Apakah kepala desa memiliki hak prerogatif mengangkat perangkat desa?


BPD Mulyasari (Karawang) – Pernah mendengar istilah hak prerogatif Kepala Desa? Mungkin Anda pernah mendengarnya sesekali atau beberapa kali. Istilah tersebut misalnya muncul ketika seorang Kepala Desa menetapkan jabatan tertentu pada lembaga desa tertentu dengan cara menunjuk seseorang secara langsung.

Atau misalnya terjadi juga ketika Kepala Desa memberhentikan seseorang dari jabatannya di lembaga desa tertentu tanpa melalui proses peringatan terlebih dahulu. Hal semacam ini terjadi di banyak desa di Indonesia dengan alasan Kepala Desa memiliki hak prerogatif.

Sebenarnya, hak prerogatif Kepala Desa itu benarkah ada? Atau jangan-jangan sebenarnya tidak ada? Bila ada, seperti apa landasan hukum dan pelaksanaannya?

Kita pahami dahulu secara bahasa pengertian Hak Prerogatif, kita bisa mempelajarinya dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) di mana artinya adalah sebagai berikut.

Hak didefinisikan sebagai kekuasaan atau kewenangan untuk melakukan sesuatu. Sementara itu prerogatif didefinisikan sebagai hak istimewa yang dipunyai oleh kepala negara mengenai hukum dan undang-undang di luar kekuasaan badan-badan perwakilan.

Masih dari sumber yang sama kemudian dijelaskan bahwa hak prerogatif adalah hak khusus atau hak istimewa yang ada pada seseorang karena kedudukannya sebagai kepala negara, misal memberi tanda jasa, gelar, grasi, amnesti.

Berdasarkan definisi di atas yang memiliki hak prerogatif hanyalah kepala negara. Sebenarnya dari definisi di atas kita sudah bisa menerka perihal hak prerogatif Kepala Desa. 

Mengenai hak prerogatif kita dapat mempelajarinya lebih dalam melalui UUD 1945, bahwa hak prerogatif yang dimiliki presiden Indonesia antara lain:

  1. Pasal 10 UUD 1945: Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara;
  2. Pasal 11 ayat (1) UUD 1945: Presiden menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain;
  3. Pasal 12 UUD 1945: Presiden menyatakan keadaan bahaya;
  4. Pasal 13 UUD 1945: Presiden mengangkat duta dan konsul;
  5. Pasal 14 UUD 1945: Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA); Presiden juga memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
  6. Pasal 15 UUD 1945: Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur UU
  7. Pasal 17 UUD 1945: Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Hak Prerogatif adalah hak-hak yang diberikan oleh UUD 1945 kepada presiden.

Hak Prerogatif Kepala Desa

Lalu bagaimana dengan Kepala Desa yang menunjuk seseorang atau memberhentikan seseorang dari jabatannya dengan alasan hak prerogatif? 

Kepala Desa tidak memiliki hak prerogatif seperti itu, kepala desa hanya memiliki kewenangan tertentu sesuai dengan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa atau yang dijabarkan menurut regulasi di masing-masing daerah.

Apakah kepala desa memiliki hak prerogatif mengangkat perangkat desa?

Mengenai pengisisn jabatan di lembaga desa tertentu seperti BUMDesa, Karang Taruna tugas Kepala Desa hanya memberikan SK saja bukan menetapkan karena proses pembentukan pengurus harus dikembalikan pada cara-cara yang demokratis sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Desa.

Jadi mulai sekarang bila kejadian seperti di atas masih hadir di lingkungan kita, ayo kita bersama-sama lakukan perbaikan sistem dan kita sama-sama wujudkan demokrasi sejak dari desa. (Sumber tulisan: Hukum Online, KBBI)

Pemerintahan desa dipimpin oleh seorang kepala desa, yang mana kepala desa tersebut dipilih langsung oleh masyarakat setempat. Kepala desa didalam menjalankan sistem pemerintahan desa bahwasanya dibantu oleh perangkat desa. Perangkat desa dalam hal ini diangkat oleh kepala desa melalui prosedur yang telah ditetapkan. Meskipun kepala desa diberikan wewenang langsung oleh Undang-Undang Desa didalam mengangkat dan memberhentikan perangkat desa, namun hal tersebut bukanlah suatu kewenangan mutlak yang dimiliki oleh kepala desa. Bahwasanya kepala desa didalam mengangkat atau memberhentikan perangkat desa terlebih dahulu melakukan konsultasi terhadap camat. Disisi lain yang menjadi perhatian lebih adalah apabila camat atau dengan sebutan lain tidak setuju atau menolak terhadap usulan kepala desa atas pengangkatan atau pemberhentian perangkat desa, maka kepala desa melakukan penjaringan kembali calon perangkat desa dan mempertimbangkan kembali perihal pemberhentian perangkat desa. Hal tersebut terkesan bahwa yang mempunyai wewenang dalam mengangkat dan memberhentikan perangkat desa adalah camat, sehingga dalam skripsi ini terdapat dua permasalahan yaitu ; (1) bagaimana prosedur didalam mengangkat dan memberhentikan perangkat desa ? dan (2) apa saja pertimbangan yang dilakukan oleh kepala desa didalam mengangkat dan memberhentikan perangkat desa ? Berdasarkan hasil penelitian yang penulis telah lakukan bahwasanya pertama kepala desa didalam mengangkat ataupun memberhentikan perangkat desa bahwasanya harus sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pada prosedur pengangkatan perangkat desa bahwa kepala desa pada awalnya membentuk tim panitia seleksi yang kemudian tim panitia seleksi bersama kepala desa melakukan penjaringan dan penyaringan calon perangkat desa, setelah masa penjaringan dan penyaringan selesai, maka kepala desa melakukan konsultasi terhadap camat dengan tujuan untuk memperoleh suatu rekomendasi pengangkatan perangkat desa. Kemudian apabila telah memperoleh persetujuan dari camat maka kepala desa menerbitkan surat keputusan pengangkatan perangkat desa dan bisa dilanjutkan dengan pelantikan perangkat desa. Disamping itu prosedur dari pemberhentian perangkat desa bahwasanya kepala desa tetap melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan camat, dengan tujuan mendapat suatu rekomendasi dari camat untuk dijadikan sebagai dasar pengeluaran keputusan kepala desa. Kedua bahwasanya kepala desa didalam mengangkat ataupun memberhentikan perangkat desa harus benar-benar mempertimbangkan dengan baik, karena pengangkatan berhubungan dengan kinerja perangkat desa yang tentunya mempunyai dampak terhadap pemerintahan desa, sedangkan pemberhentian juga harus dilakukan dengan pertimbangan yang baik karena berhubungan dengan pekerjaan seseorang, artinya jika kepala desa salah dalam mempertimbangkan maka akan berdampak pada pemberhentian perangkat desa yang bersangkutan dan tentunya perangkat desa yang bersangkutan dari segi ekonomi menurun karena tidak bekerja sebagaimana mestinya. Secara garis besar pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa yang dimaksud terdiri dari pertimbangan yuridis dan non yuridis. Saran yang diberikan bahwa didalam melaksanakan suatu pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa hendaklah untuk kepala desa untuk tetap melaksanakannya sesuai dengan prosedur yang berlaku. Terlepas rekomendasi yang dikeluarkan oleh camat hendaknya diterima dengan baik. Disamping itu, didalam kehendaknya kepala desa mengangkat atau memberhentikan pada dasarnya harus tetap mempertimbangkan segala sesuatunya karena hal tersebut berkaitan dengan tanggungjawab kepala desa artinya jika suatu kepala desa tidak mempertimbangkan secara baik mengenai pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, maka konsekuensi yang akan timbul nantinya harus diterima.

Keberadaan perangkat desa sering menjadi polemik terhadap proses pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa mengingat jumlah perangkat desa yang terbatas, sementara tuntutan masyarakat belum diselesaikan. Oleh karena itu, penulis dalam hal ini tertarik untuk mengadakan atau melakukan sebuah penelitian ilmiah tentang kewenangan kepala desa dalam mengangkat dan memberhentikan perangkat desa berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang desa. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data yang menggunakan hasil kajian pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, peraturan pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Desa dan pengaturan yang lebih khusus terdapat dalam peraturan menteri dalam negeri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang pengangaktan dan pemberhentian perangkat Desa. Sedangkan kewenangan pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa adalah menjadi kewenangan kepala Desa namun kewenangan tersebut bukan kewenangan mutlak melainkan terdapat keterlibatan camat dalam memberikan persetujuan pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa.The existence of village officials is often a polemic on the process of appointing and dismissing village officials, given the limited number of village officials, while community demands have not been resolved. Therefore, the author in this case is interested in conducting or conducting a scientific study of the authority of the village head in appointing and dismissing village officials based on Law Number 6 of 2014 concerning villages. The type of research used is normative legal research. The approach used in this study is the legal approach and conceptual approach. The data collection techniques used are library studies. The data analysis technique used in this study is data analysis using the results of literature review. The results of this study indicate that the arrangements for the appointment and dismissal of Village devices are regulated in Law Number 6 of 2014 concerning Villages, government regulations Number 43 of 2014 concerning the implementation of Law Number 4 of 2014 concerning Villages and more specific arrangements contained in ministerial regulations in country Number 83 of 2015 concerning the dismissal and dismissal of village equipment. While the authority to appoint and dismiss the Village apparatus is the authority of the village head, but the authority is not an absolute authority, but there is an involvement of the sub-district head in giving approval to the appointment and dismissal of the Village apparatus.