Ketika berpisah dari majelis dianjurkan untuk mengucapkan salam. Dalam bahasan kali ini diajarkan juga bagaimana cara meminta izin. Show Kumpulan Hadits Kitab Riyadhush Sholihin karya Imam Nawawi Kitab As-Salam بَابُ اسْتِحْبَابِ السَّلاَمِ إِذَا قَامَ مِنَ المَجْلِسِ وَفَارَقَ جُلَسَاءَهُ أَوْ جَلِيْسَهُ Bab 139. Bab Sunnahnya Salam Ketika Bangun (Meninggalkan) Majelis dan Berpisah dengan Rekan-RekannyaHadits #869وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى المَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ ، فَإذَا أرَادَ أنْ يَقُومَ فَلْيُسَلِّمْ ، فَلَيْسَتِ الأُولَى بِأحَقّ مِنَ الآخِرَةِ )) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِي ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ )) . Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian sampai di satu majelis, hendaklah ia mengucapkan salam. Lalu apabila ia hendak bangun (meninggalkan) majelis, hendaklah ia pun mengucapkan salam. Maka tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang terakhir.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) [HR. Abu Daud, no. 5208; Tirmidzi, no. 2706; Ahmad, 2:230, 287, 439. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly berkata bahwa sanad hadits ini hasan]. Faedah hadits
Baca Juga: Istri Mengambil Uang di Dompet Suami Tanpa Izin بَابُ الاِسْتِئْذَانِ وَآدَابِهِ Bab 140. Bab Meminta Izin (Masuk) dan Adab-AdabnyaAllah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nuur: 27) وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚكَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nuur: 59) Dalam ayat 58 dari surah An-Nuur, dijelaskan mengenai meminta izin pada sesama kerabat bagi anak-anak yang belum baligh pada tiga waktu.
Di tiga waktu tersebut, anak-anak dan hamba sahaya tidak boleh masuk tanpa izin. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:565) Untuk yang sudah baligh/ dewasa, ia harus meminta izin ketika masuk pada setiap waktu, juga pada keadaan kerabatnya sedang bersama istrinya, jadi bukan hanya tiga keadaan seperti disebutkan untuk anak-anak yang belum baligh. Hadits #870عَنْ أَبِي مُوْسَى الأَشْعِرِي – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( الاسْتِئْذَانُ ثَلاَثٌ ، فَإنْ أُذِنَ لَكَ وَإِلاَّ فَارْجِعْ )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Meminta izin itu tiga kali. Maka, jika diizinkan, engkau boleh masuk. Dan jika tidak, maka kembalilah.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6245 dan Muslim, no. 2157] Faedah hadits
Hadits #871وَعَنْ سَهْلِ بنِ سَعْدٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رَسَوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( إنَّمَا جُعِلَ الاسْتِئذَانُ مِنْ أجْلِ البَصَرِ )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ditetapkannya meminta izin itu hanya karena masalah menjaga pandangan.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6241 dan Muslim, no. 2156] Faedah hadits
Hadits #872وَعَنْ رِبْعِيِّ بن حِرَاشٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِي عَامِرٍ أنَّهُ اسْتَأذَنَ عَلَى النَّبيِّ – صلى الله عليه وسلم – وَهُوَ في بيتٍ ، فَقَالَ : أألِج ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلًَّمَ – لِخَادِمِهِ : (( أُخْرُجْ إِلَى هَذَا فَعَلِّمهُ الاسْتِئذَانَ ، فَقُلْ لَهُ : قُلِ : السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ ، أأدْخُل ؟ )) فَسَمِعَهُ الرَّجُلُ ، فَقَالَ : السَّلامُ عَلَيْكُمْ ، أَأَدْخُل ؟ فَأذِنَ لَهُ النَّبيُّ – صلى الله عليه وسلم – فدخلَ . رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ . Dari Rib’i bin Hirasy, ia berkata, “Seorang lelaki dari Bani ‘Amir bercerita kepada kami bahwa ia pernah meminta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau ada di rumah. Orang tersebut berkata, ‘Apakah aku boleh masuk?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata kepada pembantunya, ‘Keluarlah kepada orang tersebut, lalu ajarkanlah ia cara meminta izin.’ Ajarkanlah kepadanya, ‘Ucapkanlah assalaamu ‘alaikum, bolehkah aku masuk?’ Orang tersebut pun mendengarnya, lantas ia mengucapkan, ‘Assalamu ‘aaikum, bolehkah aku masuk?’ Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengizinkannya, setelah itu ia pun masuk.” (HR. Abu Daud dengan sanad sahih) [HR. Abu Daud, no. 5177, 5178, 5179 dan An-Nasai dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, 316. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih, sebagaimana kata Imam Nawawi]. Faedah hadits
Hadits #873عَنْ كِلْدَةَ بْنِ الحَنْبَلِ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : أَتَيْتُ النَّبِيَّ – صَلًَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، فَدَخَلْتُ عَلَيْهِ وَلَمْ أُسَلِّمْ ، فَقَالَ النَّبيُّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( اِرْجِعْ فَقُلْ : السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ ، أَأَدْخُلْ ؟ )) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِي ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ )) . Dari Kildah bin Al-Hambal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku menemui beliau dan aku ketika itu tidak mengucapkan salam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, ‘Kembalilah, lalu ucapkanlah assalaamu ‘alaikum, bolehkah aku masuk?’” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan). [HR. Abu Daud, no. 5176; Tirmidzi, no. 2710; Ahmad, 3:414. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly berkata bahwa sanad hadits ini hasan]. Faedah hadits
Referensi:Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid kedua. Baca Juga: Diselesaikan di Pasar Minggu Jakarta Selatan, 2 Desember 2019 Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com |