Bagaimanakah sikap orang yang berbuat dosa jika ia beriman kepada allah subhanahu wa taala

Jakarta -

Iman kepada Allah merupakan rukun iman utama yang wajib diimani oleh tiap umat Muslim. Artinya tiap Muslim percaya akan adanya Allah SWT dengan meyakini bahwa Allah itu Maha Esa, Maha Pencipta, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang.

Sebab itu, sebutan untuk orang yang beriman kepada Allah dan taat menjalankan perintahnya disebut dengan orang Mukmin. Lantas, apa sebutan bagi orang yang tidak beriman kepada Allah?

Mengutip dari buku yang bertajuk Penuntun: Allah Paling Hebat karya HF. Rahadian, orang yang tidak beriman kepada Allah disebut dengan kafir. Sementara itu, untuk perilaku mengingkari atau tidak mengimani akan adanya Allah berikut dengan agama yang Dia turunkan melalui para Rasul disebut dengan kufur.

Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah QS. An Nahl ayat 55 yang berbunyi:

لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ ۚ فَتَمَتَّعُوا ۖ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ

Artinya: "Biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka; maka bersenang-senanglah kamu. Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya)." (QS. An Nahl: 55).

Disebutkan juga dalam QS Ar Rum ayat 34:

لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ ۚ فَتَمَتَّعُوا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ

Artinya: "sehingga mereka mengingkari akan rahmat yang telah Kami berikan kepada mereka. Maka bersenang-senanglah kamu sekalian, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu)." (QS. Ar Rum: 34).

Orang yang Tidak Beriman Kepada Allah

Dari kedua ayat Al Quran di atas, kata kafir mengacu pada orang yang mengingkari nikmat Allah dan tidak berterima kasih pada-Nya.

Melansir dari buku Studi Ilmu Kalam karya Dr. Suryan A. Jamrah, M.A, perilaku kufur juga bisa berarti menolak memercayai adanya Allah maupun tidak beragama sama sekali (atheis) atau memercayai Tuhan selain Allah.

Di dalam Islam, perilaku kufur dalam arti mengingkari atau menolak keberadaan Allah dan agama-Nya disebut dengan kufur millat. Sebagaimana yang dimaksud dalam QS Al Maidah ayat 86:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Artinya "Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka," (QS. Al Maidah: 86).

Sebab itu, jenis dari orang kafir terbagi menjadi empat macam, di antaranya:

- Kafir inkar, yaitu mengingkari tauhid dengan hati dan lisannya;

- Kafir penolakan (Juhud), yaitu mengingkari dengan lisannya dan mengakui dalam hatinya;

- Kafir Mu'anid, yaitu mengetahui kebenaran Islam dalam hatinya dan dinyatakan oleh lisannya, namun ia menolak beriman;

- Kafir nifaq, yaitu menyatakan beriman dengan lisannya, namun hatinya mengingkari.

Kriteria Pengkafiran Menurut MUI

Klik halaman selanjutnya >>

(rah/erd)

Bagaimanakah sikap orang yang berbuat dosa jika ia beriman kepada allah subhanahu wa taala

Bagaimanakah sikap orang yang berbuat dosa jika ia beriman kepada allah subhanahu wa taala
KOTA TANGERANG –Inmas. Kultum hari ke-4 dengan Tema ciri-ciri orang beriman dan bertaqwa menurut Al-Quran. Disampaikan oleh Kasie Pendidikan Agama Islam. H. Arsyad, S. M. Pd. Senin, ( 05/06 ). Bertempat di Masjid Asy-Syifa Kantor Kemenag Kota Tangerang Jl. Perintis Kemerdekaan  2 Babakan Kota Tangerang.

Arsyad mengatakan bahwa tujuan berpuasa sesuai dengan Surat 2 Ayat 183 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. “inti dari puasa adalah Taqwa”. Adapun ciri-ciri orang beriman dan bertaqwa menurut Al-Quran adalah sebagai berikut

  1. Jika di sebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika di bacakan ayat suci Al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal:2). Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
  1. Senantiasa tawakal, yaitu kerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at- Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Thaghabun: 13).
  1. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al- Anfal: 3, dan al-Mu’minun: 2,7). (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (Al-Anfal:3) Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (Al-Mu’minun:1)(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya (Al-Mu’minun:2)
  1. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat (al- Mu’minun: 3) dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
  1. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mu’minun: 4).dan orang-orang yang menunaikan zakat,
  1. Menjaga kehormatannyadan orang-orang yang menjaga kemaluannya
  1. Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mu’minun: 8) Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.

‏8. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74.) Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepadaorang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.

Bagaimanakah sikap orang yang berbuat dosa jika ia beriman kepada allah subhanahu wa taala

Ciri-ciri orang bertakwa :

  1. Beriman kepada ALLAH dan yang ghaib(QS. Al Baqarah:2-3)
  2. Sholat, zakat, puasa(QS. Al Baqarah:3, 177 dan 183)
  3. Infak disaat lapang dan sempit(QS.Ali Imran:133-134)
  4. Menahan amarah dan memaafkan orang lain(QS. Ali Imron: 134)
  5. Takut pada ALLAH(QS. Al Maidah(5):28)
  6. Menepati janji (QS. At Taubah (9):4)
  7. Berlaku lurus pada musuh ketika mereka pun melakkukan hal yang sama(QS.At-Taubah(9):7)
  8. Bersabar dan menjadi pendukung kebenaran (QS. Ali-Imran(3):146)
  9. Tidak meminta ijin untuk tidak ikut berjihad (QS. At-Taubah(9):44)
  10. Berdakwah agar terbebas dari dosa ahli maksiat (QS. Al-An’am(6):69) #Hasan*69

Bagaimanakah sikap orang yang berbuat dosa jika ia beriman kepada allah subhanahu wa taala

Kultum Hari Ke-7 Disampaikan Oleh : Hj. Siti Umroh, MM Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam …

Husnuzan adalah salah satu sifat terpuji yang wajib dimiliki oleh semua umat muslim. “Kita sebagai umat muslim memiliki kewajiban untuk selalu husnuzan kepada Allah Ta’ala”. Dari pernyataan itu, ada dua hal yang perlu kita ketahui. Pertama, apa itu husnuzan? Kedua, kenapa kita harus selalu husnuzan kepada Allah Ta’ala?

Pada tulisan ini, mari kita bersama-sama memahami makna husnuzan terlebih dahulu. Dalam bahasa Arab, “husnu” memiliki arti baik, sementara “az-zan” berarti prasangka. Sehingga dari kedua kata tersebut, husnuzan dapat diartikan dengan berprasangka baik. Sedangkan secara istilah, husnuzan adalah sikap serta cara pandang yang menyebabkan seseorang melihat sesuatu secara positif dan dibekali dengan hati yang bersih, serta tindakan yang lurus. Dari beberapa pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa jika kita umat muslim selalu husnuzan, maka insya Allah akan mendapatkan kehidupan yang lebih indah, damai, dan lebih bermakna.

Perintah untuk selalu berhuznuzan juga tertuang dalam Al Quran surah Al-Hujurat ayat 12 yang artinya:

“Wahai, orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka. Sesungguhnya, sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada sebagian kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat Lagi Maha Penyayang.”

Berdasarkan surah tersebut dapat kita pahami bahwa sebagai umat muslim yang beriman kepada Allah, kita wajib menjauhi prasangka buruk, baik terhadap Allah Ta’ala, kepada diri sendiri serta kepada orang lain.

Husnuzon kepada Allah Ta’ala sendiri dapat terbagi menjadi empat bentuk berikut:

1.     Husnuzan dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala

Husnuzan dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala harus menjadi hal utama yang tertanam pada perasaan dan pikiran manusia. Meskipun hati manusia belum bisa merasakan kebenaran peraturan atau ketetapan Allah Ta’ala, dan pikiran manusia terkadang melihat ada hal lain yang lebih baik menurut pendapat manusia, sebagai muslim yang baik tidak ada sikap yang akan diambil selain sami’na waata’na, yang artinya “Kami dengar perintah-Mu ya Allah, dan kami taat”.

Apa pun yang diturunkan Allah Ta’ala kepada manusia pasti merupakan aturan yang terbaik untuk dijalaninya. Pasti ada hikmah besar di balik semua aturan yang Allah Ta’ala turunkan untuk manusia. Meskipun keterbatasan pikiran dan perasaan manusia belum bisa melihatnya.

2.     Husnuzan dalam nikmat Allah Ta’ala

Allah Ta’ala akan memberikan nikmat kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya. Nikmat dapat berupa harta, kesehatan, kesempatan, dan masih banyak lagi. Allah Ta’ala memberikan nikmat kepada manusia dengan maksud dan tujuan tertentu.

Husnuzan kepada Allah Ta’ala atas nikmat yang telah diberikan, dapat diwujudkan dengan memperbanyak syukur dan merenungkan apa sebenarnya maksud Allah Ta’ala memberikan nikmat tersebut kepada manusia.

3.     Husnuzan dalam menghadapi ujian dari Allah Ta’ala

Dalam keadaan tertimpa ujian dan musibah, manusia seharusnya makin mempertebal rasa husnuzan kepada Allah Ta’ala, karena semua yang dialami dalam kehidupan manusia, pasti memiliki hikmah yang besar nantinya. Caranya agar kita berprasangka baik di saat menerima ujian atau cobaan dari Allah Ta’ala yaitu dengan bersabar dan selalu yakin ini adalah yang terbaik diberikan Allah untuk umatnya.

Dalam sebuah hadis qudsi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:

“Allah berfirman sebagai berikut:”Aku selalu menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik maka ia akan mendapatkan kebaikan. Adapun bila ia berprasangka buruk kepada-Ku maka dia akan mendapatkan keburukan.” (H.R.Tabrani dan Ibnu Hibban).”

4.     Husnuzan dalam melihat ciptaan Allah Ta’ala

Setiap makhluk yang diciptakan Allah Ta’ala pasti memiliki maksud dan tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan di bumi ini. Husnuzan kepada Allah Ta’ala dalam hal ini ditunjukkan dengan meyakini bahwa tidak ada satu pun yang menjadi sia-sia dalam ciptaan Allah Ta’ala. Misalnya Allah menciptakan makluk/hewan membawa penyakit, maka akan muncul pertanyaan kenapa makhluk tersebut harus diciptakan? Padahal akan banyak manusia yang sakit bahkan meninggal karenanya. Maka dari itu kita harus memahami bahwa semua ciptaan Allah Ta’ala tersebut tetap ada tujuannya, yaitu agar manusia lebih berhati-hati, dan lebih bersih. Sehingga dengan menanamkan sikap ini, manusia akan lebih memerhatikan keadaan lingkungan sekitarnya dengan penuh penghormatan kepada Sang Pencipta.

Para pembaca sekalian, dalam kondisi bagaimanapun kita harus selalu berbaik sangka kepada Allah Ta’ala, walau terkadang kita merasa tidak suka dan bahkan marah dengan ketetapan Allah Ta’ala yang tidak sesuai dengan harapan kita. Karena pada dasarnya manusia tidak akan pernah tahu bahwa dalam setiap ketetapan atau kejadian yang ada dalam kehidupan kita akan selalu terdapat hikmah yang Allah Ta’ala berikan.

Sumber:

https://kumparan.com/berita-hari-ini/Husnuzan-kepada-allah-sikap-berprasangka-baik-yang-wajib-dimiliki-umat-muslim-1v9LT9hnuvr/full

https://m.lampost.co/berita-husnuzan.html

Penulis: Elyza Gustri Wahyuni
Dosen Informatika UII

Jurusan Informatika UII menerima kiriman artikel untuk ditampilkan pada Pojok Informatika dan Pojok Dakwah. Ketentuan dan prosedur pengiriman dapat dilihat pada laman berikut.