Kenapa Pancasila selalu diulang ulang dijadikan mata pelajaran sejak SD SMP SMA dan perguruan tinggi?

Kenapa Pancasila selalu diulang ulang dijadikan mata pelajaran sejak SD SMP SMA dan perguruan tinggi?

Jawaban:

karena pendidikan Pancasila itu sangatlah penting bagi peserta didik akan peristiwa, kehidupan sehari-hari karena Pancasila mengajar kan tentang nilai moral yang terkandung di dalamnya, sehingga sifat, perilakunya baik, mulia dan terpuji.....

semoga membantu dan bermanfaat....

Kenapa Pancasila selalu diulang ulang dijadikan mata pelajaran sejak SD SMP SMA dan perguruan tinggi?

Alyashafiraacan Alyashafiraacan

Jawaban:Mata pelajaran PPKn adalah pelajaran yang sering kali kita abaikan pada zaman ini. Padahal sebenarnya, mata pelajaran tersebut termasuk penting dalam kehidupan sosial kewarganegaraan kita. Namun sebelumnya, apa pendidikan kewarganegaraan itu? apa tujuan dari pendidikan kewarganegaraan di Indonesia?

Penjelasan:

PPKn adalah mata pelajaran yang telah kita pelajari dari SD hingga perguruan tinggi. PPKn diberikan kepada siswa dari kecil sampai mahasiswa karena pelajaran ini penting. PPKn dapat memberi kita pelajaran mengenai moral . Dengan misi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Jadi pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengajarkan tentang pentingnya nilai-nilai hak dan kewajiban warga negara agar sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa. Sedangkan tujuan utama dari pendidikan kewarganegaraan di Indonesia adalah untuk membangun dan menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan bangsa, serta ketahanan nasional dalam diri pada calon penerus bangsa.

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Basarah mengatakan, pihaknya setuju jika Pancasila dijadikan pelajaran wajib di sekolah hingga perguruan tinggi.

Basarah pun menegaskan, Pancasila tidak bisa disubordinasikan di bawah mata pelajaran lain.

"Hal itu bukan hanya kemauan BPIP. Tapi sudah menjadi kemauan politik di MPR dan DPR," ujar Basarah kepada wartawan usai memberikan materi penguatan nilai Pancasila kepada penceramah dan pengajar di bilangan Gambir, Jakarta Pusat, Senin (18/11/2019) malam.

Dalam hal ini, kata dia, kedua pihak sepakat untuk menegaskan dasar hukum rencana ini.

Baca juga: Ingin Pancasila Diajarkan di Sekolah, BPIP Ajak Mendikbud dan Menag Bertemu

Menurut Basarah, rencana ini harus didahului dengan merevisi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003.

Yang mana nantinya revisi itu memuat klausul untuk memasukkan kembali pelajaran pancasila sebagai pelajaran wajib.

"Memasukkan kembali pelajaran Pancasila sebagai pelajaran wajib. Maka pelajaran ini tidak bisa disubkontraktorkan lagi dalam mata pelajaran apapun, termasuk mata pelajaran Kewarganegaraan," tuturnya.

"Jadi nomenklaturnya nanti adalah mata pelajaran Pendidikan Pancasila," tambah Basarah.

Baca juga: BPIP Minta Pancasila Jadi Mata Pelajaran Wajib sejak PAUD hingga PT

Sebelumnya, Plt Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono mengatakan, Pancasila sebaiknya dijadikan mata pelajaran wajib di sekolah.

Dirinya berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mau mengakomodasi usulan ini.

"Tidak mungkin Pancasila itu bisa terwujud jika tidak diperjuangkan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ir Soekarno, Pancasila baru bisa menjadi realita kalau ada perjuangan," ujar Hariyono saat memberikan materi penguatan nilai Panfasila kepada penceramah dan pengajar di bilangan Gambir, Jakarta Selatan, Senin.

Baca juga: BPIP: Koruptor Sudah Pasti Tidak Pancasilais

Namun, kata dia, saat ini bangsa Indonesia cenderung tidak memperjuangkan Pancasila itu sendiri.

"Jangankan diperjuangkan, diajarkan saja tidak. Nah inilah tantangannya, kami minta dukungan dari bapak ibu, kami akan mendorong Kemendikbud memasukkan lagi Pancasila jadi mata pelajaran wajib," lanjut Hariyono.

Selama ini, lanjut dia, pendidikan Pancasila di sekolah belum berjalan maksimal.

Sebab, Pancasila masih menjadi bagian dari Pendidikan Kewarganegaraan.

Baca juga: Cegah Intoleransi, BPIP Minta Materi Keberagaman Diajarkan di Sekolah

Karena itu, BPIP mendorong agar Pendidikan Pancasila menjadi pelajaran wajib sejak tingkat PAUD, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi.

Selain itu, BPIP juga mendorong agar kementerian/lembaga mendasarkan program dan peraturan perundangan dikembangkan dari nilai Pancasila.

"Sehingga Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya sekedar teori tapi bisa kita aktualisasi," tegas Hariyono.

Kompas TV Portal aduan Aparatur Sipil Negara, ASN, diluncurkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, bersama 11 kementerian dan lembaga negara, selasa lalu.<br /> <br /> Portal aduan yang diakses melalui situs aduanasn.id, bissa digunakan oleh warga masyarakat, untuk melaporkan pegawai negeri yang menyebarluaskan konten radikalisme, baik yang bermuatan intoleransi, anti NKRI dan pancasila, maupun isu sara yang memecah bangsa.<br /> <br /> Sejumlah pimpinan daerah menyatakan kesetujuan dengan keberadaan portal aduan untuk melaporkan asn yang terlibat paham radikal. Portal aduan untuk ASN, ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, perlu sebagai cara mengerem radikalisme di kalangan ASN. Namun juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi dan menjadi alat represi, jika penggunaannya tidak terkontrol. Mengapa portal aduan ini perlu dibuat, padahal telah ada mekanisme pengawasan ASN? Dan seberapa efektif portal aduan ini mengatasi radikalisme, dan justru tidak disalahgunakan?.<br /> <br /> Simak dialog berikut bersama Sekretaris Deputi SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Mudzakir, Pengamat Teknologi Informasi, Abimanyu Wahyuwidayat, serta Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Mulai tahun pelajaran 2011/2012 sesuai keputusan Komisi VIII dan X, akan ada pelajaran wajib Pancasila mulai dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi. Seberapa pentingkah dan  apa komentar  mereka?

Raissa Disa Kamaruzamman (Manajemen, 2010– Fakultas Ekonomi UI)
Perkokoh Rasa Nasionalis

”Mata kuliah Pancasila perlu diter­apkan kembali agar mahasiswa sebagaipenerus bangsa tetap mengingat, me­ngetahui, paham, dan memperjuangkan bangsa Indonesia. Jika tidak ada mata kuliah tersebut, akan memungkinkan para generasi muda melupakan falsafah negara, sejarah, budaya Indonesia. Mata kuliah Pancasila biasanya terda­pat di semester-semester awal perkulia­han untuk memperkokoh rasa nasionalispara penerus bangsa, sehingga tidak ada lagi anak cucu kita yang tidak tahu hal-hal umum yang berkaitan denganNegara Indonesia, misalnya, lupa sila-sila Pancasila”.

Kenapa Pancasila selalu diulang ulang dijadikan mata pelajaran sejak SD SMP SMA dan perguruan tinggi?

Junaidi (Manajemen, 2007, Fakultas Ekonomi UI)
Degradasi Moral

”Dewasa ini, bangsa Indonesia telah mengalami degradasi moral, khususnya pada remaja Indonesia yang merupakan generasi penerus negeri ini. Faktor utama penyebab terjadinya degradasi moral pada bangsa Indonesia ialah perkembangan globalisasi yang tidak diikuti dengan filter yang baik terhadap hal–hal negatif yang ada dalam perkembangan globalisasi.

Seyogyanya, Pancasila sebagai ideologi dasar negara Indonesia harus menjadi pedoman moral dan kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia sebab di dalam setiap sila Pancasila  terkandung nilai–nilai dasar yang luhur dan sesuai dengan karakter dan jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, mata pelajaran Pancasila seharusnya kembali diterapkan dan diajarkan di sekolah agar generasi penerus bangsa Indonesia, dapat memahami arti dan nilai yang terkandung di dalam Pancasila serta menjadikannya sebagai “filter” dalam menyaring pengaruh negatif dalam proses globalisasi sehingga karakter bangsa yang telah mengalami degradasi dapat dibangun kembali dengan pondasi karakter yang bersifat Pancasilais”.  

Nadya Riris (Senat Mahasiswa Fakultas Sastra UKI Jakarta)
Negara Teracuni Krisis Moral


 

Kenapa Pancasila selalu diulang ulang dijadikan mata pelajaran sejak SD SMP SMA dan perguruan tinggi?

Negara kita tercinta sedang teracuni krisis moral mematikan. Ideologi pancasila seakan tenggelam, tak lagi menjadi akar pedoman bagi bangsa dan negara ini. Simbol garuda sebagai simbol usungan ideologi ini hanya tergantung di dinding sekedar simbol ’syarat’  tanpa dimaknai dengan benar dan tepat.

Terkuaknya ’borok’ pada sistem pemerintahan, para wakil rakyat, serta tak ketinggalan pula rakyat yang bersikap minim akan moral. Korupsi merajalela, konflik agama, penindasan bahkan pelanggaran HAM kian marak menandai lunturnya nilai-nilai Pancasila. Sehingga, pemerintah merasa perlu menghidupkan kembali Pancasila di lingkungan pendidikan. Memangnya sejak kapan Pancasila sudah mati?

Kurang peka akan hidupnya Pancasila merupakan hal yang harus ditingkatkan pada setiap individu.  Bukan dengan cara paksaan, tapi melalui proses alami agar mencapai suatu pemaknaan yang sesuai.

Mengapa baru sekarang Pancasila kembali naik daun untuk diperbincangkan bahkan pihak pemerintah telah mengancang-ancang akan memasukan kembali pelajaran Pancasila dalam kurikulum pendidikan di Indonesia?

Dekade lalu, pelajaran moral Pancasila sudah diperkenalkan. Akan tetapi hal tersebut sempat berubah-ubah hingga sekarang nama itu menjadi pelajaran kewarganegaraan. Pelajaran ini pun seharusnya dapat menjawab permasalahan bila sekedar hanya sebagai syarat agar Pancasila dipelajari di dunia pendidikan. Tak perlu pelajaran khusus berbasis Pancasila. Secara tidak sadar, sejak di sekolah dasar kita wajib mengumandangkan lima nilai Pancasila dengan suara sekeras-kerasnya satu kali dalam seminggu di lapangan sekolah. Dihafalkan tanpa diresapi langsung akan maknanya. Saat ini bukan lagi bicara soal teori namun praktek (percontohan) langsung akan lebih terasa. Seperti halnya saja, para politisi atau wakil rakyat yang makin bersikap amoral tentu bukanlah contoh penerapan Pancasila yang benar dan tepat. Sehingga bagaimana bisa berharap kaum muda tak menirunya?


Editor: Farida Denura