Bagaimana peran media digital dalam proses Demokrasi di Indonesia

Pada era teknologi seperti saat ini masyarakat tentu tidak asing lagi dengan yang namanya media sosial. Hampir semua kalangan mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga orang tua pun telah mahir dalam bermedia sosial, apalagi dengan didukung banyaknya smartphone-smartphone canggih dan mudahnya akses internet membuat media sosial seperti tidak dapat terpisahkan dari kehidupan sehari hari.

Dengan media sosial kita dapat dengan mudah mengakses informasi dari manapun, selain itu kita juga bisa berbagi, berpartisipasi , dan menciptakan suatu tulisan atau pengalaman lewat blog atau jejaring sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Youtube dan masih banyak lagi.

Berdasarkan data pada saat ini laporan perusahaan media asal Inggris, We Are Social mengungkapkan laporan “Digital 2021: The Latest Insights Inti The State of Digital” yang diterbitkan pada 11 Februari 2021, laporan tersebut berisi hasil riset mengenai pola pemakaian media sosial di sejumlah negara termasuk di Indonesia.

Rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3 jam 14 menit sehari untuk mengakses media sosial. Dari total populasi Indonesia sebanyak 274,9 juta jiwa, pengguna aktif media sosialnya mencapai 170 juta.(61,8 %) dari jumlah populasi penduduk yang ada di Indonesia.

Kementerian Kominfo sendiri, dari 2018 sampai 31 Mei 2021 secara total menerima sebanyak 1.463.820 laporan. Konten berupa pornografi di urutan pertama sebanyak 1.085.648 situs. Konten perjudian sebanyak 353.594, konten penipuan sebanyak 13.637 temuan. Diikuti konten SARA, kemudian konten hoax yang memprovokasi masyarakat.

Terkait data dan kondisi akan pentingnya media sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, masyarakat mengharapkan pengunaan media sosial mampu meningkatkan kualitas segala aspek kehidupan termasuk di dalamnya peningkatan demokrasi dan toleransi antar anak bangsa di republik ini.

Negara Diharapkan Mampu Memberikan Perlindungan Setiap Warga Negaranya dalam Penggunaan Media Sosial

Berdasarkan amanat undang-undang yang terdapat pada Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
Tapi selanjutnya menurut Pasal 28 J Ayat (1) disebutkan: “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.
Sedang Pasal 28 J Ayat (2) UUD 1945 mengatakan: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang, dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.

Artinya, hak atas kebebasan berkomunikasi tidak berarti merupakan kebebasan absolut. Konstitusi membenarkan, bahkan mengamanahkan agar negara membuat undang-undang untuk mengaturnya agar tidak merugikan hak-hak yang dimiliki warga negara lain. Atas dasar amanat UU tersebut dengan lahirnya UU ITE diharapkan Negara mampu memberikan perlindungan setiap warga negaranya dalan pengunaan media sosial.

Pada dasarnya Negara harus hadir untuk memberikan rasa nyaman dalam pengunaan media sosial di tengah-tengah masyarakat karena pada prinsipnya, meskipun setiap orang mempunyai hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, tetapi hak tersebut, tidak menghilangkan hak negara untuk mengatur agar kebebasan untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi tidak melanggar atau merugikan hak-hak orang lain terkhusus dalam pengunaan media sosial.

Peran Media Sosial dalam Alam Demokrasi

Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna sosial media terbanyak yang ada di dunia. Hampir setiap aspek kehidupan di Indonesia berhubungan dengan media sosial tidak terkecuali dalam hal demokrasi. Indonesia merupakan negara demokrasi yang memberikan hak bagi warga negaranya untuk berpartisipasi atau berpendapat dalam berjalannya suatu negara. Dalam konteks ini media sosial memiliki peran penting dalam penyampaian informasi atau aspirasi dari rakyat kepada pemerintah dalam penggunaannya media sosial memiliki dampak positif dan dampak negatif, dampak tersebut sebenarnya tergantung bijak atau tidaknya individu atau kelompok dalam memanfaatkannya.

Dalam hal demokrasi, media sosial dapat membawa dampak positif yang biasanya dimanfaatkan sebagai media kampanye dalam pemilu untuk menyebarkan informasi yang bertujuan mempengaruhi pembaca agar dapat memilih kandidat dari suatu partai tersebut.

Tidak jarang suatu partai politik membuat tim sukses khusus dalam melakukan kampanye di media sosial demi memikat hati para pemilih agar dapat memenangkan pemilu tersebut. Kampanye di media sosial ini tergolong efektif karena tidak membutuhkan uang yang banyak serta jangkauan audience yang bisa mencakup satu negara.
Adapun dampak negatif dari berkembangnya media sosial bagi demokrasi adalah maraknya berita-berita hoax yang dibuat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab demi menjatuhkan suatu individu atau kelompok (partai politik).

Selain untuk menjatuhkan, berita hoax atau bohong juga biasa dibuat untuk meningkatkan citra baik suatu partai di mata para pemirsa .Pada dasarnya berita-berita itu dibuat semata mata hanya untuk kepentingan dan keuntungan pribadi.

Selain itu munculnya fake account dan buzzer yang berkeliaran di media sosial juga merupakan dampak negatif dari media sosial. Jika kita tidak dapat bijak dalam menyaring berita yang benar maka kita akan termakan oleh perkataan atau informasi dari buzzer yang dibayar oleh sebuah kelompok demi menjatuhkan kelompok lain.

Ada sedikit ungkapan yang ada ditengah-tengan masyarakat saat ini Sebagai pesan mudah ditangkap. “Rakyat berdemokrasi dengan datang ke TPS tidak sekadar meramaikan pesta demokrasi. Tapi rakyat datang itu ingin kehidupannya berubah lebih baik”.

Oleh karenanya dalam alam kehidupan demokrasi media sosial diharapkan mampu menyediakan ruang komunikasi, interaksi dan informasi antara penggunanya sehingga membuat partai politik sebagai instrumen demokrasi dapat memanfaatkannya untuk menggalang dukungan dengan lebih mudah.

Selain itu kini dengan adanya medsos dan semakin banyaknya alternatif saluran partisipasi politik, maka semakin memperkuat demokrasi dan berpotensi meningkatkan kualitasnya. Hal ini peluang masyarakat untuk mengawasi, mengontrol dan mengkritisi jalannya pemerintahan semakin besar.”

Peran Media Sosial dalam Merawat Toleransi

Sedikit kita mengulas eforia pengunaan media sosial (medsos) selama pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang telah membuat kondisi sosial kemasyarakatan bangsa Indonesia menjadi bergeser. Masyarakat Indonesia yang dulu dikenal ramah dan santun menjadi mudah marah, yang dulu guyub dan suka musyawarah menjadi manusia yang egois dan menang sendiri.

Bahkan medsos juga untuk menyuarakan narasi-narasi negatif seperti intoleransi, radikalisme, terorisme, dan ekstremisme.
Kegaduhan di medsos ini ada kaitannya dengan kebebasan berpendapat pemilik akun medsos. Makanya jauh-jauh hari diharapkan pemilik akun media sosial seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap dirinya, terhadap lingkungan sekitarnya, terhadap hari ini, terhadap masa depan.

Medsos telah membuat masyarakat keblinger sehingga gempuran narasi intoleransi, radikalisme, terorisme, ektremisme, banyak berseliweran di dunia maya. Hal ini tidak bisa dibiarkan, agar kondisi sosial kemasyarakatan baik di dunia maya dan dunia nyata bisa lebih sejuk, damai, guyub, sesuai ciri utama bangsa Indonesia.

Cara untuk mengembalikan itu semua, diharapkan pemilik akun pada dunia maya yaitu media online, menyuarakan narasi yang menyejukkan, dan tidak lagi mengunggah konten berbau radikalisme, terorisme, dan intoleransi. Kita harus kembali ke kaidah atau atau warisan pendiri bangsa. Ada banyak teknologi yang ditinggalkan pendiri bangsa untuk Indonesia seperti musyawarah mufakat, toleransi, tepo seliro di dunia nyata dan dunia maya,

Berbicara tentang medsos dan berbagai fenomena yang ditimbulkan, tidak lepas dari kepemimpinan bangsa di republik ini. para pemimpin bangsa harus walk the top dan mampu memberikan contoh kepada masyarakat dengan menghindari isu tentang radikalisme, terorisme, dan intoleransi.

Para pemimpin harus bisa mengajak masyarakat agar tidak memberikan stigma radikal, intoleran, ekstremis kepada orang Indonesia lainnya.

Yang boleh memberikan stigma radikal, ekstremiss, intoleransi hanya hukum. Jadi tidak boleh individu yang memberikan stempel negatif kepada orang lain. Kalau itu terjadi, insyaallah musyawarah mufakat, tepo seliro, toleransi, dan persatuan Indonesia bisa terwujud dengan baik.

Bagaimana peran media digital dalam proses demokrasi Indonesia?

Sebagai platform berbasis digital, media sosial memberikan ruang bagi penggunanya untuk mengemukakan pendapat maupun pemikirannya sebagai perwujudan demokrasi dalam menyuarakan aspirasi masyarakat di ranah politik, menyampaikan gagasan hingga mengkritisi kebijakan pemerintah (Susanto & Irwansyah, 2021).

Apa peran media massa dalam demokrasi?

Jakarta, Kominfo - Menteri Komunikasi dan Informatika ad-interim yang juga sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Djoko Suyanto mengatakan, media massa semakin memiliki peran secara dinamis dalam proses demokrasi, terutama menjembatani pendapat publik melalui jejaring sosial yang tersebar ...

Bagaimana peran media sosial dalam demokrasi brainly?

Jawaban. Jawaban: Sekaramg media sosial sudah menjadi sarana kampanye, baik yang dilakukan oleh parpol maupun calon-calon yang hendak maju ke pemilu. Di samping itu, media sosial juga telah menjadi sarana bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya, termasuk kritik terhadap pemerintah.

Bagaimana penerapan demokrasi yang ada di Indonesia?

Penerapan demokrasi pancasila jelas lebih sesuai dengan karakter bangsa Indonesia dimana senantiasa lebih mengutamakan musyawarah mufakat. Musyawarah mufakat dianggap lebih sesuai dengan nilai-nilai bangsa Timur. Konsep dasar demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.