Jelaskan bagaimana peranan dan fungsi karya tulis ilmiah terhadap pengembangan bahasa Indonesia

1 PERANAN BAHASA INDONESIA DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH Oleh : Dra. Rusmini Tarigan, M.Pd. Dosen Universitas Darma Agung, Medan Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan bahasa Indonesia dalam penulisan karya ilmiah. Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research). Pembahasan topik didasarkan pada pendapat-pendapat ahli dan hasil-hasil penelitian terhdahulu yang berhubungan dengan topik yang dibahas. Dari pembahasan dapat disimpulan bahwa dalam menulis karya ilmiah sebaiknya menggukan kata-kata atau kalimat yang sesuai dengan kaidah dan bahasa yang penuturannya terpelajar dengan bidang tertentu, ini berguna untuk menghindari ketaksaan atau ambigu makna karna karya ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa penulisan karya ilmiah tidak mengandung bahasa yang sifatnya konstektual, Oleh karena itu, pengajar perlu memperhatikan kaidah yang berkaitan dengan pembentukan istilah, Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) yang dikeluarkan oleh pusat pembina an bahasa Indonesia merupakan sumber yang baik sebagai pedoman dalam memperhatikan hal-hal tersebut. Penggunaan tanda baca harus tepat untuk di setiap kalimat yang dimuat dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Kata kunci : Bahasa Indonesia dan Karya Ilmiah 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bahasa merupakan kunci untuk membuka wawasan dan pengetahuan. Hanya dengan bahasalah dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Walaupun bahasa Indonesia sudah berperan sebagai alat persatuan tetapi belum dapat berperan sebagai pengantar ilmu pengetahuan. Hal tersebut mengharuskan menerjemahkan semua buku ilmu pengetahuan di dunia ini ke dalam bahasa Indonesia. Dengan adanya informasi ilmiah dalam bahasa Indonesia tersebut, pasti akan ada kemajuan di bidang ilmu pengetahuan yang berarti meningkatkan mutu bahasa indonesia sebagai bahasa ilmiah. Bahasa dipakai sebagai alat mengungkap gagasan dan pikiran. Dengan begitu bahasa adalah alat komunikasi sekaligus alat untuk memahami isi dari komunikasi itu sendiri. Komunikasi antar-orang, termasuk komunikasi ilmuwan terhadap fenomena alam dan fenomena kebudayaan. Manusia menggunakan bahasa sesuai dengan yang dia 29

2 ketahui dan yang dirasakan guna menyampaikan gagasan atau menerima gagasan, pemberitahuan, keluh-kesah, pernyataan menghormat, bersahabat, atau pernyataan permusuhan dari orang lain. Siapa dia berkomunikasi dengan siapa, tentang hal apa, di mana, untuk tujuan apa dengan cara bagaimana. Dengan demikian, cara orang mengekspresikan gagasan terkait dengan masalah-masalah di luarnya seperti kesadaran atas status sosial dan tradisi yang berlaku dan diberlakukan. Lewat bahasa yang diketahui, gagasan dan pikiran diformulasi menjadi serangkaian konsep kebahasaan. Konsep bisa berupa kata atau istilah (construct). Bahasa Indonesia dikenal sebagi bahasa aglutinatif. Artinya, kosakata dalam bahasa Indonesia dapat ditempeli dengan bentuk lain, yaitu imbuhan. Imbuhan mengubah bentuk dan makna bentuk dasar yang dilekati imbuhan itu. Karena sifat itulah, imbuhan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan kata bahasa Indonesia. Dengan demikian, sudah selayaknyalah, sebagai pemakainya kita memiliki pengetahuan mengenai ini. Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah karena bahas merupakan sarana komunikasi ilmiah pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sulit bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, dimana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama. Karya tulis ilmiah atau akademik menuntut kecermatan dalam penalaran dan bahasa. Dalam hal bahasa, karya tulis semacam itu (termasuk laporan penelitian) harus memenuhi ragam bahasa standar (formal) atau bukan bahasa informal atau pergaulan.ragam bahasa karya tulis ilmiah atau akademik hendaknya mengikuti ragam bahsa yang penuturnya adalah terpelajar dalam bidang ilmu tertentu. Ragam bahasa ini mengikuti kaidah bahasa baku untuk menghindari ketaksaan atau ambigiutas makna karena karya tulis ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa karya ilmiah sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa yang sifatnya kontekstual seperti ragam bahasa jurnalistik. Tujuannya agar karya tersebut dapt tetap dipahami oleh pembaca yang tidak berada dalam situasi atau konteks saat karya tersebut diterbitkan. Masalah ilmiah biasanya menyangkut hal yang sifatnya abstrak atau konseptual yang sulit dicari alat peraga atau analoginya dengan keadaan nyata. Untuk mengungkapkan hal semacam itu, diperlukan struktur bahasa keilmuan adalah kemampuannya untuk membedakan gagasan atau pengertian yang memang berbeda dan strukturnya yang baku dan cermat. Dengan karakteristik ini, suatu gagasan dapat terungkap 30

3 dengan cermat tanpa kesalahan makna bagi penerimanya. Penulisan ilmiah merupakan sebuah karangan yang bersifat fakta atau real yang ditulis dengan menggunakan penulisan yang baik dan benar serta ditulis menurut metode yang ada Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan bahasa Indonesia dalam penulisan karya ilmiah Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur ( library research). Pembahasan topik didasarkan pada pendapat-pendapat ahli dan hasil-hasil penelitian terhdahulu yang berhubungan dengan topik yang dibahas. 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Bahasa Bahasa adalah suatu media yang digunakan untuk menyampaikan dan memahami gagasan, pikiran, dan pendapat. Bahasa juga media komunikasi utama di dalam kehidupan manusia untuk berinteraksi (Anwar, 2000). Melalui bahasa, kehidupan berinteraksi suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan dikembangkan serta dapat diturunkan pada generasi mendatang. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada di sekitar manusia, dapat disesuaikan dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi (Chaer, 1998). Secara garis besar, bahasa dapat dilihat dari tiga sudut pandang, antara lain: sudut pandang bentuk dan sudut pandang makna (Martinet, 1987). Bentuk bahasa berhubungan dengan keadaannya dalam mendukung perannya sebagai sarana komunikasi untuk berbagai kepentingan komunikasi pemakai bahasa, dan hubungannya dengan aspek nilai dan aspek makna adalah perannya yang terkandung dalam bentuk bahasa yang fungsinya sebagai alat komunikasi ketiga unsur tersebut secara keseluruhan dimiliki oleh semua bahasa di dunia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Sifat bahasa: (a) sistemis yaitu terdiri atas pola-pola yang beraturan dan saling berkaitan; (b) arbitrer yaitu bentuk dan makna bersifat manasuka sesuai dengan masyarakat pemakainya; (c) konvensional yaitu bentuk dan makna ditentukan berdasarkan kesepakatan masyarakat pemakai; (d) dinamis yaitu bentuk dan makna berkembang/berubah sesuai perkembangan. Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya. 31

4 2.2. Sejarah Bahasa Indonesia Menurut Chaesar (2010) bahwa para pakar yang menulis tenteng sejarah pertumbuhan bahasa Indonsia bersepakat bahwa cikalbakal bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Bukti sejarahnya adalah adanya sejumlah prasasti atau inskripsi yang tertulis dengan huruf Pallawa dan dalam bahasa Melayu Kuno. Perasasti ini bertebaran di Pulau Sumatra, Pulau Bangka, Pulau Jawa, dan disemenanjung Melayu (Malaysia sekarang). Berikut perasasti-prasasti yang telah teridentifikasi beserta penemunya yang menunjukan bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu. Prasastiperasasti itu diantaranya Prasasti Saja metro yang terdapat di Pekalongan, Jawa Tengah oleh Casparis (1956) dan Buchori (1966); Prasasti Palas Psemah yang terdapat di Lampung oleh Buchari (1979); prasasti Pangkalan Kempas oleh Boden Kloss (1932) dan Stein Callenfels (1927); Prasasti Kebon Kopi dibogor oleh Boschg (1941); Prasasti DiengdiJawa Tengah oleh Brandes (1913) dan Casparis (1950); prasasti-prasasti dari zaman Sriwijaya, Palembang oleh Casparis (1950), Coedes (1930), Damis (1960), Kern (193Palembang oleh Casparis (1950), Coedes (1930), Damis (1960), Kern (1931), dan Wellan (1934). Sem entara itu, adanya Prasasti Kota Kapur di Pulau Bnagka dikemukakan oleh Kern (1913) dan Poerbatjakarta (9151), Prasasti Karang Brahi di Jambi dikemukakan oleh Krom (1920); Prasasti Talang Tuwo di Palembang oleh Poebetjakarta (1951); Prasasti - Prasasti lain yang terdapat dipalembangoleh Ronkel(1924) dan Schnitger (1935); Prasasti Kedukian Bukit dipalembang, Sumatra Barat oleh Kern (1873) dan Krom (1912) serta Prasasti Padang Roco dan Bukit Gombak oleh Yamin (1958). Selanjutnya terdapat Prasasti Trengganu di Semanjung Malaya yang dibicarakan oleh Blagden (1924) dan Paterson (1929); Prasasti Pulau Langkawi oleh Maxwell (1987); dan Prasasti Bruney oleh Carey (1933). Didalam sejarahnya bahasa Melayu tersebar keseluruh Nusantara karena digunakan sebagai Lingua Franca, baik oleh para pedagang yang berasal dari Nusantara maupun dari mancanegara.bahasa Melayu dipakai dihampir semua diwilayah nusantara serta makin berkembang dengan dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai didaerah-daerah diwilayah nusantara dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa (Chaesar, 2010). Bahasa Melayupun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa melayu diwilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa 32

5 Indonesia. Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada masa itu mengubah bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia dalam sumpah pemuda 28 Oktober Untuk memperoleh bahasa nasionalnya, Bangsa Indonesia harus berjuang dalam waktu yang cukup panjang dan penuh dengan tantangan. Perjuagan demikian harus dilakukan karena adanya kesadaran bahwa disamping fungsinya sebagai alat komunikasi tunggal, bahasa nasional sebagai salah satu cirri cultural, yang kedalam menunjukkan sesatuan dan keluar menyatakan perbedaan dengan bangsa lain. Alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah sebagai berikut: 1. Bahasa Melayu telah berabadabad lamanya dipakai sebagai lingua franca (bahasa perantara atau bahasa pergaulan di bidang perdagangan) di seluruh wilayah Nusantara. 2. Bahasa Melayu memunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari, mudah dikembangkan pemakaiannya, dan mudah menerima pengaruh luar untuk memerkaya dan menyempurnakan fungsinya. 3. Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan bahasa berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya, sehingga tidak menimbulkan perasaan sentimen dan perpecahan. 4. Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. 5. Adanya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang mulia. Bahasa Melayu adalah bahasa yang dipakai di Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa resmi Negara Republik Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu, yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau (bahasa Melayu dari provinsi Riau, Sumatera, Indonesia). Agaknya terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau. Orang-orang lupa bahwa bahasa Melayu Riau hanyalah merupakan satu dialek dari sekian banyak dialek Melayu yang lain. Dan, di atas semua ini sudah terkenal di seluruh Nusantara suatu bahasa perhubungan, suatu lingua Franca yang di sebut dengan Melayu Pasar. Melayu Pasar inilah yang merupakan faktor yang paling penting untuk di terimannaya Melayu Riau sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Nama Melayu mula-mula digunakan sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi sungai Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7 ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya. Selama empat abad, kerajaan ini berkuasa di daerah 33

6 Sumatera Selatan bagian Timur dan di bawah pemerintahan raja-raja Syailendra bukan saja menjadi pusat politik di Asia Tenggara, melainkan juga menjadi pusat ilmu pengetahuan (Chaesar, 2010). Pembicaraan mengenai bahasa Indonesia selain tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan menegenai bahasa Melayu, juga tidak dapat dilepaskan dari rumpun bahasa yangt lebih besar yaitu bahasa Austronesia. Wilayahnya disebelah barat sampai di Madagaskar disebelah timur sampai kepulau Pass didekat pantai barat Amerika; disebelah utara sampai ketaiwan, dan disebelah selatan samapi kenew Zealand. Runpun bahasa Austronosia menghasikan rumpun bahasa melayu, dari bahasa melayu menghasikan bahasa dialek melayu Riau dan pada akhirnya dialek bahasa Melayu Riau dijadikan dasar bahasa Indonnesia. Berbicara tentang sejarah bahasa Indonesia, tentu berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan bahasa Indonesia. Beberapa peristiwa dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Datangnya agama Hindu ke Nusantara disamping menyumbang aksara Pallawa seperti digunakan dalam penulisan prasasti, juga menyumbang banyak sekalui kosa kata sangsekerta. Telah banyak tulisan mengenai bahan Sansekerta ini dan pengaruhnya dalam bahasa Indonesia/Melayu; 2. Kedatangan agama Islam dengan bahasa Arab, selain menyumbang aksara Arab, yang kemudian menurunkan aksara Jawi atrau huruf Arab-Melayu, juga banyak menyumbang kosakata dari bahasa Arab kepada bahasa Indonesia/Melayu; 3. Kedatangan orang Eropa ( Spanyol, Portugis, Belanda dan Inggris) selain membawa aksara Latin, juga banyak menyumbangkan kosakata dari bahasa-bahasa Erpoa (Belanda, Portugis, Spanyol dan Inggris). Sebelum kedatangan orang Eropa, naskah-naskah Melayu ditulis dengan aksara Jawi. Kemudian, sedikit demi sedikit naskah-naskah Melayu itu disalin juga kedalam aksara Latin. Sebagai Lingua Franca, kiranya orang Belanda dan orang Inggris banyak menaruh perhatian terhadap bahasa Melayu. Banyak vokabolarium Melayu dibuat; begitu juga dengan buku tata bahasa Melayu, dan buku ajar bahasa Melayu. Buku tata bahasa Melayu yang pertama disusun oleh Joanes Roman (1953) dan yang kedua, yang lebih lengkap disusun oleh George Henrik Werndly (1736). Menjelang akhir abad ke-19 banyak sekali tulisan buku-buku mengenai tata bahasa (Chaesar, 2010). 4. Peristiwa penting lainnya dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia adalah disusunnya suatu ejaan bahasa melayu di Indonesia ( Waktu itu Hindia 34

7 Belaanda) oleh Dr. Ch. A. Van Van Ophuijsen pada taun 1901; 5. Peristiwa berikutnya adalah timbulnya gerakan kebangsaan, yang member semangat keindonesiaan dalam berbahasa Melayu. Lalu diikuti dengen berdirinya Balai Pustaka yang menerbitkan buku-buku bacaan dalam bahasa Melayu yang teratur, mengikuti pola dialek Melayu Riau; 6. Dalam Kongres Pemuda Pertama tahun 1926, M. Tabrani mengusulkan nama bahasa Melayu yang digunakan diindonesia dengan nama Bahasa Indonesia. Lalau dalam kongres Pemuda II (yang dikenal dengan sumpah pemuda) tahun 1928, bahasa Indonesia disahkan sebagai bahasa nasional dan bahasa persatuan; 7. Peristiwa pentring berikutnya adalah diselenggarakannya Kongres Bahasa Indonesia (KBI) I pada 1938 dikota Solo, delapan belas tahun kemudian, yaitu tahun 1954, diadakan Kongres Bahasa Indonesai II di Medan, kemudian tahun 1978 diadakan Kongres Bahasa Indonesia III. Lalu, sejak itu Kongres Bahasa Indonesia menjadi kegiatan rutin lima tahun sekali. Terakhir pada tahun 2008 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IX. Perlu dicatat, tampaknya yang dibicarakan dalam kongres adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah politik, kebudayaan dan pembinaan bahasa. Hamper tidak dibicarakan masalah struktur internal bahasa; 8. Pendudukan bala tentara Jepang tahun berpengaruh besar dalam perkembangan, penyebaran penggunaan bahasa Indonesia, karena orang-orang dilarang menggunakan bahasa Belanda. Orang hanya boleh berbahasa Indonesia atau bahasa Jepang untuk kegiatan formal; 9. Proklamasi ke,merdekaanpada 17 Agustus 1945 memperkuat kedudukan bahasa Indonesia, karena dalam Undang-Undang Dasar 1945bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa negara Republik Indonesia. Ini berarti, semua kegiatan administrasi dan birokrasi kenegaraan harus dilakukan dalam bahasa Indonesia; 10. Tahun 1947 pemerintah mendirikan suatu lembaga yang bertugas mengurus masalah bahasa dan sastra dengan nama ITCO (Instituut Voor Taal en Culture Onderzoek). Lembaga ini telah berkali-kali mengganti nama, dan terakhir bernama Pusat Bahasa. Sejak tahun 1974 sampai sekarng, Pusat Bahasa (pemerintahan Republik Indonesia melakukan kerjasama dengan Malaysia dalam wadah MBIM (Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia), yang kemudia sejak 1985 berubah menjadi MABBIM (Majelis Bahasa Brunai Darussalam, 35

8 Indonesia dan Malaysia) dengan masuknya Brunai Darussalam; 11. Dalam rangka memantapkan kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia diadakan dua buah seminar, yaitu seminar Bahasa Indonesia 1968 dan seminar bahasa Indonesia Kemudian untuk memantapkan status bahasa Indonesia ditengah-tengah adanya bahsa daerah dan bahasa asing diselenggaraakan politik bahasa nasional; 12. Peluncuran buku Tata Bahasa baku Bahasa Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia pada acara kongres Bahasa Indonesia V tahun 1988, yang kehadirannya sudah ditunggu banyak orang Peranan dan Fungsi Bahasa Indonesia Bahasa adalah cermin suatu Negara, jika suatu negara maju maka bahasanya pun ikut maju. Berbicara tentang bahasa tentu tidak lepas dari berbicara tentang peran dan fungsi bahasa itu sendiri. Dibawah ini adalah peranan dan fungsi bahasa yaitu : (Alwi, 2010) a. Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara Alek dan H. P. H. Achmad (dalam Ntelu dkk, 2015:15-16) menyatakan bahwa Bahasa Indonesia dinyatakan berkedudukan sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus Pernyataan diatas didasari dengan lahirnya UUD 1945 yang disahkan sebagai Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam UUD 1945 (Bab XV pasal 36) dijelaskan bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. b. Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional Yana shintya (dalam blog pribadinya) menyatakan bahwa bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan dan identitas nasional, bahasa persatuan kita memiliki nilainilai sosial budaya luhur bangsa yang harus dipertahankan dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Indonesia memiliki banyak budaya dan bahasa yang berbedabeda hampir di setiap daerah. Pastinya, tidak akan mungkin kita bisa saling memahami ketika berkomunikasi antar sesama. Oleh karena itulah betapa pentingnya kedudukan bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa dan sebagai alat penghubungan antarbudaya dan daerah. c. Bahasa Indonesia sebagai cermin dan pembentuk kepribadian Seseorang yang dapat berbicara, menyimak, menulis, dan membaca dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar tentu akan mampu mengangkat derajatnya dimata masyarakat. Sebaliknya seseorang yang tidak dapat berbicara, menyimak, menulis, dan membaca dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik akan mendapatkan nilai yang sedikit 36

9 negatif dimata masyarakat. Semakin intensif penggunaan bahasa dan semakin teliti dan benar pilihan bahasa yang digunakan diyakini semakin tinggi karakter dan kepribadian orang yang menggunakannya. Menurut Halliday (dalam Rahardi 2010:6-7) fungsi bahasa terbagi atas tujuh fungsi yaitu, (1) instrumental function, (2) regulatory function, (3) representational function, (4) interactional function, (5) personal function, (6) heuristic function, (7) imaginative function. Oleh Rahardi diuraikan lagi secara terperinci sebagai berikut : (1) Fungsi instrumental bahasa adalah bahwa bahasa itu dapat digunakan untuk melayani lingkungannya. (2) Fungsi regulatif adalah bahwa entitas bahasa itu dapat digunakan untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa tertentu dalam masyarakat. (3) Fungsi representasional adalah fungsi bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan peristiwa, melaporkan sesuatu dan seterusnya. Fungsi representasional bahasa ini bersifat menggambarkan atau merepresentasikan sesuatu. (4) Fungsi interaksional bahasa adalah bahwa bahasa itu dapat digunakan untuk menjamin terjadinya interaksi, memantapkan komunikasi, dan mengukuhkan komunikasi dan interaksi antarwarga masyarakat itu sendiri. (5) Fungsi personal adalah bahwa bahasa itu dapat digunakan untuk mengekspresikan maksudmaksud pribadi atau personal, menyatakan emosi, untuk mengungkapkan perasaan dan maksud-maksud lainnya. (6) Fungsi heuristik bahasa berkaitan erat dengan kegunaan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, mencari ilmu, mengembangkan teknologi, dan menyampaikan rumusan-rumusan yang bersifat pertanyaan. (7) Fungsi imajinatif adalah fungsi bahasa yang berkenaan dengan penciptaan imajinasi. Fungsi bahasa ini dapat dilihat dari sering difungsikannya bahasa untuk mendongeng, membuat cerita, menciptakan khayalan, mimpi, dan seterusnya. Dengan pertimbangan akan berbagai macam fungsi bahasa Indonesia itu, muncullah berbagai macam ragam bahasa sesuai dengan situasinya. Situasi tempat, pembicara atau penulis, pendengar atau pembaca, pokok pembicaraan, dan sebagainya menentukan ragam bahasa yang dipilih seseorang dalam komunikasinya. Mengingat ragam bahasa Indonesia yang ada antara lain: a. Ragam bahasa yang bersifat perseorangan. b. Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari wilayah tertentu, 37

10 biasanya disebut dengan istilah dialek. c. Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari golongan sosial tertentu, biasanya disebut sosiolek. d. Ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan suatu bidang tertentu, seperti kegiatan ilmiah, jurnalistik, sastra, hukum, matematika, dan militer. Ragam bahasa ini biasanya disebut dengan istilah fungsiolek. e. Ragam bahasa yang digunakan dalam situasi formal atau situasi resmi, biasanya disebut dengan istilah ragam bahasa baku atau bahasa standar. f. Ragam bahasa yang digunakan dalam situasi informal atau situasi tidak resmi, biasanya disebut dengan istilah ragam nonbaku atau nonstandard. g. Ragam bahasa yang digunakan secara lisan yang biasanya disebut bahasa lisan (Chaer 1998). 3. Pembahasan Bahasa merupakan kunci untuk membuka khasanah pengetahuan. Hanya dengan bahasalah kita dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Walaupun bahasa Indonesia sudah berperan sebagai alat persatuan tetapi belum dapat berperan sebagai pengantar ilmu pengetahuan. Hal tersebut mengharuskan kita menerjemahkan semua buku ilmu pengetahuan di dunia ini ke dalam bahasa Indonesia. Dengan adanya informasi ilmiah dalam bahasa Indonesia tersebut, pasti akan ada kemajuan di bidang ilmu pengetahuan yang berarti meningkatkan mutu bahasa indonesia sebagai bahasa ilmiah. Bahasa dipakai sebagai alat mengungkap gagasan dan pikiran. Dengan begitu bahasa adalah alat komunikasi sekaligus alat untuk memahami isi dari komunikasi itu sendiri. Komunikasi antar-orang, termasuk komunikasi ilmuwan terhadap fenomena alam dan fenomena kebudayaan. Bahasa Indonesia dikenal sebagi bahasa aglutinatif. Artinya, kosakata dalam bahasa Indonesia dapat ditempeli dengan bentuk lain, yaitu imbuhan. Imbuhan mengubah bentuk dan makna bentuk dasar yang dilekati imbuhan itu.karena sifat itulah, imbuhan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan kata bahasa Indonesia. Dengan demikian, sudah selayaknyalah, sebagai pemakainya kita memiliki pengetahuan mengenai ini.kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah karena bahas merupakan sarana komunikasi ilmiah pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sulit bagi seorang ilmuwan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, dimana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama. 38

11 Karya tulis ilmiah atau akademik menuntut kecermatan dalam penalaran dan bahasa. Dalam hal bahasa, karya tulis semacam itu (termasuk laporan penelitian) harus memenuhi ragam bahasa standar (formal) atau bukan bahasa informal atau pergaulan. Ragam bahasa karya tulis ilmiah atau akademik hendaknya mengikuti ragam bahasa yang penuturnya adalah terpelajar dalam bidang ilmu tertentu. Ragam bahasa ini mengikuti kaidah bahasa baku untuk menghindari ketaksaan atau ambigiutas makna karena karya tulis ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa karya ilmiah sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa yang sifatnya kontekstual seperti ragam bahasa jurnalistik. Tujuannya agar karya tersebut dapt tetap dipahami oleh pembaca yang tidak berada dalam situasi atau konteks saat karya tersebut diterbitkan. Masalah ilmiah biasanya menyangkut hal yang sifatnya abstrak atau konseptual yang sulit dicari alat peraga atau analoginya dengan keadaan nyata. Untuk mengungkapkan hal semacam itu, diperlukan struktur bahasa keilmuan adalah kemampuannya untuk membedakan gagasan atau pengertian yang memang berbeda dan strukturnya yang baku dan cermat. Dengan karakteristik ini, suatu gagasan dapat terungkap dengan cermat tanpa kesalahan makna bagi penerimanya. Ada yang menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam karya tulis ilmiah berupa penelitian yaitu :Bermakna isinya,jelas uraiannya,berkesatuan yang bulat,singkat dan padat,memenuhi kaidah kebahasaan, memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah, komunikasi secara ilmiah. Aspek komunikatif (keefektifan) hendaknya dicapai pada tingkat kecanggihan yang diharapkan dalam komunikasi ilmiah. Oleh karena itu, karya ilmiah tidak selayaknya membatasi diri untuk menggunakan bahasa (struktur kalimat dan istilah) popular khususnya untuk komunikasi antar ilmuan. Karena makna symbol bahasa harus diartikan atas dasar kaidah baku, karya ilmiah tidak harus mengikuti apa yang nyatanya digunakan atau popular dengan mengorbankan makna yang seharusnya. Bahasa keilmuan tidak selayaknya mengikuti kesalahkaprahan. Pemenuhan kaidah kebahasaan merupakan ciri utama dari bahasa keilmuan. Oleh karena itu, aspek kebahasaan dalam karya ilmiah sebenarnya adalah memanfaatkan kaidah kebahasaan untuk mengungkapkan gagasan secara cermat. Kaidah ini menyangkut struktur kalimat, diksi, perangkat peristilahan, ejaan dan tanda baca. Indeks kinerja ilmiah adalah ukuran kuantitatif sebagai referensi dasar kebijakan di bidang iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), diperlukan sebuah instrumen. Kajian pengukuran semacam ini disebut 39

12 sebagai scientometrics. Instrumen dalam bentuk indeks kinerja ilmiah ini sangat penting untuk melakukan pengukuran atas usulan, target dan pencapaian aneka aktivitas iptek. Dengan instrumen semacam ini diharapkan seluruh proses bisa dilakukan dengan transparan dan obyektif. Secara global, sudah banyak instrumen yang diajukan. Namun hampir semuanya difokuskan pada usaha untuk mengukur kontribusi iptek dalam kehidupan masyarakat, seperti industri dan lainlain. Sebaliknya sangat sedikit kajian yang mengarah pada indeksisasi aktivitas iptek itu sendiri. Ini dikarenakan proses pengukuran kinerja ilmiah di negara-negara maju sudah dilakukan dengan relati sangat obyektif akibat komunitas ilmiah di setiap bidang yang sudah mapan dan matang. Sebaliknya di negara berkembang seperti Indonesia, pengukuran kinerja iptek sangat sulit dilakukan akibat keterbatasan komunitas di setiap bidang, ditambah kematangan komunitas secara ilmiah yang umumnya belum tercapai akibat budaya ilmiah yang relatif pendek. Maksudnya? Di hampir semua negara, proses pengajuan anggaran iptek secara garis besar bisa dibagi menjadi 2 tahapan utama : 1. Tahap politis : Proses pengajuan anggaran di level tertinggi penyelenggara negara, yaitu pengajuan oleh pengelola anggaran iptek utama ke parlemen. Pengelola anggaran utama bisa lembaga penelitian utama seperti LPND di Indonesia (LIPI, dll), Kementerian Riset (KRT), lembaga mandiri (NSF di Amerika, DFG di Jerman, JICA di Jepang, dll). Pada tahapan ini substansi proposal kegiatan iptek umumnya bersifat multi disiplin dan bidang. 2. Tahap ilmiah : Proses pengajuan anggaran oleh pelaksana riil aktivitas iptek ke pengelola anggaran iptek utama diatas. Pada tahapan ini substansi kegiatan iptek sudah fokus pada topik-topik tertentu yang spesifik. Pada tahap pertama diatas, argumentasi dalam rangka justifikasi dilakukan dalam bahasa politis. Bahasa politis ditandai dengan argumentasi berbasis capaian jangka pendek dan riil dalam konteks "kontribusi langsung" ke publik. Sebaliknya, pada tahap kedua justifikasi harus berdasar argumentasi ilmiah. Oleh karena itu, di level ini diperlukan anggota komunitas ilmiah yang mapan untuk melakukan penilaian secara obyektif dan dengan landasan ilmiah sesuai bidang kajian. Karangan merupakan karya tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikanya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami. Dalam artikel ini akan dibahas tentang 3 jenis karangan, yaitu: karangan ilmiah, karangan non ilmiah, dan karangan semi ilmiah. Berikut ini penjelasannya. a. Karangan ilmiah 40

13 Karangan ilmiah adalah biasa disebut karya ilmiah, yakni laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Ada berbagai jenis karya ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium, dan artikel jurnal yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Di perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan karya ilmiah seperti makalah, laporan praktikum, dan skripsi (tugas akhir). Skripsi umumnya merupakan laporan penelitian berskala kecil, tetapi dilakukan cukup mendalam. Sementara itu, makalah yang ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran ilmiah mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang ditulis oleh para pakar dalam bidang persoalan yang dipelajari. Penyusunan laporan praktikum ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan menyusun laporan penelitian. Tujuan karya ilmiah, antara lain: - Sebagai wahana melatih mengungkapkan pemikiran atau hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan ilmiah yang sistematis dan metodologis. - Menumbuhkan etos ilmiah di kalangan mahasiswa, sehingga tidak hanya menjadi konsumen ilmu pengetahuan, tetapi juga mampu menjadi penghasil (produsen) pemikiran dan karya tulis dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama setelah penyelesaian studinya. - Karya ilmiah yang telah ditulis itu diharapkan menjadi wahana transformasi pengetahuan antara sekolah dengan masyarakat, atau orang-orang yang berminat membacanya. - Membuktikan potensi dan wawasan ilmiah yang dimiliki mahasiswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam bentuk karya ilmiah setelah yang bersangkutan memperoleh pengetahuan dan pendidikan dari jurusannya. - Melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian. Manfaat penyusunan karya ilmiah bagi penulis adalah berikut: - Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif; - Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber; - Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan; 41

14 - Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis; - Memperoleh kepuasan intelektual; - Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan;bahan acuan/penelitian pendahuluan untuk penelitian selanjutnya. b. Karangan Non Ilmiah Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan seharihari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal). Ciri-ciri karya tulis nonilmiah, yaitu: berdasarkan fakta pribadi, fakta yang disimpulkan subyektif, gaya bahasa konotatif dan populer, tidak memuat hipotesis, penyajian dibarengi dengan sejarah, bersifat imajinatif, situasi didramatisir, bersifat persuasif, tanpa dukungan bukti. Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah, yaitu:, dongeng, cerpen, novel, drama, roman. c. Karangan Semi Ilmiah Karya tulis semi ilmiah merupakan sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan yang ditulis dengan bahasa konkret dan formal, katakatanya teknis dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan kebenarannya. Karya tulis ini juga merupakan sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannya tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering dimasukkan dalam kary tulis ini. Karya tulis semi ilmiah biasanya digunakan dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen. Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek, yaitu : 1. Karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau observasi. 2. Karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi. 3. Dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam 42

15 bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian. Selain karya ilmiah dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, terdapat juga karangan yang berbentuk semiilmiah/ilmiah populer. Sebagian ahli bahasa membedakan dengan tegas antara karangan semiilmiah ini dengan karangan ilmiah dan nonilmiah. Finoza (2005:193) menyebutkan bahwa karakteristik yang membedakan antara karangan semiilmiah, ilmiah, dan nonilmiah adalah pada pemakaian bahasa, struktur, dan kodifikasi karangan. Jika dalam karangan ilmiah digunakan bahasa yang khusus dalam di bidang ilmu tertentu, dalam karangan semiilmiah bahasa yang terlalu teknis tersebut sedapat mungkin dihindari. Dengan kata lain, karangan semiilmiah lebih mengutamakan pemakaian istilahistilah umum daripada istilah-istilah khusus. Jika diperhatikan dari segi sistematika penulisan, karangan ilmiah menaati kaidah konvensi penulisan dengan kodifikasi secara ketat dan sistematis, sedangkan karangan semiilmiah agak longgar meskipun tetap sistematis. Dari segi bentuk, karangan ilmiah memiliki pendahuluan (preliminaris) yang tidak selalu terdapat pada karangan semiilmiah. Berdasarkan karakteristik karangan ilmiah, semiilmiah, dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, yang tergolong dalam karangan ilmiah adalah laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semiilmiah antara lain artikel, feature, kritik, esai, resensi; yang tergolong karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, cerber, novel, roman, puisi, dan naskah drama. Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karya nonilmiah bersifat, antara lain : 1. Emotif : merupakan kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi. 2. Persuasif : merupakan penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informatif. 3. Deskriptif : merupakan pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan 4. Jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti. 4. Kesimpulan Dalam menulis karya ilmiah sebaiknya menggukan kata-kata atau kalimat yang sesuai dengan kaidah 43

16 dan bahasa yang penuturannya terpelajar dengan bidang tertentu, ini berguna untuk menghindari ketaksaan atau ambigu makna karna karya ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa penulisan karya ilmiah tidak mengandung bahasa yang sifatnya konstektual, Oleh karena itu, pengajar perlu memperhatikan kaidah yang berkaitan dengan pembentukan istilah, Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) yang dikeluarkan oleh pusat pembinaan bahasa Indonesia merupakan sumber yang baik sebagai pedoman dalam memperhatikan hal-hal tersebut. Penggunaan tanda baca harus tepat untuk di setiap kalimat yang dimuat dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan. dkk, 2010.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta Indonesia.(Jakarta: Rineka. Cipta. PT Chaesar, Abdul. 2010Telaah Bibliografi Kebahasaan Bahasa Indonesia/Melayu, Rineka Cipta, Jakarta. Muslich, Masnur Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi: Kedududkan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara Rahayu, Minto Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Jakarta: PT Grasindo Subro, Seno Seri Bahasa Indonesia. Semarang: CV Aneka ilmu Anwar, Khaidir.2000.Beberapa Aspek Sosio-Kultural Masalah Bahasa. Yogyakarta: Gama Media.. Chaer, Abdul.1993.Pembakuan Bahasa Indonesia.Jakarta:PT. Rineka Cipta. Chaer, Abdul,1998, Tata Praktis Bahasa Bahasa 44