Hadits tentang menghadapi cobaan dengan SENYUMAN

BAB II

MENGHADAPI COBAAN DENGAN SENYUMAN

MARI MEMAHAMI DAN MENGKAJI

1.      Q.S. al-Baqarah [2]: 155 – 157

ِ ِّ ش َبَ وِاتَرَم َّ الثَ و ِ سُف ْ ن َْ الَ وِالَوْم َْ الَنِ م ٍ صْقَنَ وِوعُْالَ وِف ْ وَْ الَنِ مٍءْ َ ش ِ بْمُك َّنَو ُ ل ْب ََ لَو ْمِهْيَلَ عَكِئَولُ أ156 َونُعِاجَ رِهَْ لِا إَّ وَإِنِ َِّ ا لل َّنِوا إُالَ قٌةَيبِصُ مْمُهْتَابَصَا أَذِ إَينَِّ ال155 َينِرِابَّالص 157 َونُدَتْهُمْ الُمُ هَكِئَولُأَ وٌةَْحَرَ وْمِهِّبَ رْنِ مٌاتَوَلَص

a.       Terjemah

      Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah­buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang­orang yang sabar. (yaitu) orang­orang yang apabiladitimpa musibah, mereka mengucapkan, «Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun» (sesungguhnya kami ini milik Allah dan sesungguhnya kami klepadaNya akan kembali).Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang­orang yang mendapat petunjuk (157)”.

      Allah SWT pasti akan memberikan ujian kepada hambaNya, untuk mengukur kualitas keimanan seseorang sebagaimana yang dinyatakan di Q.S. al-Ankabût [92]: 2, di samping juga untuk mengetahui reaksi mereka di dalam mensikapi ujian ini. Ujian yang diberikan Allah benar-benar untuk membedakan hamba-hamba yang jujur dan yang kufur, apapun istilah yang dipakai manusia untuk menamai ujian itu; al­balâ`, almushîbah, al­ibtilâ`, al-fitnah atau bahkan ada yang menyebut dengan al­`adzâb al­anâ.Dan yang harus kita yakini adalah bahwa ujian yang diberikan Allah kepada manusia hanya sedikit dan sangat kecil dibanding rahmat dan karunia Allah yang telah kita rasakan. Ujian Allah bukan bertujuan membinasakan kita tetapi sekedar mengingatkan agar kita kembali ke jalan Allah (Q.S. al-Sajdah [32]: 21).

      Ujian yang disebutkan pertama di ayat ini berupa al­khawf, perasaan takut dan khawatir terhadap reaksi musuh Islam dalam mensikapi pelaksanaan dakwah ketika itu. Tetapi semangat ayat ini mencakup semua bentuk kekhawatiran, termasuk khawatir terhadap masa depan kita. Ujian selanjutnya berupa al­jû`; kelaparan karena tidak tersedianya bahan pangan yang cukup.Dengan demikian keadaan ini sangat terkait dengan 2 (dua) macam cobaan selanjutnya; kekurangan harta karena hilang, dicuri dan dirampas oleh musuh, atau musibah dalam bentuk lain, dan kekurangan buah-buahan karena gagal panen karena penyakit atau terjadinya perang yang merusak tanaman.Dan ujian Allah yang pasti dihadapi oleh manusia adalah berkurangnya orang-orang yang hidup di sekitarnya, seperti meningggalnya anggota keluarga yang dicintai.Apapun jenis musibah yang menimpa kita, maka kita harus menjadi pemenangnya; menjadi orang-orang sabar dan tabah di dalam mensikapi musibah. Karena kehidupan dunia dengan segala macam cobaan merupakan sebuah proses panjang menuju tujuan akhir kita. (Q.S. al-Mulk [67]: 2).

       Lalu, siapa yang disebut sebagai orang yang sabar?. Salah satu kriteria orang sabar yang termaktub di dalam ayat ini adalah mereka yang ketika mendapatkan musibah selalu mengucapkan;  َونُعِاجَ ر ِه َْ ل ِا إ َّ وَإِن ِ َِّ ا لل ucapannya tersebut. Ketika seseorang mengucap lafadz tarji dan sekaligus menyadari konsekuensi dari tarjî` tersebut, maka harus disertai keyakinan bahwa dirinya milik Allah, ketika Allah berkehendak mengambilnya, maka harus ikhlas dan sabar. Di samping itu, mengucapkan lafadz tarji` juga harus yakin bahwa dirinya akan kembali kepadaNya, maka konsekuensinya orang sabar itu  harus selalu menjaga perilaku dan tindakannya. ng diungkapkan di dalam ayat ini, orang sabar akan mendapatkan balasan pahala yang banyak; keberkahan hidup (shalawât), rahmat dan selalu mendapat bimbingan dan petunjuk. (muhtadûn)

      Rasulullah saw memberikan gambaran tentang sikap yang seharusnya dimiliki oleh umat Islam pada umumnya, baik ketika mendapatkan kenikmatan maupun  ketika mendapatkan ujian dari Allah SWT dalam sebuah hadis yang artinya: “Dari Abi Yahya Suhaib Bin Sinan, Rasulullah SAW bersabda : “Sungguh mengagumkan kepribadian orang mukmin karena semua urusannya memiliki nilai baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapaun kecuali orang mukmin; Apabila mendapatkan sesuatu yg menyenangkan, dia bersyukur, maka dia mendapatkan kebaikan. Dan apabila ditimpa sesuatu yg menyedihkan, dia bersabar, maka ia mendapatkan kebaikan pula”.  (HR. Muslim).

      Hadits ini selain mengandung pujian, sekaligus sebagai perintah kepada umat Islam untuk memiliki kepribadian yang kuat; tidak lengah ketika mendapatkan kemudahan dan kelapangan rezeki, dan tidak patah semangat dan mudah putus asa ketika mendapatkan musibah. Semua peristiwa yang kita alami; baik senang maupun susah, harus disikapi dengan kearifan, kedewasaan dan pikiran yang positif. Kelapangan rezeki dan kesusahan hidup keduanya merupakan ujian (Q.S. al-A`râf [168 :[7, Q.S. al-Anbiyâ [35 :[21).

      Oleh karena itu, sikap terpuji ketika mendapatkan kelapangan rezeki adalah bersyukur kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, dan juga menyisihkan sebagian rezeki untuk menyantuni dlu`afâ’. Niscaya sikap ini akan mendatangkan kebaikan yang berlipat ganda, selain mendapatkan pahala di akhirat, Allah juga menjanjikan tambahan rezeki di dunia (Q.S. Ibrâhîm 7 :14). Dan sikap yang terpuji ketika mendapatkan musibah adalah bersabar dan meyakini bahwa ini merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada hambaNya sebagai proses pembentukan karakter dan kepribadiannya untuk menjadi muslim yang lebih baik.

2.  Q.S. Âli `Imrân [3]: 186

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

a.      Terjemah

 Artinya: “Kamu sungguh­sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh­sungguh akan mendengar dari orang­orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang­orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”.

b.      Penjelasan

Segala bentuk cobaan yang terjadi harus disikapi sebagai proses hidup dalam rangka membentuk karakter dan meningkatkan kualitas keimanan kita. Setelah terjadinya perang Uhud, Allah ingin membangun kembali karakter para sahabat yang sedikit banyak terpengaruh dengan apa yang mereka alami di perang Uhud. Maka di dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa dunia memang tempat ujian dan cobaan yang akan menimpa diri kita sendiri dan  menimpa harta kekayaan yang kita miliki. Ujian yang akan menimpa diri (nyawa) bisa datang dalam bentuk perang, pembunuhan, penyakit dan segala macam bentuk ancaman fisik yang lain. Dan ujian yang akan menimpa harta kita bisa dalam bentuk kejahatan yang tidak kita harapkan seperti pencurian, perampokan. Bahkan kewajiban membayar zakat dan shadaqah juga sebagai ujian. Sebagaimana yang telah kita kaji di Q.S. al-Baqarah [2]: 155-158. Selain itu, Allah juga akan menguji keimanan umat Islam dengan perantaraan orang lain dari golongan Yahudi, Nasrani dan orang-orang musyrik yang melakukan pelecehan dan penghinaan terhadap al-Quran, kepribadian nabi, dan nilai-nilai ajaran Islam secara umum, yang sampai saat ini kita merasakannya.

Menghadapi itu semua kita harus senantiasa memelihara kesabaran, tidak memendam kebencian, bersyukur dan terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi segala laranganNya. Tetapi sikap sabar dalam pengertian yang luas bukan perkara yang mudah, karena membutuhkan kesiapan mental dan kepribadian yang kuat, maka al-Qur`an menyebutnya min `azmil umûr;perkara-perkara yang membutuhkan kekuatan dan persiapan untuk menghadapinya. Meskipun demikian, Allah SWT tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hambaNya. Seperti yang disabdakan rasulullah saw di bawah ini bahwa berat dan ringannya ujian disesuaikan dengan kualitas pemahaman dan pengamalan agama. Yang kualitas agamanya baik seperti para nabi dan orang-orang shaleh akan mendapatkan ujian yang lebih berat dibandingkan orang-orang biasa lainnya.

“Dari Mush’ab bin Sa’ad dari ayahnya berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya? Beliau menjawab: “Para nabi, kemudian yang sepertinya, kemudian yang sepertinya, sungguh seseorang itu diuji berdasarkan agamanya, bila agamanya kuat, ujiannya pun berat, sebaliknya bila agamanya lemah, ia diuji berdasarkan agamanya, ujian tidak akan berhenti menimpa seorang hamba hingga ia berjalan dimuka bumi dengan tidak mempunyai kesalahan.”

Hadits yang disebutkan imam Tirmidzi di bab “bersabar di atas cobaan” ini menegaskan kembali firman Allah SWT di atas, bahwa tidak ada satu manusia pun yang luput dari cobaan dan ujian, termasuk para nabi dan rasul. Semakin tinggi derajatnya semakin berat ujiannya, dan sebagaimana kesimpulan dari ayat-ayat diatas bahwa Allah tidak akan memberikan ujian kepada siapapun di luar batas kemampuannya. Di samping itu hadits ini juga menekankan kepada sikap husnudz dzann; yakin bahwa banyak hikmah yang ada di balik musibah dan cobaan itu.Salah satunya yang disebutkan di akhir hadits ini adalah bahwa ujian Allah berfungsi menghapus dosa-dosa yang telah kita lakukan. Ayat-ayat al-Quran dan hadits rasulullah saw, ketika berbicara tentang musibah atau cobaan, pada akhirnya memerintahkan manusia yang sedang ditimpa musibah untuk bersabar, untuk bersabar memang tidak semudah yang digambarkan, tetapi manusia diberi kemampuan  bersabar dan mengendalikan diri, berbeda dengan malaikat yang tidak dibebani untuk bersabar karena memang tidak dibekali dengan hawa nafsu, berbeda pula dengan binatang yang juga tidak mendapat beban untuk bersabar karena segala aktifitas binatang hanya dikendalikan oleh hawa nafsu. Oleh karena itu orang-orang yang bersabar di dalam menghadapi cobaan yang diturunkan Allah kepadanya mempunyai kedudukan yang istimewa di sisi Allah, dan mendapat imbalan yang sangat istimewa.

Hal ini dinyatakan oleh Allah di Q.S. al-Furqân[25]: 75 - 76, bahwa manusia yang memiliki karakter dan sifat yang disebutkan sebelum ayat ini, akan mendapatkan balasan surga karena buah dari kesabaran mereka.

Artinya:.Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya (75), mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik­baik tempat menetap dan tempat kediaman (76) Secara garis besar sebagian ulama mengklasifikasi sabar menjadi tiga macam: Pertama, sabar untuk selalu taat kepada Allah (al-shabru fi al-thâ`ah). Kedua, sabar dan menahan diri untuk tidak berbuat maksiat (al­shabru `an al­ma`shiyah), dan ketiga, sabar dan tawakal di dalam menerima cobaan dari Allah (al­shabru `inda al­mushîbah). Apapun bentuk dan macamnya, Allah senantiasa mengingatkan hambaNya untuk mear-Rum njaga dan merawat kesabaran dan ketakwaannya:َونُحِلْفُ تْمُكَّلَعَ لََّوا اللُقَّاتَوا وُطِابَرَوا وُرِابَصَوا وُِبْوا اصُنَ آمَينَِّا الَهُّيَاأَي Artinya: “Hai orang­orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”. (Q.S. Âli `Imrân [3]: 200).



Page 2