Jejak jejak Islam yang tertua dijumpai di kota

Nisan Leran bertakik yang dijadikan bukti oleh Ludvik Kalus dan Claude Guillot bahwa lima nisan Leran adalah jangkar dan pemberat kapal. Foto: dok. Ludvik Kalus dan Claude Guillot, 1985.

BATU nisan Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, Jawa Timur dianggap sebagai bukti tertua kehadiran Islam di Pulau Jawa. Meskipun demikian, hal itu belum berarti adanya islamisasi yang meluas di daerah Jawa Timur.

Masyarakat setempat menciptakan legenda bahwa nisan itu adalah kuburan seorang putri raja bernama Putri Dewi Suwari, yang berperan dalam islamisasi Pulau Jawa. Tidak jauh dari Leran, terdapat nisan Maulana Malik Ibrahim, mubalig pertama yang datang dari India untuk menyebarkan Islam, yang meninggal pada 822 Hijriyah (1419 M). Karena itu, legenda lokal menghubungan Dewi Suwari dengan Maulana Malik Ibrahim sebagai murid atau istri sehingga Dewi Suwari menjadi pribumi pertama yang memeluk Islam. Sajarah Banten yang ditulis tahun 1662 atau 1663, sebagai sumber tertulis tertua yang menyebut situs Leran, menyebutkan masa islamisasi Tanah Jawa di mana tokoh Leran, Putri Dewi Suwari ditunangkan dengan raja terakhir Majapahit.

Menurut arkeolog Prancis, Ludvik Kalus dan Claude Guillot, “Nisan Leran (Jawa) Berangka Tahun 475 H/1082 M dan Nisan-nisan Terkait,” termuat dalam Inskripsi Islam Tertua di Indonesia, nisan Leran sudah lama dikenal oleh masyarakat setempat, tetapi tidak terdapat –dalam teks tertulis, legenda, ataupun peninggalan purbakala– unsur apa pun yang mengaitkannya dengan konteks sejarahnya yang benar di abad ke-11. Segala data cenderung menempatkannya dalam satu periode yang kira-kira sama dengan abad ke-15, yaitu masa islamisasi awal Pulau Jawa.

Nisan Leran baru diteliti secara ilmiah pada 1920-an oleh peneliti Belanda J.P Moquette dan peneliti Prancis, Paul Ravaisse. Dari hasil inskripsi oleh Moquette dan kemudian Ravaisse menyajikan beberapa perbaikan, terbaca bahwa nisan itu bukan milik Putri Dewi Suwari, tetapi “ini makam orang perempuan yang tidak berdosa, tidak menyimpang, bint Maymun bin Hibat Allah. Dia meninggal hari Jumat delapan Rajab, tahun empat ratus tujuh puluh lima.”

Ravaisse membaca tahun meninggalnya 475 H (1082 M) yang lebih banyak diterima, sedangkan Moquette membacanya tahun 495 Hijriyah (1102 M). Jelas, tahun kematian Fatimah jauh sekali dengan Maulana Malik Ibrahim.

Siapakah Fatimah binti Maimun? Ada peneliti, seperti N.A. Baloch dari Pakistan, yang beranggapan bahwa Fatimah adalah putri dari Dinasti Hibatullah di Leran yang dibangun pada abad ke-10. Anggapannya didasari oleh keindahan tulisan kaligrafi kufi pada nisannya.

“Saya tidak sependapat dengan Baloch karena tidak ditemukan kata sultanat sebelum namanya,” tulis arkeolog Uka Tjandrasasmita dalam Arkeologi Islam Nusantara. “Oleh karena itu, menurut saya, itu hanyalah nisan kubur masyarakat biasa dan dianggap sebagai salah satu data arkeologis yang berkenaan dengan fakta komunitas Muslim pertama yang ditemukan di kawasan pantai utara Jawa Timur.”

Sependapat dengan Uka, Kalus dan Guillot menyatakan bahwa “bint Maymun bin Hibat Allah rupanya berasal dari golongan sosial sederhana (dia tidak memiliki gelar apa pun!).”

Selain nisan Fatimah sebagai nisan utama yang disimpan di Museum Trowulan, ternyata ada empat nisan lain. “Karena bentuk dan jenis batunya, nisan-nisan itu ternyata berkaitan erat dengan nisan utama. Tetapi inskripsinya jauh lebih rusak dan karena itu dikesampingkan selama ini,” tulis Kalus dan Guillot, yang meneliti nisan-nisan itu pada tahun 1999 dan 2000. Dengan demikian, kelima nisan itu harus dibahas satu kesatuan dan disebut “nisan-nisan Leran.”

Berangkat dari sinilah, Kalus dan Guillot, mengemukakan pendapat yang mencengangkan. Menurut mereka, andaikata nisan-nisan itu dibuat di tempat, maka harus dianggap adanya sebuah bengkel di Leran. Namun, tidak mungkin tokoh sederhana itu (Fatimah, red) menyebabkan adanya sebuah bengkel di daerah yang begitu terpencil.

Tidak hanya itu, satu nisan memiliki takik (torehan yang agak dalam). Kalus dan Guillot membandingkan nisan bertakik itu dengan sebuah nisan berinskripsi dari periode yang sama (abad ke-11) dari daerah sekeliling Laut Kaspia, yang diubah menjadi jangkar oleh tukang batu.

“Kelima nisan Leran itu rupanya diambil dari pekuburan aslinya untuk dipakai sebagai tolak bara (pemberat, red) pada sebuah kapal, sementara salah satunya digunakan sebagai jangkar. Menurut kami, itulah caranya batu-batu itu sampai ke Jawa,” tulis Kalus dan Guillot. Batu-batu itu sampai di Jawa kemungkinan besar antara abad ke-12 dan ke-14 karena pelabuhan Leran berhenti berfungsi pada abad ke-14. Dan di Nusantara, produksi lokal nisan baru muncul pada abad ke-14 di Trowulan, tempat yang tidak jauh dari Leran.

Kalau demikian, apakah daerah asal batu-batu itu dapat dikenali? Kalus dan Guillot mengakui cukup sulit: “tulisannya bersifat unik meskipun beberapa unsurnya mengarah ke lingkungan Iran; teks inskripsinya mengingatkan pada Mesir namun bukan negeri itu saja; bingkai bersulur gelung menghasilkan kesimpulan yang sama; akhirnya jenis batunya sama sekali tidak mengarah kepada suatu sumber saja.”

Kalus dan Guillot pun menyimpulkan “kehadiran Islam di Pulau Jawa tidak dibuktikan oleh nisan-nisan Leran; nisan tersebut terbawa ke sana secara kebetulan saja setelah diangkat dari tempat asalnya dan dipergunakan sebagai jangkar dan tolak bara (pemberat kapal) dalam sebuah kapal asing.”

Memang, Kalus dan Guillot menegaskan “meninjau (baru atau ulang) prasasti kuno yang ada dapat mengguncang berbagai gagasan yang telah diterima sebagai kenyataan. Maka sejarah sebagaimana telah ditulis perlu dipertanyakan.”

Jakarta, CNN Indonesia --

Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan ada sejak abad ke-13. Saat itu, kerajaan-kerajaan Islam bermunculan akibat lalu lintas perdagangan laut. Pedagang-pedagang Islam dari Arab, Persia, India, hingga Tiongkok berbaur dengan masyarakat Nusantara.

Masuknya agama Islam ke Nusantara lewat perdagangan ini yang kemudian turut membawa banyak perubahan dari sisi budaya hingga pemerintahan.

Salah satu penanda perubahan tersebut terlihat dari kemunculan kerajaan-kerajaan bercorak Islam. Keterlibatan kerajaan Islam di Indonesia ini juga berperan dalam menyebarkan ajaran Islam ke seluruh penjuru Indonesia.

Di antara sekian banyak kerajaan Islam tersebut, berikut rangkuman kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia beserta jejak peninggalannya yang masih bisa kita saksikan sampai hari ini.

1. Kerajaan Perlak (840-1292)

Kerajaan Perlak atau Kesultanan Peureulak merupakan kerajaan Islam di Indonesia yang terletak di Peureulak, Aceh Timur pada 840-1292 Masehi. Perlak merupakan wilayah yang dikenal memproduksi kayu perlak yang merupakan bahan baku pembuatan kapal.

Tak heran, Perlak ramai dikunjungi pedagang Gujarat, Arab, dan Persia, sehingga komunitas Islam di wilayah ini berkembang pesat. Proses asimilasi dari hasil kawin campur pedagang Muslim dengan wanita pribumi banyak terjadi pada masa itu.

Kerajaan Perlak berlangsung cukup lama. Raja pertama Kerajaan Perlak bernama Alaidin Sayyid Maulana Aziz Syah. Kemudian raja terakhir Muhammad Amir Syah mengawinkan putrinya dengan Malik Saleh. Malik Saleh inilah cikal bakal yang mendirikan Kerajaan Samudra Pasai.

Bukti sejarah yang memperkuat Kerajaan Perlak yakni makam salah satu Raja Benoa--negara bagian Kesultanan Perlak--yang terletak di pinggir Sungai Trenggulon. Diyakini, batu nisan pada makam tersebut dibuat pada abad ke-11 M.

2. Kerajaan Ternate (1257)

Jejak jejak Islam yang tertua dijumpai di kota
Foto: Baskoro Aji via Wikimedia Commons (CC-BY-SA-3.0)
Masjid Sultan Ternate. Kerajaan Ternate adalah salah satu kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia.

Kerajaan Gapi atau lebih dikenal sebagai Kerajaan Ternate terletak di Maluku Utara. Kerajaan yang didirikan oleh Sultan Marhum pada 1257 ini juga merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia.

Kerajaan Ternate berkembang paling masif dibanding kerajaan di Maluku lainnya lantaran sumber rempah-rempah yang begitu besar dan militer yang kuat.

Saat itu, banyak saudagar yang datang untuk melakukan perdagangan di Kerajaan Ternate, di samping menyiarkan agama Islam. Setelah Sultan Mahrum wafat, diteruskan oleh Sultan Harun dan kemudian digantikan oleh putranya, Sultan Baabullah.

Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya. Usai Sultan Baabulah meninggal pada 1583, tampuk kekuasaan dialihkan pada putranya, Sahid Barkat.

Sejarah peradaban Kerajaan Ternate yakni Masjid Sultan Ternate, Keraton Kesultanan Ternate, Makam Sultan Baabullah, dan Benteng Tolukko.

3. Kerajaan Samudera Pasai (1267-1521)

Kerajaan Samudra Pasai merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia yang didirikan oleh Meurah Silu atau lebih dikenal sebagai Sultan Malik al-Saleh pada 1267.

Kerajaan yang terletak di Aceh Utara Kabupaten Lhokseumawe ini diketahui merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak yang ada sebelumnya.

Cukup banyak bukti arkeologis yang menunjukkan keberadaan Kerajaan Samudera Pasai. Antara lain makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat pusat kerajaan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe.

Pada masa kejayaan, Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan dengan komoditas utamanya lada. Banyak saudagar dari berbagai penjuru negeri yang datang berniaga, sebut saja dari India, Siam, Arab, Persia, hingga Tiongkok.

Jejak peninggalan lain yakni ditemukannya dirham atau mata uang emas murni. Pada masa pemerintahan Sultan Malik At-Tahir, Kerajaan Samudera Pasai mengeluarkan dirham sebagai alat tukar secara resmi.

Kerajaan ini runtuh pada 1521 akibat perebutan kekuasaan, perang saudara, dan diserang Portugis.

4. Kerajaan Gowa (1300-1945)

Jejak jejak Islam yang tertua dijumpai di kota
Foto: ANTARA FOTO/Yusran Uccang
Masjid Tua Katangka Gowa, Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa adalah salah satu kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia.

Kerajaan Gowa adalah kerajaan yang berkembang pesat di Sulawesi Selatan karena letaknya yang berada di tengah jalur pelayaran yang strategis. Di wilayah ini mayoritas dihuni oleh masyarakat suku Makassar.

Kerajaan Gowa kemudian mencapai puncak kejayaannya bersama Tallo menghegemoni perdagangan dan militer di timur Nusantara.

Usai Gowa mengadopsi Islam sebagai agama resmi pada awal 1600-an, kerajaan kembar ini kemudian mendirikan Kerajaan Islam Makassar dengan raja pertamanya Sultan Alauddin.

Kerajaan Islam Makassar ini gemar menyebarkan dakwah Islam. Masa puncak kejayaan Kerajaan Islam Makassar ini ialah pada saat pemerintahan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin adalah cucu dari Sultan Alauddin.

Tinggal di wilayah maritim membuat sebagian besar masyarakat Gowa bermata pencaharian sebagai nelayan dan pedagang. Masyarakat Gowa juga dikenal sebagai pembuat kapal Pinisi dan Lombo, yang hingga kini terkenal hingga mancanegara.

Beberapa peninggalan Kerajaan Gowa masih ada yang utuh hingga saat ini dan menjelma menjadi tempat wisata yang dilindungi, seperti Masjid Tua Katangka, Istana Tamalate, Museum Balla Lompoa, Benteng Ford Rotterdam, dan Benteng Somba Opu.

5. Kesultanan Malaka (1405-1511)

Kesultanan Malaka atau Melaka merupakan kerajaan Islam Melayu yang terletak di tanah Malaka. Kerajaan ini pertama kali didirikan oleh Parameswara pada 1405. Kesultanan Malaka terkenal sebagai penguasa jalur pelayaran dan perdagangan di selat Malaka sekitar abad 15.

Mulanya, masyarakat Malaka belum memeluk Islam. Namun seiring perkembangan Islam menjadi bagian dari Kerajaan Malaka yang ditandai oleh gelar sultan yang disandang oleh penguasa Malaka pada 1455.

Sultan Mahmud Syah adalah raja kedelapan sekaligus yang terakhir dari Kesultanan Malaka. Pemerintahannya berakhir akibat serangan Portugis pada 1511.

Mahmud Syah sempat memindahkan ibu kotanya ke Bintan, namun kembali diluluhlantakkan Portugis. Peristiwa inilah yang menjadi awal mula invasi militer Eropa ke Nusantara.

Peninggalan Kerajaan Malaka yang masih berdiri sampai sekarang antara lain Masjid Raya Baiturrahman Aceh, dan Masjid Agung Deli.

6. Kerajaan Islam Cirebon (1430-1677)

Jejak jejak Islam yang tertua dijumpai di kota
Foto: Istockphoto/Joko Harismoyo
Kerajaan Cirebon adalah salah satu kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia.

Kerajaan Cirebon atau Kasultanan Cirebon adalah Kasultanan Islam yang cukup besar di Jawa Barat pada abad 15-16 Masehi. Lokasinya yang berada di pantai utara Pulau Jawa menjadikan Kerajaan Cirebon sebagai jalur perdagangan dan pelayaran yang penting.

Dari sinilah Cirebon tumbuh menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Kasultanan Cirebon pertama kali didirikan pada 1430 oleh Pangeran Walangsungsang yang dinobatkan sebagai Sultan Cirebon I. Kemudian pada 1479 Sultan Cirebon I menyerahkan jabatan dan kekuasaannya kepada Sunan Gunung Jati yang tidak lain ada keponakannya sendiri dan menjabat sebagai Sultan Cirebon II.

Sultan atau penguasa Kerajaan Cirebon selanjutnya adalah Sultan Abdul Karim yang merupakan penguasa Kasultanan Cirebon terakhir sebelum terbagi menjadi dua yaitu kesultanan Kasepuhan dan kesultanan Kanoman.

Peninggalan Kerajaan Cirebon yang paling terkenal yakni Keraton Kasepuhan Cirebon, Keraton Keprabon, Patung Harimau Putih, Bangunan Mande, dan Kereta Kasepuhan Singa Barong, dan Mangkok Kayu Berukir.

7. Kerajaan Demak (1478-1554)

Kerajaan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama dan terbesar di pesisir Pulau Jawa. Kerajaan yang berdiri pada 1478 ini dipimpin oleh Raden Patah. Kerajaan Demak merupakan pelopor penyebaran agama Islam di Nusantara lantaran dukungan para Wali Songo.

Kemunculan Kerajaan Demak terjadi pada masa kemunduran Kerajaan Majapahit. Beberapa wilayah kekuasaan Majapahit memisahkan diri.

Kerajaan ini tercatat memiliki 5 raja tersohor yang pernah berkuasa, seperti Raden Fatah, Pati Unus, Sultan Trenggono, Sunan Prawata, dan Arya Penangsang. Pada masa kejayaannya, Kerajaan Demak ini tak tersaingi.

Kemunduran Kerajaan Demak dipicu oleh perang saudara antara Pangeran Surowiyoto dan Trenggono yang berujung saling bunuh untuk merebut takhta.
Kemudian pada 1554, Kerajaan Demak runtuh akibat pemberontakan Jaka Tingkir yang berhasil mengalihkan pusat kekuasaan ke daerah Pajang dan mendirikan Kerajaan Pajang.

8. Kerajaan Islam Banten (1526-1813)

[Gambas:Instagram]

Kerajaan Banten pernah berjaya di tanah Pasundan, Banten pada 1526. Sultan pertama Kerajaan Banten adalah Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati.

Pemimpin yang paling terkenal di Kesultanan Banten adalah Sultan Agung Tirtayasa. Di bawah kekuasaannya, ia banyak memimpin perlawanan terhadap Belanda lantaran VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten.

Islam menjadi pilar bagi Kesultanan Banten dan menempatkan ulama sebagai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

Inilah yang membuat tarekat dan tasawuf berkembang di Banten. Tradisi lain yang dipengaruhi perkembangan Islam juga dapat terlihat pada seni bela diri debus.

Runtuhnya Kesultanan Banten salah satunya diakibatkan oleh perang saudara. Anak dari Sultan Ageng Tirtayasa, yakni Sultan Haji, berusaha merebut kekuasaan dari tangan sang ayah.

9. Kerajaan Pajang (1568-1586)

Kerajaan Pajang berdiri sebagai kelanjutan Kerajaan Demak usai mengalami keruntuhan. Kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah ini didirikan oleh Sultan Hadiwijaya atau dikenal sebagai Jaka Tingkir yang berasal lereng Gunung Merapi.

Jaka Tingkir merupakan menantu Sultan Trenggono yang diberi kekuasaan di Pajang. Usai merebut kekusaan Demak dari Aria Penangsang, seluruh kekuasaan dan benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang. Jaka Tingkir mendapat gelar Sultan Hadiwijaya dan sekaligus menjadi raja pertama Kerajaan Pajang.

Islam yang semula berpusat di pesisir utara Jawa (Demak) dipindahkan ke pedalaman membawa pengaruh yang besar dalam penyebarannya. Semasa pemerintahannya, politik dan agama Islam mengalami perkembangan.

Kemudian Jaka Tingkir melakukan ekspansi ke timur hingga Madiun tepatnya di tepi aliran sungai Bengaawan Solo. Pada tahun 1554 Jaka Tingkir mampu menduduki Blora dan Kediri pada 1577.

Bekas peninggalan Kerajaan Panjang yang masih ada antara lain Masjid dan Pasar Laweyan, Makam Sultan Hadiwijaya, dan kompleks makam pejabat Panjang.

10. Kerajaan Mataram Islam (1588-1680)

Jejak jejak Islam yang tertua dijumpai di kota
Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Ilustrasi Kerajaan Mataram Islam Kerajaan Gowa adalah salah satu kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia.

Kerajaan Mataram Islam berpusat di Kotagede Yogyakarta pada 1588. Kerajaan ini dipimpin oleh dinasti yang mengaku sebagai keturunan Majapahit, yakni keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan.

Awal mula Kerajaan Mataram Islam adalah dari Kadipaten yang berada di bawah Kesultanan Pajang dan berpusat di Bumi Mentaok. Kemudian diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasa yang diberikannya.

Raja pertama adalah Raden Mas Sutawijaya atau Penembahan Senapati yang tak lain adalah putra Ki Ageng Pemanahan. Kerajaan Islam Mataram mengalami masa kejayaan pada masa pemeritahan Mas Rangsang atau Sultan Agung.

Ia berhasil melakukan ekspansi dan menguasai hampir seluruh wilayah di tanah Jawa. Ia juga melakukan perlawanan kepada VOC dengan bersama Kesultanan Banten dan Cirebon.

Kerajaan Mataram Islam mengalami perpecahan usai konflik politik dan mengakibatkan pembagian wilayah kekuasaan, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang tertuang dalam Perjanjian Giyanti.

Peninggalan kerajaan yang hingga kini masih dapat dijumpai adalah Masjid Agung Gedhe Kauman, Masjid Kotagede, Masjid Pathok Negara Sulthoni Plosokuning, Masjid Agung Surakarta, dan Masjid Al Fatih Kepatihan Solo, batas administrasi wilayah, dan aksara Jawa Hanacaraka.

Itulah 10 kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia yang juga banyak memiliki benda dan situs yang ditinggalkan. Peninggalan bersejarah harus terus dilindungi serta dilestarikan sebagai salah satu wujud identitas bangsa.

(fef/fef)