Bagaimana cara mengedarkan makanan keseluruh tubuhnya pada hewan cacing planaria

Platyhelminthes yaitu filum dalam Kerajaan Animalia (hewan). Filum ini mencakup semua cacing pipih kecuali Nemertea, yang dahulu adalah salah satu kelas pada Platyhelminthes, yang telah dipisahkan.[1]

Ciri-ciri

Tubuh pipih dosoventral dan tidak bersegmen. Umumnya, golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sbg parasit di dalam tubuh organisme pautan.[2]. Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya.[2] Beberapa contoh Platyhelminthes yaitu Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3 cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembap (panjang mencapai 60 cm), Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.[2]

Struktur dan fungsi tubuh

Platyhelminthes adalah cacing yang tergolong triploblastik aselomata karena memiliki 3 lapisan embrional yang terdiri atas ektoderma, endoderma, dan mesoderma. [3] Namun, mesoderma cacing ini tidak merasakan spesialisasi sehingga sel-selnya tetap seragam dan tidak membentuk sel khusus.[3]

Sistem pencernaan

Sistem pencernaan cacing pipih dinamakan sistem gastrovaskuler, dimana peredaran makanan tidak melewati darah tetapi oleh usus.[3] Sistem pencernaan cacing pipih dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan.[3]. Di belakangan kerongkongan ini hadir usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh.[3] Dengan demikian, selain mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh.[3]

Selain itu, cacing pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melewati mulut karena tidak memiliki anus.[3] Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor karena makanannya diedarkan melewati sistem gastrovaskuler.[3] Sementara itu, gas O2 dan CO2 dikeluarkan dari tubuhnya melewati proses difusi.[3]

Sistem syaraf

Hadir beberapa jenis sistem syaraf pada cacing pipih[3]:

  • Sistem syaraf tangga tali adalah sistem syaraf yang sangat sederhana. [3]Pada sistem tersebut, pusat susunan saraf yang dinamakan sbg ganglion otak hadir di bagian kepala dan berjumlah berpasangan. [3] Dari kedua ganglion otak tersebut keluar tali saraf sisi yang memanjang di bagian kiri dan kanan tubuh yang dihubungkan dengan serabut saraf melintang. [3]
  • Pada cacing pipih yang lebih tinggi angkatannya, sistem saraf mampu tersusun dari sel saraf (neuron) yang dibedakan menjadi sel saraf sensori (sel pembawa sinyal dari indera ke otak), sel saraf motor (sel pembawa dari otak ke efektor), dan sel asosiasi (perantara).[3]

Indera

Beberapa jenis cacing pipih memiliki sistem penginderaan berupa oseli, yaitu bintik mata yang mengandung pigmen peka terhadap cahaya. [3] Bintik mata tersebut biasanya berjumlah berpasangan dan hadir di bagian anterior (kepala). [3] Seluruh cacing pipih memiliki indra meraba dan sel kemoresptor di seluruh tubuhnya.[4] Beberapa spesies juga memiliki indra tambahan berupa aurikula (telinga), statosista (pegatur keseimbangan), dan reoreseptor (organ sebagai mengetahui arah arus sungai). [3] Umumnya, cacing pipih memiliki sistem osmoregulasi yang dinamakan protonefridia. [5] Sistem ini terdiri atas aliran berpembeluh yang kemudiannya di sel api.[4] Lubang pengeluaran cairan yang dimilikinya dinamakan protonefridiofor yang berjumlah berpasangan atau lebih. [5] Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan secara difusi melewati dinding sel. [5]

Reproduksi

Cacing pipih mampu bereproduksi secara aseksual dengan membelah diri dan secara seksual dengan perkawinan silang, walaupun binatang ini tergolong hermafrodit[6].

Klasifikasi

Platyhelminthes mampu dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu Turbellaria (cacing bulu getar), Trematoda (cacing hisap), Monogenea, dan Cestoda (cacing pita)[7].

  • Kelas Turbellaria adalah cacing pipih yang menggunakan bulu getar sbg alat geraknya, misalnya yaitu Planaria. [7]
  • Kelas Trematoda memiliki alat hisap yang dilengkapi dengan kait sebagai melekatkan diri pada inangnya karena golongan ini hidup sbg parasit pada manusia dan binatang. [7] Beberapa contoh Trematoda yaitu Fasciola (cacing hati), Clonorchis, dan Schistosoma[7]
  • Kelas Cestoda memiliki kulit yang dilapisi kitin sehingga tidak tercemar oleh enzim di usus inang. [7] Cacing ini adalah parasit pada binatang, misalnya yaitu Taenia solium dan T. saginata[7] Spesies ini menggunakan skoleks sebagai menempel pada usus inang. Taenia bereproduksi dengan menggunakan telur yang telah dibuahi dan di dalamnya terkandung larva yang dinamakan onkosfer[7]

Siklus Hidup Platyhelminthes

Fasciola hepatica

Telur (bersama feces) -> larva bersilia (mirasidium) -> siput cairan (lymnea auricularis atau lymnea javanica) -> sporokista -> redia -> serkaria -> keluar dari tubuh siput -> menempel pada rumput / tanaman cairan -> membentuk kista (metaserkaria) -> dimakan domba(hepatica)/sapi(gigantica) -> usus -> hati -> sampai dewasa

Chlornosis sinensis

Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput cairan -> sporosista -> menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput -> ikan cairan tawar (menempel di ototnya) -> membentuk kista (metaserkaria) -> ikan dimakan -> aliran pencernaan -> hati -> sampai dewasa

Schistosoma javanicum

Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput cairan -> sporosista -> menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput -> menembus kulit manusia -> pembuluh darah vena

Taenia saginata / Taenia Solium

Proglotid (bersama feces) -> mencemari makanan babi -> babi -> usus babi (telur menetas jadi hexacan) -> arus darah -> otot/daging (sistiserkus) -> manusia -> usus manusia (sistiserkus pecah -> skolex menempel di dinding usus) -> sampai dewasa di manusia -> keluar bersama feces [8](Inggris)[3]

Penyakit yang diakibatkan Platyhelminthes

Bagaimana cara mengedarkan makanan keseluruh tubuhnya pada hewan cacing planaria

Schistosoma mansoni, penyebab Schistosoma pada manusia.

Beberapa spesies Platyhelminthes mampu menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang. [8] Salah satu ditengahnya yaitu genus Schistosoma yang mampu mengakibatkan skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan melewati siput cairan tawar pada manusia.[8] Apabila cacing tersebut mengembang di tubuh manusia, mampu terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia. [8](Inggris)[3] Kerusakan tersebut diakibatkan perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh sampai mengakibatkan reaksi imunitas. Penyakit ini adalah salah satu penyakit endemik di Indonesia.[3] [8]. Contoh pautannya yaitu Clonorchis sinensis yang mengakibatkan infeksi cacing hati pada manusia dan binatang mamalia pautannya[9]. Spesies ini mampu menghisap darah manusia[9]. Pada binatang, infeksi cacing pipih juga mampu ditemukan, misalnya Scutariella didactyla yang menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara menghisap cairan tubuh udang tersebut[10].

Pustaka

  1. ^ (Inggris)Torsten H. Struck, Frauke Fisse (2008). "Phylogenetic position of Nemertea derived from phylogenomic data". Molecular Biology and Evolution. doi:10.1093/molbev/msn019. 
  2. ^ a b c (Inggris)Marty Snyderman, Clay Wiseman (1996). Guide to marine life: Caribbean, Bahamas, Florida. Aqua Quest Publications, Inc. ISBN 978-1-881652-06-9. Hal.83-87
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t (Inggris)Wojciech Pisula (2009). Curiosity and Information Seeking in Animal and Human Behavior. Brown Walker Press. ISBN 978-1-59942-498-9. Hal.37-41
  4. ^ a b (Inggris)"Platyhelminthes". 2010. 
  5. ^ a b c (Inggris) Cecie Starr, Christine A. Evers, Lisa Starr (2007). Biology: Concepts and Applications Without Physiology. Brooks Cole. ISBN 978-0-495-38150-1. 
  6. ^ (Inggris)Whittington ID. (Juni 1997). Reproduction and host-location among the parasitic platyhelminthes. 27 (6). hlm. 705–14. 
  7. ^ a b c d e f g (Inggris)Greg Lewbart (2006). Invertebrate medicine. Wiley-Blackwell. ISBN 978-0-8138-1844-3. Hal.53-55
  8. ^ a b c d e (Inggris)Garjito TA, Sudomo M, Abdullah, Dahlan M, Nurwidayati A. (September 2008). "Schistosomiasis in Indonesia: past and present.". Parasitol Int. 57 (3): 277–80. 
  9. ^ a b (Inggris)T. Suna, S.T. Choua and J.B. Gibson (Juni 1968). "Route of entry of Clonorchis sinensis to the mammalian liverstar". Experimental Parasitology 22 (3): 346–351. 
  10. ^ (Inggris)Joan Bowman Williams (Januari 1986). "Phylogenetic relationships of the Temnocephaloidea (Platyhelminthes)". Hydrobiologia 132. doi:10.1007/BF00046229. 


edunitas.com


Page 2

Platyhelminthes adalah filum dalam Kerajaan Animalia (hewan). Filum ini mencakup semua cacing pipih kecuali Nemertea, yang dahulu merupakan salah satu kelas pada Platyhelminthes, yang telah dipisahkan.[1]

Ciri-ciri

Tubuh pipih dosoventral dan tidak bersegmen. Umumnya, golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sbg parasit di dalam tubuh organisme pautan.[2]. Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya.[2] Beberapa contoh Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3 cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembap (panjang mencapai 60 cm), Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.[2]

Struktur dan fungsi tubuh

Platyhelminthes merupakan cacing yang tergolong triploblastik aselomata karena memiliki 3 lapisan embrional yang terdiri atas ektoderma, endoderma, dan mesoderma. [3] Namun, mesoderma cacing ini tidak mengalami spesialisasi sehingga sel-selnya tetap seragam dan tidak membentuk sel khusus.[3]

Sistem pencernaan

Sistem pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler, dimana peredaran makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus.[3] Sistem pencernaan cacing pipih dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan.[3]. Di belakangan kerongkongan ini terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh.[3] Dengan demikian, selain mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh.[3]

Selain itu, cacing pipih juga memperagakan pembuangan sisa makanan melalui mulut karena tidak memiliki anus.[3] Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor karena makanannya diedarkan melalui sistem gastrovaskuler.[3] Sementara itu, gas O2 dan CO2 dikeluarkan dari tubuhnya melalui proses difusi.[3]

Sistem syaraf

Hadir beberapa jenis sistem syaraf pada cacing pipih[3]:

  • Sistem syaraf tangga tali merupakan sistem syaraf yang sangat sederhana. [3]Pada sistem tersebut, pusat susunan saraf yang disebut sbg ganglion otak terdapat di bagian kepala dan berjumlah berpasangan. [3] Dari kedua ganglion otak tersebut keluar tali saraf sisi yang memanjang di bagian kiri dan kanan tubuh yang dihubungkan dengan serabut saraf melintang. [3]
  • Pada cacing pipih yang semakin tinggi angkatannya, sistem saraf mampu tersusun dari sel saraf (neuron) yang dibedakan menjadi sel saraf sensori (sel pembawa sinyal dari indera ke otak), sel saraf motor (sel pembawa dari otak ke efektor), dan sel asosiasi (perantara).[3]

Indera

Beberapa jenis cacing pipih memiliki sistem penginderaan berupa oseli, yaitu bintik mata yang mengandung pigmen peka terhadap cahaya. [3] Bintik mata tersebut kebanyakan berjumlah berpasangan dan terdapat di bagian anterior (kepala). [3] Seluruh cacing pipih memiliki indra meraba dan sel kemoresptor di seluruh tubuhnya.[4] Beberapa spesies juga memiliki indra tambahan berupa aurikula (telinga), statosista (pegatur keseimbangan), dan reoreseptor (organ sebagai mengetahui arah arus sungai). [3] Umumnya, cacing pipih memiliki sistem osmoregulasi yang disebut protonefridia. [5] Sistem ini terdiri atas aliran berpembeluh yang habis di sel api.[4] Lubang pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiofor yang berjumlah berpasangan atau semakin. [5] Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan secara difusi melalui dinding sel. [5]

Reproduksi

Cacing pipih mampu bereproduksi secara aseksual dengan membelah diri dan secara seksual dengan perkawinan silang, walaupun binatang ini tergolong hermafrodit[6].

Klasifikasi

Platyhelminthes mampu dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu Turbellaria (cacing bulu getar), Trematoda (cacing hisap), Monogenea, dan Cestoda (cacing pita)[7].

  • Kelas Turbellaria merupakan cacing pipih yang menggunakan bulu getar sbg alat geraknya, misalnya adalah Planaria. [7]
  • Kelas Trematoda memiliki alat hisap yang dilengkapi dengan kait sebagai melekatkan diri pada inangnya karena golongan ini hidup sbg parasit pada manusia dan binatang. [7] Beberapa contoh Trematoda adalah Fasciola (cacing hati), Clonorchis, dan Schistosoma[7]
  • Kelas Cestoda memiliki kulit yang dilapisi kitin sehingga tidak tercemar oleh enzim di usus inang. [7] Cacing ini merupakan parasit pada binatang, misalnya adalah Taenia solium dan T. saginata[7] Spesies ini menggunakan skoleks sebagai menempel pada usus inang. Taenia bereproduksi dengan menggunakan telur yang telah dibuahi dan di dalamnya terkandung larva yang disebut onkosfer[7]

Siklus Hidup Platyhelminthes

Fasciola hepatica

Telur (bersama feces) -> larva bersilia (mirasidium) -> siput cairan (lymnea auricularis atau lymnea javanica) -> sporokista -> redia -> serkaria -> keluar dari tubuh siput -> menempel pada rumput / tanaman cairan -> membentuk kista (metaserkaria) -> dimakan domba(hepatica)/sapi(gigantica) -> usus -> hati -> sampai dewasa

Chlornosis sinensis

Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput cairan -> sporosista -> menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput -> ikan cairan tawar (menempel di ototnya) -> membentuk kista (metaserkaria) -> ikan dimakan -> aliran pencernaan -> hati -> sampai dewasa

Schistosoma javanicum

Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput cairan -> sporosista -> menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput -> menembus kulit manusia -> pembuluh darah vena

Taenia saginata / Taenia Solium

Proglotid (bersama feces) -> mencemari makanan babi -> babi -> usus babi (telur menetas jadi hexacan) -> arus darah -> otot/daging (sistiserkus) -> manusia -> usus manusia (sistiserkus pecah -> skolex menempel di dinding usus) -> sampai dewasa di manusia -> keluar bersama feces [8](Inggris)[3]

Penyakit yang disebabkan Platyhelminthes

Bagaimana cara mengedarkan makanan keseluruh tubuhnya pada hewan cacing planaria

Schistosoma mansoni, penyebab Schistosoma pada manusia.

Beberapa spesies Platyhelminthes mampu menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang. [8] Salah satu ditengahnya adalah genus Schistosoma yang mampu menyebabkan skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan melalui siput cairan tawar pada manusia.[8] Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, mampu terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia. [8](Inggris)[3] Kerusakan tersebut disebabkan perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh sampai menyebabkan reaksi imunitas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia.[3] [8]. Contoh pautannya adalah Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan binatang mamalia pautannya[9]. Spesies ini mampu menghisap darah manusia[9]. Pada binatang, infeksi cacing pipih juga mampu ditemukan, misalnya Scutariella didactyla yang menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara menghisap cairan tubuh udang tersebut[10].

Pustaka

  1. ^ (Inggris)Torsten H. Struck, Frauke Fisse (2008). "Phylogenetic position of Nemertea derived from phylogenomic data". Molecular Biology and Evolution. doi:10.1093/molbev/msn019. 
  2. ^ a b c (Inggris)Marty Snyderman, Clay Wiseman (1996). Guide to marine life: Caribbean, Bahamas, Florida. Aqua Quest Publications, Inc. ISBN 978-1-881652-06-9. Hal.83-87
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t (Inggris)Wojciech Pisula (2009). Curiosity and Information Seeking in Animal and Human Behavior. Brown Walker Press. ISBN 978-1-59942-498-9. Hal.37-41
  4. ^ a b (Inggris)"Platyhelminthes". 2010. 
  5. ^ a b c (Inggris) Cecie Starr, Christine A. Evers, Lisa Starr (2007). Biology: Concepts and Applications Without Physiology. Brooks Cole. ISBN 978-0-495-38150-1. 
  6. ^ (Inggris)Whittington ID. (Juni 1997). Reproduction and host-location among the parasitic platyhelminthes. 27 (6). hlm. 705–14. 
  7. ^ a b c d e f g (Inggris)Greg Lewbart (2006). Invertebrate medicine. Wiley-Blackwell. ISBN 978-0-8138-1844-3. Hal.53-55
  8. ^ a b c d e (Inggris)Garjito TA, Sudomo M, Abdullah, Dahlan M, Nurwidayati A. (September 2008). "Schistosomiasis in Indonesia: past and present.". Parasitol Int. 57 (3): 277–80. 
  9. ^ a b (Inggris)T. Suna, S.T. Choua and J.B. Gibson (Juni 1968). "Route of entry of Clonorchis sinensis to the mammalian liverstar". Experimental Parasitology 22 (3): 346–351. 
  10. ^ (Inggris)Joan Bowman Williams (Januari 1986). "Phylogenetic relationships of the Temnocephaloidea (Platyhelminthes)". Hydrobiologia 132. doi:10.1007/BF00046229. 


edunitas.com


Page 3

Platyhelminthes adalah filum dalam Kerajaan Animalia (hewan). Filum ini mencakup semua cacing pipih kecuali Nemertea, yang dahulu merupakan salah satu kelas pada Platyhelminthes, yang telah dipisahkan.[1]

Ciri-ciri

Tubuh pipih dosoventral dan tidak bersegmen. Umumnya, golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sbg parasit di dalam tubuh organisme pautan.[2]. Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya.[2] Beberapa contoh Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3 cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembap (panjang mencapai 60 cm), Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.[2]

Struktur dan fungsi tubuh

Platyhelminthes merupakan cacing yang tergolong triploblastik aselomata karena memiliki 3 lapisan embrional yang terdiri atas ektoderma, endoderma, dan mesoderma. [3] Namun, mesoderma cacing ini tidak mengalami spesialisasi sehingga sel-selnya tetap seragam dan tidak membentuk sel khusus.[3]

Sistem pencernaan

Sistem pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler, dimana peredaran makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus.[3] Sistem pencernaan cacing pipih dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan.[3]. Di belakangan kerongkongan ini terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh.[3] Dengan demikian, selain mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh.[3]

Selain itu, cacing pipih juga memperagakan pembuangan sisa makanan melalui mulut karena tidak memiliki anus.[3] Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor karena makanannya diedarkan melalui sistem gastrovaskuler.[3] Sementara itu, gas O2 dan CO2 dikeluarkan dari tubuhnya melalui proses difusi.[3]

Sistem syaraf

Hadir beberapa jenis sistem syaraf pada cacing pipih[3]:

  • Sistem syaraf tangga tali merupakan sistem syaraf yang sangat sederhana. [3]Pada sistem tersebut, pusat susunan saraf yang disebut sbg ganglion otak terdapat di bagian kepala dan berjumlah berpasangan. [3] Dari kedua ganglion otak tersebut keluar tali saraf sisi yang memanjang di bagian kiri dan kanan tubuh yang dihubungkan dengan serabut saraf melintang. [3]
  • Pada cacing pipih yang semakin tinggi angkatannya, sistem saraf mampu tersusun dari sel saraf (neuron) yang dibedakan menjadi sel saraf sensori (sel pembawa sinyal dari indera ke otak), sel saraf motor (sel pembawa dari otak ke efektor), dan sel asosiasi (perantara).[3]

Indera

Beberapa jenis cacing pipih memiliki sistem penginderaan berupa oseli, yaitu bintik mata yang mengandung pigmen peka terhadap cahaya. [3] Bintik mata tersebut kebanyakan berjumlah berpasangan dan terdapat di bagian anterior (kepala). [3] Seluruh cacing pipih memiliki indra meraba dan sel kemoresptor di seluruh tubuhnya.[4] Beberapa spesies juga memiliki indra tambahan berupa aurikula (telinga), statosista (pegatur keseimbangan), dan reoreseptor (organ sebagai mengetahui arah arus sungai). [3] Umumnya, cacing pipih memiliki sistem osmoregulasi yang disebut protonefridia. [5] Sistem ini terdiri atas aliran berpembeluh yang habis di sel api.[4] Lubang pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiofor yang berjumlah berpasangan atau semakin. [5] Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan secara difusi melalui dinding sel. [5]

Reproduksi

Cacing pipih mampu bereproduksi secara aseksual dengan membelah diri dan secara seksual dengan perkawinan silang, walaupun binatang ini tergolong hermafrodit[6].

Klasifikasi

Platyhelminthes mampu dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu Turbellaria (cacing bulu getar), Trematoda (cacing hisap), Monogenea, dan Cestoda (cacing pita)[7].

  • Kelas Turbellaria merupakan cacing pipih yang menggunakan bulu getar sbg alat geraknya, misalnya adalah Planaria. [7]
  • Kelas Trematoda memiliki alat hisap yang dilengkapi dengan kait sebagai melekatkan diri pada inangnya karena golongan ini hidup sbg parasit pada manusia dan binatang. [7] Beberapa contoh Trematoda adalah Fasciola (cacing hati), Clonorchis, dan Schistosoma[7]
  • Kelas Cestoda memiliki kulit yang dilapisi kitin sehingga tidak tercemar oleh enzim di usus inang. [7] Cacing ini merupakan parasit pada binatang, misalnya adalah Taenia solium dan T. saginata[7] Spesies ini menggunakan skoleks sebagai menempel pada usus inang. Taenia bereproduksi dengan menggunakan telur yang telah dibuahi dan di dalamnya terkandung larva yang disebut onkosfer[7]

Siklus Hidup Platyhelminthes

Fasciola hepatica

Telur (bersama feces) -> larva bersilia (mirasidium) -> siput cairan (lymnea auricularis atau lymnea javanica) -> sporokista -> redia -> serkaria -> keluar dari tubuh siput -> menempel pada rumput / tanaman cairan -> membentuk kista (metaserkaria) -> dimakan domba(hepatica)/sapi(gigantica) -> usus -> hati -> sampai dewasa

Chlornosis sinensis

Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput cairan -> sporosista -> menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput -> ikan cairan tawar (menempel di ototnya) -> membentuk kista (metaserkaria) -> ikan dimakan -> aliran pencernaan -> hati -> sampai dewasa

Schistosoma javanicum

Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput cairan -> sporosista -> menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput -> menembus kulit manusia -> pembuluh darah vena

Taenia saginata / Taenia Solium

Proglotid (bersama feces) -> mencemari makanan babi -> babi -> usus babi (telur menetas jadi hexacan) -> arus darah -> otot/daging (sistiserkus) -> manusia -> usus manusia (sistiserkus pecah -> skolex menempel di dinding usus) -> sampai dewasa di manusia -> keluar bersama feces [8](Inggris)[3]

Penyakit yang disebabkan Platyhelminthes

Bagaimana cara mengedarkan makanan keseluruh tubuhnya pada hewan cacing planaria

Schistosoma mansoni, penyebab Schistosoma pada manusia.

Beberapa spesies Platyhelminthes mampu menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang. [8] Salah satu ditengahnya adalah genus Schistosoma yang mampu menyebabkan skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan melalui siput cairan tawar pada manusia.[8] Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, mampu terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia. [8](Inggris)[3] Kerusakan tersebut disebabkan perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh sampai menyebabkan reaksi imunitas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia.[3] [8]. Contoh pautannya adalah Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan binatang mamalia pautannya[9]. Spesies ini mampu menghisap darah manusia[9]. Pada binatang, infeksi cacing pipih juga mampu ditemukan, misalnya Scutariella didactyla yang menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara menghisap cairan tubuh udang tersebut[10].

Pustaka

  1. ^ (Inggris)Torsten H. Struck, Frauke Fisse (2008). "Phylogenetic position of Nemertea derived from phylogenomic data". Molecular Biology and Evolution. doi:10.1093/molbev/msn019. 
  2. ^ a b c (Inggris)Marty Snyderman, Clay Wiseman (1996). Guide to marine life: Caribbean, Bahamas, Florida. Aqua Quest Publications, Inc. ISBN 978-1-881652-06-9. Hal.83-87
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t (Inggris)Wojciech Pisula (2009). Curiosity and Information Seeking in Animal and Human Behavior. Brown Walker Press. ISBN 978-1-59942-498-9. Hal.37-41
  4. ^ a b (Inggris)"Platyhelminthes". 2010. 
  5. ^ a b c (Inggris) Cecie Starr, Christine A. Evers, Lisa Starr (2007). Biology: Concepts and Applications Without Physiology. Brooks Cole. ISBN 978-0-495-38150-1. 
  6. ^ (Inggris)Whittington ID. (Juni 1997). Reproduction and host-location among the parasitic platyhelminthes. 27 (6). hlm. 705–14. 
  7. ^ a b c d e f g (Inggris)Greg Lewbart (2006). Invertebrate medicine. Wiley-Blackwell. ISBN 978-0-8138-1844-3. Hal.53-55
  8. ^ a b c d e (Inggris)Garjito TA, Sudomo M, Abdullah, Dahlan M, Nurwidayati A. (September 2008). "Schistosomiasis in Indonesia: past and present.". Parasitol Int. 57 (3): 277–80. 
  9. ^ a b (Inggris)T. Suna, S.T. Choua and J.B. Gibson (Juni 1968). "Route of entry of Clonorchis sinensis to the mammalian liverstar". Experimental Parasitology 22 (3): 346–351. 
  10. ^ (Inggris)Joan Bowman Williams (Januari 1986). "Phylogenetic relationships of the Temnocephaloidea (Platyhelminthes)". Hydrobiologia 132. doi:10.1007/BF00046229. 


edunitas.com


Page 4

Platyhelminthes yaitu filum dalam Kerajaan Animalia (hewan). Filum ini mencakup semua cacing pipih kecuali Nemertea, yang dahulu adalah salah satu kelas pada Platyhelminthes, yang telah dipisahkan.[1]

Ciri-ciri

Tubuh pipih dosoventral dan tidak bersegmen. Umumnya, golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sbg parasit di dalam tubuh organisme pautan.[2]. Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya.[2] Beberapa contoh Platyhelminthes yaitu Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3 cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembap (panjang mencapai 60 cm), Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.[2]

Struktur dan fungsi tubuh

Platyhelminthes adalah cacing yang tergolong triploblastik aselomata karena memiliki 3 lapisan embrional yang terdiri atas ektoderma, endoderma, dan mesoderma. [3] Namun, mesoderma cacing ini tidak merasakan spesialisasi sehingga sel-selnya tetap seragam dan tidak membentuk sel khusus.[3]

Sistem pencernaan

Sistem pencernaan cacing pipih dinamakan sistem gastrovaskuler, dimana peredaran makanan tidak melewati darah tetapi oleh usus.[3] Sistem pencernaan cacing pipih dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan.[3]. Di belakangan kerongkongan ini hadir usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh.[3] Dengan demikian, selain mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh.[3]

Selain itu, cacing pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melewati mulut karena tidak memiliki anus.[3] Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor karena makanannya diedarkan melewati sistem gastrovaskuler.[3] Sementara itu, gas O2 dan CO2 dikeluarkan dari tubuhnya melewati proses difusi.[3]

Sistem syaraf

Hadir beberapa jenis sistem syaraf pada cacing pipih[3]:

  • Sistem syaraf tangga tali adalah sistem syaraf yang sangat sederhana. [3]Pada sistem tersebut, pusat susunan saraf yang dinamakan sbg ganglion otak hadir di bagian kepala dan berjumlah berpasangan. [3] Dari kedua ganglion otak tersebut keluar tali saraf sisi yang memanjang di bagian kiri dan kanan tubuh yang dihubungkan dengan serabut saraf melintang. [3]
  • Pada cacing pipih yang lebih tinggi angkatannya, sistem saraf mampu tersusun dari sel saraf (neuron) yang dibedakan menjadi sel saraf sensori (sel pembawa sinyal dari indera ke otak), sel saraf motor (sel pembawa dari otak ke efektor), dan sel asosiasi (perantara).[3]

Indera

Beberapa jenis cacing pipih memiliki sistem penginderaan berupa oseli, yaitu bintik mata yang mengandung pigmen peka terhadap cahaya. [3] Bintik mata tersebut biasanya berjumlah berpasangan dan hadir di bagian anterior (kepala). [3] Seluruh cacing pipih memiliki indra meraba dan sel kemoresptor di seluruh tubuhnya.[4] Beberapa spesies juga memiliki indra tambahan berupa aurikula (telinga), statosista (pegatur keseimbangan), dan reoreseptor (organ sebagai mengetahui arah arus sungai). [3] Umumnya, cacing pipih memiliki sistem osmoregulasi yang dinamakan protonefridia. [5] Sistem ini terdiri atas aliran berpembeluh yang kemudiannya di sel api.[4] Lubang pengeluaran cairan yang dimilikinya dinamakan protonefridiofor yang berjumlah berpasangan atau lebih. [5] Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan secara difusi melewati dinding sel. [5]

Reproduksi

Cacing pipih mampu bereproduksi secara aseksual dengan membelah diri dan secara seksual dengan perkawinan silang, walaupun binatang ini tergolong hermafrodit[6].

Klasifikasi

Platyhelminthes mampu dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu Turbellaria (cacing bulu getar), Trematoda (cacing hisap), Monogenea, dan Cestoda (cacing pita)[7].

  • Kelas Turbellaria adalah cacing pipih yang menggunakan bulu getar sbg alat geraknya, misalnya yaitu Planaria. [7]
  • Kelas Trematoda memiliki alat hisap yang dilengkapi dengan kait sebagai melekatkan diri pada inangnya karena golongan ini hidup sbg parasit pada manusia dan binatang. [7] Beberapa contoh Trematoda yaitu Fasciola (cacing hati), Clonorchis, dan Schistosoma[7]
  • Kelas Cestoda memiliki kulit yang dilapisi kitin sehingga tidak tercemar oleh enzim di usus inang. [7] Cacing ini adalah parasit pada binatang, misalnya yaitu Taenia solium dan T. saginata[7] Spesies ini menggunakan skoleks sebagai menempel pada usus inang. Taenia bereproduksi dengan menggunakan telur yang telah dibuahi dan di dalamnya terkandung larva yang dinamakan onkosfer[7]

Siklus Hidup Platyhelminthes

Fasciola hepatica

Telur (bersama feces) -> larva bersilia (mirasidium) -> siput cairan (lymnea auricularis atau lymnea javanica) -> sporokista -> redia -> serkaria -> keluar dari tubuh siput -> menempel pada rumput / tanaman cairan -> membentuk kista (metaserkaria) -> dimakan domba(hepatica)/sapi(gigantica) -> usus -> hati -> sampai dewasa

Chlornosis sinensis

Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput cairan -> sporosista -> menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput -> ikan cairan tawar (menempel di ototnya) -> membentuk kista (metaserkaria) -> ikan dimakan -> aliran pencernaan -> hati -> sampai dewasa

Schistosoma javanicum

Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput cairan -> sporosista -> menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput -> menembus kulit manusia -> pembuluh darah vena

Taenia saginata / Taenia Solium

Proglotid (bersama feces) -> mencemari makanan babi -> babi -> usus babi (telur menetas jadi hexacan) -> arus darah -> otot/daging (sistiserkus) -> manusia -> usus manusia (sistiserkus pecah -> skolex menempel di dinding usus) -> sampai dewasa di manusia -> keluar bersama feces [8](Inggris)[3]

Penyakit yang diakibatkan Platyhelminthes

Bagaimana cara mengedarkan makanan keseluruh tubuhnya pada hewan cacing planaria

Schistosoma mansoni, penyebab Schistosoma pada manusia.

Beberapa spesies Platyhelminthes mampu menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang. [8] Salah satu ditengahnya yaitu genus Schistosoma yang mampu mengakibatkan skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan melewati siput cairan tawar pada manusia.[8] Apabila cacing tersebut mengembang di tubuh manusia, mampu terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia. [8](Inggris)[3] Kerusakan tersebut diakibatkan perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh sampai mengakibatkan reaksi imunitas. Penyakit ini adalah salah satu penyakit endemik di Indonesia.[3] [8]. Contoh pautannya yaitu Clonorchis sinensis yang mengakibatkan infeksi cacing hati pada manusia dan binatang mamalia pautannya[9]. Spesies ini mampu menghisap darah manusia[9]. Pada binatang, infeksi cacing pipih juga mampu ditemukan, misalnya Scutariella didactyla yang menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara menghisap cairan tubuh udang tersebut[10].

Pustaka

  1. ^ (Inggris)Torsten H. Struck, Frauke Fisse (2008). "Phylogenetic position of Nemertea derived from phylogenomic data". Molecular Biology and Evolution. doi:10.1093/molbev/msn019. 
  2. ^ a b c (Inggris)Marty Snyderman, Clay Wiseman (1996). Guide to marine life: Caribbean, Bahamas, Florida. Aqua Quest Publications, Inc. ISBN 978-1-881652-06-9. Hal.83-87
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t (Inggris)Wojciech Pisula (2009). Curiosity and Information Seeking in Animal and Human Behavior. Brown Walker Press. ISBN 978-1-59942-498-9. Hal.37-41
  4. ^ a b (Inggris)"Platyhelminthes". 2010. 
  5. ^ a b c (Inggris) Cecie Starr, Christine A. Evers, Lisa Starr (2007). Biology: Concepts and Applications Without Physiology. Brooks Cole. ISBN 978-0-495-38150-1. 
  6. ^ (Inggris)Whittington ID. (Juni 1997). Reproduction and host-location among the parasitic platyhelminthes. 27 (6). hlm. 705–14. 
  7. ^ a b c d e f g (Inggris)Greg Lewbart (2006). Invertebrate medicine. Wiley-Blackwell. ISBN 978-0-8138-1844-3. Hal.53-55
  8. ^ a b c d e (Inggris)Garjito TA, Sudomo M, Abdullah, Dahlan M, Nurwidayati A. (September 2008). "Schistosomiasis in Indonesia: past and present.". Parasitol Int. 57 (3): 277–80. 
  9. ^ a b (Inggris)T. Suna, S.T. Choua and J.B. Gibson (Juni 1968). "Route of entry of Clonorchis sinensis to the mammalian liverstar". Experimental Parasitology 22 (3): 346–351. 
  10. ^ (Inggris)Joan Bowman Williams (Januari 1986). "Phylogenetic relationships of the Temnocephaloidea (Platyhelminthes)". Hydrobiologia 132. doi:10.1007/BF00046229. 


edunitas.com


Page 5

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 2, 2 Lacertae, 2 Letters of John, 2 Maret, 2 Mei, 2005 UEFA Champions League Final, 2005 UEFA Super Cup, 2006, 2006 African Cup, 2013 Qatar motorcycle Grand Prix, 2013-14 UEFA Women 's Champions League, 2014, 2014 (film), 2181, 2182, 2183, 2184, 2340, 2341, 2342, 2343


Page 6

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 2, 2 Lacertae, 2 Letters of John, 2 Maret, 2 Mei, 2005 UEFA Champions League Final, 2005 UEFA Super Cup, 2006, 2006 African Cup, 2013 Qatar motorcycle Grand Prix, 2013-14 UEFA Women 's Champions League, 2014, 2014 (film), 2181, 2182, 2183, 2184, 2340, 2341, 2342, 2343


Page 7

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, Aaptos papillata, Aaptos pernucleata, Aaptos robustus, Aaptos rosacea, Abdul Aziz Alu-Sheikh, Abdul Aziz Angkat, Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Abisai, Abit, Mook Manaar Bulatn, Kutai Barat, Abitibi-Consolidated, AbiWord, AC Arles-Avignon, AC Bellinzona, AC Martina, AC Milan


Page 8

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, Aaptos papillata, Aaptos pernucleata, Aaptos robustus, Aaptos rosacea, Abdul Aziz Alu-Sheikh, Abdul Aziz Angkat, Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Abisai, Abit, Mook Manaar Bulatn, Kutai Barat, Abitibi-Consolidated, AbiWord, AC Arles-Avignon, AC Bellinzona, AC Martina, AC Milan


Page 9

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) B, B17, B20, B22, B25, Babirik, Beruntung Baru, Banjar, Babirik, Hulu Sungai Utara, Babirusa, Babirusa Buru, Badan Liga Indonesia, Badan Meteorologi Australia, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Meteorologi Jepang, Bagik Payung, Suralaga, Lombok Timur, Bagik Polak, Labu Api, Lombok Barat, Baginda, Sumedang Selatan, Sumedang, Bagindo Aziz Chan, Bahasa Bawean, Bahasa Belanda, Bahasa Belanda di Indonesia, Bahasa Belarus


Page 10

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) B, B17, B20, B22, B25, Babirik, Beruntung Baru, Banjar, Babirik, Hulu Sungai Utara, Babirusa, Babirusa Buru, Badan Liga Indonesia, Badan Meteorologi Australia, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Meteorologi Jepang, Bagik Payung, Suralaga, Lombok Timur, Bagik Polak, Labu Api, Lombok Barat, Baginda, Sumedang Selatan, Sumedang, Bagindo Aziz Chan, Bahasa Bawean, Bahasa Belanda, Bahasa Belanda di Indonesia, Bahasa Belarus


Page 11

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) C, C.G.E. Mannerheim, C.G.K. Reinwardt, C.H. Greenblatt, C.I.D. (film), Cairate, Cairina scutulata, Cairn Terrier, Cairns, Calung, Calungbungur, Sajira, Lebak, Caluso, Caluya, Antique, Canadian dollar, Canadian Football League, Canadian Grand Prix, Canadian Hot 100, Cane Toa, Rikit Gaib, Gayo Lues, Cane Uken, Rikit Gaib, Gayo Lues, Canellales, Canero


Page 12

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) C, C.G.E. Mannerheim, C.G.K. Reinwardt, C.H. Greenblatt, C.I.D. (film), Cairate, Cairina scutulata, Cairn Terrier, Cairns, Calung, Calungbungur, Sajira, Lebak, Caluso, Caluya, Antique, Canadian dollar, Canadian Football League, Canadian Grand Prix, Canadian Hot 100, Cane Toa, Rikit Gaib, Gayo Lues, Cane Uken, Rikit Gaib, Gayo Lues, Canellales, Canero


Page 13

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) H, H.H.H. Tower, H.M.A. Tihami, H.O.S. Tjokroaminoto, H.O.T., Hak LGBT di Oseania, Hak LGBT di Pakistan, Hak LGBT di Republik Tiongkok, Hak LGBT di Rumania, Halte Cinango, Halte Cisomang, Halte Cisomang layout, Halte Citaliktik, Handil Labuan Amas, Bumi Makmur, Tanah Laut, Handil Maluka, Bumi Makmur, Tanah Laut, Handil Negara, Kurau, Tanah Laut, Handil Purai, Beruntung Baru, Banjar, Harapan, Tanah Pinem, Dairi, Harapankarya, Pagelaran, Pandeglang, Harappa, Harara, Dusun Timur, Barito Timur


Page 14

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) H, H.H.H. Tower, H.M.A. Tihami, H.O.S. Tjokroaminoto, H.O.T., Hak LGBT di Oseania, Hak LGBT di Pakistan, Hak LGBT di Republik Tiongkok, Hak LGBT di Rumania, Halte Cinango, Halte Cisomang, Halte Cisomang layout, Halte Citaliktik, Handil Labuan Amas, Bumi Makmur, Tanah Laut, Handil Maluka, Bumi Makmur, Tanah Laut, Handil Negara, Kurau, Tanah Laut, Handil Purai, Beruntung Baru, Banjar, Harapan, Tanah Pinem, Dairi, Harapankarya, Pagelaran, Pandeglang, Harappa, Harara, Dusun Timur, Barito Timur


Page 15

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) I, I Got a Boy, I Got a Boy (lagu), I Gusti Agung Kusuma Yudha Rai, I Gusti Ketut Jelantik, Ibrahim al-Imam, Ibrahim al-Jaafari, Ibrahim al-Maimuni, Ibrahim al-Marhumi, Ie Mirah, Pasie Raja, Aceh Selatan, Ie Relop, Pegasing, Aceh Tengah, Ie Rhob Babah Lueng, Simpang Mamplam, Bireuen, Ie Rhob Barat, Simpang Mamplam, Bireuen, Ikatan non kovalen, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Pencak Silat Indonesia, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Ilyas, Ilyas Karim, Ilyas Ruhiat, Ilyas Ya'kub


Page 16

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) I, I Got a Boy, I Got a Boy (lagu), I Gusti Agung Kusuma Yudha Rai, I Gusti Ketut Jelantik, Ibrahim al-Imam, Ibrahim al-Jaafari, Ibrahim al-Maimuni, Ibrahim al-Marhumi, Ie Mirah, Pasie Raja, Aceh Selatan, Ie Relop, Pegasing, Aceh Tengah, Ie Rhob Babah Lueng, Simpang Mamplam, Bireuen, Ie Rhob Barat, Simpang Mamplam, Bireuen, Ikatan non kovalen, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Pencak Silat Indonesia, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Ilyas, Ilyas Karim, Ilyas Ruhiat, Ilyas Ya'kub


Page 17

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) J, J. Willard Marriott, J.A.K.Q. Dengekitai, J.A.K.Q. Dengekitai vs. Goranger, J.B. Jeyaretnam, Jagson Airlines, Jaguar, Jaguar (perusahaan otomotif), Jaguar Cars, Jalan Dago, Jalan dan Jembatan, Jalan dan Jembatan Kelok Sembilan, Jalan di Kota Surakarta, Jalur kereta api di Indonesia, Jalur kereta api di Sydney, Jalur kereta api Duri-Tanahabang, Jalur kereta api Eritrea, Jambu Kulon, Ceper, Klaten, Jambu Luwuk, Ciawi, Bogor, Jambu mawar, Jambu mede


Page 18

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) J, J. Willard Marriott, J.A.K.Q. Dengekitai, J.A.K.Q. Dengekitai vs. Goranger, J.B. Jeyaretnam, Jagson Airlines, Jaguar, Jaguar (perusahaan otomotif), Jaguar Cars, Jalan Dago, Jalan dan Jembatan, Jalan dan Jembatan Kelok Sembilan, Jalan di Kota Surakarta, Jalur kereta api di Indonesia, Jalur kereta api di Sydney, Jalur kereta api Duri-Tanahabang, Jalur kereta api Eritrea, Jambu Kulon, Ceper, Klaten, Jambu Luwuk, Ciawi, Bogor, Jambu mawar, Jambu mede


Page 19

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) O, OB Shift 2, Oba Selatan, Tidore Kepulauan, Oba Tengah, Tidore Kepulauan, Oba Utara, Tidore, Oda Nobunaga, Odair Fortes, Odalengo Grande, Odalengo Piccolo, Oktaf, Oktaf Paskah, Oktal, Oktan, Olivia Dewi, Olivia Lubis Jensen, Olivia Newton John, Olivia Newton-John, Onozalukhu You, Moro O, Nias Barat, Onozalukhu, Lahewa, Nias Utara, Onozitoli Sawo, Sawo, Nias Utara, Onta


Page 20

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) O, OB Shift 2, Oba Selatan, Tidore Kepulauan, Oba Tengah, Tidore Kepulauan, Oba Utara, Tidore, Oda Nobunaga, Odair Fortes, Odalengo Grande, Odalengo Piccolo, Oktaf, Oktaf Paskah, Oktal, Oktan, Olivia Dewi, Olivia Lubis Jensen, Olivia Newton John, Olivia Newton-John, Onozalukhu You, Moro O, Nias Barat, Onozalukhu, Lahewa, Nias Utara, Onozitoli Sawo, Sawo, Nias Utara, Onta


Page 21

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) P, Pa Padi, Krayan, Nunukan, Pa Pala, Krayan, Nunukan, Pa' Amai, Krayan Selatan, Nunukan, Pa' Dalan, Krayan Selatan, Nunukan, Padang Barat, Bintauna, Bolaang Mongondow Utara, Padang Barat, Padang, Padang Baru, Labuhan Haji, Aceh Selatan, Padang Baru, Merapi Selatan, Lahat, Padi (band), Padi (disambiguasi), Padi (grup musik), Padi emas, Pahae Julu, Pahae Julu, Tapanuli Utara, Pahala, Pahala Tambunan, Pakpahan, Onan Runggu, Samosir, Pakpahan, Pangaribuan, Tapanuli Utara, Pakpak, Pakpak Bharat


Page 22

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) P, Pa Padi, Krayan, Nunukan, Pa Pala, Krayan, Nunukan, Pa' Amai, Krayan Selatan, Nunukan, Pa' Dalan, Krayan Selatan, Nunukan, Padang Barat, Bintauna, Bolaang Mongondow Utara, Padang Barat, Padang, Padang Baru, Labuhan Haji, Aceh Selatan, Padang Baru, Merapi Selatan, Lahat, Padi (band), Padi (disambiguasi), Padi (grup musik), Padi emas, Pahae Julu, Pahae Julu, Tapanuli Utara, Pahala, Pahala Tambunan, Pakpahan, Onan Runggu, Samosir, Pakpahan, Pangaribuan, Tapanuli Utara, Pakpak, Pakpak Bharat


Page 23

Tags (tagged): P Title of articles, Pabuaran, Subang, PABX, Pacal Reservoir, Pace University, Papuan, Papyrus, Par Hansson, par value, Paul Robinson (goalkeeper), Paul Sarasin, Paul Scharner, Paul Scholes, Perkius Festus, Perkurangan, perlak, permaculture, Philemon, Philibert Smellinckx, Philip, Philip (The Deacon)


Page 24

Tags (tagged): P Title of articles, Pabuaran, Subang, PABX, Pacal Reservoir, Pace University, Papuan, Papyrus, Par Hansson, par value, Paul Robinson (goalkeeper), Paul Sarasin, Paul Scharner, Paul Scholes, Perkius Festus, Perkurangan, perlak, permaculture, Philemon, Philibert Smellinckx, Philip, Philip (The Deacon)


Page 25

Tags (tagged): F Title of articles, F/A-18 Hornet, F1 2011 European Grand Prix, F1 Brazilian Grand Prix 2003, F1 Brazilian Grand Prix 2009, FC Sion, FC Slavyansky Slavyansk-na-Kubani, FC Slovan Liberec, FC Smena Komsomolsk-na-Amure, FIFA Ballon d' Or 2011, FIFA Ballon d'Or, FIFA Ballon d'Or 2012, FIFA Ballon d'Or 2013, Flag of Slovakia, Flag of Slovenia, Flag of Solomon Islands, Flag of Somalia, foster brother, Fotodiode, Fouad Rachid, Foued Kadir


Page 26

Tags (tagged): F Title of articles, F/A-18 Hornet, F1 2011 European Grand Prix, F1 Brazilian Grand Prix 2003, F1 Brazilian Grand Prix 2009, FC Sion, FC Slavyansky Slavyansk-na-Kubani, FC Slovan Liberec, FC Smena Komsomolsk-na-Amure, FIFA Ballon d' Or 2011, FIFA Ballon d'Or, FIFA Ballon d'Or 2012, FIFA Ballon d'Or 2013, Flag of Slovakia, Flag of Slovenia, Flag of Solomon Islands, Flag of Somalia, foster brother, Fotodiode, Fouad Rachid, Foued Kadir