Misalnya saja MSG, yang ditemukan secara alami dalam keju parmesan, sarden, dan tomat dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan MSG yang ditemukan sebagai bahan tambahan pangan dalam makanan. Show Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa semua bahan tambahan pangan berbahaya, tetapi itu tidak benar. Zat aditif dinyatakan aman untuk dikonsumsi dalam jumlah tertentu. Di Indonesia sendiri, penggunan zat aditif telah diatur oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). BPOM menjamin bahan tambahan pangan aman digunakan dalam makanan. Beberapa orang mungkin sensitif terhadap bahan tambahan pangan tertentu, ia bisa saja memunculkan reaksi alergi, seperti gatal pada kulit atau diare. Namun, ini tidak bisa digeneralisasikan untuk semua bahan tambahan pangan. Beberapa bahan tambahan makanan yang mungkin dapat menyebabkan masalah pada beberapa orang adalah sebagai berikut.
Lihat Foto KOMPAS.com - Tahukah kamu mengapa narkotika dan psikotropika penggunannya diatur oleh pemerintah? Tidak hanya di Indonesia, di seluruh belahan dunia, narkotika diregulasi meskipun berbeda-beda regulasinya. Ini karena penggunaan zat adiktif memberikan banyak dampak pada masalah kesehatan. Nikotin dalam rokok juga merupakan zat adiktif yang menyebabkan ketergantungan. Seseorang yang mulai merokok, perlahan-lahan akan terus membutuhkan rokok dan tidak bisa berhenti menghisapnya. Padahal dalam rokok terdapat banyak zat yang membahayakan seperti tar, karbon monoksida, dan hidrogen sianida. Sehingga benar adanya kalau merokok membunuhmu. Dampak narkotikaPenggunaan jangka pendek narkotika akan menyebabkan efek buruk berupa halusinasi, peningkatan detak jantung, mual, kehilangan kesadaran dan ketergantungan. Baca juga: Penggolongan Narkoba Dilansir dari Foundation for a Drug-Free World, ketergantungan narkotika menyebabkan penggunanya harus menambah dosis seiring bertambahanya waktu untuk mendapat efek yang sama. Penambahan dosis ini akan terus naik hingga terjadinya kematian karena overdosis.
KOMPAS.com/SILMI NURUL UTAMI Otak pengguna kokain dari waktu ke waktu Penggunaan kokain dalam dosis tinggi menyebabkan kerusakan otak dan kematian sel-sel. Kokain membunuh otak dengan menggerogotinya, membuat penggunanya kehilangan fungsi otak, cacat fisik, dan kematian. Gambar di atas adalah pemindaian MRI dari otak pengguna kokain jangka panjang. Warna kuning dan merah menunjukkan fungsi otak, seiring berjalannya waktu fungsi otak menurun karena sel menderita kematian.
Lihat Foto KOMPAS.com – Makanan olahan sangat akrab dalam keseharian masyarakat Indonesia. Namun tahukah kamu apa yang dimaksud makanan olahan? Academy of Nutrition and Dietetics mendefinisikan makanan olahan sebagai makanan yang “dimasak, dikalengkan, dibekukan, dikemas, atau diubah komposisi nutrisinya”. Meski kebanyakan dari kita biasa membelinya, namun konsumsi makanan olahan secara berlebihan sebetulnya tidak baik bagi kesehatan. Dilansir dari laman Insider, berikut dampak buruk yang mungkin kamu alami jika mengkonsumsi terlalu banyak makanan olahan: 1. Masalah pencernaan Direktur kesehatan masyarakat, pencegahan dan promosi kesehatan di University of Arizona College of Medicine, Dr. Farshad Fani Marvasti, MPH menjelaskan bahwa makanan olahan apapun berisiko mengakibatkan masalah pencernaan. “Makanan-makanan tersebut memiliki tambahan zat kimia dan berpotensi sulit dicerna dan diproses oleh tubuh,” kata Marvasti. Selain itu, zat-zat tersebut bisa menjadi racun bagi bakteri baik di tubuh. Untuk mengetahui perbedaan makanan alami dan olahan adalah dengan membaca daftar bahan-bahannya. “Jika kamu tidak mengenali nama bahannya, maka bahan tersebut cenderung tidak alami dan berpotensi mengganggu pencernaan serta masalah kesehatan lainnya,” kata dia. Baca juga: 4 Makanan untuk Mengatasi Masalah Pencernaan Zat aditif pada makanan berguna untuk menjaga makanan agar tetap segar dan tahan lama, serta meningkatkan cita rasa dan memperindah tampilannya. Zat aditif umumnya aman digunakan, tetapi ada beberapa jenis zat aditif yang diduga dapat menimbulkan efek samping bagi kesehatan. Zat aditif pada makanan adalah semua bahan yang ditambahkan dan dicampurkan ke dalam produk makanan dan minuman selama proses pengolahan, penyimpanan, dan pengemasan. Di Indonesia, zat aditif pada makanan disebut dengan istilah Bahan Tambahan Pangan (BTP). Produksi dan penjualan seluruh produk makanan dan minuman yang menggunakan zat aditif harus mendapatkan izin edar dan persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar aman dikonsumsi oleh masyarakat. Kegunaan Zat Aditif pada MakananZat aditif umumnya ditambahkan ke dalam makanan untuk:
Informasi mengenai zat aditif pada makanan biasanya terlampir pada label makanan dengan nama kimiawi. Misalnya, garam adalah sodium atau natrium klorida, vitamin C adalah ascorbic acid atau asam askorbat, dan vitamin E adalah alpha tocopherol. Produsen biasanya hanya menggunakan zat aditif secukupnya untuk mencapai hasil yang diinginkan. Ada beberapa macam zat aditif yang paling sering digunakan pada makanan, di antaranya:
Jenis-Jenis Zat Aditif pada MakananZat aditif pada makanan dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni zat aditif alami dan zat aditif sintetis atau buatan. Zat aditif makanan yang bersifat alami bisa berasal dari tumbuhan, hewan atau mineral, serta rempah-rempah dan tanaman herbal yang dapat menambah cita rasa pada makanan. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dan organisasi pangan dan pertanian internasional (FAO), jenis zat aditif pada makanan dapat digolongkan menjadi 3 kategori utama, yaitu: Zat perasa makananIni adalah zat yang ditambahkan ke dalam makanan untuk meningkatkan aroma dan memperkuat rasa. Jenis zat aditif ini paling banyak digunakan dalam berbagai produk camilan, minuman ringan, sereal, kue, hingga yoghurt. Bahan perasa alami bisa berasal dari kacang, buah-buahan, sayuran, hingga rempah-rempah. Zat perasa makanan juga tersedia dalam bentuk sintetis yang mirip dengan rasa makanan tertentu. Enzyme preparationJenis zat aditif ini biasanya diperoleh melalui proses ekstraksi dari tanaman, produk hewani, atau mikroorganisme seperti bakteri. Enzyme preparation umumnya digunakan sebagai alternatif zat aditif yang berbahan kimia dalam proses pemanggangan kue (untuk memperbaiki adonan), pembuatan jus buah, fermentasi anggur dan bir, serta pembuatan keju. Zat aditif lainnyaJenis zat aditif ini meliputi zat pengawet, zat pewarna, dan zat pemanis. Zat pengawet dapat memperlambat pembusukan yang disebabkan oleh jamur, udara, bakteri, atau ragi. Selain itu, pengawet juga mampu menjaga kualitas makanan dan membantu mengendalikan kontaminasi pada makanan yang dapat menyebabkan penyakit, seperti botulisme. Beberapa jenis BTP pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam produk pangan, yaitu asam sorbat, asam benzoat, etil para-hidroksibenzoat, metil para-hidroksibenzoat, sulfit, nisin, nitrit, nitrat, asam propionate, dan lisozim hidroklorida. Selain itu, ada berbagai jenis zat aditif lain pada makanan dan masing-masing zat aditif tersebut memiliki kegunaannya tersendiri, di antaranya:
Efek Samping Zat Aditif pada MakananUntuk memastikan zat aditif pada makanan dapat digunakan tanpa efek berbahaya, maka ditetapkanlah jumlah asupan harian yang layak dikonsumsi (Acceptable Daily Intake/ADI). ADI adalah perkiraan jumlah maksimal zat aditif pada makanan yang dapat dikonsumsi dengan aman setiap hari selama seumur hidup, tanpa efek kesehatan yang merugikan. Batas maksimum penggunaan zat aditif pada makanan ini telah ditentukan oleh BPOM. Bagi para produsen yang melanggar batas ketentuan tersebut, mereka bisa dijatuhi sanksi berupa peringatan tertulis hingga pencabutan izin edar produk. Bagi kebanyakan orang, zat aditif pada makanan dalam jumlah yang aman tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Namun, ada sebagian orang yang dapat mengalami efek samping, seperti diare, sakit perut, batuk pilek, muntah, gatal-gatal, dan ruam kulit setelah mengonsumsi makanan dengan kandungan zat aditif. Efek samping ini bisa saja terjadi jika seseorang memiliki reaksi alergi terhadap zat aditif tertentu atau jika kandungan zat aditif yang digunakan terlalu banyak. Ada beberapa zat aditif pada makanan yang diduga memiliki efek samping terhadap kesehatan, antara lain:
Reaksi terhadap zat aditif apa pun bisa bersifat ringan atau parah. Misalnya, sebagian orang dapat mengalami gejala asma yang kambuh setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung sulfit. Sementara itu, pemanis buatan aspartam dan MSG dapat menyebabkan efek samping berupa sakit kepala. Contoh lainnya, beberapa laporan menyebutkan bahwa kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji dengan kadar nitrat dan nitrit yang tinggi bisa menyebabkan gangguan pada tiroid dan meningkatkan risiko kanker. Untuk melindungi diri dari efek buruk kelebihan zat aditif pada makanan, seseorang dengan riwayat alergi atau intoleransi makanan harus lebih cermat dan teliti dalam memeriksa daftar bahan pada label kemasan. Jika muncul reaksi atau keluhan tertentu pada tubuh Anda setelah mengonsumsi produk makanan dan minuman yang mengandung zat aditif, Anda dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter. Bila perlu, bawa contoh makanan atau minuman yang mungkin menjadi penyebabnya. |