Apa yang dimaksud dengan manusia diciptakan sebagai gambar Allah citra Allah

SETIAP ORANG ITU UNIK


  1.  Setiap manusia itu unik, tak ada satu orang pun yang mempunyai kesamaan dengan orang lain. Bahkan manusia kembar sekalipun selalu mempunyai perbedaan. Keunikan itu dapat diamati dari hal-hal fisik, psikis, bakat/ kemampuan serta pengalaman-pengalaman yang dimilikinya.
  2. Keunikan diri itu merupakan anugerah yang menjadikan diri seseorang berbeda dan dapat dikenal dan diperlakukan secara khusus pula. Bukankah sulit dibayangkan bila semua manusia itu sama dalam segala hal.
  3. Tetapi dalam menghadapi keunikan sering ditemukan dua sikap. Yang bersikap positif akan menerima keunikan itu sebagai anugerah. Ia bangga bahwa dirinya berbeda, ia bersyukur bahwa apapun yang ada pada dirinya merupakan pemberian Tuhan yang baik adanya. Dengan demikian, ia tidak akan minder, ia tidak berniat menjadi sama seperti orang lain, ia tidak akan menganggap dirinya tidak berharga, ia tidak akan melakukan tindakan yang melawan kehendak Tuhan akibat ketidakpuasan terhadap dirinya, hidupnya akan tenang dan mampu bergaul dengan siapa saja.
  4. Ada orang yang kurang menerima keunikan diri. Orang yang demikian akan merasa tidak puas, bahkan dapat melakukan tindakan apapun demi menutupi diri, misalnya operasi plastik. Orang yang demikian sering beranggapan seolah penampilan luar lebih penting.

MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH


  1. Dalam kisah penciptaan dikatakan bahwa manusia diciptakan sebagai citra Allah, artinya serupa dan segambar dengan Allah. Kata “serupa” dan “segambar”, sekaligus melukiskan secara tepat bahwa manusia dan Allah berbeda.
  2. Sejauh terlukiskan dalam Kitab Suci, istilah citra Allah itu hanya dikatakan pada manusia, tidak dikenakan pada ciptaan Tuhan lainnya. Hanya manusialah yang disebut citra Allah.
  3. Karena manusia diciptakan sebagai citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seseorang. Ia mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas diri sendiri, mengabdikan diri dalam kebebasan, dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan dipanggil membangun relasi dengan Allah, pencipta-Nya.
  4. Sebagai citra Allah, manusia sepantasnya memancarkan diri Allah. Maka kalau Allah Maharahim, manusia pun harus penuh pengampunan; kalau Allah Mahabaik, maka manusia pun harus bermurah hati. Sebagai citra-Nya, Allah melengkapi manusia dengan akal budi, kebebasan, dan hati nurani. Kemampuan-kemampuan dasar itulah yang membedakan antara manusia dan ciptaan Tuhan lainnya. Ia adalah ciptaan Allah yang bermartabat luhur.


Page 2

12 Pendidikan Agama Katolik BAB III SAYA DICIPTAKAN SEBAGAI CITRA ALLAH

A. KOMPETENSI 1. Standar Kompetensi

Memahami nilai-nilai keteladanan Yesus Kristus sebagai landasan mengembangkan diri sebagai perempuan atau laki-laki yang memiliki rupa-rupa kemampuan dan keterbatasan, sehingga dapat berelasi dengan sesama secara lebih baik.

2. Kompetensi Dasar

Memahami dirinya sebagai manusia yang diciptakan Allah menurut Citra-Nya, sehingga menyadari bahwa semua manusia adalah saudara se-Allah Bapa.

3. Indikator

1. Menjelaskan arti dan makna CITRA 2. Menerangkan arti manusia diciptakan sebagai Citra Allah Kej 1:26-27 3. Menjelaskan arti manusia diciptakan baik adanya 4. Mengungkapkan kebaikan-kebaikan dirinya yang menggambarkan kebaikan Allah 5. Bersikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain yang adalah sama-sama citra Allah

4. Uraian Tujuan

Siswa dapat memahami dirinya sebagai manusia yang diciptakan Allah menurut Citra-Nya, sehingga menyadari bahwa semua manusia adalah saudara se- Allah Bapa.

B. RINGKASAN MATERI 1. Arti dan Makna CITRA

Arti kata Citra adalah gambaran. Kata ini dapat dijumpai dalam teks Kitab Suci. Dan kita adalah citra Allah.

2. Manusia sebagai Citra Allah.

Manusia sebagai Citra Allah diberi anugerah untuk hidup berkuasa. Namun kekuasaan manusia hendaknya tetap dalam kerangka anugerah yang diterimanya, yakni akal budi, hati nurani, dan kehendak bebas. Sehingga anugerah untuk berkuasa tadi menjadi kuasa yang bertanggungjawab..

C. PENJELASAN MATERI

1. Arti dan Makna CITRA

Remaja dapat saja dihinggapi oleh perasaan rendah diri atau rasa minder yang dapat menjadi kendala bagi perkembangan dirinya. Maka perlulah bagi remaja untuk merefleksikan dirinya secara alkitabiah tentang manusia sebagai gambaran dan citra Allah, sehingga dapat membangkitkan rasa harga diri pada dirinya. Namun, sebelumnya perlulah kita memahami dan mengerti apa arti dan makna CITRA itu sendiri. Kata Citra mungkin lebih tepat kita artikan sebagai Gambaran. Yang menggambarkan Kalau kita mirip dengan ibu kita, itu tidak berarti kita sama dengan ibu kita . Tetapi dengan mirip ini mau menggambarkan sesuatu, bahwa pada diri kita ~~Realino Widianto, S.Pd~~ 13 Pendidikan Agama Katolik entah itu fisiknya, karakternya, sifat-sifatnya ada kesamaan dengan ibu. Dan kesamaan ini bukan dalam arti yang sebenarnya, tetapi merupakan gambaran dari ibu. Hasil karya, entah itu seni atau yang lainnya dapat menggambarkan si penciptanya. Demikian pula mahkluk yang disebut manusia itu, dapat dikatakan sebagai gambaran atau citra si penciptanya, yaitu Allah sendiri.

2. Manusia sebagai Citra Allah.

Dalam Kitab Suci Kej.1:26-31. Kej. 2:4-7 silahkan baca, kiranya cukup jelas bahwa manusia diciptakan oleh Allah menurut gambaran dan Citra-Nya. “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita”. Kej. 1:26. Selanjutnya kepada manusia itu diberi kuasa untuk menguasai alam ciptaan lain. Menguasai alam berarti menata, melestarikan, mengembangkan, dan menggunakannya secara bertanggungjawab. Untuk itu diperlukanlah akal budi dan kehendak bebas yang bertanggungjawab. Hanya kepada manusia diberi kemampuan- kemampuan itu. Kemampuan-kemampuan itu membuat manusia mirip dengan Allah. Ia menjadi citra Allah.

1. Kemampuan Akal Budi

Damai KRISTUS. Topik ajaran Katolik mengenai MANUSIA terdiri TUBUH dan JIWA adalah Sungguh sangat menarik dan bahkan sangat berarti untuk Pengetahuan iMAN terlebih untuk Pemantapan IMAN. JiKa seandainya boleh ajaran Katolik ttg hal ini, mulai diterapkan di dunia pendidikan KATOLIK, krn hal ini sangat penting. Sbb pd kenyataanya kaum awam Katolik bhkan yg sudah dewasa tidak tahu akan hal ini. Atau sedikit demi sedikitlah di sentiL di saat2 kotbah pd acara, ibadah,misa KATOLIK. Oh yah saya mau brtanya pd ROMO ttg MANUSIA adalah GAMBARAN DIRI ALLAH. Seperti Yg Kita Imani ttg ALLAH TRITUNGGAL: ALLAH BAPA, ALLAH PUTERA dan ALLAH ROH KUDUS. Nah kalu manusia kira2 bgmana? Maaf kalu sudah lebih jauh.

Kembali ke topik tdi, bhw manusia trdiri Tubuh & Jiwa Spiritual(Rohani). Ulasan ini mohon diperjelas lagi secara sderhana. Trus bgamaina dgn Jiwa orang brdosa yg tak ada Tobatnya hingga meninggal. Apakah jiwanya tetap disebut JIWA SPIRITUAL (ROHANI). Ataukah saya salah memahami ttg JIWA SPIRITUAL? yg mungkin diartikan sbg JIWA YG MEMANG BRSIFAT ROH. Maaf kalau saya salah. Mohon dibetulkan, ROMO. Trimakasih bnyk. DEO GRATIAS

Anthonius

Jawaban:

Shalom Anthonius,

1. Arti manusia diciptakan ‘menurut gambaran Allah’

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan, maksud manusia diciptakan menurut gambaran Allah (lih. Kej 1:26-27), adalah sebagai berikut:

KGK 355     “Allah menciptakan manusia itu menurut citra-Nya, menurut citra Allah diciptakan-Nya dia: laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej 1:27). Manusia menduduki tempat khusus dalam ciptaan: ia diciptakan “menurut citra Allah” (I); dalam kodratnya bersatulah dunia rohani dan dunia jasmani (II); ia diciptakan “sebagai laki-laki dan perempuan” (III); Allah menjadikan dia sahabat-Nya (IV).

Menurut gambaran Allah

KGK 356     Dari segala ciptaan yang kelihatan, hanya manusia yang “mampu mengenal dan mencintai Penciptanya” (Gaudium et Spes/GS 12,3): ialah “yang di dunia merupakan satu-satunya makhluk, yang Allah kehendaki demi dirinya sendiri” (GS 24,3): hanya dialah yang dipanggil, supaya dalam pengertian dan cinta mengambil bagian dalam kehidupan Allah. Ia diciptakan untuk tujuan ini, dan itulah dasar utama bagi martabatnya…”

KGK 357    Karena ia diciptakan menurut citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seorang. Ia mampu mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan karena rahmat ia sudah dipanggil ke dalam perjanjian dengan Penciptanya, untuk memberi kepada-Nya jawaban iman dan cinta, yang tidak dapat diberikan suatu makhluk lain sebagai penggantinya.

KGK 358    Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk manusia (Bdk. GS 12,1; 24,2; 39,1), tetapi manusia itu sendiri diciptakan untuk melayani Allah, untuk mencintai-Nya dan untuk mempersembahkan seluruh ciptaan kepada-Nya:
“Makhluk manakah yang diciptakan dengan martabat yang demikian itu? Itulah manusia, sosok yang agung, yang hidup dan patut dikagumi, yang dalam mata Allah lebih bernilai daripada segala makhluk. Itulah manusia; untuk dialah langit dan bumi dan lautan dan seluruh ciptaan. Allah sebegitu prihatin dengan keselamatannya, sehingga Ia tidak menyayangkan Putera-Nya yang tunggal untuk dia. Allah malahan tidak ragu-ragu, melakukan segala sesuatu, supaya menaikkan manusia kepada diri-Nya dan memperkenankan ia duduk di sebelah kanan-Nya” (Yohanes Krisostomus, Serm. in Gen. 2,1).

KGK 359    “Sesungguhnya hanya dalam misteri Sabda yang menjelmalah misteri manusia benar-benar menjadi jelas” (GS 22,1).
“Rasul Paulus berbicara mengenai dua manusia, yang merupakan asal-usul umat manusia: Adam dan Kristus… Paulus mengatakan: ‘Adam, manusia pertama, menjadi makhluk hidup duniawi. Adam terakhir menjadi Roh yang menghidupkan’. Yang pertama diciptakan oleh Yang terakhir, dan juga mendapat jiwa dari Dia, supaya ia menjadi hidup… Adam terakhir inilah, yang mengukir citra-Nya atas yang pertama waktu pembentukan. Karena itulah, maka ia menerima sosok tubuhnya dan menerimanya, supaya Ia tidak kehilangan, apa yang Ia jadikan menurut citra-Nya. Adam pertama, Adam terakhir: Yang pertama mempunyai awal, yang terakhir tidak mempunyai akhir, karena yang terakhir ini sebenarnya yang pertama. Dialah yang mengatakan ‘Aku adalah Alfa dan Omega'” (Petrus Krisologus, sermo 117).

KGK 360    Umat manusia merupakan satu kesatuan karena asal yang sama. Karena Allah “menjadikan dari satu orang saja semua bangsa dan umat manusia” (Kis 17:26) Bdk. Tob 8:6..
Pandangan yang menakjubkan, yang memperlihatkan kepada kita umat manusia dalam kesatuan asal yang sama dalam Allah… dalam kesatuan kodrat, bagi semua disusun sama dari badan jasmani dan jiwa rohani yang tidak dapat mati dalam kesatuan tujuan yang langsung dan tugasnya di dunia; dalam kesatuan pemukiman di bumi, dan menurut hukum kodrat semua manusia berhak menggunakan hasil-hasilnya, supaya dengan demikian bertahan dalam kehidupan dan berkembang; dalam kesatuan tujuan adikodrati: Allah sendiri, dan semua orang berkewajiban untuk mengusahakannya: dalam kesatuan daya upaya, untuk mencapai tujuan ini;… dalam kesatuan tebusan, yang telah dilaksanakan Kristus untuk semua orang” (Pius XII Ens. “Summi Pontificatus”) Bdk. NA 1.

KGK 361    “Hukum solidaritas dan cinta ini” (ibid.) menegaskan bagi kita, bahwa kendati keaneka-ragaman pribadi, kebudayaan dan bangsa, semua manusia adalah benar-benar saudara dan saudari.

KGK 362    Pribadi manusia yang diciptakan menurut citra Allah adalah wujud jasmani sekaligus rohani. Teks Kitab Suci mengungkapkan itu dalam bahasa kiasan, apabila ia mengatakan: “Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan napas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2:7). Manusia seutuhnya dikehendaki Allah.

KGK 380    “Engkau menjadikan manusia menurut gambaran-Mu, Engkau menyerahkan kepadanya tugas menguasai alam raya; agar dengan demikian dapat mengabdi kepada-Mu, satu-satunya Pencipta” (MR, Doa Syukur Agung IV 118).

KGK 1702    Citra Allah hadir dalam setiap manusia. Ia menjadi tampak dalam persekutuan manusia yang menyerupai kesatuan Pribadi-pribadi ilahi.

Jadi Gereja Katolik mengajarkan bahwa manusia diciptakan menurut gambaran Allah, yang artinya adalah: 1) manusia dapat mengenal dan mengasihi Penciptanya; 2) manusia adalah seorang pribadi, bukan hanya ‘sesuatu’, 3) manusia diciptakan untuk menguasai alam dan melayani Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu untuknya, 4) misteri tentang manusia hanya dapat dipahami dengan mengacu kepada misteri Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia, 5) umat manusia merupakan satu kesatuan, karena mempunyai asal yang sama yaitu Allah, 6) maka semua manusia adalah saudara dan saudari di dalam Tuhan; 7) manusia merupakan mahluk rohani, walaupun ia mempunyai tubuh jasmani.

Nah, selanjutnya manusia dipanggil Allah untuk mengambil bagian di dalam misteri Trinitas, yaitu dengan memberikan diri secara total atas dasar kasih, entah melalui kehidupan perkawinan ataupun selibat untuk Kerajaan Allah. Silakan anda  klik di sini untuk membaca tentang hal ini.

2. Bagaimana dengan jiwa orang yang berdosa dan tidak bertobat sampai pada waktu meninggal?

Manusia yang berdosa, tetap mempunyai jiwa spiritual, sebab jiwa yang diciptakan oleh Tuhan itu sifatnya kekal. Katekismus mengajarkan demikian tentang jiwa spiritual ini:

KGK 33    Manusia. Dengan keterbukaannya kepada kebenaran dan keindahan, dengan pengertiannya akan kebaikan moral, dengan kebebasannya dan dengan suara hati nuraninya, dengan kerinduannya akan ketidak-terbatasan dan akan kebahagiaan, manusia bertanya-tanya tentang adanya Allah. Dalam semuanya itu ia menemukan tanda-tanda adanya jiwa rohani padanya. “Karena benih keabadian yang ia bawa dalam dirinya tidak dapat dijelaskan hanya dengan asal dalam materi saja” (GS 18,1) BA. GS 14,2., maka jiwanya hanya dapat mempunyai Tuhan sebagai sumber.

KGK 366     Gereja mengajarkan bahwa setiap jiwa rohani langsung diciptakan Allah (Bdk. Pius XII. Ens. “Humani generis” 1950: DS 3896; SPF 8) – ia tidak dihasilkan oleh orang-tua – dan bahwa ia tidak dapat mati (Bdk. Konsili Lateran V 1513: DS 1440); ia [jiwa] tidak binasa, apabila pada saat kematian ia berpisah dari badan, dan ia akan bersatu lagi dengan badan baru pada hari kebangkitan.

Jika seseorang berdosa berat, namun sebelum sempat bertobat ia wafat, maka jiwanya akan masuk ke dalam neraka. Katekismus mengajarkan:

KGK 1861    Dosa berat, sama seperti kasih, adalah satu kemungkinan radikal yang dapat dipilih manusia dalam kebebasan penuh. Ia mengakibatkan kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat pengudusan, artinya status rahmat. Kalau ia [dosa berat] tidak diperbaiki lagi melalui penyesalan dan pengampunan ilahi, ia mengakibatkan pengucilan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian abadi di dalam neraka karena kebebasan kita mempunyai kekuasaan untuk menjatuhkan keputusan yang definitif dan tidak dapat ditarik kembali. Tetapi meskipun kita dapat menilai bahwa satu perbuatan dari dirinya sendiri merupakan pelanggaran berat, namun kita harus menyerahkan penilaian mengenai manusia kepada keadilan dan kerahiman Allah.

Selanjutnya, jika anda tertarik untuk mengetahui apakah yang terjadi setelah kematian, silakan klik di judul- judul berikut ini:

Apa yang terjadi setelah kematian
Pengadilan khusus dan pengadilan umum
Makna kematian bagi kita orang percaya
Kebangkitan Badan

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org