Hal yang mendasari Teori Cina tentang peristiwa masuknya Islam di Nusantara adalah

Jakarta -

Salah satu agama yang diakui di Indonesia adalah Islam. Agama ini diketahui berkembang sejak abad ke-13 hingga sekarang di Tanah Air. Lantas, bagaimana teori masuknya Islam ke Indonesia?

Saat ini, ada 6 agama yang diakui di Indonesia, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia.

Berikut sejarah masuknya Islam di Indonesia lengkap dikutip dari buku 'Sejarah Indonesia Masuknya Islam hingga Kolonialisme' karya Ahmad Fakhri Hutauruk:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pendapat tentang teori masuknya Islam ke Indonesia yang pertama datang dari teori Gujarat. Dalam teori ini, diceritakan Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 M dari pedagang India Muslim.

Teori ini berkembang dari Pijnappel dari Universitas Leiden yang mengatakan bahwa asal muasal Islam dari Gujarat dan Malabar. Kemudian, orang Arab bermazhab Syafi'i bermigrasi ke India dan orang India lah yang membawanya ke Indonesia.

Pendapat ini juga ditegaskan oleh Snouck Hurgronje dalam buku 'L'Arabie et Les Indes Neelandaises atau Reveu de I'Histoire des Religious bahwa hubungan dagang Indonesia dan India telah lama terjalin, kemudian inskripsi tertua tentang Islam terdapat di Sumatera memberikan gambaran hubungan antara Sumatera dengan Gujarat.

Selain itu, ada juga teori Gujarat dari Moquette di mana ia mengatakan bahwa agama Islam di Tanah Air berasal dari Gujarat berdasarkan bukti peninggalan artefak berupa batu nisan di Pasai, kawasan utara Sumatera pada 1428 M.

Adapun, batu nisan itu memiliki kemiripan dengan batu nisan di makam Maulana Malik Ibrahim di Jawa Timur, yakni memiliki bentuk dengan batu nisan di Cambay, Gujarat, India.

2. Teori Mekah

Pendapat lainnya adalah teori Mekah. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Hamka dalam Dies Natalis PTAIN ke-8 di Yogyakarta sebagai koreksi dari teori Gujarat. Dalam teori masuknya Islam ke Indonesia ini diterangkan bahwa Arab Saudi memegang peranan yang besar.

Pasalnya, menurut Hamka, bangsa Arab pertama kali ke Indonesia membawa agama Islam dan diikuti Persia dan Gujarat. Adapun, disebutkan masuknya Islam terjadi sebelum abad ke-13 M, yakni 7 Masehi atau abad pertama hijriyah.

Hal ini dibuktikan setelah wafatnya Rasulullah SAW pada tahun 632 M, di mana kepemimpinan Islam dipegang oleh para khalifa. Di bawah kepemimpinan itu, agama Islam disebarkan lebih luas hingga ke seluruh Timur Tengah, Afrika Utara, Spanyol.

Kemudian, di masa Dinasti Umayyah pengaruh semakin meluas hingga ke Nusantara. Menurut Arnold (Morrison 1951) bukti masuknya Islam ke Indonesia dari para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka berdagang hal ini juga sesuai dengan fakta pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman di pesisir pantai Sumatera. Para pedagang Arab tersebut juga melakukan pernikahan dengan penduduk lokal sehingga agama Islam semakin menyebar di Nusantara.

3. Teori Persia

Teori masuknya Islam ke Indonesia terakhir adalah Persia yang dicetuskan oleh Hoesein Djajadiningrat. Dijelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari Persia singgah di Gujarat pada abad ke-13. Hal ini terbukti dari kebudayaan Indonesia yang memiliki persamaan dengan Persia.

Hal ini juga dipertegas oleh Morgan (1963:139-140) bahwa masyarakat Islam Indonesia sama dengan Persia. Terbukti, peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syi'ah atas syahidnya Husein. Peringatan ini berbentuk pembuatan bubur Syura.

Selain itu, di Minangkabau bulan Muharram juga dikenal sebagai bulan-bulan Husein. Lalu di Sumatera Tengah diperingati dengan mengarak keranda Husein untuk dilemparkan ke sungai.

Selanjutnya, teori ini juga didukung dengan kesamaan ajaran Syaikh SIti Jenar dengan ajaran Sufi Iran al-Hallaj. Ketiga, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda bunyi harakat dalam pengajian Al-Quran tingkat awal.

Kesamaan terakhir adalah nisan pada makam Malik Saleh dan Malik Ibrahim dipesan dari Gujarat dan terdapat pengakuan umat Islam terhadap madzhab Syafi'i di daerah Malabar.

Walaupun begitu, hingga saat ini belum ada fakta mana teori masuknya Islam ke Indonesia yang paling kuat atau yang paling benar.

(pay/erd)

KOMPAS.com - Terdapat beberapa teori masuknya Islam ke Indonesia, yaitu Teori Gujarat, Teori Mekkah atau Teori Arab, Teori Persia, dan Teori Cina.

Menurut Teori Cina, Islam masuk ke Nusantara pada sekitar abad ke-9. Dalam hal ini, etnis muslim Cina berperan dalam proses penyebaran Islam di Nusantara bersamaan dengan migrasi mereka ke Asia Tenggara.

Islam di Cina sendiri berkembang berkat hubungan perdagangan Arab muslim dan Cina yang sudah terjalin sejak awal abad pertama hijriah.

Budaya dan agama Islam masuk ke Cina melalui Kanton (Guangzhou) pada era Tai Tsung (627-650) dari Dinasti Tang.

Pendapat lain mengatakan bahwa penyebaran Islam dari Cina di Nusantara telah terjadi pada abad ke-7.

Setelah perkembangan Islam di Cina, penyebaran Islam kemudian datang ke Sriwijaya.

Dari Sriwijaya, Islam kemudian menyebar dan berkembang di Jawa pada 674, bersamaan dengan kedatangan utusan Arab bernama Ta Cheh/Ta Shi ke Kalingga pada masa Ratu Sima.

Baca juga: Kelebihan dan Kelemahan Teori Persia

Beberapa ahli pendukung Teori Cina adalah Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby.

Seperti teori masuknya Islam ke Nusantara lainnya, Teori Cina memiliki kelebihan dan kelemahan.

Berikut ini kelebihan dan kelemahan Teori cina masuknya Islam ke Indonesia.

Adapun bukti yang mendukung Teori Cina adalah pengaruh yang kuat budaya dan tradisi Cina pada budaya Sumatera bagian selatan.

Selain itu, Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak adalah keturunan Tionghoa dari garis ibunya.

Bukti lain terdapat pada masjid di beberapa kota di Indonesia yang memiliki arsitektur Cina.

Seperti contohnya Masjid Cheng Ho di Surabaya yang kaya akan ornamen Cina. Laksamana Cheng Ho sendiri dipercaya sebagai seorang penjelajah muslim Cina yang turut menyebarkan Islam di Nusantara.

Baca juga: Cheng Ho, Laksamana Muslim yang Berpengaruh di Indonesia

Selain itu, adanya catatan penulisan gelar raja-raja Islam yang ditulis dengan menggunakan istilah Cina.

Kelemahan Teori Cina

Di samping kelebihan dan bukti-bukti pendukungnya, Teori Cina juga memiliki kelemahan yang membuatnya ditentang beberapa ahli.

Pasalnya, Teori Cina tidak menjelaskan awal masuknya Islam ke Nusantara.

Teori Cina hanya menjelaskan peranan Cina dalam pemberitaan yang memuat bukti-bukti Islam telah datang ke Nusantara.

Referensi:

  • Husain, Sarkawi B. (2017). Sejarah Masyarakat Islam Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Beberapa bukti yang mendukung Teori China di antaranya adalah: 1.    Fakta adanya perpindahan orang-orang muslim China dari Canton ke Asia Tenggara, khususnya Palembang pada tahun ke 879 M. 2.    Adanya masjid tua beraksitektur China di Jawa. 3.    Raja pertama Demak yang berasal dari keturunan China (Raden Patah). 4.    Gelar raja-raja demak yang ditulis menggunakan istilah China.

tirto.id - Ada beberapa teori terkait sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia atau Nusantara. Salah satunya adalah dari Cina selain Teori Persia, Arab, Gujarat, dan India. Lantas, apa bukti sejarah teori Cina dan siapa tokoh pencetus atau pendukungnya?Dalam sebuah orasi di Masjid Lautze, Jakarta, pada Agustus 2013, Presiden Republik Indonesia ke-3, Baharuddin Jusuf (BJ) Habibie pernah berkata, "Hadiah terbesar bangsa Cina ke Indonesia adalah agama Islam."

Pernyataan BJ Habibie yang diabadikan dalam lead artikel di laman resmi pemerintah Indonesia itu bukan omong-kosong. Teori Cina memang menjadi salah satu teori terkait sejarah masuknya agama Islam ke Nusantara.

Sejarah Relasi Islam dengan Cina

Arsip Origins milik BBC menyebutkan bahwa hubungan Cina dengan dunia Islam telah terjadi sejak era Ustman bin Affan (644-656 Masehi), khalifah pemerintahan Islam ketiga setelah wafatnya Nabi Muhammad. Silaturahmi awal dunia Arab-Cina itu terjadi pada 29 Hijriah atau tahun 650 Masehi, kurang lebih 18 tahun setelah kematian Rasulullah.
Khalifah Ustman pernah mengutus delegasi ke Cina yang dipimpin oleh Sa'ad bin Waqqas, paman dari ibunda Nabi Muhammad. Sa'ad kemudian membujuk Yung-Wei, Kaisar Cina kala itu, untuk memeluk agama Islam. Ajakan Sa'ad berbuah kekaguman Yung-Wei terhadap dunia Islam. Sang kaisar kemudian memerintahkan pembangunan Masjid Kanton, tempat ibadah muslim pertama di Cina yang hingga kini masih kokoh berdiri dan berusia 14 abad. Dari situlah agama Islam semakin berkembang di Cina. Maka tidak mengherankan jika di Cina banyak pemeluk Islam yang kemudian menyebarkannya ke berbagai tempat, termasuk sampai ke Nusantara atau indonesia.

Sejarah Hubungan Muslim Cina dengan Nusantara

Hubungan muslim Cina dengan Indonesia baru terjadi sekira 8 abad kemudian, ketika seorang ulama Tiongkok bernama Ma Hong Fu berkelana ke timur jauh. Kala itu, sebagian besar wilayah Nusantara, termasuk Jawa, masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan, Jawa Timur.Di Jawa pada 1424 Masehi, Ma Hong Fu, menghadap penguasa Majapahit kala itu, yakni Wikramawardhana (1390-1428 M). Wikramawardhana adalah suami dari Kusumawardhani, putri Hayam Wuruk yang pernah membawa kejayaan Majapahit bersama Mahapatih Gajah Mada. Sejak kunjungan Ma Hong Fu ke Majapahit, agama Islam mulai berkembang di Nusantara, khususnya di Jawa, meskipun masih di bawah bayang-bayang Hindu dan Buddha yang menjadi agama mayoritas kala itu.Syiar Islam semakin masif dilakukan seiring berdirinya Kesultanan Demak pada pengujung abad ke-15 M sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Kesultanan Demak didirikan oleh pangeran Majapahit bernama Raden Patah dengan dibantu oleh Wali Songo. Wali Songo inilah yang berperan besar menyebarkan agama Islam di Jawa atau Nusantara.

Tokoh Pendukung Teori Cina dan Bukti Sejarahnya

Hipotesis terkait pengaruh Cina dalam berkembangnya agama Islam di Nusantara atau Indonesia diungkap oleh Slamet Mujlana, seorang peneliti yang merupakan salah satu tokoh pendukung Teori Cina.

Penjelasan Slamet Muljana dituangkan dalam dalam hasil penelitiannya yangn kemudian dibukukan dengan judul Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara (2005).

Slamet Muljana mengemukakan hipotesis risetnya dengan bekal 3 sumber, yakni Serat Kendana, Babad Tanah Jawi, dan naskah dari Kelenteng Sam Po Kong yang ditulis Poortman.

Catatan penting yang dihasilkan Slamet Muljana adalah banyak masyarakat Tiongkok yang datang ke Nusantara ketika terjadi transisi di Majapahit, dari era Hindu-Buddha ke masa Islam. Hal itu kemudian berpengaruh besar dengan berkembangnya Islam di Indonesia. Penelitian Slamet Muljana kemudian ditelusuri lebih dalam oleh Sumanto Al Qurtuby, tokoh Indonesia yang juga guru besar Antropologi di Universitas King Fahd, Arab Saudi. Sumanto Al Qurtuby memperkuat Teori Cina terkait sejarah masuknya Islam ke Nusantara.

Sumanto Al Qurtuby mengabadikan penelitiannya tersebut melalui buku berjudul Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah Atas Peranan Tionghoa Dalam Penyebaran Agama Islam Di Nusantara Abad XV dan XVI.

Dalam buku itu dijelaskan bahwa pengaruh muslim Cina di Jawa pada masa awal berkembangnya Islam tidak hanya berdasarkan kesaksian pengembara asing, sumber dari Cina, naskah lokal, maupun tradisi lisan, melainkan juga bukti-bukti artefak kebudayaan yang lekat dengan akulturasi budaya Cina, Islam, dan Jawa.

Menara Masjid Pecinaan Banten, ukiran padas di Masjid Kuno Mantingan Jepara, arsitektur keraton Cirebon beserta Taman Sunyaragi, konstruksi pintu makam Sunan Giri di Gresik, serta konstruksi Masjid Demak, terutama soko tatal penyangga masjid dan lambang kura-kura, oleh Sumanto Al Qurtuby dianggap sebagai bukti kebudayaan Islam Jawa yang dipengaruhi budaya Cina.

Sumanto Al Qurtuby juga menemukan bukti lain bahwa ada beberapa Wali Songo atau tokoh lainnya semasa yang merupakan keturunan etnis Cina. Bong Ping Nang, sebagai contoh, pada akhirnya dikenal dengan nama Sunan Bonang. Ada pula Jin Bun yang merupakan nama Cina Raden Fatah, pendiri Kesultanan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Ibunda Raden Patah, Siu Ban Ci, yang menurut Babad Tanah Jawi diperistri oleh raja terakahir Majapahit, Brawijaya V, juga berasal dari Cina.

Masih ada lagi, Tan Go Wat atau yang kemudian dikenal dengan nama Syekh Bentong alias Kiai Bah Tong, adalah ulama yang datang ke Nusantara bersama ekspedisi Laksamana Cheng-Ho yang meninggalkan Cina pada 1416 M. Tan Go Wat adalah ayahanda Siu Ban Ci alias kakek Raden Patah.


Teori Masuknya Islam ke Indonesia

Merujuk pada buku Islam Nusantara terbitan Kemendikbud, setidaknya ada 4 teori terkait masuknya Islam ke Nusantara, yakni Teori India, Teori Arab, Teori Persia, dan Teori Cina.

Dari keempat teori tersebut, Sumanto Al Qurtuby dalam Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah Atas Peranan Tionghoa Dalam Penyebaran Agama Islam Di Nusantara Abad XV dan XVI, beranggapan bahwa Teori Arab dan Persia bisa jadi mengandung bias otentisitas.

Singkat kata, apabila bukan berasal dari Arab atau Timur Tengah, maka kesahihannya kerap dipertanyakan. Bias semacam itu membuat banyak orang lupa terhadap fakta bahwa Cina muslim juga memiliki peran besar dalam berkembangnya Islam di Indonesia masa lampau alias Nusantara. Terlepas dari rangkaian penelitian dan perdebatan mengenai teori-teori masuknya agama Islam ke Nusantara, kajian yang dibentangkan Sumanto Al Qurtuby dan Slamet Muljana untuk memperkuat Teori Cina adalah salah satu hal penting yang menambah khazanah keilmuan sejarah Islam di Indonesia.