Iya, kembali lagi dengan blog PANGGILAN ALAM kali ini kami akan membagikan Materi tentang pembelajaran kolaboratif Daring, oke langsung saja dibaca dibawah ini.... "Membaca menambah wawasanmu kawan" A. Perangkat lunak pembelajaran kolaboratif Daring Pembelajaran kolaboratif daring merupakan kegiatan yang beranggotakan pendidik dan peserta didik sekolah-sekolah yang saling bermitra dari berbagai wilayah negara dalam kelas maya (cyber classroom) yang dibangun bersama dalam bentuk website. 1. Pemanfaatan kelas maya Kelas maya disebut juga kelas virtual (virtual class). Kelas maya merupakan lingkungan belajar hanya dalam konten digital yang disimpan, diakses, dan dipertukarkan melalui jaringan komputer dan sistem informasi sehingga dapat diakses dimana saja dan kapan saja.Selain digunakan untuk proses pendidikan jarak jauh (distance education), sistem tersebut juga dapat digunakan sebagai tambahan atau penunjang dalam kelas tatap muka. a. Aktivitas sistem kelas maya Secara umum, kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh siswa dalam kelas maya dapat digambarkan sebagai berikut. 1). Siswa kelas dengan jadwal tertentu. Kelas tersebut khusus disediakan untuk pembelajaran secara virtual sehingga pada kelas telah dilengkapi dengan pengeras suara, LCD Projector, komputer, mikrofon, dan beberapa kemera pengawas. Alat-alat tersebut terhubung melalui jaringan komputer milik guru atau pengajar. 2). Interaksi antara siswa dan guru dilakukan di tempat terpisah dengan syarat waktu kelas tetap disepakati bersama antara keduanya. 3. Siswa yang berada di kelas, mengikuti presentasi melalui website kelas maya yang juga menampilkan wajah guru jika ada pertanyaan maka siswa tinggal maju ke depan dan bertanya melalui mikrofon yang tersedia. b. Penerapan sistem kelas maya beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan kelas maya adalah sebagai berikut. 1). Ketersediaan perangkat keras dan perangkat lunak pendukung yang dibutuhkan. 2). Tersedianya infrastruktur jaringan pendukung yang memadai. 3). Kebijakan yang mengandung pelaksanaan kelas maya. c. Hasil pelaksanaan kelas maya Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan kelas maya agar mendapatkan hasil yang maksimal adalah sebagai berikut. 1). Kelas maya maya harus dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. 2). Kelas maya harus dapat menyediakan berbagai fasilitas kelas yang terintegrasi bahan (bahan ajar, rencana pembelajaran, tugas-tugas dan penilaian hasil belajar) dan dapat mengukur pencapaian kompetensi siswa. 3). Kelas maya juga perlu di rancang supaya siswa dapat berbagi hasil karya dan bertukar pengalaman dalam menerapkan pengetahuan yang telah diperolehnya.2. Jenis-jenis perangkat lunak pendukung kelas maya Dalam rangka mendukung kelas Maya, di manfaatkanlah berbagai perangkat lunak yang pada umumnya berbasis web. Secara umum dikenal dua jenis Aplikasi, yaitu learning management system (LMS) dan learning content management system(LCMS). a. learning management system (LMS) LMS adalah aplikasi yang digunakan untuk mengelola pembelajaran, mengirimkan konten (content delivery system) dan melacak aktivitas daring seperti kehadiran dalam kelas maya, mematikan waktu pengumpulan tugas, dan melacak hasil pencapaian siswa. b. Learning content management system (LCMS) LCMS adalah aplikasi yang digunakan untuk mendaftar, menyimpan, menggabungkan, mengelola, dan mempublikasikan konten pembelajaran untuk menyampaikan melalui web, bentuk cetak, atupun CD. LCMS tidak hanya dapat membuat, mengelola, dan menyediakan modul-modul pembelajaran, tetapi juga mengelola atau menyunting (mengedit) semua bagian yang membentuk sebuah katalog. Contoh LCMS adalah claroline dan e-doceo solutions (Talentsoft learning).c. Sosial learning Network ( SLN) Social learning network (SLN) atau sering disebut dengan jejaring sosial untuk pembelajaran merujuk pada koneksi interpersonal melalui interaksi dengan tujuan utama pengembangan pengetahuan. Secara lebih rinci, SLN merujuk pada beberapa penggunaan sebagai berikut. 1). Penggunaan social network (SN) untuk pembelajaran dalam pendidikan formal. 2). Penggunaan SN oleh para pelajar dalam kelompok kalaborasi/diskusi yang dilaksanakan secara informal. 3). Penggunaan laman yang secara khusus dirancang untuk pembelajaran melalui jejaringa sosial (SLN) 4). Penggunaan SLN yang secara khusus dikembangkan sendiri oleh guru. 3. Edmodo sebagai social learning network (SLN) closed Group collaboration,yaitu hanya mereka yang memiliki kode grup yang dapat mengikuti kelas. b. Komunikasi menggunakan model media sosial. c. Manajemen konten pembelajaran................P.A.............
Penulis : Ade Koesnandar (PTP Ahli Madya Pusdatin Kemendikbud) Kolaborasi Merupakan Suatu Keniscayaan Pembelajaran secara kolaboratif memungkinkan banyak memberikan nilai tambah, baik bagi siswa maupun bagi guru. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain; 1) Siswa mendapatkan pengalaman bekerjasama bukan hanya dengan sesama teman sekelasnya, namun dengan siswa lain yang sebelumnya belum mereka kenal, 2) Dalam pembelajaran kolaborasi, interaksi antar siswa yang baru mereka kenal menjadi terarah karena mengikuti program yang sudah direncanakan oleh guru, 3) Kegiatan yang bersifat kolaboratif biasanya akan mendorong motivasi dan semangat kompetitif dalam arti positif bagi siswa, 4) Siswa juga mendapatkan sumber belajar yang banyak dari guru selain guru sekolahnya sendiri yang selama ini mereka kenal. Di samping keuntungan-keuntungan tersebut, tentu masih banyak nilai lebih lainnya, baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Inisiatif pembelajaran kolaboratif berbasis internet sudah diujicobakan pada tahun 2005-2006 pada portal pembelajaran edukasi.net (sekarang Rumah Belajar). Waktu itu internet di sekolah masih sangat terbatas, sehingga hanya beberapa orang guru dari lima sekolah yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia dapat mengikuti aktivitas pembelajaran secara kolaboratif. Salah satu tema yang diangkat pada waktu itu adalah tentang kebakaran hutan. Tema ini menarik karena di wilayah Sumatera dan Kalimantan waktu itu sedang banyak terjadi kebakaran hutan. Dengan kolaborasi ini, siswa yang berada di Jakarta (Jawa) menjadi memahami tentang peristiwa kebakaran hutan, sedangkan siswa Kalimantan dan Sumatera juga dapat bertukar informasi peritiwa tersebut yang ternyata peristiwa kebakaran hutan tersebut di setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda. Peluang terlaksananya pembelajaran kolaboratif saat ini tentu sangat terbuka luas. Infrastruktur dan jaringan TIK di sekolah umumnya sudah lebih siap dibanding sepuluh tahun yang lalu. Demikian juga kesiapan guru-guru dalam pengembangan model-model pembelajaran inovatif, saat ini guru yang memiliki kemampuan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran sudah cukup banyak. Survei yang dilakukan oleh Pustekkom tahun 2018, sekitar 40% guru (non TIK) telah mampu memanfaatkan TIK dalam pembelajaran (Republika, Gogot Suharwoto, ISODEL 2018). Tahun ini hampir bisa dipastikan sudah di atas 50% guru memiliki kemampuan memanfaatkan TIK untuk pembelajaran. Apalagi kalau melihat trend kenaikan peserta lomba Pembatik yang naik lebih dari 1000 persen dari 6.809 peserta di tahun 2018 menjadi 70.312 peserta di tahun 2020 (Hasan Chabibie, 2020). Data tersebut menunjukkan sisi optimis pemanfaatan TIK oleh guru yang semakin meningkat. Ranah Kolaboratif Untuk memudahkan pemahaman, kolaborasi dapat diklasifikasi sekurang-kurangnya pada tiga ranah, yakni; kolaborasi sebagai kompetensi, kolaborasi sebagai aksi atau implementasi, dan kolaborasi sebagai model pembelajaran. Sebagai kompetensi, kolaborasi termasuk salah satu dari empat keterampilan abad 21 yang disarankan oleh UNESCO. Kompetensi ini sudah diadopsi pada Kurikulum 2013. Bukan hanya untuk siswa, kompetensi kolaborasi juga merupakan salah satu kompetensi TIK bagi guru, bahkan pada level kompetensi TIK, berbagi dan berkolaborasi menempati level tertinggi. Pada ranah aksi atau implementasi, kolaborasi merupakan suatu bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Kolaborasi dalam tataran ini, bisa terjadi antar guru, antar sekolah, ataupun antar lembaga. Sedangkan kolaborasi sebagai model pembelajaran merupakan suatu upaya dari guru ataupun para pendidik untuk meniongkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran, sebagai suatu strategi pemecahan masalah pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Model Pembelajaran Kolaboratif Kolaborasi sebagai suatu kompetensi dengan kolaborasi sebagai suatu model pembelajaran tentunya mempunyai perbedaan. Namun demikian, model-model pembelajaran kolaboratif diharapkan dapat menumbuhkan sikap dan kebiasaan kolaborasi sejak dini. Kebutuhan kolaborasi, tentu saja bukan hanya buat siswa, tapi juga untuk guru dan tenaga kependidikan lainnya. Bahkan hampir seluruh profesi saat ini tidak bisa bekerja sendirian, sebagaimana ditulis Purwanto (2015) bahwa pada era informasi, berkembang budaya kerja baru yang berbeda dengan era industri. Jika pada era industri pekerja dituntut memiliki spesialisasi dan sertifikasi, maka di era informasi, pekerja dituntut mampu berkolaborasi dan bekerjasama dalam suatu tim untuk menghasilkan produk atau pelayanan. Demikian juga bagi seorang guru dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang berbasis TIK memerlukan kerjasama atau kolaborasi antara pendidik dengan berbagai jenis tenaga kependidikan dan tenaga ahli lainnya. Kesimpulan
Jadi, sekali lagi, kolaborasi merupakan suatu keniscayaan, baik sebelum, selama, ataupun setelah pandemik covid-19 berlalu. Selamat berkolaborasi. (Kusnandar, PTP Madya Pusdatin) Referensi Purwanto. Pengrmbang TeknologiPembelajaran, Kebutuhan, Peluang, dan Tantangandi Indonesia, Jurnal Teknodik Vol. 19 No. 2, Agustus 2015 Pusdatin, Pedoman Pemilihan Duta Rumah Belajar 2020, simpatik.kemdikbud.go.id Suharwoto, Gogot, ISODEL 2018 (Repoblika.co.id, 4 Desember 2018) Suryani, Nunuk, Majalah Ilmiah Pembelajaran, UYNY, 2010 https://scholar.google.co.id/citations?user=-cJ24LMAAAAJ&hl=id#d=gs_md_cita-d&u=%2Fcitations%3Fview_op%3Dview_citation%26hl%3Did%26user%3D-cJ24LMAAAAJ%26citation_for_view%3D-cJ24LMAAAAJ%3AdfsIfKJdRG4C%26tzom%3D-420 UNESCO, Education in a post-COVID world: Nine ideas for public action UNESCO, Collaborative Learning, )* Artikel juga sudah diterbitkan pada http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/2021/02/pembelajaran-kolaboratif-di-era-dan-pasca-pandemi-mengapa-tidak/ |