Berapa teknologi pengamanan data yang ada saat ini

Tingkatkan kesadaran terhadap keamanan informasi, Kementerian Sekretariat Negara malalui Biro informasi dan Teknologi  adakan sosialisasi Security Awareness secara daring bersama Sub Direktorat Cyber Security Telkom Indonesia, Elisabeth Damayanti dengan tema "Building Human Firewall", Senin (19/9).

Tujuan diadakannya kegiatan ini pastinya untuk terus meningkatkan kesadaran akan sistem keamanan informasi khususnya di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara. Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Kepala Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan (Hublemas) Gogor Oko Nurharyoko dalam sambutannya, bahwa kegiatan ini sangat penting untuk kita ikuti dan sadari bahwa sistem keamanan informasi itu harus benar-benar dijaga.

“Tujuan diadakannya kegiatan ini untuk memudahkan kita untuk mengolah data dan informasi secara sistematis. tidak hanya itu kita juga harus meningkatkan kewajiban kita untuk selalu mengedepankan sistem keamanan secara single player (keamanan tunggal).” ujar Gogor.

Tidak hanya itu, Gogor menambahkan bahwa untuk meningkatkan keamanan dengan cara melakukan pendekatan yang sifatnya ilmiah atau scientific approach yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan, yakni penonjolan pada dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan dan penjelasan tentang suatu kebenaran.

“Tanggung jawab atas sistem keamanan data dan informasi ini bukan oleh satu orang atau dua orang, tapi tanggung jawab kita bersama.” tambah Gogor.

Menurut Ahli Cyber Security Telkom Indonesia, Elisabeth Damayanti, di zaman yang serba digital ini sistem keamanan data dan informasi harus benar-benar dijaga sebaik mungkin. Apalagi untuk sebuah lembaga atau instansi pemerintah yang mengolah data dan informasi negara dan masyarakat.

“Di zaman ini, pengamanan cyber security harus benar-benar menjadi budaya, bukan semata-mata karena ada hal yang harus diamankan.” jelas Elisabeth.

Kembali mundur pada awal tahun 2020, implikasi transformasi digital pada sebelum pandemi memiliki presentase nilai yang sangat kecil dibanding setelah pandemi. salah satu contoh kasusnya adalah hacker attack atau peretas yang memiliki persentase paling tinggi sekitar 72% dibanding data security breach atau pelanggaran keamanan yang nilai nya 63%.

Namun, Elisabeth menambahkan bahwa dengan adanya pandemi ini Implikasi Transformasi Digital naik sampai 92% dalam kategori bisnis. Beda hal nya ketika sebelum pandemi, Implikasi Transformasi Digital memiliki perubahan nilai yang sangat lambat.

Di Awal masa pandemi sampai saat ini, Implikasi Transformasi Digital semakin berkembang, sehingga mau tidak mau kita dituntut untuk melakukan perubahan.
Disisi lain, Elisabeth menegaskan semakin berkembang nya transformasi digital, semakin harus diperkuat juga sistem keamanan data dan informasi yang ada. Jika tidak, sebuah informasi yang tidak dijaga keamanan nya akan mudah orang untuk mendapatkannya.

Tahapan perjalanan untuk mengelola kewaspadaan dan kesadaran akan sistem keamanan itu dilihat dari Dukungan Top Management, Kebijakan Keamanan, Awareness & Training Berkelanjutan, Up to Date, Menarik dan Memikat dan Evaluasi. Semua ini, ada dalam naungan Budaya Kerja yang dilakukan setiap harinya.

Selain itu, untuk mengukur kesiapan dan kematangan cyber security dilihat dari beberapa aspek. Contohnya dari Leadership and Governance ada tiga hal yang harus dipenuhi, diantaranya adalah Policies, Leadership/Board Responsibilities dan Cyber Understanding/Vision. Kemudian dari segi Human Factors diantaranya, Specialist Skills & Capabilities, Culture, Training & Awareness dan Talent Management.

Di Akhir sesi, Elisabeth mengajak untuk saling menjaga dan terus meningkatkan sistem keamanan data dan informasi khususnya di lingkungan pemerintah dengan baik dan benar, guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. (ABI/YLI-Humas Kemensetneg)


Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama DPR dan DPD RI sepakat akan urgensinya Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP) untuk menghindari potensi kebocoran data di masyarakat. Landasan hukum ini menjadi penting ketika hampir setiap aktivitas masyarakat, termasuk pemerintah, sudah tergantung pada platform digital.

Persoalan perlindungan data pribadi menjadi amat strategis hak privasi seseorang dilanggar seperti pencurian data pribadi, seperti nama lengkap, alamat, e-mail, nomor telepon, rekening bank, bahkan sampai riwayat kesehatan. Ketika jumlahnya masif hingga ribuan bahkan jutaan orang, maka dapat mengancam keamanan nasional.

Kehadiran RUU PDP diharapkan dapat memberi perlindungan sistem elektronik dari serangan keamanan siber, dan pelindungan data pribadi masyarakat dalam platform digital.

Menyikapi hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan, pemerintah terus melakukan upaya untuk melindungi data pribadi masyarakat, guna menghindari penyalahgunaan atau kebocoran data yang dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 

"Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2019, Kominfo berwewenang sebagai regulator, akselerator, dan fasilitator tata kelola data. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang mempunyai kewenangan-kewenangan teknis berkaitan dengan keamanan atau teknologi keamanan di semua penyelenggara sistem elektronik nasional," jelasnya dalam rapat kerja bersama Komite I Dewan Pewakilan Daerah RI, di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (21/9/2021).

Menteri Johnny menyatakan, platform digital yang dikelola lembaga pemerintah juga telah menerapkan pelindungan dan menjamin keamanan data pribadi masyarakat. Secara khusus, berkaitan dengan adanya dugaan kebocoran data pada aplikasi PeduliLindungi, Menkominfo menegaskan, tidak ada kebocoran data itu.

"Tidak terjadi kebocoran data di PeduliLindungi, dan data-data yang ada di dalam platform tersebut berada di Indonesia, bukan diletakkan di luar negeri. Karena data-datanya berada di cloud di dalam negeri, baik di cloud Kominfo maupun di cloud mitra Kementerian Kesehatan yang menangani PeduliLindungi," tegasnya.

Menkominfo juga menegaskan, pihaknya telah meminta Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk meningkatkan sumber daya teknologi dalam melindungi data masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah akan terus mengawasi keseriusan seluruh pengelola dan wali data untuk menjaga keamanan sistem elektronik dan data pribadi yang dikelolanya secara baik.

Kementerian Kominfo sendiri telah melakukan penanganan dugaan kebocoran terhadap 36 PSE sejak 2019 sampai 31 Agustus 2021. Dari jumlah tersebut, 31 kasus telah selesai dilakukan investigasi dengan perincian 4 PSE telah dikenakan sanksi teguran tertulis, 18 PSE diberikan rekomendasi teknis peningkatan tata kelola dan sistem elektronik, sedangkan 9 PSE lainnya sedang dalam proses pemberian keputusan akhir terkait sanksi.

Proses Legislasi

Pada kesempatan sebelumnya, Kementerian Kominfo dan DPR RI sepakat akan urgensi hadirnya undang-undang pelindungan data pribadi di Indonesia. "Pada rapat kerja lalu kami (pemerintah dan DPR) telah sepakat melanjutkan pembahasan RUU PDP dan menyelesaikannya menjadi UU PDP. Mengingat urgensi adanya payung hukum yang kuat untuk pelindungan data pribadi, terutama disaat pandemi Covid-19 di mana kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat bergantung pada aplikasi digital," tutur Menteri Kominfo Johnny G Plate, dalam acara Ngobrol tempo dengan tema Menuju Kepastian Data Pribadi Aman Bertransaksi di Era Digital, Rabu (8/9/2021).

Dengan semakin maraknya kasus kebocoran data pribadi di Indonesia, lanjut Menkominfo, semakin menegaskan bahwa Indonesia butuh sebuah payung hukum. Kementerian Kominfo bersama Komisi I DPR RI telah melakukan pembahasan-pembahasan dan telah menyelesaikan 145 dari total 371 daftar inventarisir masalah (DIM) RUU PDP.

Kehadiran RUU PDP menjadi UU PDP juga dapat menunjang pemerintah dalam melakukan pengawasan, penelusuran, dan penindakan terhadap dugaan kebocoran dan insiden terhadap data pribadi secara lebih memadai.

"Saya tegaskan penuntasan RUU PDP menjadi salah satu prioritas utama Kemenkominfo. Karena melalui UU PDP landasan hukum untuk menjaga kedaulatan dan keamanan data akan semakin kokoh," tegasnya.

Selain penguatan regulasi, Menteri Johnny juga mengajak seluruh masyarakat untuk terus meningkatkan literasi khususnya terkait pelindungan data pribadi. Termasuk mengikuti berbagai pelatihan literasi digital yang disediakan, di mana target Kemenkominfo per tahunnya mencapai 12,5 juta masyarakat melek literasi digital.

Senada dengan Menteri Kominfo, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menyampaikan bahwa DPR RI melihat dari maraknya kasus kebocoran data pribadi yang terjadi, maka pengesahan UU PDP menjadi urgensi prioritas. Sesuai target Program Legislasi Nasional diharapkan akhir 2021, RUU ini sudah disahkan menjadi undang-undang.

Pembahasan RUU PDP sudah melalui lebih dari tiga masa sidang, melihat dari jumlah total 371 DIM sudah dapat diselesaikan lebih dari 50 persen. Poin utama yang perlu disepakati oleh pemerintah dan DPR, menurutnya, hanya tinggal mengenai lembaga/badan yang akan diberikan amanah untuk mengawasi.

Dengan maraknya kasus-kasus kebocoran data pribadi, Ketua Komisi I DPR RI menyebut perlu ada lembaga atau badan yang betul-betul kuat untuk melakukan pengawasan. Terutama terkait praktik-praktik pencurian data pribadi masyarakat.

Meutya juga menuturkan, saat ini telah ada 126 negara yang memiliki peraturan setingkat undang-undang mengenai PDP. Dari 180 negara, Indonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna internet terbesar yang belum memiliki aturan tersebut.

Sumber : Indonesia.go.id