Bagaimana kaitan antara demokrasi dengan politik dan apa kaitannya dengan gereja

Bagaimana kaitan antara demokrasi dengan politik dan apa kaitannya dengan gereja

IL News 010/2016

Forum Strategis Gereja dan Politik (FSGP) ke-3
Jakarta, 7-9 April 2016

Sejak awal, gereja dan umat Kristen di Indonesia telah menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat untuk membangun bangsa. Dalam rangka ikut serta mendorong gereja-gereja dalam mengembangkan perannya di tengah bangsa, untuk ketiga kalinya, Institut Leimena mengadakan Forum Strategis Gereja dan Politik (FSGP) yang dilaksanakan pada tanggal 7 – 9 April 2016 di Wisma GPIB, Jakarta.

Tujuan dari forum ini adalah untuk mendalami hubungan gereja dan politik dalam terang Firman Tuhan dan sejarah gereja. Selain itu melalui forum ini, diharapkan juga ada pemahaman yang lebih mendalam tentang peran gereja dalam konteks politik di Indonesia masa kini. Pemahaman ini diharapkan dapat juga mendorong gereja untuk mengembangkan kebijakan dan program gereja sebagai implementasi dari pemahaman tersebut.

Bagaimana kaitan antara demokrasi dengan politik dan apa kaitannya dengan gereja

Acara FSGP ke-3 ini diikuti oleh 21 peserta yang terdiri dari pimpinan dan utusan lima sinode yaitu Gereja Toraja, Gereja Toraja Mamasa, Gereja Protestan Maluku, Gereja Kristen Sulawesi Tengah, dan Gereja Batak Karo Protestan. Untuk memahami peran gereja dalam konteks politik di masa kini, Jakob Tobing, Presiden Institut Leimena (IL), menyampaikan tentang topik Gereja dan Demokrasi: Berperan dalam Konsolidasi Demokrasi. Ditekankan bahwa dalam era demokrasi ini, walaupun masih banyak hal yang belum sesuai dengan konstitusi, orang Kristen sebagai bagian dari masyarakat Indonesia berkesempatan dan berkewajiban untuk ikut turut serta menegakkannya.

Bagaimana kaitan antara demokrasi dengan politik dan apa kaitannya dengan gereja

Maruarar Siahaan (Rektor UKI Jakarta, Senior Fellow IL) membawa peserta untuk memahami tentang Peran Gereja dalam Penegakan Hukum. Ditekankan bahwa keadilan yang menjadi nilai dasar ajaran Kristiani yang disuarakan oleh gereja, seyogyanya menjadi kekuatan moral gereja untuk turut menekan negara dalam mengimplementasikan hukum dan konstitusi dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Pdt. Andreas A. Yewangoe (Ketua Majelis Pertimbangan PGI 2015-2019, Senior Fellow IL) menolong peserta untuk memahami kaitan gereja dan politik dalam konteks perpolitikan di Indonesia masa kini. Beliau juga mengangkat akan pentingnya gereja di Indonesia untuk memahami tentang perlunya pengakuan iman tentang negara, politik dan demokrasi. Pengajaran tentang negara di dalam Perjanjian Baru, yang antara lain membahas Roma 13 dan Wahyu 13, mengajak peserta untuk memahami peran negara sebagai “pelayan Allah” dan batas-batasnya. Orang Kristen juga didorong untuk tetap mempunyai sikap kritis dan terus mengawal supaya negara tidak menyimpang dari  tugasnya.

You're Reading a Free Preview
Pages 5 to 8 are not shown in this preview.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahun 2019 negeri kita memasuki tahun politik, dalam arti tahun pemilu baik legislatif maupun pemilihan presiden.  Walaupun tahun depan baru merupakan tahun politik, namun suasana hangatnya politik sudah sangat terasa pada saat ini.  Bagaimana peran gereja dalam kehidupan politik? 

Untuk mencoba membahas topik ini, maka terlebih dahulu kita perlu mengartikan lebih dahulu apa itu 'gereja dan 'politik'.  Gereja pada umumnya diartikan sebagai rumah atau tempat ibadah orang-orang Kristen.  Namun arti dari pada 'gereja' sesungguhnya lebih dari sekedar gedung atau rumah tempat ibadah orang-orang Kristen.  Gereja, dalam bahasa Yunani adalah (ekklesia) berarti pertemuan atau sidang (jemaat). 

 Sedangkan politik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik ialah segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain; cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).  Menurut Ensiklopedi Indonesia, politik ialah hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, lembaga-lembaga dan proses-proses politik. pressure group, hubungan-hubungan internasional dan tata pemerintahan.  

Dengan demikian yang dimaksudkan dengan Peranan Gereja Terhadap Kehidupan Politik adalah bagaimana sikap dan peran orang-orang percaya (Kristen) dalam sebuah kumpulan terhadap kebijakan atau tindakan seseorang atau sekumpulan orang yang mempunyai hak atau wewenang dalam pemerintahan dan terhadap pemerintah sendiri maupun hubungan dengan luar negeri. 

Gereja Seharusnya Tidak Berpolitik

Gereja secara organisasi atau kumpulan dari organ-organ (orang-orang yang dipanggil keluar) seharusnya tidak berpolitik---dalam arti gereja tidak mendirikan partai atau menetapkan satu partai tertentu sebagai partainya secara organisasi.  Gereja tidak berpolitik sebab ketika Yesus ditanya oleh murid-muridNya, "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" (Kis. 1: 6).  

Pertanyaan ini dapat dikatakan mengandung unsur politik, karena pada saat itu dan sudah lama Israel berada dibawah jajahan Romawi.  Yesus menjawab, "Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya" (Kis. 1:7).  Kalau kita menyimak baik-baik jawaban yang diberikan Yesus, Yesus menjawab bahwa tentang hal mumulihkan kerajaan Israel (secara politik) bukan masanya dan bukan tugas murid-murid. Kis. 1:8 Yesus melanjutkan berkata, "kamu akan menerima kuasa Roh Kudus...dan kamu akan menjadi saksi-Ku..."  

Ada suatu tugas yang diberikan atau dari Tuhan yang lebih penting yakni tugas menjadi saksi (membawa kabar baik) kepada sesama dari pada berpolitik.  Secara umum gereja mempunyai tiga tugas utama yakni koinonia (persekutuan), diakonia (sosial), dan marturia (kesaksian). Untuk itu sampai hari ini, kira-kira selama 25 tahun (1993-2018) melayani dan menggembalakan, tidak pernah sekalipun saya ijinkan caleg atau kubu capres dari manapun berkampanye di gereja khususnya lewat mimbar gereja.

Gereja Harus Mengajari Umat-nya Prinsip-Prinsip Kehidupan Politik Yang Alkitabiah

Walaupun gereja sendiri yakni secara organisasi tidak berpolitik, biasanya gereja akan menyerahkan hak politik kepada masing-masing umatnya, untuk itu gereja juga tidak bisa tidak sama sekali berhubungan dengan soal politik.  Umat gereja yang terdiri dari orang-orang percaya adalah merupakan warga negara yang mempunyai hak politik yakni paling tidak hak memberikan suara atau memilih pemimpin negeri baik itu presiden, DRR/MPR, dan kepala daerah atau gebernur maupun bupati.  

Dalam hal inilah gereja juga sebagai lembaga masyarakat yang mengajarkan apa itu kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, kasih, ketaatan (termasuk ketaatan kepada pemerintah), dan seterusnya berlandaskan kitab suci atau Alkitab harus mengajari prinsip-prinsip kepada umat bagaimana kehidupan politik yang baik.  


Page 2

Tahun 2019 negeri kita memasuki tahun politik, dalam arti tahun pemilu baik legislatif maupun pemilihan presiden.  Walaupun tahun depan baru merupakan tahun politik, namun suasana hangatnya politik sudah sangat terasa pada saat ini.  Bagaimana peran gereja dalam kehidupan politik? 

Untuk mencoba membahas topik ini, maka terlebih dahulu kita perlu mengartikan lebih dahulu apa itu 'gereja dan 'politik'.  Gereja pada umumnya diartikan sebagai rumah atau tempat ibadah orang-orang Kristen.  Namun arti dari pada 'gereja' sesungguhnya lebih dari sekedar gedung atau rumah tempat ibadah orang-orang Kristen.  Gereja, dalam bahasa Yunani adalah (ekklesia) berarti pertemuan atau sidang (jemaat). 

 Sedangkan politik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik ialah segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain; cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).  Menurut Ensiklopedi Indonesia, politik ialah hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, lembaga-lembaga dan proses-proses politik. pressure group, hubungan-hubungan internasional dan tata pemerintahan.  

Dengan demikian yang dimaksudkan dengan Peranan Gereja Terhadap Kehidupan Politik adalah bagaimana sikap dan peran orang-orang percaya (Kristen) dalam sebuah kumpulan terhadap kebijakan atau tindakan seseorang atau sekumpulan orang yang mempunyai hak atau wewenang dalam pemerintahan dan terhadap pemerintah sendiri maupun hubungan dengan luar negeri. 

Gereja Seharusnya Tidak Berpolitik

Gereja secara organisasi atau kumpulan dari organ-organ (orang-orang yang dipanggil keluar) seharusnya tidak berpolitik---dalam arti gereja tidak mendirikan partai atau menetapkan satu partai tertentu sebagai partainya secara organisasi.  Gereja tidak berpolitik sebab ketika Yesus ditanya oleh murid-muridNya, "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" (Kis. 1: 6).  

Pertanyaan ini dapat dikatakan mengandung unsur politik, karena pada saat itu dan sudah lama Israel berada dibawah jajahan Romawi.  Yesus menjawab, "Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya" (Kis. 1:7).  Kalau kita menyimak baik-baik jawaban yang diberikan Yesus, Yesus menjawab bahwa tentang hal mumulihkan kerajaan Israel (secara politik) bukan masanya dan bukan tugas murid-murid. Kis. 1:8 Yesus melanjutkan berkata, "kamu akan menerima kuasa Roh Kudus...dan kamu akan menjadi saksi-Ku..."  

Ada suatu tugas yang diberikan atau dari Tuhan yang lebih penting yakni tugas menjadi saksi (membawa kabar baik) kepada sesama dari pada berpolitik.  Secara umum gereja mempunyai tiga tugas utama yakni koinonia (persekutuan), diakonia (sosial), dan marturia (kesaksian). Untuk itu sampai hari ini, kira-kira selama 25 tahun (1993-2018) melayani dan menggembalakan, tidak pernah sekalipun saya ijinkan caleg atau kubu capres dari manapun berkampanye di gereja khususnya lewat mimbar gereja.

Gereja Harus Mengajari Umat-nya Prinsip-Prinsip Kehidupan Politik Yang Alkitabiah

Walaupun gereja sendiri yakni secara organisasi tidak berpolitik, biasanya gereja akan menyerahkan hak politik kepada masing-masing umatnya, untuk itu gereja juga tidak bisa tidak sama sekali berhubungan dengan soal politik.  Umat gereja yang terdiri dari orang-orang percaya adalah merupakan warga negara yang mempunyai hak politik yakni paling tidak hak memberikan suara atau memilih pemimpin negeri baik itu presiden, DRR/MPR, dan kepala daerah atau gebernur maupun bupati.  

Dalam hal inilah gereja juga sebagai lembaga masyarakat yang mengajarkan apa itu kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, kasih, ketaatan (termasuk ketaatan kepada pemerintah), dan seterusnya berlandaskan kitab suci atau Alkitab harus mengajari prinsip-prinsip kepada umat bagaimana kehidupan politik yang baik.  


Bagaimana kaitan antara demokrasi dengan politik dan apa kaitannya dengan gereja

Lihat Sosbud Selengkapnya


Page 3

Tahun 2019 negeri kita memasuki tahun politik, dalam arti tahun pemilu baik legislatif maupun pemilihan presiden.  Walaupun tahun depan baru merupakan tahun politik, namun suasana hangatnya politik sudah sangat terasa pada saat ini.  Bagaimana peran gereja dalam kehidupan politik? 

Untuk mencoba membahas topik ini, maka terlebih dahulu kita perlu mengartikan lebih dahulu apa itu 'gereja dan 'politik'.  Gereja pada umumnya diartikan sebagai rumah atau tempat ibadah orang-orang Kristen.  Namun arti dari pada 'gereja' sesungguhnya lebih dari sekedar gedung atau rumah tempat ibadah orang-orang Kristen.  Gereja, dalam bahasa Yunani adalah (ekklesia) berarti pertemuan atau sidang (jemaat). 

 Sedangkan politik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik ialah segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain; cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).  Menurut Ensiklopedi Indonesia, politik ialah hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, lembaga-lembaga dan proses-proses politik. pressure group, hubungan-hubungan internasional dan tata pemerintahan.  

Dengan demikian yang dimaksudkan dengan Peranan Gereja Terhadap Kehidupan Politik adalah bagaimana sikap dan peran orang-orang percaya (Kristen) dalam sebuah kumpulan terhadap kebijakan atau tindakan seseorang atau sekumpulan orang yang mempunyai hak atau wewenang dalam pemerintahan dan terhadap pemerintah sendiri maupun hubungan dengan luar negeri. 

Gereja Seharusnya Tidak Berpolitik

Gereja secara organisasi atau kumpulan dari organ-organ (orang-orang yang dipanggil keluar) seharusnya tidak berpolitik---dalam arti gereja tidak mendirikan partai atau menetapkan satu partai tertentu sebagai partainya secara organisasi.  Gereja tidak berpolitik sebab ketika Yesus ditanya oleh murid-muridNya, "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" (Kis. 1: 6).  

Pertanyaan ini dapat dikatakan mengandung unsur politik, karena pada saat itu dan sudah lama Israel berada dibawah jajahan Romawi.  Yesus menjawab, "Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya" (Kis. 1:7).  Kalau kita menyimak baik-baik jawaban yang diberikan Yesus, Yesus menjawab bahwa tentang hal mumulihkan kerajaan Israel (secara politik) bukan masanya dan bukan tugas murid-murid. Kis. 1:8 Yesus melanjutkan berkata, "kamu akan menerima kuasa Roh Kudus...dan kamu akan menjadi saksi-Ku..."  

Ada suatu tugas yang diberikan atau dari Tuhan yang lebih penting yakni tugas menjadi saksi (membawa kabar baik) kepada sesama dari pada berpolitik.  Secara umum gereja mempunyai tiga tugas utama yakni koinonia (persekutuan), diakonia (sosial), dan marturia (kesaksian). Untuk itu sampai hari ini, kira-kira selama 25 tahun (1993-2018) melayani dan menggembalakan, tidak pernah sekalipun saya ijinkan caleg atau kubu capres dari manapun berkampanye di gereja khususnya lewat mimbar gereja.

Gereja Harus Mengajari Umat-nya Prinsip-Prinsip Kehidupan Politik Yang Alkitabiah

Walaupun gereja sendiri yakni secara organisasi tidak berpolitik, biasanya gereja akan menyerahkan hak politik kepada masing-masing umatnya, untuk itu gereja juga tidak bisa tidak sama sekali berhubungan dengan soal politik.  Umat gereja yang terdiri dari orang-orang percaya adalah merupakan warga negara yang mempunyai hak politik yakni paling tidak hak memberikan suara atau memilih pemimpin negeri baik itu presiden, DRR/MPR, dan kepala daerah atau gebernur maupun bupati.  

Dalam hal inilah gereja juga sebagai lembaga masyarakat yang mengajarkan apa itu kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, kasih, ketaatan (termasuk ketaatan kepada pemerintah), dan seterusnya berlandaskan kitab suci atau Alkitab harus mengajari prinsip-prinsip kepada umat bagaimana kehidupan politik yang baik.  


Bagaimana kaitan antara demokrasi dengan politik dan apa kaitannya dengan gereja

Lihat Sosbud Selengkapnya


Page 4

Tahun 2019 negeri kita memasuki tahun politik, dalam arti tahun pemilu baik legislatif maupun pemilihan presiden.  Walaupun tahun depan baru merupakan tahun politik, namun suasana hangatnya politik sudah sangat terasa pada saat ini.  Bagaimana peran gereja dalam kehidupan politik? 

Untuk mencoba membahas topik ini, maka terlebih dahulu kita perlu mengartikan lebih dahulu apa itu 'gereja dan 'politik'.  Gereja pada umumnya diartikan sebagai rumah atau tempat ibadah orang-orang Kristen.  Namun arti dari pada 'gereja' sesungguhnya lebih dari sekedar gedung atau rumah tempat ibadah orang-orang Kristen.  Gereja, dalam bahasa Yunani adalah (ekklesia) berarti pertemuan atau sidang (jemaat). 

 Sedangkan politik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik ialah segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain; cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).  Menurut Ensiklopedi Indonesia, politik ialah hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, lembaga-lembaga dan proses-proses politik. pressure group, hubungan-hubungan internasional dan tata pemerintahan.  

Dengan demikian yang dimaksudkan dengan Peranan Gereja Terhadap Kehidupan Politik adalah bagaimana sikap dan peran orang-orang percaya (Kristen) dalam sebuah kumpulan terhadap kebijakan atau tindakan seseorang atau sekumpulan orang yang mempunyai hak atau wewenang dalam pemerintahan dan terhadap pemerintah sendiri maupun hubungan dengan luar negeri. 

Gereja Seharusnya Tidak Berpolitik

Gereja secara organisasi atau kumpulan dari organ-organ (orang-orang yang dipanggil keluar) seharusnya tidak berpolitik---dalam arti gereja tidak mendirikan partai atau menetapkan satu partai tertentu sebagai partainya secara organisasi.  Gereja tidak berpolitik sebab ketika Yesus ditanya oleh murid-muridNya, "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" (Kis. 1: 6).  

Pertanyaan ini dapat dikatakan mengandung unsur politik, karena pada saat itu dan sudah lama Israel berada dibawah jajahan Romawi.  Yesus menjawab, "Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya" (Kis. 1:7).  Kalau kita menyimak baik-baik jawaban yang diberikan Yesus, Yesus menjawab bahwa tentang hal mumulihkan kerajaan Israel (secara politik) bukan masanya dan bukan tugas murid-murid. Kis. 1:8 Yesus melanjutkan berkata, "kamu akan menerima kuasa Roh Kudus...dan kamu akan menjadi saksi-Ku..."  

Ada suatu tugas yang diberikan atau dari Tuhan yang lebih penting yakni tugas menjadi saksi (membawa kabar baik) kepada sesama dari pada berpolitik.  Secara umum gereja mempunyai tiga tugas utama yakni koinonia (persekutuan), diakonia (sosial), dan marturia (kesaksian). Untuk itu sampai hari ini, kira-kira selama 25 tahun (1993-2018) melayani dan menggembalakan, tidak pernah sekalipun saya ijinkan caleg atau kubu capres dari manapun berkampanye di gereja khususnya lewat mimbar gereja.

Gereja Harus Mengajari Umat-nya Prinsip-Prinsip Kehidupan Politik Yang Alkitabiah

Walaupun gereja sendiri yakni secara organisasi tidak berpolitik, biasanya gereja akan menyerahkan hak politik kepada masing-masing umatnya, untuk itu gereja juga tidak bisa tidak sama sekali berhubungan dengan soal politik.  Umat gereja yang terdiri dari orang-orang percaya adalah merupakan warga negara yang mempunyai hak politik yakni paling tidak hak memberikan suara atau memilih pemimpin negeri baik itu presiden, DRR/MPR, dan kepala daerah atau gebernur maupun bupati.  

Dalam hal inilah gereja juga sebagai lembaga masyarakat yang mengajarkan apa itu kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, kasih, ketaatan (termasuk ketaatan kepada pemerintah), dan seterusnya berlandaskan kitab suci atau Alkitab harus mengajari prinsip-prinsip kepada umat bagaimana kehidupan politik yang baik.  


Bagaimana kaitan antara demokrasi dengan politik dan apa kaitannya dengan gereja

Lihat Sosbud Selengkapnya