Bagaimana pembagian daging aqiqah menurut mazhab Maliki dan Hambali

Ulama menjelaskan soal pembagian daging aqiqah.

Republika/Akikah

Kepada Siapa Daging Aqiqah Dibagikan?. Foto: Akikah

Rep: Ali Yusuf Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Fiqih Bayi bahwa dalam Jami-Nya, yang disedekahkan dan dihadiahkan dari aqiqah, Imam Khallal berkata, Abdullah bin Ahmad telah menggambarkan kami bahwa ayahnya berkata, "aqiqah itu boleh dimakan dan sebagian lainnya dihadiahkan."Ishmah bin Isham telah mengabarkan kepada kami dan katanya Imam Hanbal telah mengabarkan kepada kami, dia berkata, "Saya mendengar Abu Abdillah ditanya tentang aqiqah: Apa yang harus dilakukan dengannya?" Beliau menjawab, "Terserah apa pun yang kamu mau."Dia mengatakan pula bahwa Ibnu Sirin pun berkata, lakukanlah yang kamu kehendaki. "Seseorang bertanya kepadanya," Apakah pemiliknya boleh memakannya? "Dia menjawab, Ya, tapi jangan semuanya dimakan. Dia boleh makan dan memberi makan."Demikian pula kata Abu Abdillah dalam riwayat al-Astram. Demikian pula, menurutnya, dalam riwayat Abul Harits dan Shalih, anaknya, "Dia boleh makan dan memberi makan tetangganya." Anaknya yang lain Abdullah, pernah bertanya kepadanya, "Dibagi berapakah aqiqah itu?" Dia menjawab, "terserah. Sesuka Dia." Imam Maimun yang berkata, "Saya pun pernah bertanya kepada Abu Abdullah tentang aqiqah dimakan orang yang beraqiqah." Dia menjawab, "Ya, sebagainya boleh dimakan."Saya bertanya, "Berapa banyak?" Jawabannya, "Tidak tahu. Adapun kurban, dasarnya adalah Hadits Ibnu Masud dari Ibnu Umar."Selanjutnya, dia katakan kepadaku, "Namun, aqiqah itu boleh dimakan sebagiannya." Saya bertanya pula, "Samakan aqiqah dengan qurban dalam soal memakannya"? Dia menjawab, "Ya. Sebagiannya boleh dimakan." Riwayat Imam Maimun yang lainnya, Abu Abdillah pernah mengatakan, "Sepertiga kurban itu dihadiahkan kepada para tetangga. "Saya bertanya tetangga-tetangga yang kafir? Jawabannya "Ya".Apakah aqiqah seperti itu pula? "Tanya Imam Maimuni, dia jawab. "Ya. Siapa saja yang menyamakan aqiqah dengan qurban tidaklah jauh dari kebenaran. "Imam Khallal berkata, Muhammad bin Ali telah mengabarkan kepadaku. Dia berkata Imam Al-Astram menceritakan kepadaku bahwa Abu Abdullah pernah ditanya tentang boleh tidaknya sebagian aqiqah disimpan seperti kurban. Dia menjawab. "Saya tidak tahu."Kata Imam Khallal pula, Manshur mengabarkan kepadaku bahwa Jafar menceritakan kepada mereka seraya katanya," Saya pernah mendengar Abu Abdillah ditanya tentang aqiqah, yaitu seorang bertanya tentang bolehkah sebagian yang dikirim kepada bidan (yang membantu proses kelahiran) sang bayi? Saya lihat dia berkata "Ya."Kata Kallal lagi, Abdul Malik mengabarkan kepadaku bahwa dia mendengar Abu Abdillah berkata," sebagian aqiqah boleh dihadiahkan kepada bidan karena diceritakan bahwa beliau telah menghadiahkan kepada bidan ketika aqiqah Husain."Maksudnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam."Masih kata al-Khallal, Muhammad bin Ahmad telah mengabarkan kepada kami. Dia berkata, ayahku telah menceritakan kepadaku, dia berkata bahwa Hafash Bin Ghiyats telah menceritakan kepada kami. Dia berkata "Ja'far bin Muhammad telah menceritakan kepada kami dari ayahnya bahwa Nabi SAW menyuruh mereka mengirimkan kaki binatang aqiqah kepada bidan. Hadis yang sanadnya telah diriwayatkan pula Imam Baihaqi dari Husein bin Zaid, dari Ja'far bin Muhammad, dari ayahnya dari kakeknya, dari Ali bahwa Rasulullah SAW menyuruh Fatimah seraya bersabda."Timbanglah rambut Husain dan bersedekah dengan perak seberat rambut itu dan berilah bidan kaki dari akikah."

Baca Juga

  • aqiah
  • pembagian daging aqiqah
  • hukum aqiqah

Bagaimana pembagian daging aqiqah menurut mazhab Maliki dan Hambali

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Redaksi NU Online, aqiqah merupakan kesunnahan yang biasa dilakukan masyarakat ketika seorang anak dilahirkan. Mereka kemudian mengundang masyarakat dan membagikan daging aqiqah dalam keadaan matang. Pertanyaannya, bolehkah aqiqah dibagikan dalam bentuk daging segar? Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb (MJ/Depok)


Jawaban

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Aqiqah merupakan ibadah penyembelihan hewan yang dianjurkan atas kelahiran anak manusia. Daging hewan sembelihan kemudian dibagikan kepada kaum fakir dan miskin.


Secara umum hewan aqiqah memiliki kriteria yang sama dengan hewan kurban. Hal yang sama berlaku dengan ketentuan pembagian dagingnya meski pembagian daging aqiqah dianjurkan dalam kondisi matang.


Pembagian daging aqiqah dalam kondisi matang atau siap saji bersifat pilihan. Pembagian daging aqiqah juga dapat dilakukan dalam bentuk daging segar sebelum dimasak sebagaimana keterangan dalam mazhab Syafi’i berikut ini.


قَوْلُهُ (لَكِنْ لَا يَجِبُ التَّصَدُّقُ إلَخْ) أَيْ وَلَوْ كَانَتْ مَنْذُورَةً م ر أَيْ بَلْ هُوَ مُخَيَّرٌ بَيْنَ التَّصَدُّقِ بِالنِّيءِ، وَالْمَطْبُوخِ


Artinya, “(Tetapi tidak wajib disedekahkan…dan seterusnya) sekalipun itu dinadzarkan sebagaimana keterangan Syekh M Ramli. Ia boleh memilih antara menyedekahkannya dalam keadaan daging segar (daging mentah) dan dalam kondisi matang,” (Lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujarimi alal Manhaj).


Dari keterangan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa pembagian daging aqiqah tidak harus dilakukan dalam keadaan matang. Pembagian daging aqiqah boleh dilakukan dalam kondisi mentah atau belum dimasak.


فَيَجِبُ التَّصَدُّقُ بِجَمِيعِهَا عَلَى الْفُقَرَاءِ شَوْبَرِيٌّ، وَيَتَخَيَّرُ بَيْنَ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِجَمِيعِهَا نِيئًا، وَبَيْنَ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِالْبَعْضِ نِيئًا، وَبِالْبَعْضِ مَطْبُوخًا وَلَا يَصِحُّ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِالْجَمِيعِ مَطْبُوخًا


Artinya, “Semuanya wajib disedekahkan kepada orang fakir sebagaimana pandangan As-Syaubari. Seseorang boleh memilih antara menyedekahkan semuanya dalam keadaan mentah, atau menyedekahkannya sebagian dalam keadaan mentah dan sebagiannya dalam kondisi matang. Tidak sah menyedekahkan semuanya dalam keadaan matang,” (Lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujarimi alal Manhaj).


Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.


Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu ’alaikum wr. wb.


(Alhafiz Kurniawan)

AKURAT.CO, Dalam ajaran Islam, aqiqah merupakan suatu ibadah penyembelihan hewan yang dianjurkan atas kelahiran anak manusia.

Dalam mazhab Sunni, biasanya ketika yang bayi yang lahir adalah seorang laki-laki, maka dianjurkan untuk menyembelih dua kambing atau domba dalam aqiqahnya. Sementara jika bayi yang lahir adalah seorang perempuan, maka dianjurkan cukup satu kambing saja untuk dijadikan aqiqahnya. Hal itu dilakukan sebagai rasa syukur kita kepada Allah SWT, karena telah diberikan rezeki yang sangat luar biasa, yakni diberikan keturunan.

Kemudian, daging hewan sembelihan aqiqah dianjurkan untuk dibagikan kepada orang-orang fakir dan miskin.

Mengenai hal ini, secara umum bahwa kriteria hewan aqidah dan hewan kurban itu kurang lebih sama, dari sisi usia hewan dan sebagainya.

Kemudian juga mengenai ketentuan pembagian dagingnya, kurang lebih sama dengan ketentuan pembagian daging kurban. Akan tetapi, dalam aqiqah dianjurkan untuk membagikan dagingnya yang sudah matang. Namun itu juga merupakan sebuah pilihan, artinya boleh saja daging aqiqah dibagikan dalam kondisi segar belum dimasak dan belum siap saji.

Sebagaimana dalam keterangan ulama mazhab Syafi’i, yakni Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam kitab Hasyiyatul Bujairimi Alal Manhaj sebagai berikut:

 قَوْلُهُ (لَكِنْ لَا يَجِبُ التَّصَدُّقُ إلَخْ) أَيْ وَلَوْ كَانَتْ مَنْذُورَةً م ر أَيْ بَلْ هُوَ مُخَيَّرٌ بَيْنَ التَّصَدُّقِ بِالنِّيءِ، وَالْمَطْبُوخِ

 Artinya: “(Tetapi tidak wajib disedekahkan…dan seterusnya) sekalipun itu dinadzarkan sebagaimana keterangan Syekh M Ramli. Ia boleh memilih antara menyedekahkannya dalam keadaan daging segar (daging mentah) dan dalam kondisi matang”.

Dalam keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembagian daging aqiqah tidak harus dibagikan dalam keadaan matang atau siap saji. Artinya bahwa daging aqiqah boleh dibagikan dalam keadaan mentah atau belum matang sama sekali. Kemudian dalam keterangan lainnya dari Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam kitabnya bahwa:


Page 2

 فَيَجِبُ التَّصَدُّقُ بِجَمِيعِهَا عَلَى الْفُقَرَاءِ شَوْبَرِيٌّ، وَيَتَخَيَّرُ بَيْنَ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِجَمِيعِهَا نِيئًا، وَبَيْنَ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِالْبَعْضِ نِيئًا، وَبِالْبَعْضِ مَطْبُوخًا وَلَا يَصِحُّ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِالْجَمِيعِ مَطْبُوخًا

Artinya: “Semuanya wajib disedekahkan kepada orang fakir sebagaimana pandangan As-Syaubari. Seseorang boleh memilih antara menyedekahkan semuanya dalam keadaan mentah, atau menyedekahkannya sebagian dalam keadaan mentah dan sebagiannya dalam kondisi matang. Tidak sah menyedekahkan semuanya dalam keadaan matang”.

Pada keterangan selanjutnya, ia berpendapat bahwa jika daging aqiqah itu dibagikan semuanya dalam keadaan matang atau siap saji, maka itu tidak sah. Sehingga daging yang dibagikan baiknya tidak dalam keadaan matang semua, artinya bahwa sebagian daging aqiqah yang diberikan harus mentah dan sebagiannya harus matang. Akan tetapi, kalau semuanya mentah itu boleh dibagikan.

Demikianlah paparan singkat mengenai ketentuan daging aqiqah menurut ulama Islam. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. []