Bagaimana aturan pemasangan iklan nama advokat yang diatur dalam Kode Etik?

Bagaimana aturan pemasangan iklan nama advokat yang diatur dalam Kode Etik?

Menilik Kembali Frase Officium Nobile dalam Profesi Advokat

“Dalam membela hak kliennya, selain menjamin kepentingan klien advokat juga dituntut untuk mengedepankan hak asasi manusia, mengutamakan ketertiban dan keadilan masyarakat, serta menghindari diri dari perbuatan curang.”

Sempat viral pada medio November lalu, seorang pengacara bernama Nanang Slamet membuat kehebohan dengan menghamburkan uang Rp40 juta di depan Kantor Polisi Kota Banyuwangi.

Aksi tersebut ia lakukan untuk menunjukan kekecewaannya terhadap tindakan oknum polisi yang dianggap telah melakukan intervensi terhadap kliennya untuk tidak memakai jasa pengacara.

“Saya menyesalkan ada oknum polisi yang menyepelekan pengacara. Padahal, kita sama di mata hukum. Menurut Undang-Undang, Advokat adalah aparat penegak hukum,” ujar Nanang.

Dalam video yang merekam aksi tersebut, Nanang terlihat menebar uang dan meneriaki nama Kanit Reskrim. “Apa kurang gaji polisi dari negara? Ini ambil uang dari klien saya,” tambahnya.

Saat ini, kasus telah diselesaikan secara damai dan polisi sedang dalam proses penyelidikan terhadap tudingan Nanang. Akan tetapi, tindakan Nanang ini mengundang reaksi soal apakah pantas tindakan tersebut dilakukan seorang pengacara?

Advokat Sebagai Profesi Terhormat

Secara umum, pengacara dapat diartikan sebagai seseorang yang berperan sebagai kuasa hukum dalam proses litigasi. Namun, apabila mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003, lingkup praktik seorang pengacara adalah terbatas pada wilayah pengadilan. Sedangkan, seorang kuasa hukum dalam lingkup yang lebih luas disebut sebagai Advokat.

Lebih lanjut, berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, Advokat didefinisikan sebagai orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang.

Adapun dalam pelaksanaan tugas, hak, dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang, seorang Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat. Mengenai hal ini, Pasal 26 UU No. 18 Tahun 2003 menyebutkan bahwa untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun kode etik profesi Advokat oleh Organisasi Advokat.

Kode Etik adalah suatu pedoman tingkah laku atau aturan profesional yang harus ditaati oleh anggota dari suatu organisasi, jabatan, profesi, atau lembaga tertentu. Kode etik umumnya memuat apa yang baik dan benar sehingga harus dilakukan, serta apa yang salah dan harus dihindari.

Terhadap profesi advokat sendiri, kode etik telah diatur oleh Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) dalam Kode Etik Advokat Indonesia yang disahkan pada 23 Mei 2002 (KEAI).

Dalam pembukaan kode etik advokat, disebutkan bahwa profesi advokat adalah penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya.

Mengacu pada frasa tersebut, maka pernyataan Nanang mengenai seharusnya Polisi menghargai pengacara sebagai sesama penegak hukum adalah tepat. Akan tetapi, kode etik Advokat mengatur lebih dari hal tersebut.

Ketentuan Pasal 3 huruf g KEAI mengatur bahwa advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile). Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 8 huruf a KEAI:

“Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada di bawah perlindungan hukum, undang-undang, dan kode etik ini.”

Selain itu, Pasal 3 huruf h Kode Etik Advokat mengatur juga kewajiban advokat untuk bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib mempertahankan hak dan martabat advokat dalam menjalankan profesinya.

Adapun tindakan Nanang yang secara terang-terangan “ngamuk” di hadapan publik, meskipun tidak secara eksplisit melanggar ketentuan kode etik, tidak pula terlihat mengindahkan ketentuan Pasal 3 huruf g dan h serta Pasal 8 huruf a tersebut.

Tentu tindakan ini memancing berbagai reaksi di masyarakat. Terlebih lagi kejadian ini tertangkap dalam sebuah video yang kemudian viral di media sosial. Penonton yang tidak mengetahui latar belakang video kemungkinan besar akan mempertanyakan apa maksud dibalik tindakan tersebut.

Sebagai praktisi hukum tentu Nanang lebih paham, bahwa apabila terdapat dugaan pelanggaran yang dilakukan oknum polisi, maka akan lebih baik jika diselesaikan dengan melaporkan dugaan pelanggaran tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.

Terlepas dari polemik apakah tindakan tersebut merupakan upaya penegakkan hukum atau upaya mencari sensasi semata, tindakan Nanang sebagai advokat tidak lepas dari ketentuan kode etik advokat yang berlaku. 

Sehingga, jika dianggap pelanggaran kode etik atau tidak harus melalui mekanisme yang berlaku di organisasi advokat dimana dia bernaung. Dalam hal ini adalah Peradi. 

DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Banyuwangi angkat bicara terkait dengan aksi pengacara yang menghamburkan uang Rp 40 juta di Polsek Kota Banyuwangi. Bahkan aksi ini juga mendapatkan atensi dari Ketua DPN Peradi, Otto Hasibuan. Ketua DPC Peradi Banyuwangi, Misnadi mengatakan pihaknya mendapatkan telepon langsung dari ketua DPP Peradi Otto Hasibuan terkait dengan insiden tersebut.

“Kami mendapatkan telepon langsung dari Profesor Otto Hasibuan (Ketua DPN Peradi). Pesannya tidak ada kesalahan dalam insiden ini,” ujar Misnadi kepada detikcom, Selasa (15/11/2021).

Preseden Penjatuhan Sanksi

Peradi pernah menjatuhkan sanksi terhadap advokat yang berada di bawah organisasi tersebut. Ketika itu, advokat bernama Rifwaldi dan rekan-rekannya dilaporkan ke Dewan Kehormatan Daerah Peradi DKI Jakarta oleh Direktur PT Satyatama Graha Tara Appraisal (SGT), Dolly Siregar, akibat pemuatan panggilan di media massa yang dinilai berlebihan dalam melakukan publisitas advokat. 

Persoalan ini berawal ketika Rifwaldi dan rekannya ditunjuk sebagai kuasa hukum pekerja PT SGT yang merasa haknya belum dipenuhi sejak 2003. Rifwaldi mencoba berkomunikasi dengan PT SGT, namun responnya kurang baik. Akhirnya atas dasar instruksi dari Klien,  Rifwaldi dan rekannya kemudian membuat pengumuman di koran Kompas pada 29 Oktober 2007 berupa pemanggilan kepada PT SGT untuk merundingkan masalah ketenagakerjaan.

Ternyata tindakan tersebut yang menurut Dolly bertentangan dengan Pasal 8 huruf (b) dan huruf (f) KEAI yang melarang pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian dan mencari publisitas bagi diri advokat. 

Pasal 8 huruf (b) KEAI berbunyi: 

“Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan atau bentuk yang berlebih-lebihan.”

Sementara Pasal 8 huruf (f) KEAI berbunyi:

Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publisitas bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai Advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila keterangan-keterangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh setiap Advokat.”

Akhirnya Majelis Dewan Kehormatan DKI Jakarta pada April 2008 mengabulkan permohonan Dolly dan menjatuhkan sanksi berupa teguran keras dan biaya perkara sebesar Rp3,5 juta terhadap Rifwaldi dan rekannya karena dinilai melanggar Pasal 8 huruf (f) KEAI.

Quo Vadis Officium Nobile

Dr. Frans Hendra Winanta, SH, MH, menyebutkan advokat sebagai profesi mulia dituntut menjalankan profesinya dengan mendasarkan diri pada nilai-nilai moralitas umum seperti kemanusiaan, keadilan, kepatutan atau kewajaran, kejujuran, pelayanan kepentingan publik, hingga kesadaran untuk selalu menghormati integritas dan kehormatan profesinya.

Mengenai hal ini, sudah seharusnya seorang advokat menjalankan profesi hukum dengan mengedepankan tujuan utama penegakan hukum, yaitu untuk memperoleh keadilan.

Selain itu, dalam membela hak kliennya, selain menjamin kepentingan klien advokat juga dituntut untuk mengedepankan hak asasi manusia, mengutamakan ketertiban dan keadilan masyarakat, serta menghindari diri dari perbuatan curang.

Dengan begitu, profesi advokat dapat dipandang sebagai profesi yang terhormat tidak hanya oleh sesama praktisi atau penegak hukum, namun juga oleh masyarakat secara umum. 

PNR

Dipromosikan

Bagaimana aturan pemasangan iklan nama advokat yang diatur dalam Kode Etik?

Bagaimana aturan pemasangan iklan nama advokat yang diatur dalam Kode Etik?

Apakah advokat boleh memasang iklan?

Ada dua pasal dalam Kode Etik Advokat Indonesia yang melarang iklan dan menggunakan media massa untuk publisitas.

Bagaimana cara melapor advokat yang melanggar kode etik?

Pengaduan terhadap Advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah atau kepada dewan Pimpinan Cabang/ Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.

Dimana kode etik advokat diatur dalam?

Pasal 26 (1) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun kode etik profesi Advokat oleh Organisasi Advokat. (2) Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

Apa dan seperti apa kode etik advokat?

Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada ...