Bidang bidang berikut ini yang merupakan kewe nangan pemerintah daerah adalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 6 TAHUN 1959

TENTANG

PENYERAHAN TUGAS-TUGAS PEMERINTAH PUSAT DALAM BIDANG PEMERINTAHAN UMUM, PERBANTUAN PEGAWAI NEGERI DAN PENYERAHAN KEUANGANNYA, KEPADA PEMERINTAH DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang    :     Bahwa berhubung dengan perkembangan ketatanegaraan dan sejalan dengan pelaksanaan "Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah" 1956, maka perlu diatur penyerahan tugas-tugas Pemerintah Pusat dalam bidang pemerintahan umum, perbantuan pegawai negeri dan penyerahan keuangannya, mepada Pemerintah Daerah:

Mengingat      :     a.   pasal-pasal 1 ayat (1), 89, 131 dan 132 jo 142 Undang-undang Dasar Sementara republik Indonesia;

                              b.   pasal-pasal 31, 32 dan 55 Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1956 (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 6);

                              c.   Undang- No. 10 tahun 1956 (Lembaran-Negara tahun 1956 No. 22);

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan    :     UNDANG-UNDANG TENTANG PENYERAHAN TUGAS-TUGAS PEMERINTAH PUSAT DALAM BIDANG PEMERINTAHAN UMUM, PERBANTUAN PEGAWAI NEGERI DAN PENYERAHAN KEUANGANNYA, KEPADA PEMERINTAH DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan:

a.   "Daerah" ialah: "Daerah Swatantra" dalam arti pasal 1 ayat (1) Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1956, yang selanjutnya disebut: Undang-undang No. 1 tahun 1957;

b.   "Daerah tingkat ke-I" ialah: Daerah dalam arti pasal 2 ayat (1) sub a Undang-undang No. 1 tahun 1957;

c.   "Daerah tingkat ke-II" ialah: Daerah dalam arti pasal 2 ayat (1) sub b Undang-undang No. I tahun 1957;

d.   "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah" ialah: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam arti pasal I ayat (4). 5 dan Bab IV Bagian I Undang-undang No. I tahun 1957;

e.   "Dewan Pemerintah Daerah" ialah: Dewan Pemerintah Daerah dimaksud dalam pasal I ayat (4), 5 jo. pasal 6 ayat (1) dan Bab IV Bagian II Undang-undang No. I tahun 1957.

BAB II

TENTANG TUGAS-TUGAS YANG DISERAHKAN KEPADA

PEMERINTAH DAERAH.

Pasal 2.

Kecuali tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan mengurus ketertiban dan keamanan umum, koordinasi antara jawatan-jawatan Pemerintah Pusat di daerah dan antara Jawatan-jawatan tersebut dengan Pemerintah Daerah serta mengenai pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah, yang dengan Peraturan Pemerintah dapat diserahkan kepada. penguasa lain, ditetapkan penyerahan, sepanjang hal yang demikian itu belum terjadi, sebagai berikut

a.   kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat ke-I, diserahkan tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan yang bersifat mengatur, yang menurut atau berdasarkan Undang-undang, algemene verordeningen. Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundangan setingkat ada pada Gouverneur/Gubernur, Resident/Residen dan Hoofd van Gewestlijk Bestuur, yang dijalankan oleh Gouverneur/Gubernur/Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta/Walikota Jakarta Raya dan Residen/ Residen;

b.   kepada Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke-1, diserahkan tugas-tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan kecuali yang bersifat mengatur seperti dimaksud sub a yang menurut atau berdasarkan Undang-undang, algemene verordeningen. Peraturan pemerintah dan/atau peraturan perundangan setingkat ada pada Governeur/Gubernur, Resident/Residen dan Hoofd van Gewestelijk Bestuur yang dijalankan oleh Gouverneur/ Gubemur/Kepala Daerah  Istimewa Yogyakarta/Walikota Jakarta Raya dan Resident/Residen;

c.   kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat ke-III, diserahkan tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan yang bersifat mengatur, yang menurut atau berdasarkan Undang- undang, algemene verordeningen, Peraturan Pemerintah dan/ atau peraturan perundangan setingkat ada pada Regent/Bupati dijalankan oleh Regent/Bupati;

d.   kepada Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke-II, diserahkan tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan, kecuali yang bersifat mengatur seperti yang dimaksud sub c yang menurut atau berdasarkan Undang-undang, algemene verordeningen, Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundangan setingkat, ada pada Regent/Bupati, Walikota, Assistent Resident, Hoofd van Plaatselijk Bestuur, Patih, Afdelingshoofd dan Onderafdelingshoofd Distrikhoofel/Wedana dan Orderdistrik- hoofd/Asisten Wedana dengan nama apapun juga.

Pasal 3.

(1) Tugas yang diserahkan tersebut dalam pasal 2 berdasarkan dan dalam keadaan seperti dimaksud dalam Undang-undang No. 10 tahun 1 95 6, dijalankan oleh:

      a.   Kepala Daerah, dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah belum dibentuk;

      b.   Dewan Pemerintah Daerah, dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak dapat menjalankan tugas kewajibannya;

      c.   Kepala Daerah, apabila dalam hal tersebut sub b, juga Dewan Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan kewajibannya.

(2) Dalam pelaksanaan Undang-undang ini Undang-undang No. 10 tahun 1956 dimaksud ayat (1) dinyatakan berlaku bagi Daerah dimaksud pasal I yang pembentukannya tidak berdasarkan Undang-undang No. 22 tahun 1948.

BAB III

TENTANG PENYERAHAN PEGAWAI.

Pasal 4.

Pegawai Negeri dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri, yang pada waktu berlakunya Undang-undang ini, bekerja pada Kantor-kantor Pamongpraja di daerah, kecuali mereka yang digaji menurut Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipul 1955 (P.G.P.N. termuat dalam Lembaran-Negara tahun 1955 No. 48) golongan dan tingkatan F V ke atas serta pegawai-pegawai lainnya yang menurut keputusan Menteri Dalam Negeri ditetapkan perlu untuk mengisi formasi kepada kantor-kantor penguasa-penguasa yang menjalankan tugas kewajiban, kewenangan dan kekuasaan yang tidak diserahkan dimaksud pasal 2, dan kecuali mereka yang bekerja pada Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini, diperbantukan kepada Pemerintah-pemerintah Daerah, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a.   kepada Pemerintah Daerah tingkat ke-1 diperbantukan pegawai- pegawai Negeri yang bekerja pada Kantor Gubernur dan Kantor-kantor Residen yang ada dalam wilayah hukum sesuatu daerah tingkat ke-1;

b.   kepada Pemerintah Daerah Kotapraja Jakarta Raya diperbantukan pegawai-pegawai Negeri yang bekerja pada Kantor Kotapraja Jakarta Raya dan pada Kantor-kantor Pamongpraja dalam wilayah hukum daerah tingkat ke-I Kotapraja Jakarta Raya;

c.   kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, diperbantukan pegawai-pegawai Negeri yang bekerja pada Kantor-kantor Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan pada Kantor-kantor pamong Parja Daerah Istimewa Yogyakarta dalam wilayah hukum Daerah istimewa Yogyakarta;

d.   kepada Pemerintah Daerah tingkat ke-II Kotapraja diperbantukan pegawai-pegawai Negeri yang bekerja pada Kantor-kantor Kotapraja serta pada Kantor-kantor Pemongpraja dalam wilayah hukum Kotrapraja masing-masing;

e.   kepada Pemerintah Daerah tingkat ke-II lainnya, diperbantukan pegawai-pegawai Negeri yang bekerja pada Kantor-kantor Kabupaten dan pada Kantor-kantor Wedana serta Kantor-kantor Asisten Wedana atau Kantor-kantor Pamongpraja yang setingkat, yang ada dalam wilayah hukum daerah tingkat ke-II yang dimaksud masing-masing.

Pasal 5.

Daerah wajib menerima semua pegawai-pegawai yang diperbantukan.

Pasal 6.

Dalam mengisi formasi dinas-dinas dan bagian-bagian Kantor Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah mendahulukan penempatan pegawai-pegawai yang diperbantukan itu sebelum mengadakan pengangkatan pegawai baru daerah.

Pasal 7

(1) Selama diperbantukan, pegawai-pegawai yang dimaksud pasal 4, dijamin kedudukan hukumnya sebagai pegawai Negeri.

(2) Dalam menjamin kedudukan hukum yang dimaksud ayat (1),Pemerintah Daerah mengindahkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 8

Atas permintaan Pemerintah Daerah Menteri Dalam Negeri dapat memperbantukan pegawai-pegawai yang dikecualikan dalam pasal 4 kepada daerah yang memajukan permintaan.

Pasal 9

(1) Dalam hal seorang pegawai Negeri yang diperbantukan menginginkannya dan Pemerintah Daerah yang bersangkutan dapat menerimanya, ia dapat beralih menjadi pegawai daerah.

(2) Sejak beralih menjadi pegawai daerah, terhadapnya berlaku peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan daerah yang bersangkutan.

BAB IV

TUGAS PEMBANTUAN PEMERINTAH DAERAH.

Pasal 10.

Apabila penguasa-penguasa yang menjalankan tugas yang tidak diserahkan tersebut pasal 2, disesuatu tingkat pemerintahan tidak mempunyai cabang jawatan dan pegawai untuk menjalankan tugas yang dimaksud, Pemerintah Daerah yang bersangkutan wajib membantu seperlunya.

BAB V

TENTANG PEMBIAYAAN PERBANTUAN.

Pasal 11.

Anggaran belanja pegawai dan anggaran belanja barang untuk pembiayaan pegawai-pegawai Negeri yang diperbantukan, diserahkan kepada daerah yang bersangkutan sebagai sumbangan, khusus untuk pembiayaan tersebut.

BAB VI

ATURAN PELAKSANAAN DAN PERALIHAN

Pasal 12.

(1) Pelaksanaan pasal 2 dan pasal-pasal dalam Bab III diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Kesulitan yang timbul dalam pelaksanaan Undang-undang ini baik mengenai tafsiran, maupun dalam hal Undang-undang ini tidak memberi kepastian, diputus oleh Menteri Dalam Negeri.

(3) Jika kesulitan dimaksud dalam ayat (2) mengenai hal yang termasuk lapang tugas kewajiban Kementerian lain, maka hal itu diputus oleh Menteri yang bersangkutan bersama Menteri Dalam Negeri.

PENUTUP.

Pasal 13.

Segala ketentuan yang bertentangan dengan Undang-undang ini sejak saat berlakunya Undang-undang ini, tidak berlaku lagi.

Pasal 14

.

Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Penyerahan Pemerintahan Umum".

Pasal 15

.

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah secara daerah demi daerah atau secara lain.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 24 Maret 1959.

Presiden Republik Indonesia,

ttd

SOEKARNO.

Perdana Menteri,

ttd

DJUANDA.

Diundangkan

pada tanggal 25 Maret 1959,

Menteri Kehakiman,

ttd

G. A. MAENGKOM.

Menteri Dalam Negeri,

ttd

SANOESI HARDJADINATA.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1959 NOMOR 15


PENJELASAN

UNDANG-UNDANG No. 6 TAHUN 1959

Tentang

PENYERAHAN TUGAS-TUGAS PEMERINTAH PUSAT

DALAM BIDANG PEMERINTAHAN UMUM, PERBANTUAN

PEGAWAI NEGERI DAN PENYERAHAN KEUANGANNYA,

KEPADA PEMERINTAH DAERAH.

1.UMUM.

1.    Sistim yang dianut oleh Undang-undang tentang Pokok- pokok Pemerintahan Daerah 1956 (Undang-undang No. 1/1957), - berbeda dengan sistim "otonomi materieel" yang digunakan oleh Undang-undang No. 22/1948 N.R.I. - ialah yang dalam intinya menyatakan bahwa urusan rumah tangga daerah diatur oleh Pemerintah Daerah, sehingga segala urusan yang tidak atau belum diatur oleh Pemerintah Pusat atau Daerah tingkat atas dapat diatur oleh daerah.

       Penyelesaian yang memuaskan ialah memang sesuatu sistim yang dapat memberikan perimbangan sehat antara tugas kepentingan, kemampuan dan perkembangan tenaga.

       Pemecahan masalah dasar dan isi otonomi disandarkan kepada faktor-faktor yang reeel, pada kepentingan, kemampuan dan kekuatan daerah yang nyata, sehingga dengan demikian diusahakan terwujudnya keinginan umum dalam masyarakat itu, sesuai dengan keadaan dan susunan sewajarnya. Dari itu sistim pemberian   otonomi ini disebut "otonomi reeel".

       Dalam rangka sistim itu, pada hakekatnya, untuk mengadakan perincian yang tegas - baik tentang urusan rumah tangga daerah maupun yang tenmasuk tugas Pemerintah Pusat - kiranya tidak mungkin, karena pertelaan secara terperinci demikian itu sesungguhnya tidak akan sesuai dengan gaya perkembangan kehidupan dan kemampuan masyarakat didaerah.

2.    Urusan-urusan Pusat - termasuk lapang pemerintahan umum - dewasa ini diselenggarakan oleh aparatur tiap Kementerian. Menurut sifatnya dan sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan daerah, secara lambat-laun selaras dengan jiwa Undang-undang No. 1/1957 diantara urusan-urusan itu banyak yang dapat dan harus diserahknan kepada daerah.

       Sadar akan itu, Pemerintah menimbang sudah waktunya untuk lebih mempergiat usahanya kearah penambahan penyerahan urusan Pemerintah Pusat untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, agar Pemerintah Daerah dapat berkembang secara luas.

3.    Dilihat dari segi perkembangan ketata-negaraan di Indonesia, Undang-undang No. I/ 1957 itu menentukan susunan pemerintahan daerah yang baru sama sekali dengan unsur-unsur yang khusus.

       Kewenangan umum ("bestuur") kecuali jika ditetapkan lain, akan berada dalam orgaan pemerintahan daerah yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Dewan Pemerintah Daerah yang bertindak collegiaal dengan Ketua Dewan Pemerintah Daerah, yang dijabat oleh Kepala Daerah yang ditetapkan dengan jalan pemilihan.

       Dengan demikian maka didaerah akan ada hanya satu Pemerintah Daerah yang berarti bahwa dalam menjalankan kekuasaan, tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah tidak ada wakil/pejabat Pemerintah Pusat yang mempunyai dan menjalankan wewenang umum (bestuur) sehari-sehari dalam bidang yang telah menjadi kekuasaan, tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah, sebagaimana lazim melekat pada dan dijalankan oleh pejabat Pamongpraja sekarang.

       Dengan pokok pikiran dimaksud diatas, maka penyerahan tugas- tugas Pemerintah Pusat kepada daerah tidak lagi merupakan sekedar pemberian urusan-urusan (fungsi-fungsi) belaka kepada daerah, akan tetapi penyerahan itu bersifat memberikan pertanggungan jawab kemasyarakatan sedaerah, sehingga tanggung-jawab dari pada yang disebut "bestuursvoering" beralih dari pejabat/petugas Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

       Dalam menjelang masa terlaksana sepenuhnya dasar-dasar pokok yang dituju, maka dua macam usaha harus dikerjakan dengan penuh tanggung-jawab berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang bijaksana, ialah :

       1.    Pemberian c.q. penyerahan hak dan kewajiban oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah tingkat ke-I atau tingkat ke-II disegala lapangan yang wajar;

       2.    Kedudukan Pamongpraja pada keadaan baru disesuaikan dengan usaha-usaha mengisi otonomi daerah seluas-luasnya;

4.    Pada azasnya semua tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan Pamongpraja, kecuali beberapa soal yang tetap ditangan Pemerintah Pusat dengan sekaligus diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

       Dalam pada itu tidak boleh dilupakan, bahwa bagi daerah-daerah yang kini masih dalam pertumbuhan, sudah tentu sukar bahkan tidak mungkin dapat menerima dan menjalankan dengan baik beratur-ratus tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan Pamongpraja tersebut, apabila ini dengan sekaligus diserahkan kepadanya. Oleh karena itu dan melihat pertumbuhan tersebut tidak akan dapat sama pesat diseluruh Negara, maka didalam Undang-undang ini perlu dimuat suatu ketentuan yang menetapkan bahwa berlakunya ialah pada hari yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah secara daerah demi daerah atau untuk beberapa daerah dari pada sesuatu kesatuan daerah.

5.    Untuk menjalankan tugas-tugas yang diserahkan itu, maka sudah sewajarnya, bahwa harus tersedia aparatur yang mampu. Karena itu, maka semua pegawai lingkungan Kementerian Dalam Negeri, yang sebelumnya menjadi pelaksana dari tugas-tugas tersebut, kecuali beberapa golongan tertentu, diperbantukan kepada Daerah-daerah Swatantra yang bersangkutan. Dalam Undang-undang ini dimuat beberapa pasal, yang bertujuan menjamin kedudukan mereka sebagai pegawai Negeri selama mereka diperbantukan kepada Daerah Swatantra, pasal tentang kemungkinan mereka beralih dan menjadi pegawai daerah dan sebagainya.

6.    Dimana ditetapkan kewajiban Pemerintah Daerah Swatantra untuk menerima pegawai yang diperbantukan itu, kewajiban untuk mempekerjakan mereka secara tepat guna (efficient) dan mendahulukan mempekerjakan mereka sebelum Pemerintah Daerah mengangkat pegawai baru daerah dan sebagainya, maka pasal 12 menentukan, bahwa anggaran belanja pegawai dan anggaran belanja barang yang dalam anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri tersedia untuk membiayai pegawai-pegawai yang dengan Undang-undang ini dipergunakan kepada Pemerintah Daerah, diserahkan sebagai sumbangan kepada daerah yang bersangkutan.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1.

a.    Mengenai daerah tingkat ke-I cukup kiranya ditunjuk pada pasal 2 ayat (1) sub a dan pasal 2 ayat  Undang-undang No. 1/ 1957.

b.    Mengenai daerah tingkat ke-11 cukup kiranya ditunjuk pada pasal 2 ayat (1) sub b Undang-undang No. 1/1957. Perlu disini dicatat bahwa semua Kota Besar dan Kota Kecil yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 22 1948 N.R.I., sejak mulai berlakunya Undang-undang No. 1/1957 itu, menjadi Kotapraja, dimaksud dalam pasal 2 Undang-undang tersebut. Pula termasuk daerah tingkat ke-II antara lain:

       1.    daerah-daerah dalam Propinsi Sulawesi yang masih berdasarkan  Undang-undang Negara Indonesia Timur No. 44/1950, yo. pasal 73 ayat (4) Undang-undang No. 1/ 1 957.

       2.    Kota Makasar menurut S. 1946 - 17 yo. S.G.O.B.

c.    Tentang penetapan Daerah Istimewa ditunjuk pada pasal 1 ayat (1) dan pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 1/11957.

Pasal 2.

a.    Tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan Pamongpraja yang diserahkan kepada daerah tingkat ke-I dan tingkat ke-II itu,  menilik sifatnya dapat dibagi dalam dua golongan:

       a.     yang bersifat mengatur,

       b.    yang bersifat lain (pelaksanaan).

              Sebagai diketahui, Pemerintah Daerah terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah (pasal 5 Undang-undang No. 1/1957). Kedua badan ini merupakan alat perlengkapan daerah dan selain berkewajiban mengurus segala urusan rumah-tangga (urusan otonomi) dapat pula diserahi tugas untuk memberikan bantuan dalam menjalankan peraturan oleh instansi yang lebih tinggi ("tugas pembantuan").

              Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah orgaan Pemerintah Daerah yang tertinggi, tugas pekerjaan legislatief (tugas mengatur) hanya dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.   Dewan Pemerintah Daerah yang merupakan Dewan yang menjalankan pemerintahan sehari-hari, tugasnya yang utama bergerak dilapang "executief", pelaksanaan.

              Berhubung dengan pembagian tugas Dewan-dewan dimaksud, maka sudahlah pada tempatnya jika tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan Pamongpraja yang bersifat mengatur diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sedang yang bersifat lainnya atau executief kepada Dewan Pemerintah Daerah.

                        Hak "medebewind" tidak diserahkan kepada Kepala Daerah.

b.    Dapat dicatat disini, bahwa kekuasaan, tugas kewajiban dan kewenangan pejabat Pamongpraja yang dimaksud dalam Undang-undang ini, ialah yang ada padanya menurut atau berdasarkan Algemene Verordeningen, Undang-undang dan Peraturan-peraturan Pemrintah yang masih berlaku pada sa'at berlakunya Undang-undang ini.

       Dengan tidak mengurangi apa yang tersebut diatas, untuk jelasnya perlu disini diterangkan juga, bahwa yang dimaksud dengan Pamongpraja, sejak tahun 1945, ialah: Gubernur, Residen, Bupati, Patih, Walikota, Wedana dan Asisten Wedana, yang ditugaskan sebagai wakil Pemerintah Pusat disuatu daerah pemerintahan (vide a.l. pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 27/1956 - Lembaran-Negara No. 49/1956 - tentang pembentukan koordinasi pemerintahan sipil).

c.    Pasal 2 sub a dan b mengatur penyerahan urusan Pusat kepada daerah tingkat ke-I.

       Pasal 2 sub c dan d mengatur penyerahan urusan Pusat kepada daerah tingkat ke-II.

       Adapun penjelasannya bagi kedua-duanya sama.

       Kekuasaan-kekuasaan yang bersifat sentral atau nasional yang tetap perlu merupakan kekuasaan Pemerintah Pusat dalam bidang-bidang seperti yang dimaksudkan dalam pasal ini, tidak diserahkan.

       Walaupun tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan dalam bidang pemerintahan umum yang diserahkan ini tidak dicantumkan secara terperinci dalam Undang-undang ini, akan tetapi dalam hendak melaksanakan Undang-undang ini untuk kepentingan daerah akan disediakan lebih dahulu perincian selengkap mungkin dari pada tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan yang dengan, sehingga dengan demikian akan jelaslah bagi yang bersangkutan tugas-tugas apa yang dimaksud dalam Undang-undang ini.

       Tugas-tugas dalam bidang pemerintahan umum yang diserahkan itu sangat penting artinya untuk kemudian dalam perkembangan otonomi daerah sesuai dengan pendemokrasian pemerintahan daerah yang hendak diwujudkan berdasarkan Undang-undang No. I tahun 1957 yang tidak berhenti pertumbuhannya pada titik formaliteit dengan menetapkan dalam perincian itu saja.

       Sungguhpun tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan mengurus ketertiban dan keamanan umum tidak diserahkan kepada Pemerintah Daerah, akan tetapi dipandang bijaksana bahwa penguasa yang diserahi tugas itu memelihara dan menciptakan hubungan baik dengan dimana perlu meminta pertimbangan dari pada Pemerintah Daerah.

       Untuk itu kepada petugas-petugas Pusat yang bersangkutan didaerah akan diberikan pedoman seperlunya untuk dimana dimungkinkan mendengar pada saat-saat tertentu pertimbangan dari pada Pemerintah Daerah dalam menjalankan kebijaksanaannya.

       Dengan mengikut-sertakan Dewan Pemerintah Daerah secara demikian, maka dapat Pemerintah Daerah itu memulai dengan mempersiapkan diri untuk menyelami serta memahami benar-benar segala sesuatu yang berhubungan dengan menjalankan tugas-

       tugas dibidang keamanan dan ketertiban umum yang sifatnya sesuai dengan tanggung-jawab sedaerah, sampai tiba saatnya tugas-tugas tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

Pasal 3.

Pasal ini bersifat provisionil, agar merupakan suatu pegangan, serta untuk memberi dasar hukum terutama kepada Kepala Daerah yang karena keadaan seperti termaksud, perlu melaksanakan tugas.

Pasal 4.

Semua pegawai Negeri dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri, kecuali yang bekerja pada Kantor Pusat Kementerian, dan mereka yang bekerja diluar Kantor Pusat Kementerian yang dalam P.G.P.N. 1955 digaji menurut golongan dan tingkat F V keatas dan mereka yang menurut keputusan Menteri Dalam Negeri dipekerjakan pada penguasa-penguasa yang menjalankan tugas-tugas yang tidak diserahkan seperti yang dimaksud pasal diperbantukan kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

Pasal 5.

Untuk kepentingan kelangsungan serta menjamin kelancaran penyelenggaraan tugas-tugas yang diserahkan dan lazim dikerjakan oleh pegawai Negeri yang bersangkutan, maka daerah tidak dapat menolak menerima pegawai dimaksud sebagai pegawai yang diperbantukan.

Pasal 6.

Pemerintah Daerah harus terlebih dahulu mempekerjakan semua pegawai yang diperbantukan itu dimana saja menempatkan secara efficient itu mungkin, dan sebelum itu tidak mengangkat pegawai baru daerah, yang demikian itu untuk tidak memberatkan anggaran belanja daerah dengan pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu.

Hal ini tidak mengurangi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan dalam pasal 53 Undang-undang No. 1 tahun 1957, untuk mengatur soal-soal kepegawaian daerah dalam menyusun aparatur pemerintahan daerah yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 7.

Ketentuan dalam pasal ini tidak mengurangi prinsip bahwa pegawai yang diperbantukan itu berada dibawah pimpinan Dewan Pemerintah Daerah (pasal 51 Undang-undang No. 1/1957).

Pasal 8.

            Cukup jelas.

Pasal 9.

Pasal ini memungkinkan peralihan pegawai negeri yang diperbantukan untuk menjadi pegawai daerah. Sejak menjadi pegawai daerah, terhadap pegawai tersebut tidak lagi berlaku peraturan-peraturan yang berlaku bagi pegawai Negeri, tetapi yang berlaku baginya ialah semata-mata peraturan-peraturan daerah yang bersangkutan.

Pasal 10.

Oleh karena tugas-tugas yang bersifat nasional dikecualikan dari penyerahan ini, masih ada tugas yang sampai kita dijalankan oleh Pamongpraja yang tidak diserahkan.

Mungkin sekali diwilayah hukum sesuatu Pemerintah Daerah misalnya pada niveau Pemerintah Daerah Swatantra tingkat II pada niveau Kantor Wedana atau Kantor Asisten Wedana atau  kantor yang setingkat penguasa-penguasa yang menjalankan tugas-tugas yang tidak diserahkan itu tidak mempunyai aparatur. Dalam hal yang demikian, pemerintahan daerah yang bersangkutan dengan aparaturnya wajib membantu seperlunya.

Kewajiban membantu seperlunya ini, ialah bahwa pegawai-pegawai yang bersangkutan yang sebelum diserahkan sebagai pegawai yang diperbantukan - kepada daerah menjalankan tugas yang tidak diserahkan itu.  akan  tetapi  dapat  diserahi  menjalankan

tugas itu untuk Pemerintah Pusat. Misalnya para polisi Pamongpraja yang akan diperbantukan kepada daerah dengan setahu Dewan Pemerintah Daerah dapat diwajibkan untuk memberi bantuannya dibidang keamanan dan ketertiban umum.

Cara wajib membantu itu dapat dipandang dan dipergunakan sebagai persiapan-persiapan menjelang daerah mempunyai kewenangan itu.

Pasal 11.

Seperti diterangkan dalam penjelasan umum, maka penyerahan anggaran belanja pegawai dan anggaran belanja barang, yang tersedia bagi pembiayaan pegawai-pegawai yang dengan berlakunya Undang-undang ini menjadi pegawai yang diperbantukan, adalah perlu bagi Pemerintah Daerah untuk dapat mencukupi pembiayaan mereka.

Pasal 12.

            Cukup jelas.

Pasal 13.

            Cukup jelas.

Pasal 14.

            Cukup jelas.

Pas tugas al 15.

            Dapat difahami, bahwa diperlukan persiapan-persiapan yang cermat untuk melaksanakan dengan lancar Undang-undang ini, yang membawa akibat-akibat yang begitu luas itu dalam daerah-daerah yang dewasa ini dalam taraf perkembangan yang beraneka warna. Karena itu ditetapkan ketentuan-ketentuan dalam pasal ini, yang penjelasan selanjutnya sudah diuraikan dalam penjelasan umum diatas.

Diketahui:

Menteri Kehakiman,

ttd

G. A. MAENGKOM.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1752

PP 32/1953, PEMBAHARUAN DEWAN PERWAKILAN........

PP 34/1974, PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK........