Jika wanita keputihan apakah boleh shalat

Ustadz, saya seorang wanita dan mohon maaf, hampir sepanjang waktu saya terkena keputihan. Yang ingin saya tanya, apa saya harus bersuci setiap kali shalat dan bolehkah saya shalat dan membaca (Al-Qur’an) kapan saja sampai waktu shalat berikutnya? Mohon keterangannya Ustadz, terima kasih.

SP

Wassalamualaikum Warahamtullahi Wabarakatuh.,

ArtikelTerkait

Tak Kuat Ingin Menikah, tapi Harus Tunggu Ibu Pulang dari Luar Negeri, Bagaimana?

Hukum Suami Tidak Mau Menggauli Istrinya

Hukum Merokok untuk Redakan Batuk, Bagaimana?

Janda Ingin Menikah tapi Tak Disetujui Orang Tua Calon Suami, Bagaimana?

Mbak SP yang diberkahi Allah SWT,

Kami kutip dari islamqa.ca., keputihan (cairan basah) pada kemaluan yang keluar dari rahim -bukan dari saluran kencing- adalah suci, namun dia membatalkan wudu menurut pendapat yang kuat. Kecuali kalau hal itu keluar terus menerus, maka dia harus berwudu pada setiap shalat. Tidak diharuskan baginya beristinja dan mengganti penampalnya, karena keputihan ini suci sebagaimana telah disebutkan.

Adapun keputihan (cairan basah) yang keluar dari saluran kencing atau beser, maka orangnya harus beristinja dan menahannya agar tidak berceceran kalau cairannya yang keluar banyak, kalau tidak deras, maka tidak diharuskan membersihkan bagian tersebut dan menampalnya setiap shalat.

Dalam kitab Syarh Muntahal Irodat, 1/120 (pengarang) berkata: “Diharuskan bagi setiap orang yang terus menerus keluar hadats; Baik karena istihadhah (keluar darah terus menerus), beser (keluar air seni terus menerus), mazi, buang angin terus menerus, maka, hendaknya dia membersihkan tempat yang terkena hadats,untuk menghilangkannya, lalu menampalnya, yaitu melakukan sesuatu yang dapat mencegah keluarnya cairan sesuai kemampuan. Baik dengan membalutnya dengan balutan dari kapas atau dengan mengikatnya dengan sesuatu yang suci. Tidak diharuskan baginya untuk mengulanginya, maksudnya mengulangi membersihkan dan menahannya pada setiap shalat, kalau cairan yang keluar tidak deras. Karena kekuatan dan derasnya hadats tidak mungkin dicegah. Lakukan wudu dari hadats yang terus menerus pada waktu setiap waktu shalat kalau keluar sesuatu.”

Dalam dalam kitab Mathalib Ulin Nuha, 1/236 (pengarang berkata): ”Tidak diharuskan mengulangi mandi, tidak juga harus mengganti pembalut setiap shalat asalkan tidak lalai dalam menahannya. Karena derasnya hadats dan kuatnya (keluar) tidak mungkin ditahan. Aisyah berkata: “Salah seorang istri Nabi beri’tikaf bersama Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam, dan terlihat darah sementara penahannya ada di bawahnya sedang dia dalam kondisi shalat.” (HR. Bukhari)

Kalau dia lalai menahannya lalu keluar darah setelah wudu, maka dia harus mengulanginya karena memungkinkan baginya untuk menahannya.

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berfatwa, kalau sekiranya orang yang beser memberatkan baginya membersihkan najis dan mengganti penahannya, maka dibolehkan baginya menunaikan shalat dalam kondisi apa adanya.

Kesimpulannya, bahwa jika cairan suci tersebut keluar tidak diharuskan mengulangi istinja (membersihkan) atau mengganti pembalut (setiap shalat). Akan tetapi yang diharuskan adalah berwudu pada setiap shalat. Allahu alam. []

Apakah keputihan termasuk najis? Jika kita mengalami keputihan, apakah hal tersebut membatalkan wudhu atau mewajibkan mandi besar?

Jawaban (Ustazah Nurun Sariyah):

Keputihan merupakan kondisi kesehatan yang kerap dialami perempuan yang bisa bersifat normal atau tidak normal. Dalam kondisi normal, vagina mengeluarkan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar pada serviks atau leher rahim untuk menjaga dinding vagina tetap lembab.

Pada kondisi normal, cairan ini tidak menimbulkan rasa tak nyaman semisal gatal, panas, atau iritasi. Keputihan yang normal berwarna bening hingga putih dan tidak berbau. Sedangkan keputihan yang tidak normal biasanya mengalami perubahan warna, bau, jumlah, atau konsistensi dari biasanya.

Dalam hukum fikih, ada delapan macam cairan yang keluar melalui qubul (vagina dan penis). Empat di antaranya dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Sisanya hanya dimiliki perempuan. Berikut penjelasannya:

1. Air seni        

Air seni dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Wujudnya cair berwarna bening hingga kuning. Hukum zatnya adalah najis dan keluarnya air seni termasuk hadas kecil sehingga membatalkan wudhu.

2. Mani

Cairan ini dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Wujudnya kental, berwarna putih dan aromanya seperti adonan roti. Air mani biasanya keluar saat seseorang orgasme atau merasakan puncak kenikmatan seksual.

Hukum dzat-nya suci menurut Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal, dan najis menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. Dalam mazhab Syafii, keluarnya mani tidak membatalkan wudhu. Hanya saja keluar mani menyebabkan seseorang berhadas besar dan wajib bersuci dengan mandi besar.

Pendapat ini berdasarkan riwayat dari Sayyidah Aisyah ra.:

كُنْتُ أَفْرُكُ الْمَنِيَّ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَيُصَلِّي فِيهِ

Aku menggosok mani dari pakaian Rasulullah ﷺ kemudian beliau salat dengannya (pakaian yang masih ada sisa mani) (HR. Abu Dawud No. 372, Imam Ibnu Mulaqqin menilai hadis ini shahih).

3. Mazi

Mazi dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Wujudnya encer, berwarna putih atau kuning, biasanya keluar saat seseorang berada dalam hasrat atau dorongan seksual. Hukum zatnya najis dan keluarnya mazi dapat membatalkan wudhu.

4. Wadi

Wadi adalah cairan yang biasanya keluar saat seseorang mengangkat beban berat, setelah buang air kecil, dan sebagainya. Laki-laki dan perempuan memilikinya, wujudnya kental, berwarna putih atau keruh. Hukum zatnya najis dan keluarnya wadi dapat membatalkan wudhu.

5. Darah

Hanya dimiliki oleh perempuan, biasanya keluar dalam kondisi normal semisal haid/menstruasi dan nifas pasca melahirkan. Darah juga dapat keluar sebagai darah penyakit seperti istihadhah dan darah fasad.

Hukum zatnya najis dan keluarnya darah dapat membatalkan wudhu. Setelah terputusnya darah, perempuan harus bersuci dengan mandi besar. Sedangkan keluarnya darah istihadhah cukup bersuci dengan berwudhu.

 

6,7, & 8. Ruthubah

 

Ruthubatul farji adalah cairan berwarna putih yang menyerupai mazi atau keringat. Cairan ini diproduksi oleh vagina guna melembabkan area sekitarnya. Ruthubah terbagi tiga:

Pertama, cairan berasal dari vagina bagian luar, maka hukumnya suci dan keluarnya tidak membatalkan wudhu. 

Kedua, cairan berasal dari vagina bagian paling dalam, maka hukumnya najis dan keluarnya membatalkan wudhu. 

Ketiga, cairan berasal dari vagina bagian dalam, maka pendapat paling shahih menghukuminya suci dan keluarnya tidak membatalkan wudhu.

Adapun ulama mazhab Syafii, Imam Al-Jamal Ar-Ramli berpendapat bahwa semua cairan yang keluar dari bagian dalam vagina hukumnya najis karena termasuk cairan yang keluar dari dalam tubuh.

Kesimpulan

Sahabat KESAN yang budiman, berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa keputihan termasuk cairan ruthubah yang dihasilkan oleh serviks atau leher rahim dan merupakan cairan yang dihasilkan oleh vagina bagian dalam.

Oleh karena itu, dapat kita ambil pendapat yang mengatakan hukum zat-nya adalah najis dan keluarnya dapat membatalkan wudhu. Berkenaan dengan kewajiban shalat, keluarnya cairan-cairan tersebut tidak menghilangkan kewajiban shalat kecuali haid dan nifas.

Maka, seorang perempuan yang mengalami keputihan masih diwajibkan shalat dan harus menghilangkan najisnya ketika hendak shalat.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Referensi: Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi; I’anah Ath-Thalibin, Zainuddin Al-Malibari; Fathu Al-Mu’in, Muhammad bin Ismail Al-Bukhari; Shahih Al-Bukhari, Abu Dawud; Sunan Abi Daud, Ibnu Bathal; Syarah Shahih al-Bukhari, Mohamad Judha, Yunita Y. Tjatjo; Hubungan Tingkat Stres Terhadap  Kondisi Sosial dengan Kejadian Keputihan Patologis, The American College of Obstetricians and Gynecologists, Is it normal to have vaginal discharge?, acog.org.

###

*Kamu punya pertanyaan lain seputar agama Islam yang mau dibahas lengkap? Coba share di kolom komentar ya, atau hubungi kami di sini: [email protected].

**Kalau kamu suka artikel di aplikasi KESAN, jangan lupa share ya! Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin.

Apakah keputihan harus mandi wajib atau tidak?

Keputihan termasuk najis yang wajib dibersihkan agar ibadah yang dijalankan sah. Namun, tidak perlu mandi wajib untuk membersihkannya. Keputihan cukup dibersihkan dengan mencuci kemaluan dan berwudhu.

Apakah keputihan pada wanita itu najis?

Maka dari itu, cairan keputihan juga berhukum najis, sehingga harus dibersihkan terlebih dahulu dari kemaluan sebelum berwudhu dan melaksanakan salat.

Apakah keputihan itu membatalkan wudhu?

Pendapat Imam Ramli mengatakan bahwa jika keluar dari anggota dzahir (anggota yang wajib dibasuh saat istinja) maka hukum dari keputihan itu suci, tidak najis dan tidak membatalkan wudhu.

Apakah sah sholat jika ada keputihan menurut Imam Syafi i?

Dengan kondisi tersebut sehingga dapat disimpulkan menurut Mazhab Syafi'i keputihan tidak membatalkan wudhu. Lalu, itu berarti sah apabila digunakan untuk salat dan tidak perlu lagi menggantinya.