Indonesia mendapatkan bonus demografi pada 2030 2040 Apa yang dimaksud bonus demografi dan faktor penyebabnya?

Bonus demografi adalah sebuah fenomena saat penduduk usia produktif jumlahnya sangat banyak. Indonesia diketahui menjadi negara yang kini memiliki bonus demografi atau ledakan penduduk. Pasalnya jumlah penduduk usia produktif lebih tinggi dibandingkan usia non produktif.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada tahun 2019 lalu, penduduk usia produktif masih mendominasi. Persentase laki-laki dan perempuan di usia produktif (15-64 tahun) sekitar 67,6 %. Sedangkan penduduk usia belum produktif hanya sekitar 26-27 %.

Pada kesempatan kita akan mengulas tentang bonus demografi mulai dari definisi hingga hambatannya. Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap, berikut penjelasannya.

Definisi Bonus Demografi

Demografi berasal dari Bahasa Yunani dari kata “demos” yang artinya rakyat atau penduduk dan “grafein” berarti menulis. Jadi secara istilah demografi adalah tulisan atay karangan tentang rakyat.

Sementara itu dalam buku “Principles of Demography” mengartikan demografi sebagai ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematik tentang besar, komposisi, dan distribusi penduduk serta perubahan sepanjang masa. Perubahan tersebut disebabkan oleh kelahiran, kematian, perkawinan, migrasi, dan mobilitas sosial.

Berdasarkan penjelasan dalam jurnal Visioner 12(2), ledakan penduduk dicirikan dengan jumlah penduduk usia produktif yang lebih banyak dibandingkan penduduk usia non produktif. Parameter yang digunakan untuk menilai bonus demografi yaitu dependency ratio atau rasio ketergantungan.

Dependency ratio adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara jumlah penduduk usia  non produktif (kurang dari 15 tahun dan di atas 64 tahun) dengan penduduk usia produktif (15 – 64 tahun).

Angka rasio tersebut menunjukkan beban tanggungan penduduk usia produktif terhadap penduduk usia non produktif. Apabila angka rasio tersebut rendah, berarti penduduk usia produktif hanya menanggung sedikit penduduk usia non produktif.

Baca Juga

Sebuah negara bisa memanfaat bonus demografi apabila memenuhi syarat berikut ini:

  1. Pertumbuhan penduduk usia kerja harus disesuaikan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
  2. Penduduk usia kerja bisa diserap oleh pasar kerja yang tersedia.
  3. Tersedia lapangan pekerjaan yang dapat menyerap tenaga kerja.

Apabila ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka akan terjadi beban demografi yang bisa meningkatkan jumlah pengangguran.

Dampak Bonus Demografi

Bonus demografi memberikan dampak positif untuk setiap negara yang memilikinya. Dalam jurnal Visioner 12(2), disebutkan beberapa dampak bonus demografi seperti berikut:

  • Jumlah penduduk usia kerja yang tinggi dan bisa diserap pasar kerja dapat meningkatkan total output.
  • Meningkatkan tabungan masyarakat.
  • Tersedianya sumber daya manusia dalam pembangunan ekonomi.

Baca Juga

Sementara itu, dalam buku Pasti Bisa Geografi" juga menjelaskan tentang beberapa dampak bonus demografi Indonesia, antara lain:

  • Membentuk generasi muda yang bertanggung jawab, bersedia mengabdi, berkorban, membangun dan mengelola bangsa serta negara.
  • Menambah laju perekonomian Indonesia yang memberikan pengaruh besar terhadap kesejahteraan bangsa dan negara.
  • Menumbuhkan roda ekonomi dan menyiapkan persaingan di dunia internasional.
  • Menyediakan tenaga kerja usia produktif.

Dalam buku Manajemen Kebijakan Publik Sektor Pariwisata, disebutkan beberapa dampak dari bonus demografi seperti berikut:

  • Memicu pertumbuhan ekonomi.
  • Semakin besar jumlah penduduk maka permintaan terhadap barang konsumsi juga akan meningkat, sehingga dapat memicu economic of scale dalam produksi.
  • Biaya produksi menurun.
  • Meningkatkan produksi yang akan membuat usaha semakin luas dan meningkatkan usaha baru.

Baca Juga

Walaupun memiliki jumlah penduduk usia produktif yang tinggi, namun untuk memanfaatkan kondisi tersebut masih sering terhambat oleh beberapa faktor. Adapun hambatan bonus demografi sebagai berikut:

1. Banyak penduduk usia produktif yang menjadi pengangguran

Pengangguran ternyata menjadi penghambat bonus demografi. Di masa pandemi seperti saat ini, tingkat pengangguran semakin tinggi. Banyak anak muda produktif yang terpaksa menganggur karena lowongan pekerjaan menurun di saat pandemi.

BPS mencatat adanya penurunan iklan lowongan pekerjaan yang turun 66 %, dari 34.056 pada kuartal I-2020 menjadi 11.427 pada kuartal III-2020. Di samping itu, bonus demografi bisa menambah angkatan kerja di Indonesia.

Bulan Agustus 2022, jumlah angkatan kerja naik 1,74 % secara tahunan (year on year/yoy). Kondisi ekonomi yang sulit membuat angkatan kerja tersebut sulit terserap dan membuat pengangguran meningkat.  

Baca Juga

Digitalisasi yang dilakukan di berbagai sektor memang bisa meningkatkan kemajuan di sektor tersebut. Namun untuk beberapa hal, transformasi digital dan revolusi industri ternyata bisa menghambat bonus demografi.

Sebab transformasi digital dan revolusi industri dapat membuat banyak orang kehilangan pekerjaan.  Untuk mencegah terjadinya pengangguran akibat digitalisasi, maka kita perlu meningkatkan ekosistem digital termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Sebuah riset yang dilakukan Lazada dan YCP Solidiance menilai Indonesia perlu lebih agresif untuk menciptakan talenta digital lewat kolaborasi, penciptaan ekosistem, dan pelatihan. Persiapan tersebut penting untuk menyambut bonus demografi pada tahun 2030 nanti.  

Pada tahun 2020 hingga 2030 nanti, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, yaitu fenomena dimana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedang proporsi usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut belum banyak. Usia produktif pada masa bonus demografi itu tak lain adalah remaja kita pada saat ini. Mereka adalah generasi penerus bangsa yang akan memegang peran penting pada pada masa itu, dan bagaimana nasib bangsa kita pada saat itu, dipengaruhi oleh kualitas remaja kita saat ini. Hal tersebut disampaikan Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI dr. Eni Gustina, MPH dalam sambutan pembukaannya pada kegiatan Pelatihan Pelatih Pelayanan Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja tahun 2017 yang dilaksanakan di Jakarta. “Harapan kita, pada 2020 hingga 2030 nanti yang akan kita dapatkan adalah bonus demografi bukan bencana demografi. Dan dengan jumlah remaja yang mencapai 30% dari jumlah penduduk, hal ini merupakan tantangan dan PR kita bersama untuk bisa menyiapkan remaja kita menjadi remaja yang sehat, produktif dan berkualitas” papar Eni Gustina.

Pada kesempatan tersebut, Eni Gustina juga menyampaikan bahwa di sisi lain, permasalahan kelompok anak usia sekolah dan remaja sangat beragam, antara lain seputar gizi, kebersihan perorangan, penyakit menular, dan juga penyakit tidak menular seperti hipertensi dan diabetes mellitus yang sekarang ini tidak hanya menjadi penyakit orang dewasa saja, namun mulai menjangkiti remaja. Selain itu juga masalah perilaku berisiko seperti penyalahgunaan napza, seks pranikah dan kekerasan juga banyak terjadi. Investasi terhadap upaya promotif dan preventif pada anak usia sekolah dan remaja sangat berguna untuk menekan kesakitan dan meningkatkan kualitas hidup dengan mempersiapkan kelompok usia ini menjadi generasi penerus yang berkualitas.

Sementara dr. Christina Manurung, MKM, Kasubdit Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja Kementerian Kesehatan RI pada paparan laporannya menyampaikan bahwa kegiatan Pelatihan Pelatih Pelayanan Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja tahun 2017 tersebut merupakan salah satu cara mendukung pencapaian dan kualitas penyelenggaraan pelayanan kesehatan anak usia sekolah remaja di seluruh Indonesia. Kegiatan periode tahun 2017 ini dilaksanakan selama 12 hari mulai tanggal 27 Februari hingga 10 Maret 2017 dan diikuti peserta dari 9 provinsi yaitu DIY, Aceh, Bengkulu, Bangka Belitung, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. @pf26.

Rentang waktu 2020-2035, di prediksi Indonesia akan mendapat bonus demografi dengan masa puncak di sekitar tahun 2030. Artinya, pada saat-saat itu jumlah masyarakat dengan usia produktif yaitu dengan kisaran umur 15-64 tahun jauh lebih banyak melebihi mereka yang termasuk dalam usia non-produktif (anak-anak dan lansia). 

Bonus demografi adalah cerminan dari angka rasio ketergantungan atau dependency ratio, yakni rasio antara kelompok usia yang tidak produktif dan yang produktif. Saat puncak bonus demografi yaitu sekitar tahun 2030, angka rasio ketergantungan tersebut mencapai angka terendah, yakni sekitar 44%. 

Apa Yang Akan Terjadi dengan Ekonomi Indonesia? 

Dalam sebuah kesempatan wawancara dengan media, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengutarakan bahwa Bonus Demografi sedianya merupakan hal yang sangat positif dimana Indonesia bisa mendapatkan keuntungan yang luar biasa. Di masa itu dimana jumlah generasi usia produktif jauh lebih banyak jumlahnya, membuat Indonesia memiliki daya saing dan daya tawar yang tinggi. 

Kondisi ini akan membuat investor semakin tertarik membelanjakan uangnya Indonesia, yang secara otomatis akan membuka peluang pekerjaan lebih melimpah. Reaksi bersambung pun akan terus terjadi, dengan muara utamanya sektor perekonomian yang berjalan lebih maksimal.

Menariknya, Bonus Demografi yang dialami Indonesia justru tidak dinikmati negara lain, seperti Jepang, China hingga Uni Eropa. Penduduk di tiga negara tersebut rata-rata memiliki usia yang lebih tua ketimbang penduduk Indonesia. 

Namun hati-hati, meski memberikan banyak peluang, bonus demografi bisa tidak bernilai apa-apa jika generasi muda kita tidak produktif. Menurut Sri Mulyani, mereka tidak akan menciptakan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi, justru malah menjadi bencana bagi perekonomian Indonesia.  

Bagaimana tidak, jumlah usia produktif yang tinggi harus diimbangi dengan jumlah peluang kerja yang tinggi. Jika sampai gagal, maka Indonesia akan menghadapi ledakan angka pengangguran. Jika ini sampai terjadi, maka bonus demografi akan berbalik menjadi bencana demografi.

Ini belum termasuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan membuat persaingan mencari pekerjaan di Indonesia semakin berat. 

Fakta lainnya yang tidak kalah mengerikan adalah, laporan dari United Nations Development Programme (UNDP), yang menyebut peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia hanya berada di urutan 113 dari 188 negara di dunia. 

Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura, peringkat tersebut masih sangat rendah. Sementara untuk data terbaru BPS pada Agustus 2018, jumlah angkatan kerja di Indonesia kini sudah mencapai 131,01 juta orang, atau mengalami penambahan hingga 2,95 juta orang ketimbang tahun sebelumnya. 

Melihat data-data tersebut, wajar jika akhirnya kita wajib terus mempersiapkan diri agar bonus demografi tersebut tidak menjadi bencana demografi. 

Persiapan Penting Menyongsong Bonus Demografi

Pihak pemerintah sendiri saat ini sedang berusaha mengejar bonus demografi dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan, layanan kesehatan, hingga mempercepat pembangunan Infrastruktur untuk menunjang segala kegiatan perekonomian di Indonesia.

Selain itu, pemerintah pun diharapkan bisa menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru dengan merubah prioritas pemanfaatan dana desa, menjadi pelatihan-pelatihan kewirausahaan, atau sebagai bantuan modal untuk membesarkan usaha-usaha kecil yang berbasis rumah tangga.

Indonesia pun bisa belajar dari Tiongkok dan Korea Selatan dalam memanfaatkan bonus demografi, dengan cara menggerakkan dan menciptakan industri-industri rumah tangga yang memproduksi berbagai komponen peralatan elektronika, dan komponen industri lainnya. 

Dengan cara seperti itu, kedua negara tersebut berhasil menyerap banyak tenaga kerja lokal di negaranya masing-masing, dan memanfaatkan bonus demografi sebaik mungkin.