Jelaskan metode yang dilakukan sunan bonang dalam berdakwah

1.Sunan Bonang adalah salah satutokoh Wali Songo yang berasal dari Bonang, Tuban, Jawa Timur.

Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim menyebarkan agama Islam di Surabaya,Nav Button

logo

Search Button

logoClose Button

Facebook Inibaru Twitter Inibaru Instagram Inibaru Youtube Inibaru

Hits Icon HITS

Pasar Kreatif Icon PASAR KREATIF

Inspirasi Indonesia Icon INSPIRASI INDONESIA

Tradinesia Icon TRADISINESIA

Adventurial Icon ADVENTURIAL

Kulinary Icon KULINARY

Foto Esai Icon

FOTO ESAI

Indeks Icon INDEKS

logoClose Button

Search

Search Button

whatsapp sharing button

facebook sharing button

twitter sharing button

Inibaru /

Sunan Bonang dan Dakwah yang Akrab dengan Tradisi

Kamis, 08 Feb 2018 08:30

whatsapp sharing button facebook sharing button twitter sharing button

Sunan Bonang dan Dakwah yang Akrab dengan Tradisi

Sunan Bonang (algoruk.blogspot.co.id)

Sunan Bonang merupakan salah satu tokoh Walisongo yang lahir di Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah yang berdakwah dengan mengembangkan pendekatan kultural. Instrumen Bonang dalam gamelan diyakini berasal dari kreasi wali ini.

Inibaru.id – Sunan Bonang yang memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim ini merupakan wali penyebar Islam di tanah Jawa. Dia lahir di daerah Bonang, Tuban, Jawa Timur pada 1465 M. Nama Sunan Bonang diduga berasal dari Bong Ang. Nama Bong merupakan marga ayahnya yang bernama Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.

Dikutip dari gomuslim.co.id (24/11/2017), ada literatur lain yang menyebutkan bahwa nama Bonang diambil dari salah satu alat musik tradisional yang biasa digunakan oleh Raden Maulana Makdum Ibrahim dalam berdakwah.

Sebagai salah satu tokoh Walisongo, dia menyebarkan ajaran Islam dari Rembang sampai ke wilayah Jawa Timur. Dia menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan berbagai ilmu kesaktian serta kedigdayaan. Hal itu dia pelajari sejak masih kecil bersama ayahnya.

Pada usia remaja, Sunan Bonang beserta saudaranya, Raden Paku, mempelajari agama Islam dengan menyeberang ke negeri Pasai, Aceh, untuk menemui Syekh Maulana Ishaq. Mereka juga belajar kepada ulama besar lainnya yang menetap di Pasai, seperti para ulama tasawuf yang berasal dari Baghdad, Mesir, Arab, dan Persia atau Iran. Selesai belajar di Pasai, Sunan Bonang lalu diperintahkan ayahnya untuk berdakwah di daerah Tuban.

Baca juga:

Masjid Menara Kudus, Simbol Toleransi dari Masa Lampau

Al-Mashun, Masjid “Tiga Benua” di Medan

Dalam berdakwah Sunan Bonang menggunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati masyarakat. Maka dia mempelajari kesenian Jawa antara lain seni bonang. Seperti ditulis republika.co.id (3/3/2017), Sunan Bonang diketahui sebagai tokoh yang menemukan dan mendesain seperangkat gamelan Jawa yang disebut bonang, yakni alat musik logam, berbentuk mirip gong, tetapi dengan ukuran dan bentuk yang lebih kecil. Nama alat gamelan bonang diyakini diambil dari nama tempat yang menjadi kediaman Sunan Bonang, yaitu Desa Bonang di daerah Lasem.

Selain itu, Sunan Bonang juga dikenal sebagai seorang dalang. Baginya menyebarkan Islam melalui pertunjukan wayang menjadi lebih mudah diterima masyarakat. Itu berbeda ketika dia menerapkan cara-cara yang cenderung represif ketika berdakwah di Kediri.

Di Lasem, Sunan Bonang membangun sebuah masjid di tengah hutan. Masjid yang berada di Desa Bonang, Kecamatan Lasem ini merupakan salah satu bukti autentik peninggalan dari perjalaanan dakwah yang dilakukan oleh Sunan Bonang didaerah Rembang dan sekitarnya. Lokasi masjid ini sekitar 50 meter di sebelah utara dari makam Sunan Bonang yang sekarang. Jawa Timur.

Seperti anggota Wali Songo yang lain, pendekatan yang dilakukan Sunan Bonang dalam berdakwah tidak jauh dari kebudayaan dan tradisi yang telah ada di masyarakat.

Sunan Bonang menyebarkan agama Islam melalui pendekatan kebudayaan dan kesenian.

Berikut cata yang digunakan Sunan Bonang dalam menyebarkan agama Islam.

2.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Raden Maulana Makdum Ibrahim atau lebih dikenal dengan nama Sunan Bonang adalah putra keempat Sunan Ampel dari pernikahannya dengan Nyai Ageng Manila, putri Arya Teja Bupati Tuban, Jawa Timur. Menurut perhitungan, ia lahir sekitar tahun 1465 Masehi. Dalam riwayatnya, Sunan Bonang diketahui mensyiarkan Islam melalui beberapa metode, di antaranya memanfaatkan media wayang, tembang, sastra sufistik, termasuk tasawuf.

Sebelum mengemban dakwah dan syiar Islam, Sunan Bonang banyak mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu keislaman dari Sunan Ampel. Ia belajar bersama santri-santri Sunan Ampel lainnya, seperti Raden Paku (Sunan Giri), Raden Patah, dan Raden Kusen.

Selain menimba ilmu dari ayahnya, Sunan Bonang juga diketahui berguru kepada Syekh Maulana Ishak. Hal itu dilakukannya ketika melakukan perjalanan haji ke Tanah Suci bersama Sunan Giri.  Dalam buku Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto, dalam dakwahnya Sunan Bonang melakukan pendekatan melalui seni dan budaya, sebagaimana dilakukan Sunan Kalijaga, yang notabene memang muridnya. Pengetahuannya tentang kesenian dan kebudayaan, khususnya Jawa, ia dapatkan dari pihak keluarga ibunya yang merupakan kalangan bangsawan di Tuban.

Dari proses belajar tersebut, Sunan Bonang memahami dan mengetahui seluk beluk kesenian Jawa, terutama dalam bidang kesusastraan. Oleh sebab itu, ia dikenal piawai dalam menggubah macapat, yakni puisi dan tembang tradisional Jawa. Kendati demikian, sebelum memanfaatkan jalur kesenian, dakwah Sunan Bonang diketahui menggunakan pendekatan-pendekatan yang cenderung mengandung kekerasan. Dalam Babad Daha-Kediri, dikisahkan bagaimana Sunan Bonang menghancurkan arca-arca yang dipuja masyarakat Kediri.

Dalam Babad Daha-Kediri juga diterangkan pula bahwa Sunan Bonang pernah mengubah aliran sungai Brantas agar daerah-daerah tertentu yang dilintasi sungai tersebut kekurangan air. Daerah-daerah tertentu dalam konteks ini adalah daerah yang tidak menerima dakwah dan syiar Islam yang dibawanya. Akibatnya, masyarakat yang menolak kehadiran Islam dan Sunan Bonang harus menderita kekeringan.

Konsekuensi dari pendekatan dakwah yang cukup represif tersebut, seperti termaktub dalam Babad Daha-Kediri, mengakibatkan Sunan Bonang menghadapi resistansi dari masyarakat Kediri berupa konflik. Adapun dua tokoh utama yang kala itu sangat menentang Sunan Bonang adalah Ki Buto Locaya dan Nyai Plencing, yang notabene penganut ajaran Bhairawa-bhairawi.

Setelah kurang berhasil mengemban dakwah di Kediri, menurut naskah Hikayat Hasannuddin, Sunan Bonang lantas bertolak ke Demak atas panggilan Raden Patah. Di sana ia diberi amanat untuk menjadi imam Masjid Agung Demak.

Setelah dari Demak, ia kemudian pergi ke tempat kakak kandungnya yakni Nyai Gede Maloka di Kadipaten Lasem, Jawa Tengah. Menurut naskah Carita Lasem, di sana Sunan Bonang diminta oleh Nyai Gede Maloka untuk menjaga dan merawat makam nenek mereka yang berasal dari Champa, yaitu putri Bi Nang Ti, di Puthuk Regol.

Kemudian, berkaitan dengan dakwahnya, setelah metode syiarnya gagal di Kediri, Sunan Bonang mulai memanfaatkan wahana kesenian dan kebudayaan guna lebih menarik simpati masyarakat. Dalam buku Atlas Wali Songo diterangkan, Sunan Bonang dikenal sebagai penggubah tembang-tembang Jawa, kemudian menjadikannya berbagai jenis gending untuk berdakwah.

Selain itu, Sunan Bonang juga diketahui sebagai tokoh yang menemukan dan mendesain seperangkat gamelan Jawa yang disebut bonang, yakni alat musik logam, berbentuk mirip gong, tetapi dengan ukuran dan bentuk yang lebih kecil. Nama alat gamelan bonang diyakini diambil dari nama tempat yang menjadi kediaman Sunan Bonang, yaitu Desa Bonang di daerah Lasem.

Menurut R. Poedjosoebroto dalam karyanya "Wayang Lambang Ajaran Islam", kata "bonang" berasal dari dua suku kata, yakni "bon" dan "nang", yang artinya induk kemenangan. Pada masanya, selain digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang, bonang juga dipakai aparat desa untuk mengumpulkan warga guna memberi tahu wara-wara dari pemerintah. 

Selain penggubah tembang dan penemu bonang, Sunan Bonang juga dikenal sebagai seorang dalang. Memanfaatkan pertunjukan wayang, penyebaran ajaran Islam yang dilakukannya menjadi lebih mudah diterima masyarakat kala itu. Berbeda ketika ia menerapkan cara-cara yang cenderung represif ketika berdakwah di Kediri.

Menurut catatan Sadjarah Dalam, dikisahkan bahwa Sunan Bonang hidup menyendiri atau tidak menikah hingga akhir hayatnya. Penjelasan serupa juga diterangkan dalam Carita Lasem yang menyebut bahwa sejak tinggal di Lasem hingga di Tuban, Sunan Bonang tidak memiliki seorang istri. Dalam Babad Tanah Djawi pun tidak disebut adanya istri atau putra dari Sunan Bonang.

sumber : Antara

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Sunan Bonang merupakan salah satu dari walisanga atau wali sembilan yang memiliki peran sangat besar dalam menyiarkan Islam di Indonesia. Perlu kita ketahui bahwa Sunan Bonang ini merupakan anak dari Sunan Ampel. Di Pulau Jawa pada saat itu Sunan Bonang menjadi seorang guru yang sangat terkenal dan di hormati.

Hal ini dikarenakan Sunan Bonang dianugerahi dengan banyak ilmu yang sangat tinggi. Dalam penyebaran Islam di Indonesia, Sunan Bonang ini menggunakan beberapa metode dakwah seperti melalui kesenian gamelan, sastra dan lain sebagainya.

Sunan Bonang memang sangat unik dalam menyebarkan agama Islam. Salah satu metode yang digunakan yaitu menggunakan alat music gamelan. Dulu sebelum Islam masuk ke Indonesia, masyarakat masih banyak yang menganut ajaran agama lain. Sehingga, dengan menggunakan akulturasi budaya, dakwah yang disebarkan mudah diterima oleh banyak orang. Akulturasi budaya yang dilakukan oleh Sunan Bonang yaitu dengan menyelipkan unsur-unsur Islami dalam setiap dakwah yang dilakukan tanpa mengubah budaya masyarakat itu sendiri. 

Kebudayaan yang digunakan Sunan Bonang untuk melakukan dakwah yaitu dengan pertunjukan wayang dan gamelan untuk menarik simpati mereka. Tahukah Anda seperti apa itu gamelan bonang? Alat musik yang berbentuk bulat dengan benjolan di tengah dan alat music ini terbuat dari kuningan. Seperti yang kita ketahui gamelan-gamelan pada umumnya, ketika dipukul dengan kayu lunak akan timbul suara merdu. Sunan Bonang merupakan satu-satunya wali Allah SWT yang memiliki cipta rasa seni yang tinggi, hal ini terbukti dengan setiap lagu yang diciptakan untuk mengiringi pertunjukan wayang diisi dengan pesan-pesan agama Islam.

...Berikutnya