Bagaimana pendapat ulama hanafi tentang shalat ied di hari jumat

Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini.

Pusat Data Republika

Rekomendasi Fatwa MUI Sholat Idul Adha dan Penyembelihan Qurban

Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, Hari Raya Idul Adha 1441 H dijadwalkan akan berlangsung pada Jumat (31/7) atau 10 Dzulhijjah. Sholat Idul Adha akan bertepatan dengan hari pelaksanaan Sholat Jumat meski berbeda waktu pelaksanaan. Apakah diperkenankan bagi Muslim untuk tidak mengikuti sholat Jumat setelah menunaikan sholat Idul Adha? Berikut penjelasan dari Ustaz Bachtiar Natsir yang dikutip dari Pusat Data Republika. 

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama ahlu sunnah wal jamaah mengenai wajib atau tidaknya melaksanakan sholat Jumat bagi umat Islam yang telah melaksanakan sholat Id  pada hari Jumat. Perbedaan itu disebabkan adanya hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan bahwa ketika hari raya jatuh pada hari Jumat, Nabi SAW memberikan rukhshah (keringanan) bagi mereka yang telah melaksanakan sholat Id untuk tidak lagi melakukan sholat Jumat. Di antara hadits-haditsnya sebagai berikut.

Dari Iyas bin Abi Ramlah al-Syami, ia berkata, “Saya menyaksikan Muawiyah bertanya kepada Zaied bin Arqam, 'apakah kamu menyaksikan bersama Rasulullah SAW dua hari raya bertemu dalam satu hari?' Dia menjawab, 'Ya'. Maka Muawiyah bertanya lagi, 'bagaimana beliau melakukannya?' Ia menjawab, beliau melaksanakan sholat Id, kemudian memberikan keringanan untuk sholat Jumat, beliau bersabda, barang siapa yang ingin sholat Jumat maka shalatlah.” (HR Ahmad, Abu Daud, al-Nasa`i, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, dan Hakim).

Imam Hakim mengatakan dalam kitabnya al-Mustadrak 'ala alshahihain bahwa hadis ini sahih sanadnya, namun tidak dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dan ada penguatnya yang sesuai dengan syarat Muslim, dan hal itu disepakati oleh Imam al-Dzahabi. Dalam kitabnya al-Majmu', Imam Nawawi mengatakan bahwa sanad hadisnya baik (jayyied).

Abu Hurairah ra meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Telah berkumpul dua hari raya pada hari kalian ini, barang siapa yang ingin tidak sholat Jumat maka sholat Id sudah mencukupinya, tetapi kami akan menggabungkannya.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Hakim). Hadis dengan redaksi yang hampir sama juga diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.

Karena adanya  perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kesahihan atau tidaknya hadis-hadis tersebut, sebagai konsekuensinya mereka juga berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya sholat Jumat bagi yang telah melaksanakan sholat Id pada hari Jumat tersebut.

Kalangan mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat, orang yang menghadiri sholat Id tetap tidak diberi keringanan untuk meninggalkan sholat Jumat, karena dalil yang menunjukkan bahwa sholat Jumat itu wajib bersifat umum setiap hari Jumat tanpa terkecuali dan keduanya merupakan ibadah yang berdiri sendiri, sholat yang satu tidak bisa menggantikan yang lainnya. Sedangkan hadis-hadis atau atsar yang menyebutkan tentang keringanan itu tidak cukup kuat untuk mengkhususkan dalil-dalil yang bersifat umum. Dalil yang bersifat umum tersebut adalah firman Allah SWT. “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS al-Jumu'ah [62]: 9).

Hal itu dikuatkan juga oleh hadis Nabi SAW. Dari al-Nu'man bin Basyir, ia berkata, “Rasulullah SAW biasa membaca 'sabbihisma rabbika al-a'la (surat al-'A'la) dan 'hal ataka hadits al-ghasyiyah' (surat al-Ghasyiyah) pada waktu shalat dua hari raya dan sholat Jumat. Dan, ia berkata, jika hari raya dan Jumat berkumpul pada satu hari, Nabi SAW juga membaca kedua surat itu dalam kedua sholat itu.” (HR Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi SAW tetap melaksanakan sholat Jumat meskipun telah melaksanakan sholat Id sebelumnya.

Ulama mazhab Syafi'i berpendapat  jika hari raya jatuh pada hari Jumat, maka bagi kaum Muslimin yang berada jauh dari tempat dilaksanakan sholat Id dan sholat Jumat itu seperti penduduk kampung yang jauh dari masjid jami', tempat pelaksanaan sholat Jumat, diberikan keringanan (rukhshah) untuk tidak melaksanakan sholat Jumat dan hanya melakukan sholat Zhuhur di tempat mereka, karena hal itu khawatir menyulitkan bagi mereka. Sedangkan bagi mereka yang berada dekat dengan masjid atau tempat pelaksanaan sholat Jumat, tetap wajib melaksanakan sholat Jumat. Dan, hal itu sesuai dengan atsar yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam malik.

Dari Abu Ubaied bekas hamba sahaya Ibnu Azhar, berkata Abu Ubaied, “Aku telah menyaksikan dua hari raya bersama Utsman bin Affan, saat itu hari Jumat, beliau sholat sebelum khotbah kemudian berkhotbah, lalu berkata, 'Wahai manusia sesungguhnya ini adalah hari yang berkumpul padanya dua hari raya, maka barang siapa yang ingin menunggu sholat Jumat dari penduduk desa-desa, dia boleh menunggunya dan siapa yang ingin kembali maka aku telah mengizinkannya'.” (HR Bukhari).

Sedangkan, kalangan ulama mazhab Hambali berpendapat bahwa jika hari raya jatuh pada hari Jumat, barang siapa yang telah melaksanakan sholat Id dibolehkan baginya untuk tidak sholat Jumat dan hanya menunaikan sholat Zhuhur kecuali bagi imam, ia harus tetap melaksanakan sholat Jumat bersama mereka yang tidak sempat melaksanakan sholat Id atau mereka yang tetap ingin melaksanakan sholat Jumat meskipun sudah melaksanakan sholat Id, kecuali kalau bilangan jamaah untuk melaksanakan sholat Jumat tidak mencukupi, imam hanya melaksanakan sholat Zhuhur. Hal itu berdasarkan hadis-hadis di atas yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memberikan keringanan bagi mereka yang telah melaksanakan sholat Id, untuk tidak melaksanakan sholat Jumat jika hari raya jatuh pada hari Jumat, meskipun Nabi SAW tetap melaksanakan sholat Jumat.

Hal yang perlu diperhatikan adalah bagi Muslimin yang tidak melaksanakan sholat Id yang jatuh pada hari Jumat, ia wajib untuk melaksanakan sholat Jumat dan tidak termasuk kepada mereka, yang mendapatkan keringanan untuk mengganti sholat Jumatnya dengan sholat Zhuhur.

  • sholat idul adha
  • sholat jumat
  • sholat id
  • qurban 2020
  • idul adha

Bagaimana pendapat ulama hanafi tentang shalat ied di hari jumat

sumber : Pusat Data Republika

Menyikapi jatuhnya Hari Raya Idul Adha 1433 H yang bertepatan dengan hari Jum’at, maka kembali timbul pertanyaan: “Apakah kita masih wajib mengerjakan shalat Jum’at setelah mengerjakan shalat Id?” Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu melihat beragam pendapat dari para ulama.

Pendapat pertama; Tidak wajib mengerjakan shalat Jum’at, tapi masih berkewajiban shalat zhuhur. Pendapat ini dikenal dalam mazhab Ahmad bin Hanbal (Lihat dalam kitab Al-Mughni juz II, bab 106, karangan Ibnu Qudamah.

Pendapat kedua; Tetap mengerjakan shalat Jum’at mengikuti apa yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. Ini sesuai hadist dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda,

“Pada hari ini (Jum’at), telah berkumpul dua hari raya pada kalian. Maka barangsiapa ingin shalat hari raya, ini sudah mencukupi shalat Jum’atnya (tak lagi wajib dilakukan). Dan sesungguhnya kami akan tetap melaksanakan shalat Jum’at.” (HR. Abu Dawud)

Pendapat ini dianut oleh Imam Malik dan Abu Hanifah, dimana mereka berpendapat bahwa apabila ‘Id jatuh pada hari Jum’at, maka bagi mukallaf dituntut untuk mengerjakan keduanya. Hukumnya shalat ‘Id adalah sunnah, sedang shalat Jum’at hukumnya wajib. Dan yang sunnah tidak dapat menggugurkan yang wajib.

Pendapat ketiga; Tetap wajib mengerjakan shalat Jumat, tapi kewajiban ini hanya berlaku bagi penduduk kota (ahlul madinah). Adapun penduduk desa/kampung atau penduduk padang gurun (ahlul badawi) yang datang ke kota untuk shalat Id (dan shalat Jumat), sementara di tempatnya tidak diselenggarakan shalat Jumat, maka mereka boleh tidak mengerjakan shalat Jumat (tapi tetap shalat zhuhur).

Pendapat ini dianut oleh Imam Syafi’i, seperti termuat dalam kitabnya Al-Umm, jilid I hal 212 bab Ijtima’ul ‘Idaian:

“Apabila terjadi ‘Id jatuh pada hari Jum’at, maka bagi orang yang berjauhan tempatnya tidak lagi berkewajiban shalat Jum’at sebagaimana keterangan Utsman (khalifah ketiga) dalam khutbahnya pada suatu hari ‘Id yang bertepatan dengan hari Jum’at.”

Khalifah Utsman bin Affan ra. pernah menyampaikan khutbah ‘Id pada hari Jum’at, yang antara lain:

“Barangsiapa dari Ahli ‘Aliyah (pinggiran Madinah) ingin menunggu pelaksanaan Jum’at, ia dipersilahkan menunggu, dan bagi yang ingin pulang dibolehkan pulang.” (HR. Imam Malik di dalam Al-Muwattha’)

Pendapat keempat; Tidak wajib lagi shalat Jum’at dan tidak pula shalat zhuhur. Ini sesuai dengan yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Abu Dawud:

Dari Wahab bin Kisan ra., ia berkata, “Telah berkumpul dua hari raya (Idul Fitri dan Jum’at) pada masa Ibnu Zubair. Kemudian beliau (Ibnu Zubair) menunda waktu shalat ‘Id hingga waktu permulaan siang hari. Kemudian ia berkhutbah dan turun dari khutbahnya (selesai khutbah). Dia (Ibnu Zubair) tidak datang memimpin shalat Jum’at pada siang harinya. Kemudian kami tanyakan masalah ini pada Ibnu Abbas, maka dia menjawab, ‘Dia (Ibnu Zubair) telah menjalankan sunnah Nabi saw.’”

KESIMPULAN PENDAPAT:

Membaca dari dalil-dalil dan pendapat tersebut di atas maka Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah, setelah juga mempertimbangkan pemahaman serta praktek Mabadi Al-Irsyad, yang mana jika terdapat lebih dari satu pendapat dalam suatu perkara yang sama-sama rajih secara hukum maka akan dipilih pendapat yang lebih memudahkan dalam pelaksanaannya. Untuk itu kami menyimpulkan sebagai berikut:

1. Bagi mereka yang telah melaksanakan shalat ‘Id, maka shalat Jumat menjadi tidak wajib hukumnya, akan tetapi  tetap wajib melaksanakan atau menggantinya dengan shalat zhuhur. Bagaimanapun juga, bagi mereka yg mempunyai kelapangan waktu dan kesempatan, maka sebaiknya mendatangi shalat Jumat.

2. Bagi yang tidak melaksanakan shalat ‘Id, maka hukum shalat Jumat adalah wajib, kecuali terdapat rukhshah, seperti sakit atau lainnya, yang dapat membatalkannya. Jadi di sini hukum shalat Jumat kembali seperti asalnya (wajib).

Wallahu a’lam bishawab.

Demikianlah penjelasan di atas, semoga bermanfaat adanya.

PIMPINAN PUSAT AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH

Ketua Umum

ttd

H. ABDULLAH DJAIDI