnya dibelakang

·         Bagi yang janda, memakai kepala kainnya disebelah kiri.[2][9]

d.   Bagi laki-laki

·         Bagi raja, kepala kainnya boleh ditempatkan dimana saja (bebas) tapi lazimnya sebelah belakang berat kedepan.

·         Bagi kaum bangsawan, kepala kainnya sebelah belakang berat kekanan.

·         Bagi orang besar kerajaan, kepala kainnya sebelah belakang berat kekiri.

·         Bagi putra mahkota (putra raja), kepala kainnya sebelah kanan berat kedepan.

·         Bagi datuk-datuk, kepala kainnya sebelah kiri berat kedepan

·         Bagi orang awam, kepala kainnya dibelakang penuh.

·         Bagi orang patut-patut kedalaman kainnya sedikit dibawah lutut

·         Bagi orang muda-muda dan hulubalang kedalaman kainnya sedikit diatas lutut

·         Bagi orang awam kedalaman kainnya labuh kebawah

Pada akhirnya, simbol-simbol dalam pakaian orang melayu dapat:

·         Menunjukkan identitas orang melayu itu sendiri

·         Mencerminkan status seseorang seperti raja, hulubalang, rakyat biasa, dan lain-lain.

·         Mencerminkan jati diri dan kepribadian orang melayu

·         Sebagai simbol atau lambang keluhuruan seluruh masyarakat yang menunjukkan nilai-nilai sebagai manusia yang berperadaban.

·         Dipengaruhi oleh nilai-nilai luhur agama islam.

·         Merupakan salah satu keagungan budaya melayu

·         Merupakan puncak kebudayaan melayu yang dapat kita saksikan sekarang ini.

6.    Fungsi Pakaian Melayu

Bagi masyarakat Melayu di Riau, pakaian bukan hanya berfungsi untuk melindungi tubuh, namun juga mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan masyarakat. Beberapa fungsi pakaian adat bagi masyarakat Melayu daerah Riau adalah sebagai berikut:

a.    Fungsi Budaya

Pakaian tradisional dapat menjadi ciri kebudayaan tertentu dalam suatu masyarakat. Secara umum, fungsi pakaian untuk menutup tubuh. Namun, kemudian muncul berbagai aksesori dan ciri khas yang membedakan antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Di masyarakat Riau, pakaian menjadi simbol yang dipakai dalam pelaksanaan upacara atau dalam acara-acara tertentu. Setiap upacara mempunyai jenis pakaian yang berbeda yang tentu saja juga berbeda dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari.

b.    Fungsi Estetik

Estetika busana Melayu Riau muncul dalam berbagai bentuk hiasan yang terdapat dalam pakaian tersebut. Selain berbagai hiasan, warna-warna dalam pakaian tradisional Riau juga mengandung makna-makna tertentu. Misalnya, warna kuning mengandung arti kekuasaan. Pakaian dengan warna seperti ini biasanya diperuntukkan bagi sultan atau raja. Warna hitam mengandung makna keberanian. Pakaian dengan warna seperti ini biasanya dipakai oleh para hulubalang dan para petarung yang melambangkan ketangkasan mereka.

c.    Fungsi Religius

Pakaian tradisional daerah Riau mengandung makna dan berfungsi keagamaan. Pengaruh Islam dalam tata cara berpakaian sedikit banyak berpengaruh pada pakaian daerah Riau, di mana fungsi pakaian adalah untuk menutup aurat. Hal ini dapat kita lihat pakaian perempuan yang berbentuk baju kurung, kerudung, dan menutupi hampir semua anggota tubuhnya. Selain dari bentuknya, fungsi religius pakaian tradisional Riau juga terlihat dari simbol yang digunakan sebagai hiasan yang berbentuk bulan dan bintang. Simbol tersebut mengandung makna ketakwaan terhadap Tuhan. Fungsi religius busana Melayu di daerah Riau juga muncul di berbagai media yang mereka gunakan untuk upacara, misalnya adanya kelengkapan tepung tawar.  

d.   Fungsi Sosial

Pakaian tradisional Riau mengandung makna dan berfungsi secara sosial. Pakaian tradisional Riau yang dipakai masyarakat, baik yang berasal dari golongan bangsawan maupun masyarakat biasa adalah sama, yaitu baju kurung. Perbedaannya hanya terletak pada bahan dan warna yang dipilih, dikarenakan dalam tradisi masyarakat Riau warna pakaian mempunyai lambang dan makna tertentu.

e.    Fungsi Simbolik

Pakaian tradisional mempunyai makna simbolik tertentu yang dapat diterka lebih dahulu untuk mengetahui maknanya. Nilai-nilai simbolik yang terkait dengan pakaian tradisional, perhiasan, serta kelengkapannya terdapat pada kostum yang dipakai dalam upacara-upacara tradisional. Busana bukan hanya dimaknai sebagai pakaian yang dipakai, namun juga peralatan upacara yang digunakan. Beberapa makna yang terkandung dalam busana tradisional masyarakat Melayu Riau misalnya sirih (lambang persaudaraan dan kehormatan), bibit kelapa (simbol keturunan), payung (tempat bernaung). Pakaian yang dikenakan orang-orang Melayu Riau memperlihatkan bahwa hampir setiap apa yang mereka kenakan mengacu pada simbol-simbol.

7.    Nilai-Nilai Pakaian Melayu

Nilai-nilai yang terkandung dalam pakaian tradisional Melayu Riau adalah sebagai berikut:

a.    Nilai Tradisi

Busana yang dikenakan dalam suatu upacara adat telah menjadi tradisi selama bertahun-tahun. Hal ini menjadi ciri khas dan keunikan sebuah masyarakat. Dari busana adat yang dikenakan, maka dapat dipelajari mengenai tradisi masyarakat yang bersangkutan.

b.    Nilai Pelestarian Budaya

Pakaian merupakan salah satu produk kebudayaan modern yang semakin hari semakin berkembang. Pakaian adat yang saat ini banyak dipakai masyarakat Melayu Riau merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Melestarikan busana tradisional tersebut sama artinya dengan melestarikan kekayaan budaya Melayu.  

c.    Nilai Sosial

Pakaian menjadi simbol tertentu yang menjadi penanda status seseorang. Selain itu, lewat nilai-nilai yang dikandungnya, pakaian Melayu juga bermakna sebagai media untuk menyatukan masyarakat. Nilai-nilai sosial itu muncul karena dalam pakaian tradisional tersebut tersemat makna-makna tertentu yang dinilai dan ditafsirkan oleh masyarakatnya.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Seperti yang telah kita bahas bersama-sama tadi, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa gambaran tentang Budaya kerja masyarakat Melayu, sebagian besar masih terdapat dalam masyarakat Melayu, baik yang tinggal dikota maupun dikampung-kampung. Mudah-mudahan dengan apa yang telah kami paparkan, kita semua dapat mengenal dan mengetahui bahwa masyarakat Melayu memiliki budaya kerjanya sendiriPakaian melayu dari ujung kaki sampai ujung melayu ada makna dan gunanya. Semua dikaitkan dengan norma sosial, agama, adat istiadat, sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Pakaian melayu juga dikaitkan dengan fungsinya yaitu pakaian sebagai penutup malu, pakaian sebagai penjemput budi, Pakaian penjunjung adat, Pakaian sebagai penolak bala, dan Pakaian menjunjung bangsa.

Pada akhirnya, simbol-simbol dalam pakaian orang melayu dapat: Menunjukkan identitas orang melayu itu sendiri, Mencerminkan status seseorang seperti raja, hulubalang, rakyat biasa, dll, Mencerminkan jati diri dan kepribadian orang melayu, Sebagai simbol atau lambang keluhuruan seluruh masyarakat yang menunjukkan nilai-nilai sebagai manusia yang berperadaban.

B.     Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini  kepada setiap pembaca hendaknya memberikan saran serta kritik yang membangun sehingga untuk pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih sempurna. Kami selaku kelompok mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini karena manusia tidak luput dari kesalahan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, B.A, dkk. 2004.  Busana Melayu. Pekanbaru : Yayasan Pustaka Riau.

Elmustian Rahman, dkk.2003. Tamadun Melayu. Kuala Lumpur.

Muhammad, Bushar. 2000. Pokok-Pokok Hukum Adat. Jakarta : Pradnya Paramita.

Tenas, Efendi. 1989. Ungkapan Tradisional Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Dahril, Tengku.2000. Tamadun Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Husein, Ismail, dkk.2003. Etos Kerja DalamAcuan Budaya Melayu. Jakarta: Gema Insani Press