Apakah tidak shalat Jumat 3 kali harus baca syahadat

Pertanyaan (Rio, bukan nama sebenarnya):

Apakah benar orang yang meninggalkan shalat Jumat selama 3x (tanpa uzur) itu kafir? Kemudian yang dimaksud kafir itu sendiri apa ustad?

Jawaban (Ustadz Zainol Huda):

Terkait shalat Jumat, Rasulullah bersabda:

لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ

Hendaknya suatu kelompok mengakhiri perbuatannya dalam meninggalkan shalat Jumat atau (pilihannya) Allah akan mengunci mati hati mereka, kemudian mereka menjadi lalai sungguhan (HR. Muslim no. 2039).

‏ مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

Barang siapa yang meninggalkan tiga kali shalat Jumat karena meremehkan, niscaya  Allah akan menutup hatinya (HR. Abu Dawud no. 1052 & HR. An-Nasa’i no. 1370). 

Dalam hadis lain juga disebutkan:

مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ، ثَلَاثًا، مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ، طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

Barang siapa yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali tanpa situasi darurat, niscaya Allah menutup hatinya (HR. Ibnu Majah no. 1126). 

Imam Ar-Ramli dalam Kitab Nihayatul Muhtaj menjelaskan: 

 قَوْلُهُ (مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمْعٍ تَهَاوُنًا) أَيْ بِأَنْ لَا يَكُونَ لِعُذْرٍ وَلَا يَمْنَعُ مِنْ ذَلِكَ اعْتِرَافُهُ بِوُجُوبِهَا وَأَنَّ تَرْكَهَا مَعْصِيَةٌ، وَظَاهِرُ إطْلَاقِهِ أَنَّهُ لَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الْمُتَوَالِيَةِ وَغَيْرِهَا، وَلَعَلَّهُ غَيْرُ مُرَادٍ وَإِنَّمَا الْمُرَادُ الْمُتَوَالِيَةُ (قَوْلُهُ : طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ) أَيْ أَلْقَى عَلَى قَلْبِهِ شَيْئًا كَالْخَاتَمِ يَمْنَعُ مِنْ قَبُولِ الْمَوَاعِظِ وَالْحَقِّ 

Siapa meninggalkan tiga kali shalat Jumat karena meremehkan dalam arti tidak ada uzur. Pengakuan atas kewajiban Jumat tidak menghalanginya dari konsekuensi tindakannya. Tindakan meninggalkan Jumat adalah maksiat. Secara zahir kemutlakannya bahwa tidak ada perbedaan antara meninggalkan berturut-turut atau tidak. Tetapi bisa jadi bukan itu yang dimaksud. Yang dimaksud adalah ‘berturut-turut’ (niscaya Allah menutup hatinya) Allah menyegel hatinya dengan sesuatu seperti cincin yang dapat menghalanginya dari nasihat dan kebenaran.”

Imam Munawi dan Imam Nawawi mengutip dua pendapat para ulama tentang maksud “Allah menutup hatinya.” Pertama, hatinya tertutup dari semua kebaikan Allah (kasih sayang-Nya serta taufik-Nya, sehingga bersemayam kebodohan, kekeringan, dan kekerasan di hati pelakunya).  Kedua, pelakunya dianggap sebagai munafik.

Hal ini sejalan dengan hadis: 

مَنْ تَرَكَ ثَلاثَ جُمُعَاتٍ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ كُتِبَ مِنَ الْمُنَافِقِينَ

Barang siapa yang meninggalkan tiga kali shalat Jumat tanpa uzur, maka ia dicatat termasuk orang-orang munafik (HR. Thabrani no. 425).

Yang terakhir, ada hadis yang menjelaskan bahaya dari meninggalkan shalat Jumat tanpa uzur kaitannya dengan keislaman seseorang. Pada intinya, orang yang meninggalkan shalat Jumat berturut-turut tanpa uzur dikatakan tidak memprioritaskan Allah dan Islam dalam kehidupannya. 

مَنْ تَرَكَ الجُمُعَةَ ثَلَاثَ جُمَعٍ مُتَوَالِيَاتٍ فَقَدْ نَبَذَ الإِسْلَامَ وَرَاءَ ظَهْرِه

Barang siapa yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali berturut-turut, maka ia telah mencampakkan Islam di balik punggungnya (Musnad Abi Ya’la no. 2712).

Berdasarkan hadis-hadis di atas, dipahami bahwa terdapat tiga kriteria orang yang meninggalkan shalat Jumat dan dihukumi negatif dalam Islam.

Pertama, mereka yang menganggap remeh atau mengentengkan ibadah shalat Jumat. 

Kedua, mereka yang meninggalkan shalat Jumat bukan disebabkan uzur yang dibenarkan secara syar’i

Ketiga, mereka yang (minimal) meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali dan dilakukan secara berturut-turut. 

Namun perlu digaris bawahi, dari beberapa kategori orang yang dihukumi negatif karena meninggalkan shalat Jumat berdasarkan hadis di atas, tak ada satu pun hadis yang menggolongkan mereka termasuk orang kafir karena meninggalkan shalat Jumat. 

Berikut ini beberapa alasan yang dibenarkan secara syar’i meninggalkan shalat Jumat:

1. Hujan lebat yang dapat membasahi pakaian (tidak bisa ke masjid).

2. Turun salju (yang membuat tidak bisa ke masjid).

3. Cuaca dingin (ekstrem).

4. Sakit berat yang membuatnya sulit untuk menghadiri shalat Jumat dan shalat berjamaah atau orang yang ditugasi menjaga orang sakit.

5. Ada kekhawatiran terhadap gangguan keselamatan jiwa, kehormatan diri, dan harta bendanya karena suatu dan lain hal. Seperti saat ini, karena ada wabah Covid-19.

Empat Jenis Kufur 

Singkatnya, Imam Al-Baghawi membagi kufur ke dalam empat macam jenis kekafiran.

Pertama, kufur inkar, yaitu orang yang sama sekali tidak mengenal Allah dan tidak mengakui adanya Allah. 

Kedua, kufur juhud, yaitu mengenal Allah dalam hatinya, tetapi lisan tidak mau mengakui, seperti kufurnya iblis. 

Ketiga, kufur ‘inad, yaitu mengenal Allah dalam hatinya sekaligus juga mengakui secara lisan, namun tetap tidak mau menganut agama Islam.

Keempat, kufur nifaq, yaitu hanya mengakui di lisan saja sementara keyakinan di hati kosong belaka. 

Terkait shalat Jumat, yang perlu digarisbawahi adalah orang yang meninggalkannya tiga kali berturut-turut tidak boleh serta-merta disebut kafir. Terlebih lagi, jika ia terpaksa meninggalkannya dikarenakan uzur yang diperbolehkan seperti sakit, sedang ada wabah, cuaca ekstrem, dsb., yang memang di luar kuasanya. Maka secara syariat, ia memang diperbolehkan meninggalkannya dan mengganti dengan shalat Zuhur. 

Namun, bagi yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali berturut-turt tanpa ada uzur atau halangan, hendaklah bertaubat dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya. Sejatinya, shalat Jumat dari satu Jumat ke lainnya adalah kesempatan yang diberikan Allah untuk membersihkan dosa kita dari minggu ke minggu. 

Terakhir, mari kita bersama berdoa agar wabah Covid-19 segera sirna dan kita dapat beribadah di masjid, khususnya mendirikan shalat Jumat berjamaah, dengan lebih leluasa. Aamiin. 

Wallahu A’lam bish Ash-Shawabi.

Referensi: Tafsir Al-Baghawi, Ma’alim Al-Tanzil fi Al-Tafsir wa Al-Ta’wil, Juz 1,  Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, juz VI.

###

*Jika artikel di aplikasi KESAN dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin. Download atau update aplikasi KESAN di Android dan di iOS. Gratis, lengkap, dan bebas iklan. 

**Punya pertanyaan terkait Islam? Silakan kirim pertanyaanmu ke [email protected]

Apakah tidak shalat Jumat 3 kali harus baca syahadat
Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A

Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh menyebut bahwa pria muslim yang mengugurkan kewajiban salat Jumat tiga kali berturut-turut di saat pendemi virus corona atau Covid-19 ini tidak termasuk kafir jika muslim bersangkutan menggantinya dengan melaksanakan salat zuhur di rumah.

Ia mengatakan pria muslim yang tidak salat Jumat untuk menghindari wabah penyakit itu mengalami udzhur syar'i atau segala halangan sesuai kaidah syariat Islam yang menyebabkan seseorang boleh untuk tidak melakukan kewajiban atau boleh menggantikan kewajiban itu dengan kewajiban lain.

Baca Juga: Soal Salat Jumat saat Wabah Corona, MUI Bilang...

Baca Juga: Bupati Banyumas Temui 2 Pasien Sembuh Covid-19, 'Bahkan Saya Berani Merangkul dan Memegang'

"Menurut pandangan para ulama fikih (ilmu hukum agama) udzhur syar'i untuk tidak salat Jumat antara lain karena sakit atau karena khawatir mendapatkan sakit. Nah, dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka itu menjadi udzhur untuk tidak Jumatan (salat Jumat)," demikian keterangan Asrorun, Kamis (2/4) malam seperti dikutip dari Antara.

Sementara itu, ia mengatakan bagi pria muslim yang meninggalkan salat Jumat karena meremehkan atau mengingkari kewajiban Jumat tiga kali berturut-turut sebagaimana dinukil dari hadis sahih bisa dikategorikan kafir.

"Perlu disampaikan bahwa hadis yang menyatakan kalau tidak salat Jumat selama tiga kali berturut-turut dihukumi kafir itu, jika mereka ingkar pada kewajiban Jumat," tuturnya.

Ia menambahkan, ada juga pria muslim yang tidak salat Jumat karena malas. Mungkin pria muslim itu meyakini kewajiban Jumat, kata Asrorun, tapi tidak melakukannya  sebab malas tanpa adanya udzhur syar'i. Ganjarannya, sambung Asrosun, pria muslim itu berdosa atau 'ashin (melakukan maksiat).

"Jika tidak Jumatan tiga kali berturut tanpa udzhur, Allah juga mengunci mati hatinya," kata dia.

Sebelumnya, MUI Pusat telah mengeluarkan fatwa bagi seseorang yang berada di kawasan yang potensi penularan wabah Covid-19 tinggi atau sangat tinggi, dibolehkan mengganti salat Jumat dengan salat zuhur di rumah.

Fatwa itu dikeluarkan karena hingga kini pandemi Covid-19 masih belum bisa dikendalikan karena potensi penularan dan tingkat risiko penyebarannya masih tinggi.

"Karena itu, udzhur untuk meninggalkan salat Jumat masih ada," tegas Asrorun.

Asrorun lalu mengutip kitab Asna al-Mathalib yang menyebutkan orang yang terjangkit wabah lepra dan penyakit menular lainnya dicegah untuk berjamaah ke Masjid dan sholat Jumat, juga bercampur dengan orang-orang yang sehat.

Ia juga menyebut dalam kitab al-Inshaf yang menyatakan udzhur yang dibolehkan meninggalkan shalat Jumat dan jamaah adalah orang yang sakit.

"Hal itu tidak ada perbedaan pandangan di kalangan ulama. Termasuk udzhur juga, apabila yang dibolehkan meninggalkan salat Jumat dan jemaah karena takut terkena penyakit," kata Asrorun merujuk pada kitab-kitab tersebut.

Karena itu, kata dia, dapat disimpulkan bahwa kondisi wabah Covid-19 menjadikan udzhur bagi pria muslim untuk tidak Jumatan. Pasalnya, saat wabah itu ada yang sakit, ada yang khawatir akan sakitnya, khawatir menularkan penyakit ke orang lain, serta ada orang yang khawatir tertular penyakit dari orang lain.

"Selama masih ada udzhur, maka masih tetap boleh tidak Jumatan. Dan baginya tidak dosa. Kewajibannya adalah mengganti dengan shalat zuhur," kata Asrorun.

Baca Juga: Blak-blakan! Bharada E Ngaku Lihat Wanita Misterius, Kuasa Hukum Ferdy Sambo: Hanya Karangan RE Saja