Bagaimana apabila sudah waktunya membayar hutang tapi belum bisa mengembalikan

Jakarta – Pinjam meminjam uang antar teman, kerabat ataupun saudara merupakan hal yang lumrah. Tapi hubungan baik berisiko retak jika uang yang dipinjamkan tidak dibayar. Apalagi kerap terjadi, orang yang berutang malah lebih galak dari yang menagih.
Karena itu, sebenarnya si pemberi pinjaman bisa lho menuntut melalui jalur hukum. Lalu bagaimana caranya?

Ahli hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menjelaskan ada 2 mekanisme jika ingin menuntut teman atau kerabat yang lalai membayar utang. Pertama dengan mekanisme keperdataan.

“Bisa digugat wanprestasi, ingkar janji. Misalnya dia berjanji akan membayar tanggal sekian tapi sampai tanggal yang dijanjikan tidak dibayar sebagaimana mestinya, maka dia kan prestasi yang buruk berkategori wanprestasi,” terangnya kepada detikcom beberapa waktu lalu.

Untuk prosesnya bisa melayangkan somasi terlebih dahulu. Kemudian proses mediasi. Jika tidak juga membayar kewajibannya baru naik ke proses pengadilan.

“Di situlah kemudian akan dituntut supaya utang tadi atau debitur memenuhi prestasinya. Dan mungkin dari pihak debiturnya yang memiliki piutang akan meminta semacam bunga atau denda, itu memungkinkan,” tambahnya.

Mekanisme kedua, lanjut Suparji, bisa melalui jalur pidana. Misalnya menggunakan pasal 378 KUHP karena dianggap memenuhi unsur rangkaian kebohongan atau penipuan. Si peminjam dianggap tidak memiliki niat membayar tapi dia berpura-pura memiliki niat untuk membayar.

Selain itu ada pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Utang yang diberikan bisa disebut digelapkan karena si peminjam tidak mengembalikan uangnya.

“Untuk pelaporannya bisa ke Polisi, bisa ke Polres atau Polda tergantung tempat kejahatannya. Pada umumnya juga tergantung juga nilai uangnya. Kalau uangnya tidak terlalu besar yang ditangani Polres, kalau uangnya besar ditangani Polda,” terangnya.

Hal itu bisa dilakukan asalkan memenuhi 4 syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pertama syarat subjektif yakni adanya kata sepakat bagi kedua pihak untuk mengikatkan dirinya. “Kedua adanya kesepakatan bahwa yang bersangkutan sepakat membuat suatu perjanjian,” lanjutnya.

Ketiga suatu hal tertentu. Objek dari perjanjiannya jelas, misalnya utang piutang. Keempat objeknya bersifat halal, dalam arti bukan objek yang melanggar hukum.

Menurutnya jika keempat hal itu terpenuhi maka bisa diproses hukum. Meskipun perjanjiannya tidak disahkan oleh notaris. Memang jauh lebih baik perjanjian disahkan oleh notaris. Dengan begitu perjanjian tersebut otentik dan lebih kuat.

Buat kalian yang sering dimintai pinjaman uang oleh kerabat, simak nih tipsnya.
Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto jika dilihat dari kacamata pengelolaan keuangan, dalam suatu utang piutang maka yang paling berisiko sebenarnya adalah orang yang memberikan pinjaman. Sebab asetnya berkurang dan berisiko hilang.

uncinya adanya perjanjian yang kuat. Buat surat perjanjian di atas materai. Kalau perlu buat dihadapan notaris jika jumlahnya besar,

“Pemberi pinjaman risikonya adalah ketika pinjaman tadi bermasalah. Karena dia sudah mengurangi aset yang dia miliki. Sehingga kuncinya adalah perjanjian di awal harus kuat. Harus buat perjanjian, karena pinjam meminjam itu ada hukumnya juga,” tuturnya saat dihubungi detikcom.

Namun Eko menyarankan jika uang kita dipinjam oleh teman ataupun saudara lebih baik memberikan pinjaman dalam nominal yang bisa diikhlaskan. Anggap saja uang hilang.

Pinjam meminjam uang antar teman ataupun saudara pada dasarnya adalah kepercayaan. Sehingga setidaknya si pemberi pinjaman bisa melihat apakah peminjam bisa menjaga kepercayaan tersebut.

“Kita nggak usah berpikir uang itu akan kembali, karena kita sadar benar ketika dipinjam sama orang yang kita percaya maka kita sudah mempertaruhkan kepercayaan kita ke dia. Jadi ketika dia melukai kepercayaan kita, ya kita harus siap ikhlas. Sehingga kuncinya adalah dibuat budget berapa nih budget yang siap kita ikhlas,” ucapnya.

Sebelumnya Perencana keuangan dari Tatadana Consulting, Tejasari Asad juga pernah menyarankan, jika ada saudara, kerabat ataupun teman yang ingin meminjam uang berilah sesuai dengan besaran yang mampu diikhlaskan.

Niatkanlah memberi pinjaman untuk membantu. Sehingga ketika si peminjam tidak bisa mengembalikannya tidak merasa berat hati.

“Jadi kasih pinjaman dengan besaran yang sesuai dengan keikhlasan kita. Ya syukur-syukur uangnya balik, tapi jangan terlalu berharap. Kalau tidak kembali ya anggap aja sedekah,” tuturnya

“Jangan pernah dengar kata janji manis si peminjam. Misalnya dia bilang mau balikin secepatnya lah. Kita kasih semampunya saja. Misalnya dia pinjam Rp 10 juta ya kita ikhlasnya Rp 1 juta ya kasih segitu saja. Nggak perlu tidak enak,” tambahnya.

Dia juga mengingatkan jangan memberikan pinjaman sembarangan dari pos keuangan untuk kebutuhan sehari-hari. Pastikan uang diberikan pinjaman berasal dari pos keuangan untuk kebutuhan darurat.

“Kita kan pasti ada pos-posnya, ini untuk anak sekolah, untuk tabungan pensiun, untuk bayar cicilan, untuk jalan-jalan. Nah untuk memberikan utang bisa diambil dari dana darurat, jadi tidak mengganggu kebutuhan yang lain, toh dana darurat kan tidak dipakai kalau keadaan tidak darurat,” ucapnya.

Sumber

Detik

Sumber foto : https://mmc.tirto.id/image/otf/500×0/2017/06/10/ilustrasiTHR01_ratio-16×9.jpg

Untuk kita ketahui bahwa, mengenai pinjam meminjam pada prinsipnya termasuk pada Hukum perdata, oleh sebab itu dalam penyelesaian permasalahan mengenai hutang ini tidak bisa dibawa ke ranah pidana. Tetapi yang perlu kita ingat tentang dasar hukumnya terdapat didalam pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa :

 “Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.”

Berarti pada dasarnya seseorang karena ketidakmampuannya membayar utang pengadilan tidak diperbolehkan memidanakannya walaupun ada laporan. Begitu juga yang perlu kita ingat bahwa, perjanjian yang disepekati oleh kedua belah pihak mengenai hal-hal yang mereka sepakati. Lebih jelasnya pengertian perjanjian diatur didalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

 “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”

 Hal diatas mengatur mengenai perjanjian secara umum, tetapi pengaturan secara khusus mengenai hutang-piutang yaitu sebagai perbuatan pinjam meminjam yang terdapat didalam pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

“Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.”

Mengenai persyaratan yang dijadikan dasar suatu perjanjian yang dapat dikatakan sah secara hukum diatur didalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : 

“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu pokok persoalan tertentu;

4. suatu sebab yang tidak terlarang.”

Mengenai kasus ini, pastinya diantara kita pernah mengalami kejadian ini. Penghutangnya adalah kerabat atau sahabat terdekat kita yang belum mampu membayar utangnya kepada kita dengan alasan tidak memiliki uang. Apalagi si penghutang yang terkadang lebih galak daripada sipemberi hutang, yang membuat kita jadi malas untuk menagihnya. Upaya hukum atau langkah hukum yang dapat kita lakukan saat melaporkan penghutang dengan mengajukan gugatan wanprestasi atau ingkar janji ke Pengadilan Negeri. Hal ini dapat kita lihat didalam pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

 “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”

Agar kewajiban penghutang tersebut dibayar dan uang , biaya-biaya yang kita keluarkan kembali serta bunga yang dijanjikan oleh sipenghutang maka dasar hukum yang dapat kita kenakan kepada penghutang adalah pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

 “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”

Untuk kita ketahui bahwa, mengenai pinjam meminjam pada prinsipnya termasuk pada Hukum perdata, oleh sebab itu dalam penyelesaian permasalahan mengenai hutang ini tidak bisa dibawa ke ranah pidana. Tetapi yang perlu kita ingat tentang dasar hukumnya terdapat didalam pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa :

 “Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.”

Berarti pada dasarnya seseorang karena ketidakmampuannya membayar utang pengadilan tidak diperbolehkan memidanakannya walaupun ada laporan.

Begitu juga yang perlu kita ingat bahwa, perjanjian yang disepekati oleh kedua belah pihak mengenai hal-hal yang mereka sepakati. Lebih jelasnya pengertian perjanjian diatur didalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

 “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”

 Hal diatas mengatur mengenai perjanjian secara umum, tetapi pengaturan secara khusus mengenai hutang-piutang yaitu sebagai perbuatan pinjam meminjam yang terdapat didalam pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

“Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.”

Mengenai persyaratan yang dijadikan dasar suatu perjanjian yang dapat dikatakan sah secara hukum diatur didalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : 

“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu pokok persoalan tertentu;

4. suatu sebab yang tidak terlarang.”

Mengenai kasus ini, pastinya diantara kita pernah mengalami kejadian ini. Penghutangnya adalah kerabat atau sahabat terdekat kita yang belum mampu membayar utangnya kepada kita dengan alasan tidak memiliki uang. Apalagi si penghutang yang terkadang lebih galak daripada sipemberi hutang, yang membuat kita jadi malas untuk menagihnya. Upaya hukum atau langkah hukum yang dapat kita lakukan saat melaporkan penghutang dengan mengajukan gugatan wanprestasi atau ingkar janji ke Pengadilan Negeri. Hal ini dapat kita lihat didalam pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

 “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”

Agar kewajiban penghutang tersebut dibayar dan uang , biaya-biaya yang kita keluarkan kembali serta bunga yang dijanjikan oleh sipenghutang maka dasar hukum yang dapat kita kenakan kepada penghutang adalah pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

 “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”

Masalah hutang-piutang memang sering terjadi disekitar kita, apalagi masalah terhadap kesulitan melunasi kewajiban membayar utang. Hal yang sangat dilema bagi pemberi hutang adalah, apabila kita tidak memberikan pinjaman apalagi kepihak kerabat, keluarga atau sahabat kita karena ketika kita tidak memberikan pinjaman kepadanya, terkadang mereka menggangap kita orang yang pelit. Oleh sebab itu, hal yang dapat kita lakukan agar menyadarkan kewajiban pembayaran hutang tersebut dengan mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri.

Masalah hutang-piutang memang sering terjadi disekitar kita, apalagi masalah terhadap kesulitan melunasi kewajiban membayar utang. Hal yang sangat dilema bagi pemberi hutang adalah, apabila kita tidak memberikan pinjaman apalagi kepihak kerabat, keluarga atau sahabat kita karena ketika kita tidak memberikan pinjaman kepadanya, terkadang mereka menggangap kita orang yang pelit. Oleh sebab itu, hal yang dapat kita lakukan agar menyadarkan kewajiban pembayaran hutang tersebut dengan mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri.

Sumber :

  • Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata