di Keadaan Indonesia di awal kemerdekaan bisa dibilang sangat kurang dan jauh dari kata mapan. Pasalnya, kerusuhan dan berbagai insiden peperangan serta baku tembak masih sering terjadi. Hal ini dikarenakan masih ada kekuatan asing yang tidak ingin melihat Indonesia merdeka. Adapun sektor yang fokus diperbaiki oleh pemerintah untuk menstabilkan keadaan Republik Indonesia di awal kemerdekaan adalah bidang politik dan bidang ekonomi. Dimana, banyak permasalahan di bidang politik dan ekonomi yang menghambat keadaan Indonesia menjadi lebih baik di awal kemerdekaan, sehingga pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menstabilkan keadaan NKRI. Kehidupan Politik Kehidupan politik pada masa awal proklamasi ditandai dengan pembentukan berbagai badan/lembaga kelengkapan negara seperti BPUKI yang didirikan pada 28 Mei 1945 dengan diketuai oleh Dr. Radjiman Widyodiningrat. BPUPKI sendiri berhasil menyelenggarakan 2 kali sidang, dimana sidang pertama pada 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 yang berhasil menyusun keputusan akhir mengenai dasar negara Indonesia merdeka. Sidang kedua, pada 22 Juni 1945 dan berhasil menyusun piagam Jakarta [Pancasila]. Kemudian mengadakan sidang kembali pada 10-11 Juli 1945 dan menghasilkan persetujuan atas isi preambule [pembukaan UUD 1945] yang diambil dari Piagam Jakarta. Pada 7 Agustus 1945 BUPKI dibubarkan dan digantikan oleh PPKI, dimana tugas utamanya adalah pembentukan BKNIP yang bertugas membantu presiden. Kondisi politik Indonesia mulai mengalami perubahan ketika BKNIP mengajukan usul kepada Presiden, dimana Menteri bertanggung jawab kepada BKNIP bukan kepada Presiden maka lahirlah sistem parlementer dengan cabinet syahrir sebagai cabinet pertama. [Baca juga: Mengintip Kehidupan Bangsa Indonesia Pada Awal Kemerdekaan] Perubahan ini kemudian memicu lahirnya partai politik yang memiliki berbagai landasan. Misalnya PNI berhaluan nasionalis, PKI beraliran komunis, partai Murba, Partai Sosialis Indonesia dan Masyumi. Munculnya multipartai mengakibatkan cabinet di Indonesia pada masa awal demokrasi mengalami kondisi labil dimana 1 kabinet hanya dapat bertahan antara 1-2 tahun. Kehidupan Ekonomi Kondisi perekonomian Indonesia pada masa awal proklamasi mengalami kekacauan yang mengakibatkan perekonomian nasional tidak stabil. Padahal perekonomian merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada berbagai permasalahan yang menghantui perekonomian Indonesia yaitu hiperinflasi, blokade ekonomi, dan kekosongan kas negara. Ketika Indonesia mengalami blokade ekonomi oleh belanda, pemerintah berusaha menembus blokade tersebut dengan berbagai cara seperti diplomasi beras ke India dan mengadakan hubungan dagang langsung ke luar negeri. Selain berusaha menembus blokade ekonomi, pemerintah juga berusaha untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi yang dialami dengan berbagai cara, misalnya :
Sayangnya, langkah-langkah tersebut belum cukup membuahkan hasil untuk memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia. hingga pada Februari 1946 pemerintah melaksanakan konfrensi ekonomi yang membahas mengenai peningkatan produksi dan distribusi bahan makanan, masalah sandang, dan penataan administrasi perkebunan milik asing. Selain konfrensi ekonomi, di masa awal kemerdekaan pemerintah juga meluncurkan berbagai kebijakan seperti :
Lihat Foto Kemenkeu Oeang Republik Indonesia [ORI] KOMPAS.com - Indonesia telah dinyatakan merdeka berkat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945 silam. Namun meskipun sudah merdeka, kondisi perekonomian Indonesia pada awal kemerdekaan masihlah belum stabil. Faktor utama penyebab kesulitan ekonomi di awal kemerdekaan adalah sebagai berikut: Baca juga: Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat InflasiPada masa pasca kemerdekaan antara tahun 1945 sampai 1950, kondisi ekonomi Indonesia sangat buruk. Terjadi hiperinflasi atau kenaikan harga-harga barang secara ekstrem. Salah satu penyebab inflasi yakni beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Saat itu, pemerintah RI menyatakan terdapat tiga mata uang yang berlaku di wilayah Republik Indonesia. Mata uang De Javasche Bank [DJB], mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang diakui dan digunakan bersamaan. Belum selesai di situ, pada tanggal 6 Maret 1946, panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya mata uang NICA di daerah yang ditempati Sekutu. Munculnya uang NICA ini sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat merosot. Begitu pemerintah RI mengetahui hal tersebut, melalui Perdana Menteri Syahrir, mereka memproses tindakan Jepang yang dianggap sudah melanggar persetujuan. Persetujuan tersebut berisikan bahwa tidak akan muncul mata uang baru apabila belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia. Baca juga: Keuangan Negara: Definisi dan Mekanisme Pengelolaan Salah satu sektor yang diperbaiki oleh pemerintah Republik Indonesia saat itu adalah sektor perekonomian. Perekonomian merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika Republik Indonesia terbentuk, kondisi perekonomian Indonesia masih kacau. Berbagai permasalahan seperti hiperinflasi, blokade ekonomi, dan kekosongan kas negara. 1. Kebijakan untuk Mengatasi Hiperinflasi a. Pinjaman Nasional Pinjaman nasional merupakan kebijakan yang dicetuskan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dan dilaksanakan atas persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat [BP-KNIP]. Untuk mendukung program tersebut, pemerintah membentuk Bank Tabungan Pos yang berguna menyalurkan pinjaman. Banyak rakyat Indonesia yang mendukung kebijakan ini. Rakyat dengan sukarela pergi ke Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian untuk mengumpulkan uang dan dipinjamkan kepada negara. Pada tahap pertama, pinjaman nasional berhasil mengumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000.00. b. Mengeluarkan Oeang Republik Indonesia [ORI] Mata uang ORI digunakan sebagai alat pembayaran yang sah sekaligus sebagai mata uang pengganti mata uang Jepang dengan kurs satu per seribu. Setiap seribu mata uang Jepang bernilai satu Rupiah ORI. Pemerintah juga membatasi bahwa setiap keluarga hanya boleh memilik Rp. 300.00 dan bagi yang tidak berkeluarga Rp. 100.00. Sejak saat itu, mata uang Belanda dan Jepang yang beredar dinyatakan tidak berlaku lagi. Peredaran uang ORI mulai mengalami permasalahan sejak Agresi Militer I dan Agresi Militer II Belanda. Dalam agresi militer tersebut setiap daerah di Indonesia mengeluarkan banyak biaya untuk perang. Sementara itu, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah mulai mengalami kesulitan sejak intensifnya serangan Belanda. Oleh karena itu, muncul inisiatif dari setiap pemimpin daerah untuk menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia Daerah [ORIDA]. Tindakan tersebut disetujui oleh pemerintah pusar dan dilakukan dengan tujuan mengatasi masalah kekurangan pasokan uang tunai karena sulitnya hubungan pemerintah pusat dengan daerah. Tindakan mencetak uang daerah tersebut salah satunya dilakukan oleh Teuku Moh. Hassan, Gubernur Sumatra yang mengeluarkan Oeang Repoeblik Indonesia Provinsi Soematra [OERIPS] pada tanggal 12 Desember 1947. c. Membentuk Bank Negara Indonesia Pendirian BNI berawal dari Yayasan Pusat Bank yang didirikan oleh Margono Djojohadikusumo pada bulan Juli 1946. Bank Negara Indonesia [BNI 46] dikelola oleh pemerintah Indonesia dibawah menteri keuangan Syafruddin Prawiranegara. Sebagai direktur diangkat Margono Djojohadikusumo dan wakil direktur Sabaroedin. Bank Negara Indonesia dibentuk untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan. Selain itu, BNI juga bertugas mengatur nilai tukar ORI terhadap valuta asing.
Dengan adanya blokade ekonomi ini, Belanda berharap keadaan sosial dan ekonomi bangsa Indonesia memburuk sehingga rakyat tidak percaya terhadap pemerintah Indonesia. Dalam keadaan demikian, Belanda akan mudah mengembalikan kekuasaannya di Indonesia. Pemerintah Indonesia berusaha menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda dengan berbagai usaha. Adapun usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia sebagai berikut. a. Melaksanakan Diplomasi Beras b. Membentuk Lembaga Banking and Trading Company [BTC] BTC berperan sebagai agen perusahaan pemerintah untuk mengawasi seluruh kegiatan perdagangan ke luar atau masuk daerah Republik Indonesia. BTC juga berperan melakukan kegiatan ekspor impor. Hasil-hasil bumi indonesia dibeli BTC dari rakyat. Selanjutnya, barang-barang tersebut diperjualbelikan ke luar negeri dengan sistem barter. Dari sistem tersebut, pemerintah Indonesia memperoleh alat-alat keperluan kantor, alat-alat industri, obat-obat, dan perlengkapan militer. Hubungan dagang yang dilakukan pemerintah Indonesia mulai meluas seiring dengan perkembangan BTC. Melalui BTC, pemerintah Indonesia berhasil melakukan hubungan dagang dengan salah satu perusahaan Amerika Serikat yaitu Isbrantsen Inc. Perusahaan Amerika Serikat tersebut akhirnya mengirim kapal Martin Behrmann untuk mengangkut barang dari pelabuhan Cirebon. Pada tanggal 7 Februari 1947, kapal Martin Behrmann berangkat dengan muatan hasil bumi Indonesia menuju New York. Mengetahui hal tersebut, Belanda mengerahkan angkatan lautnya dan menghentikan kapal Martin Behrmann di pelabuhan Tanjung Priok. c. Membentuk Indonesia Office [Indoff] Indonesia Office [Indoff] dipimpin oleh Mr. Oetojo Ramelan dan dibantu Soerjono Darusman, Mr. Zairin Zain, Thaharudin Ahmad, dan Dr. Soeroso. Indoff bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan politik di luar negeri Indonesia. Selain itu, Indoff secara rahasia berfungsi sebagai pengendali upaya menembus blokadi Belanda serta melakukan perdagangan barter dengan bantuan Angkatan Laut Republik Indonesia dan pemerintah daerah penghasil barang ekspor. Salah satu upaya Indoff adalah mengirim karet secara diam-diam dari pelabuhan Belawan, Medan menuju Singapura. d. Membentuk Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri [KPULN]
Konferensi Ekonomi tersebut dihadiri oleh para cendekiawan, gubernur, dan pejabat. Dalam konferensi Ekonomi tersebut dihasilkan keputusan mengenai perubahan sistem ekonomi perang Jepang yang bersifat desentralisasi menjadi sentralisasi. Selanjutnya, perubahan organisasi Pengawasan Makanan Rakyat menjadi Badan Persediaan dan Pembagian Makanan [BPPM] yang dipimpin oleh dr. Sudarsono. Organisasi tersebut merupakan awal berdirinya Badan Urusan Logistik [Bulog]. Keberhasilan penyelenggaraan Konferensi Ekonomi berlanjut hingga Konferensi Ekonomi kedua di Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Agenda Konferensi Ekonomi kedua membahas masalah program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi, dan alokasi tenaga manusia. Dalam Konferensi Ekonomi kedua tersebut Wakil Presiden Moh. Hatta mengusulkan adanya rehabilitasi pabrik gula karena gula merupakan komoditas ekspor penting yang harus dikuasai oleh negara. Untuk merealisasikan gagasan tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1946 tanggal 21 Mei 1946 tentang pembentukan Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara [BPPGN] dengan status perusahaan Negara di bawah pimpinan Notosudirjo. Selanjutnya, muncul Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1946 tanggal 6 Juni 1946 mengenai pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara [PPN].
Sesudah badan perancang ini bersidang. Menteri Kemakmuran A.K. Gani mengumumkan kebijakan pemerintah tentang Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun. Langkah awal untuk merealisasikan rencana tersebut sebagai berikut. Pada bulan April 1947 Badan Perancang Ekonomi ini berubah menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi [PPSE] yang bertugas mempelajari, mengumpulkan data, dan memberikan saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi. Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun yang disepakati memiliki beberapa prioritas seperti bangunan-bangunan umum l, perkebunan, dan industri yang telah ada sebelum perang menjadi milik negara. Akan tetapi, pelaksanaan rencana tersebut baru terealisasi pada tahun 1957.
Persatuan Tenaga Ekonomi terbentuk pada bulan September 1945 di Jakarta dengan ketua Basyaruddin Rahman Motik. Tujuan pembentukan Persatuan Tenaga Ekonomi yaitu menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta untuk memperkuat persatuan dan mengembangkan perekonomian nasional. Selain itu, Persatuan Tenaga Ekonomi berupaya melenyapkan individualisme di kalangan organisasi pedagang untuk memperkukuh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia. Beberapa organisasi pedagang yang tergabung dalam Persatuan Tenaga Ekonomi antara lain Gabungan Perusahaan Perindustrian, Pusat Perusahaan Tembakau dan Gabungan Saudagar Indonesia daerah Aceh [Gasida]. Sumber //ilmusejarahpeminatan.blogspot.com Video yang berhubungan |