Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik

Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik

Rekayasa genetika adalah proses mengidentifikasi dan mengisolasi DNA dari suatu sel hidup atau mati dan memasukkannya dalam sel hidup lainnya. Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk menghasilkan makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi DNA. Dalam rekayasa genetika digunakan DNA untuk menggabungkan sifat makhluk hidup. Hal itu karena DNA dari setiap makhluk hidup mempunyai struktur yang sama, sehingga dapat direkombinasikan. Selanjutnya DNA tersebut akan mengatur sifat-sifat makhluk hidup secara turun-temurun.

Rekayasa genetika menjadi kenyataan sejak tahun 1973 ketika dikembangkan teknik untuk mengisolasi dan menggabungkan potongan-potongan DNA yang tidak sama sehingga menghasilkan molekul DNA rekombinan yang aktif. Molekul yang telah direkayasa ini dapat dimasukkan kedalam sel  bakteri.

Rekayasa Genetika pada mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja mikroba tersebut (misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen udara, meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan pembuatan makanan ternak, mikroba prebiotik untuk makanan olahan), dan untuk menghasilkan bahan obat-obatan, tanaman transgenic tahan hama dan kosmetika, serta Pembuatan insulin manusia dari bakteri ( Sel pancreas yang mempu mensekresi Insulin digunting , potongan DNA itu disisipkan ke dalam Plasmid bakteri ) DNA rekombinan yang terbentuk menyatu dengan Plasmid diinjeksikan lagi ke vektor, jika hidup segera di kembangbiaakan.

Prosedur rekayasa genetika dengan menggunakan mikroorganisme adalah sebagai berikut.

  1. Pemurnian DNA/Isolasi gen dengan menghancurkan atau melisiskan semua sel yang mengandung gen yang ditargetkan, kemudian dipisahkan dengan sentrifuge pada kecepatan tinggi dan ditambahkan bahan kimia sehingga didapatkan DNA murni. Ada tiga macam sumber DNA yang dapat diisolasi, yaitu sebagai berikut.
  2. DNA dapat berasal dari total genom organisme yang diinginkan
  3. DNA yang dibuat dari mRNA yang diisolasi dari jaringan tertentu. DNA ini dapat dibuat dari mRNA dengan menggunakan enzim reserve transcriptase.
  4. DNA dibuat secara invitro dari nukleotida dan enzim polimerase DNA.
    1. Pemecahan DNA : molekul DNA yang besar dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasonic, maka akan dijumpai fragmen random. Dengan menggunakan enzim khusus bagi fragmen DNA seperti endonuklease restriksi akan diperoleh DNA intermolekuler dan intramolekuler atau hanya akan didapatkan urutan fragmen DNA dengan urutan tertentu. Supaya lebih stabil dikaitkan dengan enzim yang disebut T-4 DNA ligase. Contoh endonuklease restriksi adalah Hind II, Bam H1 dan Eco RI.
    2. Pemindahan gen/transfer DNA pada sel vector yang sesuai:transfer DNA ke bakteri yang hidup (cloning vector : plasmid, bakteriofage atau kosmid) dapat dengan cara, DNA asing dipaksakan berintegrasi dengan kromosom menjadi genom. Atau dengan cara gen asing dapat dikembangkan menjadi suatu bagian yang outonom molekul DNA yang sedang berkembang. Molekul DNA disebut sebagai vector. Penyambungan ini menggunakan enzim ligase.
    3. Memasukkan DNA rekombinan/kimera DNA ke dalam sel inang. Sel inang yang dipakai harus seaman mungkin dan tidak bersifat patologis. Cara memasukkan DNA rekombinan kedalam sel inang dapat dilakukan dengan cara transformasi, transfeksi, DNA packaging dan micro injection.
    4. Identifikasi/penapisan dan seleksi DNA yang baru diperoleh dari cirri klon rekombinan. Untuk menyeleksi DNA baru hasil rekombinan agar sesuai dengan yang diinginkan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara genetic, hibridasi asam nukleat dan immunokimia.

Bacillus thuringiensis

Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik
Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora. Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga. Sejak diketahuinya potensi dari protein Kristal / cry Bt sebagai agen pengendali serangga, berbagai isolat Bt dengan berbagai jenis protein kristal yang dikandungnya telah teridentifikasi. Sampai saat ini telah diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik sehingga tidak mematikan serangga bukan sasaran dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan.

Kristal protein yang bersifat insektisidal ini sering disebut dengan δ-endotoksin. Kristal ini sebenarnya hanya merupakan pro-toksin yang jika larut dalam usus serangga akan berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek (27149 kd) serta mempunyai sifat insektisidal. Pada umumnya kristal Bt di alam bersifat protoksin, karena ada-nya aktivitas proteolisis dalam system pencernaan serangga dapat mengubah Bt-protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di midgut serangga. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa toksin Bt ini menyebabkan terbentuknya pori-pori (lubang yang sangat kecil) di sel membrane di saluran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik dari sel-sel tersebut. Karena keseimbangan osmotik terganggu, sel menjadi bengkak dan pecah dan menyebabkan matinya serangga.Seperti dalam al-qur’an Allah telah menjelaskan dalam surat An Nahl ayat 13

وَمَاذَرَأَلَكُمْفِىٱلْأَرْضِمُخْتَلِفًاأَلْوَٰنُهُۥٓۗإِنَّفِىذَٰلِكَلَءَايَةًۭلِّقَوْمٍۢيَذَّكَّرُونَ

Artinya : Dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda(kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran.

Allah telah menciptakan berbagai macam makhluk hidup di bumi ini mulai dari yang bisa dilihat dengan mata sampai yang kasat mata. Itu merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah. Misalnya saja bakteri Bacillus thuringiensis  yang merupakan makhluk hidup mikroskopis yang diciptakan oleh Allah yang tidak hanya memberikan dampak negative yaitu menghasilkan racun bagi serangga tetapi juga memberikan dampak positif yaitu kita dapat mempelajarinya dalam rekayasa genetika.

Tanaman Transgenik

Tanaman transgenik adalah tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Penggabungan gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya pembuatan tanaman yang tahan suhu tinggi, suhu rendah, kekeringan, resisten terhadap organisme pengganggu tanaman, serta kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi dari tanaman alami. Sebagian besar rekayasa atau modifikasi sifat tanaman dilakukan untuk mengatasi kebutuhan pangan penduduk dunia yang semakin meningkat dan juga permasalahan kekurangan gizi manusia sehingga pembuatan tanaman transgenik juga menjadi bagian dari pemuliaan tanaman

Beberapa contoh tanaman transgenik yang dikembangkan di dunia tertera pada tabel dibawah ini

Jenis Tanaman

Sifat yang telah dimodifikasi

Modifikasi

Foto

Padi Mengandung provitamin A (beta karoten) dalam jumlah dalam jumlah tinggi Gen dari tumbuhan narsis, jagung, dan bakteri Erwinia disisipkan pada kromosom padi  
Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik
Jagung, kapas, kentang Tahan (resisten) terhadap hama. Gen toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis ditransfer ke dalam tanaman.  
Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik
Tembakau Tahan terhadap cuaca dingin. Gen untuk mengatur pertahanan pada cuaca dingin dari tanaman Arabidopsis thaliana atau dari sianobakteri (Anacyctis nidulans) dimasukkan ke tembakau.  
Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik
Tomat Proses pelunakan tomat diperlambat sehingga tomat dapat disimpan lebih lama dan tidak cepat busuk Gen khusus yang disebut antisenescens ditransfer ke dalam tomat untuk menghambat enzim poligalakturonase (enzim yang mempercepat kerusakan dinding sel tomat). Selain menggunakan gen dari bakteri E. coli, tomat transgenik juga dibuat dengan memodifikasi gen yang telah dimiliknya secara alami.  
Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik
Kedelai Mengandung asam oleat tinggi dan tahan terhadap herbisida glifosat. Dengan demikian, ketika disemprot dengan herbisida tersebut, hanya gulma di sekitar kedelai yang akan mati. Gen resisten herbisida dari bakteri   Agrobacterium galur CP4 dimasukkan ke kedelai dan juga digunakan teknologi molekular untuk meningkatkan pembentukan asam oleat.  
Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik
Ubi jalar Tahan terhadap penyakit tanaman yang disebabkan virus Gen dari selubung virus tertentu ditransfer ke dalam ubi jalar dan dibantu dengan teknologi peredaman gen.  
Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik
Pepaya Resisten terhadap virus tertentu, contohnya Papaya ringspot virus (PRSV). Gen yang menyandikan selubung virus PRSV ditransfer ke dalam tanaman pepaya  
Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik
Melon Buah tidak cepat busuk. Gen baru dari bakteriofag T3 diambil untuk mengurangi pembentukan hormon etilen (hormon yang berperan dalam pematangan buah) di melon.  
Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik

Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama dengan Menggunakan Gen dari Bacillus thuringiensis

Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik
Perakitan tanaman transgenic tahan hama merupakan salah satu bidang yang mendapat perhatian besar dalam perbaikan tanaman. Perakitan tanaman transgenik tahan hama umumnya mempergunakan gen dari Bacillus thuringiensis (Bt).

Dalam program perakitan tanaman transgenik diperlukan kerja sama antar peneliti dari berbagai disiplin ilmu, seperti disiplin ilmu serangga (entomologi), kultur jaringan, biologi molekuler, dan pemuliaan tanaman. Keterkaitan disiplin ilmu ini dalam perakitan tanaman transgenic tahan hama sangat erat. Peran masing-masing disiplin ilmu dalam perakitan tanaman transgenik tahan hama diuraikan berikut ini.

1. Entomologi

a.   Penentuan jenis hama target dan gen tahan yang akan digunakan

Sebelum tanaman transgenik dirakit, perlu dilakukan penentuan prioritas jenis atau spesies hama yang akan dikendalikan dengan tanaman transgenik yang akan dirakit. Untuk keperluan ini umumnya akan dicari hama yang tidak mempunyai sumber gen tahan dari spesies tanaman inangnya, misalnya hama penggerek batang padi, penggerek batang jagung, hama kepik, dan hama pengisap polong. Setelah itu ditentukan kandidat gen tahan yang akan dipakai, misalnya Bt-toksin, proteinase inhibitor (PI) atau gen tahan lainnya (Bahagiawati 2000). Jika pilihan jatuh pada Bt-toksin, kemudian ditentukan gen Bt atau gen cry yang akan digunakan. Sampai saat ini paling sedikit telah dikenal enam golongan gen cry dan masing-masing gen mempunyai hama target tertentu. Untuk PI harus ditentukan kelas PI yang akan digunakan. PI yang digunakan untuk pengendalian hama terdiri atas tiga kelas, yaitu serine PI, cysteine PI, dan aspartyl PI. Baik Bt-toksin maupun PI dapat menghambat pertumbuhan serangga dengan mengganggu proses pencernaannya. Untuk mengetahui insektisida protein yang mempunyai potensi untuk menghambat pertumbuhan hama target dapat dilakukan percobaan in vitro atau in vivo. Beberapa penelitian in vitro (dalam tabung uji) telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh produk dari suatu gen tahan terhadap enzim-enzim yang terdapat dalam sistem pencernaan suatu jenis serangga. Penelitian dilakukan dengan mengekstraksi saluran pencernaan serangga untuk mengisolasi enzim enzimnya. Dari penelitian ini dapat diketahui jenis enzim pencernaan yang dominan pada spesies hama tersebut dan insektisida protein yang dapat dipakai untuk menghambat aktivitas pencernaan hama. Penelitian in vivo dapat dilakukan dengan membuat makanan buatan atau menyemprot tanaman atau bagian tanaman dengan gen produk (protein) dari kandidat gen, dilanjutkan dengan infestasi serangga target dan pengamatan pertumbuhan serangga. Dari penelitian ini dapat diketahui potensi insektisida protein dalam menghambat pertumbuhan serangga, serta dosis yang dibutuhkan untuk dapat membunuh serangga hama dimaksud.

b.   Konfirmasi ketahanan tanaman transgenik tahan hama target

Setelah ditentukan kandidat gen yang akan digunakan dalam proses transformasi, pekerjaan selanjutnya dapat diserahkan ke disiplin ilmu lain seperti kultur jaringan dan biologi molekuler. Peran ahli serangga (entomolog) diperlukan kembali apabila tim transformasi telah mendapatkan tanaman putative transformant. Ahli serangga diperlukan untuk menentukan kemampuan gen yang terekspresi pada tanaman transgenic dalam menahan perkembangan hama target. Pada kasus-kasus tertentu, meskipun transgen (gen yang diintroduksi ke tanaman) telah terekspresi pada level yang tinggi pada tanaman transgenik, namun keberadaannya belum mampu menghambat pertumbuhan hama target. Setelah dilakukan pengujian di laboratorium dan rumah kaca, penelitian dilanjutkan di lapangan (uji terbatas pada daerah terisolasi) untuk mengetahui penampilan tanaman transgenik di lapangan. Pengaruh tanaman transgenic terhadap hama target dan nontarget terutama musuh alaminya juga harus diketahui untuk memenuhi persyaratan sebelum tanaman transgenik dilepas, dan juga sebagai bahan dalam perakitan paket pengendalian hama terpadu (PHT) tanaman transgenik yang akan dilepas tersebut.

c.    Perakitan teknologi PHT tanaman transgenic

Peran entomolog selanjutnya diperlukan dalam menentukan paket sistem bercocok tanam tanaman transgenik tahan hama. Entomolog diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara memantau hama yang dapat dilakukan oleh petani. Pemantauan ini penting untuk menentukan perlu atau tidaknya petani menyemprot pestisida untuk mengendalikan hama pada pertanaman tersebut. Monitoring juga perlu dilakukan pada musuh alami hama yang terdapat pada ekosistem pertanaman tanaman transgenik itu. Sebagai contoh, sistem paket penanaman kentang transgenik yang mengandung gen cry 3A telah diajukan oleh Fieldman dan Stone (1997).

2.   Kultur Jaringan

Kultur jaringan merupakan disiplin ilmu yang sangat menentukan keberhasilan proses transformasi. Kultur jaringan merupakan gabungan antara ilmu dan seni dalam menumbuhkan sel tanaman, jaringan atau organ tanaman dari pohon induk pada media buatan. Kultur jaringan tanaman terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu kultur unorganized tissue dan kultur organized tissue. Kultur unorganized tissue terdiri atas beberapa sistem kultur, seperti kultur kalus, kultur suspensi, kultur protoplas, dan kultur anther, sedangkan kultur organized tissue terdiri atas kultur meristem, shoottip, node culture, kultur embrio dan root culture. Dalam perakitan tanaman transgenik, ahli kultur jaringan diperlukan dalam penyediaan sel atau jaringan target, transformasi dan seleksi, serta regenerasi sel atau jaringan transgenik.

a.   Penyediaan sel atau jaringan target

Jika jenis tanaman yang akan ditransformasi telah ditetapkan, langkah berikutnya adalah menentukan bagian tanaman yang akan digunakan sebagai eksplan serta media untuk induksi kalus regenerasi atau organogenesis. Jenis media akan menentukan keberhasilan kultur jaringan dan transformasi. Media ini biasanya terdiri atas vitamin, hormon, asam amino, dan sumber energi dalam bentuk sukrosa, dan untuk media padat diperlukan agar atau gelating agent lainnya. Media yang digunakan dalam pembentukan kalus atau undifferentiated tissues berbeda dengan media untuk pembentukan organ. Hal ini bergantung pada komposisi hormon tumbuh auksin dan sitokinin. Untuk tanaman padi, jaringan yang sangat responsif dan merupakan sumber sel yang sangat baik untuk mendapatkan tanaman transgenik padi adalah sel kalus dari embrio. Penggunaan selsel kalus yang sedang tumbuh aktif memperbanyak diri (actively growing embryogenic calli) dapat menjamin efisiensi transformasi yang tinggi.

b.   Transformasi dan seleksi

Beberapa teknik transformasi yang dikenal adalah elektroforesis, gene-gun, dan dengan mempergunakan bakteri Agrobakterium.

Sel atau jaringan yang telah tertransformasi dipisahkan dari jaringan yang tidak tertransformasi untuk menghindarkan terjadinya jaringan yang dichotume. Di samping itu, sel yang tidak tertransformasi akan tumbuh lebih baik dari sel-sel yang tertransformasi sehingga harus dibuang. Seleksi dilakukan dengan beberapa kali subkultur sehingga diyakini bahwa jaringan atau sel yang hidup atau lolos dari seleksi (diseleksi dengan media yang berisi herbisida atau antibiotik) bukan escape. Jenis agen atau bahan yang digunakan untuk seleksi tergantung pada gen seleksi yang digunakan. Gen seleksi ini dapat berupa antibiotic seperti neomycin phosphotransferase (NPT II) yang menyebabkan resistensi terhadap antibiotik kanamisin, atau gen bar yang menyebabkan resistensi terhadap herbisida seperti basta (PPT) dan bialafos. Di samping selectable marker, transformasi juga dilakukan dengan menyertakan gen reporter (reporter genes). Ada beberapa reporter genes yang dipakai untuk transformasi, antara lain GUS ((β-glucoridase), LUC (luciferase), dan antosianin.

c.    Regenerasi sel atau jaringan transgenic

Jika transformasi dilakukan dengan embriogenesis maka ahli kultur jaringan dituntut untuk dapat meregenerasikan sel atau jaringan yang sudah tertransformasi itu menjadi plantlet. Pada komoditas tertentu, regenerasi sel atau jaringan transgenik menjadi plantlet sulit dilakukan sehingga diperlukan kejelian mata untuk melihat jaringan yang embriogenik. Jaringan embriogenik yang telah tertransformasi ditumbuhkan pada media regenerasi untuk mendapatkan plantlet yang normal bentuknya.

3.   Biologi Molekuler Tanaman

Disiplin ilmu biologi molekuler sangat diperlukan dalam perakitan tanaman transgenik, terutama dalam bidang penelitian berikut ini.

  1. Konstruksi dan rekonstruksi plasmid atau vektor. Konstruksi plasmid atau vektor harus cocok untuk proses transformasi. Konstruksi diperlukan untuk mendapatkan ekspresi transgen yang tinggi atau optimum. Beberapa komponen dalam plasmid atau vector yang dapat ditukar sesuai dengan kebutuhan adalah promoter, gen reporter, gen seleksi, dan gen yang akan diintroduksi itu sendiri. Melalui perakitan ini diharapkan gen yang diintroduksi dapat terekspresi secara maksimum pada jaringan tanaman.
  2. Konfirmasi keberadaan transgen serta kestabilannya. Konfirmasi keberadaan dan integrasi transgen dapat dilakukan dengan polymerase chain reaction (PCR) dan Southern-blot. PCR hanya dapat menginformasikan ada atau tidaknya sekuen transgen sesuai dengan primer yang dipakai. PCR merupakan cara yang popular digunakan karena dapat menganalisis secara cepat sampel yang banyak jumlahnya. Meskipun demikian, PCR mempunyai beberapa kelemahan. Sampel yang positif PCR hanya menunjukkan adanya sekuen yang homolog dengan primer dan berada pada jarak yang memungkinkan dihasilkannya produk PCR. Namun, hasil PCR tidak dapat member informasi tentang asal DNA yang teramplifikasi, apakah dari kontaminan atau dari sampel yang diinginkan. Hasil PCR juga tidak dapat menunjukkan apakah template tersebut sudah terintegrasi ke dalam genom tanaman atau belum. Penelitian menunjukkan bahwa hanya 85% dari total tanaman transgenic yang positif PCR juga positif mengandung DNA dan protein yang dimaksudkan. Untuk mengetahui apakah seluruh basa yang ada dalam transgen terintegrasi dalam genom tanaman perlu dilakukan Southern-blot. Southern blot juga dapat menginformasikan jumlah copy gen yang terintegrasi dan pengaturan kembali pada transgen setelah terintegrasi dalam genom tanaman.
  3. Konfirmasi ekspresi dari gen yang diintroduksi serta kestabilannya. Setelah diketahui ada gen yang diintroduksi pada tanaman, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui apakah gen tersebut dapat terekspresi pada tanaman target. Analisis dapat dilakukan dengan dot-blot (ELISA) maupun Western-blot. Keberadaan suatu transgen pada tanaman belum menunjukkan bahwa gen tersebut dapat terekspresi. Untuk mengekspresikan dirinya, gen memerlukan seperangkat sistem untuk memulai proses ekspresi tersebut. Gen atau DNA di dalam nukleus harus dapat ditranskrip menjadi mRNA. Selanjutnya mRNA ini harus dapat keluar dari nukleus ke sitoplasma yang kemudian mengadakan proses translasi untuk menghasilkan protein sesuai dengan template DNA-nya. Dalam proses ekspresi ini banyak hal yang dapat terjadi sehingga gen tidak dapat menghasilkan protein yang dimaksud. Hal ini dikenal dengan istilah gene silencing, suatu kasus di mana ditemukan keberadaan sekuen DNA transgen dalam tanaman transgenic tetapi gen tersebut tidak dapat membentuk protein yang diinginkan. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah terjadinya metilasi DNA dan co-suppressing dari sekuen yang homolog Setelah gen yang diintroduksi dapat terintegrasi dan terekspresi, selanjutnya proses ini memerlukan disiplin ilmu serangga dan pemuliaan tanaman untuk memastikan gen yang terekpresi pada tanaman transgenik dapat berfungsi sebagai insektisida dalam pengendalian hama tertentu serta untuk mengetahui kestabilan transgen.

  4. Pemuliaan Tanaman

Sebelum transformasi tanaman dimulai, perlu ditentukan varietas (genotipe)tanaman yang akan digunakan sebagai target sel atau jaringan untuk ditransformasi. Hal ini disebabkan tidak semua varietas responsif terhadap kultur jaringan. Setelah transgen dipastikan terkandung dalam tanaman transgenik, selanjutnya ditentukan apakah transgen tersebut diturunkan pada keturunannya mengikuti rasio Mendelian. Dalam upaya perbaikan tanaman transgenic perlu dilakukan penyilangan antara tanaman transgenik dan galur elit untuk mendapatkan tanaman transgenik tahanhama yang mempunyai sifat agronomi yang diinginkan pula. Untuk maksud tersebut dapat digunakan teknik molekuler guna menyeleksi keturunan dari tanaman transgenik, seperti seleksi restriction fragment length polymorphism (RFLP), dan random amplified polymorphic DNA-PCR (RAPD-PCR). Melalui pemuliaan diharapkan dapat diperoleh tanaman transgenik yang mampu bersaing dengan tanaman nontransgenik, antara lain dalam potensi hasil tinggi yang dapat dicapai oleh petani.

Cara Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama

 

Bakteri yang berperan dalam bidang pertanian sebagai vektor tanaman transgenik

  1.  Menentukan prioritas jenis atau spesies hama yang akan dikendalikan dengan tanaman transgenik yang akan dirakit. Untuk keperluan ini umumnya akan dicari hama yang tidak mempunyai sumber gen tahan dari spesies tanaman inangnya, misalnya hama penggerek batang padi, penggerek batang jagung, hama kepik, dan hama pengisap polong. Setelah itu ditentukan kandidat gen tahan yang akan dipakai, misalnya Bt-toksin, proteinase inhibitor (PI)
  2. Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan istilah kloning gen. Pada tahapan kloning gen, DNA yang mengkode protein cry akan dimasukkan ke dalam vektor kloning (agen pembawa DNA), contohnya plasmid Bacillus thuringiensi. Kemudian, vektor kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA tersebut dapat diperbanyak seiring dengan perkembangbiakan bakteri.
  3. Apabila gen yang diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun. Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode senjata gen, metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens, dan elektroporasi (metode transfer DNA dengan bantuan listrik). Berikut adalah penjelasan tentang beberapa metode transfer gen.
  •  Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil. Metode ini sering digunakan pada spesies jagung dan padi. Untuk melakukannya, digunakan senjata yang dapat menembakkan mikro-proyektil berkecepatan tinggi ke dalam sel tanaman. Mikro-proyektil tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel tanaman. Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan berlangsung.
  • Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium tumefaciens. Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami karena memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen asing.Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk menyebabkan penyakit tanaman tertentu. Gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti. Selanjutnya, A. tumefaciens secara langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom (DNA) tanaman. Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.
  • Metode elektroporasi.Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan menerima gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel hingga menjadi protoplas (sel yang kehilangan dinding sel). Selanjutnya sel diberi kejutan listrik dengan voltase tinggi untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA asing dapat masuk ke dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA kromosom tanaman. Kemudian, dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman. 

4. Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunasApabila telah terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke tanah dan sifat baru tanaman dapat diamati.

Dampak Positif dari Tanaman Transgenik

  1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang lebih sedikit.
  2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
  3. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.

Dampak Negative dari Tanaman Transgenik

A. Aspek social

1. Aspek ekonomi

Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman persaingan serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional. Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajad kemanisan jauh lebih tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa

B. Aspek kesehatan

1. Potensi toksisitas bahan pangan

Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan kesehatan.

2. Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan

WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru, baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae.

C. Aspek lingkungan

1. Potensi erosi plasma nutfah

Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut.

2. Potensi pergeseran gen

Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah.

3. Potensi pergeseran ekologi

Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Amirhusin, Bahagiawati.2004. Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama. Bogor:Jurnal Litbang Pertanian

Amirhusin, Bahagiawati.2004. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Bogor : Buletin AgroBio

Waluyo, Lud.2005.Mikrobiologi umum. Malang:UMM press

Anonymous.2011. Dampak Positif dan Negatif Tanaman Transgenik.http://id.shvoong.com/exact-sciences/bioengineering-and-biotechnology/2143781-dampak-positif-dan-negatif-tanaman/#ixzz1dD7q3pKU. Diakses tanggal 8 Nopember 2011

Anonymous.2008.Bacillus thuringiensis. http://anekaplanta.wordpress.com/2008/03/02/bioinsektisida-alternatif-bacillus-thuringiensis-bt/. Diakses tanggal 8 Nopember 2011

Anonymous.2011.Tanaman transgenic. http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_transgenik. Diakses tanggal 7 Nopember 2011