Berikut ini faktor pengukuran kualitas air kecuali

Menurut Ringkasan Kajian Unicef Indonesia Oktober 2012, Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian anak berusia di bawah lima tahun. Laporan Riskesdas 2007 menunjukkan diare sebagai penyebab 31 persen kematian anak usia antara 1 bulan hingga satu tahun, dan 25 persen kematian anak usia antara satu sampai empat tahun.
Angka diare pada anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum tercatat 34 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan air ledeng, Selain itu, angka diare lebih tinggi sebesar 66 persen pada anak-anak dari keluarga yang melakukan buang air besar di sungai atau selokan dibandingkan mereka pada rumah tangga dengan fasilitas toilet pribadi dan septik tank.

Kematian dan penyakit yang disebabkan oleh diare pada umumnya dapat dicegah. Bahkan tanpa perbaikan pada sistem pengairandan sanitasi, mencuci tangan secara tepat dengan menggunakan sabun dapat mengurangi resiko penyakit diare sebesar 42 sampai 47 persen.

Di daerah-daerah kumuh perkotaan, sanitasi yang tidak memadai, praktek kebersihan yang buruk, kepadatan penduduk yang berlebihan, serta air yang terkontaminasi secara sekaligus dapat menciptakan kondisi yang tidak sehat. Penyakit¬penyakit terkait dengan ini meliputi disentri, kolera dan penyakit diare lainnya, tipus, hepatitis, leptospirosis, malaria, demam berdarah, kudis, penyakit pernapasan kronis dan infeksi parasit usus.

Berikut ini faktor pengukuran kualitas air kecuali
Terkait dengan akses pada air bersih, menurut kajian Unicef diatas kita justru mengalami penurunan akses pada air bersih. Perbandingan dengan tahun 2007 menunjukkan akses air bersih pada tahun 2010 telah mengalami penurunan kira-kira sebesar tujuh persen. Perhitungan dengan menggunakan kriteria MDG nasional Indonesia untuk air bersih dan data dari sensus tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia harus mencapai tambahan 56,8 juta orang dengan persediaan air bersih pada tahun 2015. Di sisi lain, jika kriteria Program Pemantauan Bersama WHO-UNICEF (JMP) untuk air bersihii akan digunakan, Indonesia harus mencapai tambahan 36,3 juta orang pada tahun 2015. Permintaan terhadap penggunan air semakin meningkat, baik untuk keperluan irigasi, industri, air minum, rekreasi, dan lainnya. Namun yang menjadi masalah, tingkat persediaan air bersih relative tetap dengan kemampuan alam menahan air semakin berkurang.

Kuantitas merupakan jumlah air yang tersedia dan siap digunakan oleh masyarakat dengan ketentuan bahwa: Air minum yang dikonsumsi oleh penduduk baik di desa maupun di kota harus memperhatikan kualitas maupun kuantitasnya. Kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan berkisar 150 lt/org/hr, dan untuk masyarakat pedesaan 80 lt/org/hr. Air tersebut digunakan untuk keperluan sehari¬hari dan keperluan pendukung lainnya termasuk yang mendukung kebutuhan¬-kebutuhan sekunder. Kebutuhan Pokok Air Minum adalah kebutuhan air sebesar 10 meter kubik konsumsi 100 lt/org/hr dan pedesaan sebanyak 40% dengan konsumsi 60 lt/org/hr.

Sedangkan pengertian kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter- parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang¬undangan yang berlaku. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air.

Menurut Permenkes RI No. 416 Tahun 1990 Kualitas air bersih meliputi kualitas secara fisika, secara kimia, secara mikrobiologi dan kualitas secara radioaktivitas. Sedangkan parameter-parameter yang harus terpenuhi meliputi :

  1. Parameter fisika meliputi: Bau, Rasa, Warna, Zat padat terlarut dan Suhu.
  2. Parameter kimia meliputi: kimia Anorganik seperti Air raksa, Arsen, Fluorida, Kadmium, Kesadahan (Ca CO3), Khlorida, Kromium-Valensi-6, Mangan, Nitrat sebgai N, Nitrit sebagai N, pH, Selenium, Seng, Sianida, Sulfat dan Timbal. Kimia Organik seperti Aldrin dan Dieldrin, Benzene, Benzo (a) pyrene, Chlordane (total isomer), Chloroform, 2,4 D, DDT, Detergen, ,2 Dichloroethane, 1,2 Dichloroethane, 1,1 Dichloroethane, Heptachlor dan heptachlor epoxide, Hexachlorbenzene, Gamma-HCH (Lindane), Methoxychlor, Pentachlorophenol, Pestisiotalda T, 3,4,6-Trichlorephenol, Zat Organik (KMnO4).
  3. Parameter Mikrobiologi meliputi: Total Caliform (MPN).
  4. Parameter Radioaktifitas meliputi: Aktivitas Alpha (Gross Alpha Activity), Aktivitas Beta (Gross Beta Activity).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Air

  1. Kedalaman Permukaan Air tanah: Kedalaman permukaan air tanah merupakan permukaan tertinggi dari air yang naik ke atas suatu sumuran atau tempat yang rendah. Ketiggian air tanah antara lain dipengaruhi oleh jenis tanah, curah hujan, penguapan, dan kedalaman aliran perkukaan terbuka (sungai). Kedalaman permukaan air tanah akan berpengaruh pada penyebaran bakteri coliform secara vertikal.
  2. Curah Hujan: Air hujan yang mengalir di permukaan tanah dapat menyebabkan bakteri coliform yang ada di permukaan tanah terlarut dalam air tersebut. Meresapnya air hujan ke dalam lapisan tanah mempengaruhi bergeraknya bakteri coliform di dalam lapisan tanah. Semakin banyak air hujan yang meresap ke dalam lapisan tanah semakin besar kemungkinan terjadinya pencemaran.
  3. Jenis Tanah: Jenis tanah berbeda mempunyai daya kandung air dan daya melewatkan air yang berbeda pula. Daya kandung atau kemampuan tanah untuk menyimpan air disebut porositas, yaitu rasio antara pori-pori tanah dengan volume total tanah dan biasannya dinyatakan dalam satuan persen, sedangkan kemampuan tanah untuk melewatkan air disebut permeabilitas, yaitu jumlah air yang dapat dilewatkan oleh tanah dalam satuan waktu per satuan luas penampang. Porositas dan permeabilitas tanah akan berpengaruh pada penyebaran bakteri coliform, mengingat air merupakan alat tranportasi bakteri dalam tanah. Makin besar permeabilitas tanah, makin besar kemampuan melewatkan air yang berarti jumlah bakteri yang dapat bergerak mengikuti aliran juga makin besar.

Kualitas air yang memenuhi syarat kesehatan pada umumnya berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:

  • Secara alamiah memang air tersebut tidak memenuhi syarat, misalnya keruh, berwarna, berbau dan mengandung besi atau mangan dalam kadar yang berlebihan/tinggi.
  • Lingkungan sekitar sarana air bersih yang dapat mencemari air, misalnya terdapat jamban, pembuangan sampah, kandang ternak dan genangan air kotor pada jarak kurang 11 meter.
  • Konstruksi sarana air bersih yang tidak memenuhi persyaratan teknis seperti sumur gali tanpa dilengkapi bibir, dinding, lantai dan saluran pembuangan air bekas yang kedap air.
  • Ringkasan Kajian Unicef Indonesia Oktober 2012. Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan. www.unicef.or.id
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Jakarta.
  • Manual Teknis Upaya Penyehatan Air, Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Depkes RI. 1995.

Berikut ini faktor pengukuran kualitas air kecuali

Indikator Pencemaran Perairan

Berikut ini faktor pengukuran kualitas air kecuali

Proses Pencemaran Tinja

Kualitas air adalah suatu ukuran kondisi air dilihat dari karakteristik fisik, kimiawi, dan biologisnya.[1] Kualitas air juga menunjukkan ukuran kondisi air relatif terhadap kebutuhan biota air dan manusia.[2] Kualitas air sering kali menjadi ukuran standar terhadap kondisi kesehatan ekosistem air dan kesehatan manusia terhadap air minum.

Berikut ini faktor pengukuran kualitas air kecuali

Pengambilan sampel air oleh pakar lingkungan untuk pengujian

Berbagai lembaga negara di dunia bersandar kepada data ilmiah dan keputusan politik dalam menentukan standar kualitas air yang diizinkan untuk keperluan tertentu.[3] Kondisi air bervariasi seiring waktu tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Air terikat erat dengan kondisi ekologi setempat sehingga kualitas air termasuk suatu subjek yang sangat kompleks dalam ilmu lingkungan. Aktivitas industri seperti manufaktur, pertambangan, konstruksi, dan transportasi merupakan penyebab utama pencemaran air, juga limpasan permukaan dari pertanian dan perkotaan.

Kadar mineral terlarut di dalam air dapat mempengaruhi jenis pemanfaatan air oleh industri. Misal keberadaan ion kalsium dan magnesium dapat mengganggu fungsi sabun ketika air digunakan sebagai pembersih dan mampu membentuk deposit karbonat.[4] Proses penanganan air dengan kondisi seperti ini dilakukan dengan menukar ion tersebut dengan natrium, dan senyawa magnesium dan kalsium akan mengendap.[5]

Sebaliknya, air dengan kadar kalsium dan magnesium tinggi lebih baik digunakan bagi manusia dibandingkan air dengan kadar natrium dikarenakan kemungkinan timbulnya masalah kesehatan akibat konsumsi natrium tinggi.[6]

 

Pengukur kualitas air otomatis di Sungai Milwaukee, Wisconsin

 

Spektrometer kromatografi gas dapat digunakan untuk mengukur pestisida dan polutan organik lainnya

 

Alat pengukur elektrokonduktivitas secara tidak langsung mengukur padatan terlarut

Kualitas air merupakan subjek yang sangat kompleks dan dicerminkan dari jenis pengukuran dan indikator air yang digunakan. Pengukuran akan lebih akurat jika dilakukan di tempat karena air berada dalam kondisi yang ekuilibrium dengan lingkungannya. Pengukuran di tempat umumnya akan mendapatkan data mendasar seperti temperatur, pH, kadar oksigen terlarut, konduktivitas, dan sebagainya.

Untuk pengukuran yang lebih kompleks membutuhkan sample air yang kemudian dijaga kondisinya, dipindahkan, dan dianalisis di tempat lain (misal laboratorium). Pengukuran seperti ini memiliki dua masalah yaitu karakteristik air pada sample mungkin tidak sama dengan sumbernya karena terjadi perubahan secara kimiawi dan biologis seiring waktu. Bahkan kualitas air dapat bervariasi antara siang dan malam dan dipengaruhi keberadaan organisme air.[7] Dan air yang teah terpisah dari lingkungannya akan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, yaitu botol atau kemasan yang digunakan dalam pengambilan sample. Sehingga bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel harus bersifat inert atau memiliki tingkat reaktivitas yang minimum sehingga tidak mempengaruhi kualitas air yang diuji.[8]:4 Perubahan kondisi fisik dan kimiawi juga terjadi ketika air sampel dimpompa atau diaduk, menyebabkan terbentuknya endapan. Ruang udara yang berada di dalam kemasan sampel juga dapat mempengaruhi karena ada risiko udara larut ke dalam sampel air.[9]

Menjaga kualitas sampel dapat dilakukan dengan mendinginkan sampel sehingga mengurangi laju reaksi kimia dan perubahan fase.

Cara terbaik untuk mengetahui tingkat perubahan selama pengumpulan sampel hingga analisis adalah dengan menggunakan dua jenis air yang digunakan bersamaan dengan pengumpulan sampel. Air jenis pertama, disebut dengan air "kosong" (tidak selalu air hasil destilasi) adalah air dengan kondisi kimiawi dan biologis yang sangat kecil sehingga tidak ada karakteristik yang bisa dideteksi. Dan air jenis kedua merupakan air dengan kondisi yang "dimaksimalkan" sesuai dengan perkiraan kondisi air sampel. Kedua jenis air ini dipaparkan ke atmosfer sekitar selama pengambilan sampel, sehingga ilmuwan membawa tiga jenis air dari lokasi pengambilan sample dan ketiganya dianalisis untuk mengetahui apa yang berkurang dan bertambah seiring waktu sejak pengambilan sampel hingga analisis di laboratorium.[10]

Pengujian pasca bencana

Berbagai jenis bencana alam hingga bencana buatan manusia akan mengubah kualitas air secara cepat sehingga pengukuran harus dilakukan untuk menentukan langkah terbaik dalam penanganan bencana dan mengembalikan kualitas air. Akses terhadap air bersih dan sanitasi diperlukan bagi korban bencana.

Dalam interval waktu tertentu, kondisi air dapat kembali pasca bencana. Seperti kasus bencana Tsunami 2004 dan pengukuran yang dilakukan oleh International Water Management Institute (IWMI) yang berbasis di Colombo mendapati bahwa kadar garam di setiap sumur meningkat drastis segera setelah tsunami dan kembali turun ke level semula setelah satu setengah tahun sehingga layak digunakan sebagai air minum.[11]

Analisis kimia

Metode sederhana dalam melakukan analisis kimia adalah pengukuran berdasarkan unsur tanpa memperdulikan wujud dan bentuk senyawanya. Contohnya adalah mengukur kadar oksigen dalam air, jika dilakukan pengukuran berdasarkan unsur akan didapatkan konsentrasi oksigen sebesar 890 ribu miligram per liter air, karena air (H2O) terbentuk dari hidrogen dan oksigen. Sehingga pengukuran kadar senyawa tertentu harus dibedakan berdasarkan wujudnya. Untuk pengukuran kadar oksigen, harus dibedakan berdasarkan oksigen diatomik atau oksigen yang terikat dengan unsur lain. Oksigen diatomik yang terukur dapat disebut dengan kadar oksigen terlarut.

Analisis logam berat harus menyertai endapan yang ada di air karena logam berat yang seharusnya dapat larut mungkin terikat secara adsorpsi dengan partikel lain, misal partikel tanah liat. Penyaringan sampel dapat menghilangkan endapan tersebut, sedangkan logam berat yang mengendap di sumber aslinya mungkin saja dapat terminum oleh manusia dan organisme lain.[12]

Indikator

Indikator untuk air minum

Indikator yang digunakan ketika melakukan pengukuran air minum diantaranya:

  • Alkalinitas
  • pH
  • Warna air
  • Rasa dan bau
  • Garam-garaman, logam, dan logam berat
  • Senyawa organik terlarut
  • Senyawa atau unsur radioaktif
  • Mikroorganisme

Indikator untuk lingkungan

Dalam pengukuran indikator biologis, digunakan istilah EPT yang merujuk kepada Ephemeroptera, Plecoptera, Trichoptera, tiga ordo serangga bersayap yang hidup di sekitar perairan. Index EPT, yaitu jumlah EPT ketika kondisi lingkungan sehat, dapat bervariasi di setiap daerah. Secara umum, semakin banyak organisme EPT, menunjukan bahwa kualitas ekologi perairan tersebut lebih sehat.[13][14] Keberadaan invertebrata makro juga dapat digunakan sebagai indikator.[15]

Moluska bivalvia digunakan sebagai indikator karena moluska termasuk hewan penyaring yang menghisap air dan menyerap nutrisi dari air yang dihisapnya. Polutan yang diserap akan terakumulasi di dalam tubuh moluska dan dapat memiliki efek yang beragam bagi moluska tersebut. Moluska bivalvia juga biasanya bersifat sessile atau menetap di satu tempat dan jarang sekali berpindah sehingga pengumpulan sampel moluska cenderung mudah.[16]

Indikator fisik
  • Temperatur air
  • Elektrokonduktivitas
  • Padatan terlarut
  • Padatan tersuspensi
  • Transparansi
  • Bau
  • Warna
  • Rasa
Indikator kimia
  • pH
  • BOD
  • COD
  • Tingkat kesadahan air
  • Logam berat
  • Nitrat
  • Ortofosfat
  • Pestisida
  • Surfaktan
Indikator biologis
  • Ephemeroptera
  • Plecoptera
  • Trichoptera
  • Mollusca
  • Escherichia coli
  • Bakteri koliform

  1. ^ Diersing, Nancy (2009). "Water Quality: Frequently Asked Questions." Florida Brooks National Marine Sanctuary, Key West, FL.
  2. ^ Johnson, D.L., S.H. Ambrose, T.J. Bassett, M.L. Bowen, D.E. Crummey, J.S. Isaacson, D.N. Johnson, P. Lamb, M. Saul, and A.E. Winter-Nelson (1997). "Meanings of environmental terms." Journal of Environmental Quality. 26: 581-589. DOI:10.2134/jeq1997.00472425002600030002x
  3. ^ United States Environmental Protection Agency (EPA). Washington, DC. "Water Quality Standards Review and Revision." 2006.
  4. ^ Babbitt, Harold E. & Doland, James J. Water Supply Engineering (1949) McGraw-Hill p.388
  5. ^ Linsley, Ray K. & Franzini, Joseph B. Water-Resources Engineering (1972) McGraw-Hill ISBN 0-07-037959-9 pp.454-456
  6. ^ World Health Organization (2004). "Consensus of the Meeting: Nutrient minerals in drinking-water and the potential health consequences of long-term consumption of demineralized and remineralized and altered mineral content drinking-waters." Rolling Revision of the WHO Guidelines for Drinking-Water Quality (draft). From November 11–13, 2003 meeting in Rome, Italy at the WHO European Centre for Environment and Health.
  7. ^ Goldman, Charles R. & Horne, Alexander J. Limnology (1983) McGraw-Hill ISBN 0-07-023651-8 chapter 6
  8. ^ Franson, Mary Ann (1975). Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 14th ed. Washington, DC: American Public Health Association, American Water Works Association & Water Pollution Control Federation. ISBN 0-87553-078-8
  9. ^ Goldman, Charles R. & Horne, Alexander J. Limnology (1983) McGraw-Hill ISBN 0-07-023651-8 pp.87-88
  10. ^ United States Geological Survey (USGS), Denver, CO (2009). "Definitions of Quality-Assurance Data." Prepared by USGS Branch of Quality Systems, Office of Water Quality.
  11. ^ International Water Management Institute, Colombo, Sri Lanka (2010). "Helping restore the quality of drinking water after the tsunami." Success Stories. Issue 7. DOI:10.5337/2011.0030
  12. ^ State of California Environmental Protection Agency Representative Sampling of Ground Water for Hazardous Substances (1994) pp.23-24
  13. ^ For an overview of the U.S. federal biomonitoring publications, see U.S. EPA, "Whole Effluent Toxicity."
  14. ^ U.S. EPA. Washington, DC."Methods for Measuring the Acute Toxicity of Effluents and Receiving Waters to Freshwater and Marine Organisms." Document No. EPA-821-R-02-012. October 2002.
  15. ^ IOWATER (Iowa Department of Natural Resources). Iowa City, IA (2005). "Benthic Macroinvertebrate Key." Diarsipkan 2013-12-07 di Wayback Machine.
  16. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-07. Diakses tanggal 2014-03-23. 

  • Drinking water quality guidelines - World Health Organization
  • UNEP Global Environmental Monitoring System (GEMS) Water Programme Diarsipkan 2005-02-09 di Wayback Machine.
  • The National River Health Programme - South Africa
  • Water policy in the European Union
  • U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) - Drinking water quality and testing
  • U.S. National Water Quality Monitoring Council (NWQMC) - Partnership of federal and state agencies
  • U.S. Geological Survey - National Water Quality Assessment Program
  • U.S. Environmental Protection Agency - Water Quality Monitoring
  • U.S. National Agricultural Library Diarsipkan 2007-10-10 di Wayback Machine.
  • American Water Resources Association Diarsipkan 2018-03-24 di Wayback Machine.
  • Purdue University Safe Water Guidelines
  • Global Water Quality online database
  • Beaches 911 - U.S. Beach Water Quality Monitoring Diarsipkan 2008-08-20 di Wayback Machine.
  • NutrientNet, an online nutrient trading tool developed by the World Resources Institute, designed to address nutrient-related water quality issues. See also the PA NutrientNet Diarsipkan 2016-03-03 di Wayback Machine. website designed for Pennsylvania's nutrient trading program.
  • eWater Cooperative Research Centre - Australian Government funded initiative supporting water management decision support tools
  • MolluSCAN eye Diarsipkan 2016-11-13 di Wayback Machine. website designed by the CNRS and the University of Bordeaux, France. Online biomonitoring of water quality by a 24/7 record of various bivalve molluscs' behavior and physiology worldwide (biological rhythms, growth rate, spawning, daily behavior)
  • news.unair.ac.id - GO CLEVER, Inovasi Mahasiswa FST Mudahkan Deteksi Kualitas Air Sungai

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kualitas_air&oldid=21117991"