TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu: Tahap informasi (tahap penerimaan materi) Tahap transformasi (tahap pengubahan materi) Tahap evaluasi Kurikulum spiral J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya. alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala,. Alat dramatisasi Alat automatisasi atau pelajaran terprogram, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi balikan atau feedback tentang respond murid Alat-Alat Mengajar Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan: Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. (Anita W,1995 dalam Paulina panen, 2003 3.16) Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Menurut Bruner, agar proses mempelajari sesuatu pengetahuan atau kemampuan berlangsung secara optimal, dalam arti pengetahuan taua kemampuan dapat diinternalisasi dalam struktur kognitif orang yang bersangkutan.Kemampuan tersebut dibagi dalam 3 tahap yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.
Penerapan metode pembelajaran yang menerapkan teori dari seorang psikolog asal Amerika yaitu Jerome Brunner lahir pada tahun 1915. Teori Belajar Bruner memperkenalkan istilah "Discovery Learning". Menurut teori itu proses belajar akan berjalan maksimal dan menyenangkan apabila guru memberi kesempatan kepada peserta didi untuk menemukan suatu aturan termasuk (konsep, teori, definisi) melalui contoh-contoh yang sering dijumpai oleh peserta didik dan mudah dipraktikkan dalam pembelajaran. Penerapan teori Bruner dengan metode "Discovery Learning" akan berhasil dan maksimal, jika kita memperhatikan langkah-langkah dibawah ini, yakni :
Seperti penjelasan diatas salah satu yang sangat penting dan harus di terapkan dalam teori Bruner yakni dengan mengaplikasikan 3 tahapan yaitu :
Sebagai contoh penerapan dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Pada mata pelajaran matematika saya akan menerapkan 3 tahapan dari bruner. Dimana saya akan memberikan instruksi kepada peserta didik untuk menggabungkan 1 pulpen dengan 3 pulpen lainnya dan kemudian menghitung jumlah pulpen yang telah digabung (Tahap Enaktif). Selanjutnya kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar yang mewakili 1 pulpen dan 3 pulpen dengan gambar bintang untuk setiap 1 pulpennya, sehingga akan ada 5 bintang sesuai dengan jumlah pulpen (Tahap Ikonik). Kegiatan terakhir yang saya terapkan yakni dengan simbol penjumlahan (+) dan kedua bilangan dengan lambang bilangan juga, yakni 1 + 3 = 4 (Tahap Simbolis). Melalui rangkaian kegiatan diatas maka peserta didik mudah memahami proses pembelajaran dengan berbagai kegiatan yang menarik. Dapat disimpulkan Bruner terkenal saat beliau lebih memperhatikan proses belajar dibandingkan dengan hasil belajar. Peran guru disini yakni memastikan rangkaian kegiatan yang menarik dan mudah dipahami oleh peserta didik dan menggunakan objek konkrit yang sering dijumpai, gambar yang mengrepresentasi kegiatan tersebut serta menggunakan simbol yang sudah dipahami peserta didik sebelumnya.
BAB I PENDAHULUAN Mata Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.Matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif. Matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.Sebagai guru matematika dalam menanamkan pemahaman seseorang belajar matematika utamanya bagaimana menanamkan pengetahuan konsep-konsep dan pengetahuan prosedural. Salah satu untuk dapat memahami konsep-konsep dan prosedural, guru perlu mengetahui berbagai teori belajar matematika, unsur pokok dalam pembelajaran matematika adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran,siswa sebagai pelaksanaan kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran. Dalam makalah ini penulis menjelaskan teori belajar dari para ahli yakni Teori Belajar Bruner kemudian bagaimana penerapannya dalam pembelajaran matematika, sehingga asumsi dari siswa bahwa mata pelajaran matematika adalah pelajaran yang paling sulit sedikit akan terkikis dengan digunakan teori – teori belajar yang tepat. Pada materi yang akan dibahas, didapatkan beberapa permasaahan di bawah ini :
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat mengetahui dan menjelaskan Pengertian teori belajar Bruner.
Manfaat penulisan makalah ini adalah :
BAB II PEMBAHASAN
Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu, antara lain:
Menurut penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi empat tahap.
Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.
Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual. Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi. J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya. Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.
1. Empat Tema tentang Pendidikan Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
2. Model dan Kategori Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi, yaitu :
Bruner menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
3. Belajar sebagai Proses Kognitif Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah: (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar. 1. Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang? Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegipanjang, jajar genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran. a. Tahap Enaktif. Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik)objek. (a) Untuk gambar a ukurannya: Panjang = 20 satuan , Lebar = 1 satuan b ukurannya: Panjang = 10 satuan , Lebar = 2 satuan c ukurannya: Panjang = 5 satuan , Lebar = 4 satuan b. Tahap Ikonik Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai berikut. c. Tahap Simbolis Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi panjang. Jika simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi panjang L maka jawaban yang diharapkan L = p x l satuan Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar. Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
1) Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna. 2) Pengetahuan yang diperoleh si belajar akan tertinggal lama dan mudah diingat. 3) Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar agar si belajar dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima. 4) Transfer dapat ditingkatkan di mana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh si belajar daripada disajikan dalam bentuk jadi. 5) Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi belajar. 6) Meningkatkan penalaran si belajar dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.
1) Belajar Penemuan ini memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Bila kurang cerdas, hasilnya kurang efektif. 2) Teori belajar seperti ini memakan waktu cukup lama dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menyebabkan kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.
Metode Penemuan Satu hal menjadikan Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar dari pada hasil belajar. Oleh karena itu, menurut Bruner metode belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan pemerolehan khusus. Metode yang sangat didukungnya yaitu metode penemuan (discovery). Discovery learning dari Buner, merupakan model pengajaran yang di-kembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri, bukan memberi tahu tetapi memberikan kesempatan atau dengan berdialog agar siswa menemukan sendiri. Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk bekerja sampai menemukan jawabannya. Siswa belajar memecahkan secara mandiri dengan ketrampilan berpikir sebab mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi. Penemuan yang dimaksud disini bukan penemuan sungguh-sungguh, sebab apa yang ditemukan itu sebenarnya sudah ditemukan orang. Jadi penemuan di sini ialah penemuan pura-pura, atau penemuan bagi siswa yang bersangkutan saja. Pula penemuannya itu mungkin hanya sebagian saja, sebab sebagian lagi mungkin diberi tahu guru. Metode penemuan adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikan rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan; sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dengan penemuan ini pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Pembelajaran menurut Bruner adalah siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah dan guru berfungsi sebagai motivator bagi siswa dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka menemukan dan memecahkan masalah. Nampaklah, bahwa Bruner sangat menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh. Lebih disukai lagi bila proses ini berlangsung di tempat yang khusus, yang dilengkapi dengan objek-objek untuk dimanipulasi anak, misalnya laboratorium. Dengan metode ini anak didorong untuk memahami suatu fakta dan hubungannya yang belum dia paham sebelumnya, dan yang belum diberikan kepadanya secara langsung oleh orang lain. Manfaat belajar penemuan adalah sebagai berikut:
Adapun tahap-tahap Penerapan Belajar Penemuan
Bagi guru matematika perlu mengetahui bahwa dalam metoda penemuan.
Pendekatan induktif Proses berfikir yang dilakukan untuk menarik kesimpulan dari kasus, kasus yang bersifat khusus menjadi hal bersifat umum disebut penalaran induktif. Penalaran ini merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Menurut sejarah, matematika ditemukan sebagai hasil pengamatan dan pengalaman serta pernah dikembangkan dengan analogi dan coba-coba(triat and error). Namun, dalam matematika formal, penalaran yang digunakan serta pernah digunakan untuk menarik kesimpulan yang berlaku umum adalah penalaran induktif lengkap atau induksi matematika. Dalam pembelajaran matematika dijenjang pendidikan dasar dan menengah, pendekatan induktif disarankan untuk masih digunakan. Hal ini didasari oleh pendapat para ahli yang mengatakan bahwa masih banyak siswa sekolah dasar dan menengah yang sulit untuk menggunakan penalaran deduktif. Oleh karenanya, mereka lebih mudah menggunakan penalaran induktif untuk memahami konsep-konsep matematika. Pembelajaran penggunakan pendekatan ini diperlukan waktu yang cukup lama. Jadi, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif untuk mengenalkan teorema pada siswa dilakukan dengan pemberian contoh-contoh yang mengarahan pada suatu formula (rumus) yang dikehendaki. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif menemukan rumus (formula) dengan observasi, eksperimen, dan berfikir kesalahan konsep pada diri siswa akan lebih awal dapat diketahui dan diatasi. Bagi siswa yang tingkat rendah menggunakan pendekatan induktif sangat sesui. Kelemahan pendekatan induktif menggunakan waktu yang cukup lama, bagi siswa yang pandai pendekatan ini mengakibatkan membosankan. BAB III PENUTUP Bruner menjadi sangat terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar,metode yang digunakannya adalah metode Penemuan (discovery learning).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivitas. Dalam Teori Bruner dengan metode Penemuan (discovery learning), kekurangannya tidak bisa digunakan pada semua materi dalam matematika hanya beberapa materi saja yang dapat digunakan dengan metode penemuan. Teori belajar matematika menurut J.S. Bruner tidak jauh berbeda dengan teori J. Piaget. Menurut teori J.S. Bruner langkah yang paling baik belajar matematika adalah dengan melakukan penyusunan presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih melekat bila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi (model) konsep dilakukan oleh siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu dengan yang dipelajari harus ada kaitannya Menurut Bruner, agar proses mempelajari sesuatu pengetahuan atau kemampuan berlangsung secara optimal, dalam arti pengetahuan taua kemampuan dapat diinternalisasi dalam struktur kognitif orang yang bersangkutan.Kemampuan tersebut dibagi dalam 3 tahap yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik. Sebagai seorang guru ada baiknya menggunakan metode yang variatif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Diantaranya dengan menggunakan teori belajar kognitif Bruner dengan pendekatan discovery learning. Dalam menerapkan belajar penemuan, tujuan-tujuan mengajar hendaknya dirumuskan secara garis besar dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama. Dalam belajar penemuan guru tidak begitu mengendalikan proses belajar-mengajar.guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah selain itu guru diminta pula untuk memperhatikan tiga cara penyajian, yaitu penyajian enaktif, ekonik, dan simbolik. DAFTAR PUSTAKA Mulyati, Psikologi Belajar, Yogyakarta: C.V. Andi Offset. 2005 Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara. 2000 Simanjutak, Lisnawaty, Metode Mengajar Matematika, Jakarta: PT Rineka Cipta. 1993 Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta. 1998 Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006 www.SSSmanmodelgorontalo.com krismanto,al.2003.Beberapa Teknik,Model,dan Strategi Dalam Pembelajaran Metematika.Yogyakarta Sutawijaya, 1997 : 176 Hudoyo, 1990:3 Anita W,1995 dalam Paulina panen, 2003 3.16 Muhibbin Syah,1995 dalam Paulina Panen 2003; Hal.3.16 |