Apa yang dimaksud dengan teknik eksploratif pada remaja

Tatang M. Amirin; Edisi 5 Mei 2009; 13 Juli 2009; 28 Agustus 2009.

Penelitian eksploratori (eksploratif); penelitian deskriptif; penelitian kausal; langkah-langkah penelitian eksploratif tradisional-konvensional; langkah penelitian eksploratif murni; penelitian eksploratif versus penelitian deskriptif.

1. Penelitian eksploratori, deskriptif, dan kausal

Penelitian eksploratori (exploratory–dalam istilah “lama” disebut penelitian eksploratif), merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian (kadang disebut pula dengan desain penelitian). Pendekatan (desain) penelitian lainnya (selain eksploratori) adalah penelitian deskriptif, dan penelitian kausal.

Apa yang dimaksud dengan teknik eksploratif pada remaja

Penelitian deskriptif , menurut Kotler et al., dalam buku mereka Principles of Marketing, 2006, p. 122, adalah penelitian yang tujuannya memaparkan (mendeskripsikan) sesuatu, misalnya mengenai potensi pasar (peluang banyaknya pembeli) bagi produk baru, atau latar belakang sosial dan sikap konsumen yang membeli produk tertentu.

Jadi, jika dalam pendidikan, yang diteliti dan dideskripsikan itu misalnya taraf kemampuan siswa menguasai berbagai bidang studi, kemampuan sekolah melaksanakan ide manajemen berbasis sekolah, latar belakang sosial dan ekonomi anak-anak yang suka membuat masalah di sekolah dsb.

Penelitian kausal, juga menurut Kotler, p. 122, adalah “penelitian yang bertujuan menguji (mengetes) hipotesis tetang hubungan sebab dan akibat.” Dalam pelaksanaannya, penelitian kausal itu dilakukan lazimnya dengan eksperimen. Ada satu hal yang dicoba diterapkan (disebut treatment, diperlakukan sebagai variabel independen yang disimbulkan X) untuk diuji apakah menyebabkan terjadi sesuatu (akibat, efek, diperlakukan sebagai variabel dependen, disimbulkan Y). Singkatnya, apakah X menyebabkan Y.

Penelitian eksploratori, menurut Kotler, p. 122, adalah “penelitian yang bertujuan menghimpun informasi awal yang akan membantu upaya menetapkan masalah dan merumuskan hipotesis.”

Penyebutan penelitian eksploratori sebagai salah satu pendekatan penelitian antara lain ditemukan dalam blog KnowThis.com (blog tentang pemasaran) yang menjelaskan penelitian eksploratori (dalam pemasaran, tentunya) sebagai berikut.

The exploratory approach (cetak tebal dari penulis) attempts to discover general information about a topic that is not well understood by the marketer. For instance, a marketer has heard news reports about a new internet technology that is helping competitors but the marketer is not familiar with the technology and needs to do research to learn more. (Pendekatan eksploratori berupaya menemukan informasi umum mengenai sesuatu topik/masalah yang belum dipahami sepenuhnya oleh seseorang petugas pemasaran (bisa kita ganti sebutannya dengan yang lebih umum: peneliti). Sebagai contoh, seorang petugas pemasaran (peneliti) telah mendengar berita tentang adanya teknologi internet baru yang bisa membantu pihak-pihak yang berkompetisi di dunia pemasaran, tetapi si petugas pemasaran tersebut belum akrab (kenal, paham) benar dengan peralatan teknologi tersebut dan berkeinginan untuk melakukan penelitian guna mengenal lebih jauh mengenainya.

Istilah “disain” (bukan pendekatan) sebenarnya lebih menunjuk ke sisi operasional pendekatan tersebut. Simak tulisan berikut (dari KnowThis.com).

The basic difference between exploratory and descriptive research is the researh design (Perbedaan pokok antara penelitian eksploratori dan deskriptif adalah pada desainnya). Exploratory research follows a format that is less structured and more flexible than descriptive research (Penelitian eksploratori tatacara atau langkah-langkah penelitiannya tidak terstruktur-baku seperti penelitian deskriptif, dan jauh lebih luwes-dapat diubah-ubah sesuai situasi-pula).

This approach works well when the marketer doesn’t have an understanding of the topic or the topic is new and it is hard to pinpoint the research direction (Pendekatan penelitian eksploratif ini akan sangat cocok digunakan apabila si petugas pemasaran/peneliti belum paham benar mengenai sesuatu topik/masalah yang akan dilteliti, atau topik tersebut merupakan sesuatu yang baru yang sangat sulit sekali untuk menentukan arah ke mana penelitian terhadapnya akan menuju).

Nah, jadi, penelitian eksploratif merupakan salah satu pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti sesuatu (yang menarik perhatian) yang belum diketahui, belum dipahami, belum dikenali, dengan baik.

2. Objek penelitian eksploratori

Istilah untuk menyebut sifat-keadaan topik/masalah penelitian eksploratori seperti disebutkan di atas itu bermacam-macam, antara lain:
(1) a topic is not well understood (topik belum dipahami benar–KnowThis.com),
(2) s/he doesn’t know enough about (something–yang bersangkutan/peneliti belum tahu benar mengenainya/sesuatu yang akan diteliti–DJS Research Ltd.),
(3) an issue or problem where there are few or no earlier studies to refer to (persoalan atau masalah yang sedikit sekali atau bahkan tidak ada sama sekali hasil-hasil penelitian terdahulu yang bisa dijadikan rujukan mengenainya–WikiAnswwer),
(4) hardly anything is known about the matter at the outset of the project (sejak awal proyek penelitian hampir-hampir tiada sesuatu apapun yang diketahui mengenai masalah yang akan diteliti itu–)

Maka, “When gaining insight (i.e., discovery) on an issue is the primary goal, exploratory research is used” [apabila yang menjadi tujuan utama penelitian adalah memperoleh pengetahuan yang mendalam (misalnya “menemukan sesuatu yang belum diketahui”) mengenai sesuatu masalah/hal/objek penelitian, maka pendekatan penelitian eksploratorilah yang paling tepat digunakan–KnowThis.com].

Dari beberapa penjelasan tersebut dapatlah dipahami bahwa apabila penelitian-penelitian “kuantitatif-positivistik yang bersifat “mengukur-ukur” dan “uji hipotesis” dimulai dari adanya sesuatu “masalah” (yang diidentifikasi lewat membaca literatur, membuka-buka dokumen–data statistik dsb, atau pengamatan selintas–lewat wawancara dsb), lalu membatasi masalah yang akan diteliti (salah satu atau beberapa dari sekian masalah yang sudah teridentifikasi tersebut), kemudian dipertanyakan dipermasalahkan (kenapa, apa penyebab dsb) yang dirumuskan sebagai “rumusan masalah” (dalam kalimat tanya), penelitian eksploratif tidak mulai dengan langkah (desain) seperti itu. Penelitian eksploratif mulai dari “ketidaktahuan” akan sesuatu fenomena yang menarik untuk, atau perlu, diteliti.

3. Langkah penelitian eksploratori konvensional

Di atas disebutkan bahwa ada perbedaan disain antara penelitian eksploratori dan deskriptif, yaitu dalam hal penelitian eksploratori tahapannya tidak sebaku seperti penelitian deskriptif. Namun demikian, agar tidak terlampau sulit memahaminya, Penulis lebih suka membuat pilihan, bisa gunakan yang agak konvensional baku juga seperti yang akan dipaparkan berikut.

Langkah pertama, pada “latar belakang penelitian” dikemukakanlah mengenai adanya sesuatu fenomena yang “menarik” (misalnya–dalam contoh di atas–adanya produk teknologi internet baru yang sangat penting untuk dunia pemasaran). Contoh lain dalam pendidikan adalah adanya gerakan baru dalam manajemen sekolah (untuk saat ini misalnya adanya ISOnisasi, SBN-isasi, SBI-nisasi). Konsep atau ide tentang ISO, SBN, SBI mungkin bisa dirujuk dari literatur atau aturan/pedoman tertentu. Pelaksanaannya di lapangan seperti apa, itu yang benar-benar belum ada rujukan tentangnya. Ini sebagai contoh, dalam kenyataan sekarang tentu sudah ada beberapa penelitian tentangnya. Jadi, anggap ISO,SBN, SBI sebagai ide yang benar-benar baru.

Selanjutnya, langkah kedua, dimunculkanlah “pertanyaan penelitian” (permasalahan penelitian) yang dinyatakan sebagai “rumusan masalah” (dalam kalimat tanya), misalnya, mengacu contoh di atas, “Seperti apakah sosok teknologi internet baru tersebut dan seberapa besar tingkat kemanfaatannya untuk pelaksanaan pemasaran?” Atau, “Bagaimana sekolah melaksanakan upaya untuk mencapai standar sekolah nasional/internasional?” (Kasus SBN dan SBI). Atau “Bagaimana sekolah merancang dan mengelola program untuk memberikan layanan prima kepada para pemangku kepentingannya?” (Kasus: ISO).

Pertanyaan penelitian tersebut hanya berkaitan dengan aspek “what” dan/atau “how” sesuatu yang diteliti (isu, problem) . Jadi, dengan kata lain, tidak mengenai “why” (sebab-akibat).

Langkah berikutnya (berdasarkan langkah penelitian “baku”) adalah merumuskan tujuan penelitian. Tentu saja tujuannya adalah “mengetahui (secara mendalam/”understand”) mengenai sesuatu (topik/masalah) tersebut, untuk kemudian “mendeskripsikannya”. Dengan kata lain, rumusannya boleh berupa “(untuk) mengetahui ….” atau “(untuk) mendeskripsikan …” “Untuk mengetahui” berdasar pada awal penelitian yang mulai dari “ketidaktahuan”, sementara “Untuk mendeskripsikan” berdasar pada nantinya hasil penelitian akan dilaporkan seperti apa (dalam ujud tipe pelaporan yang bagaimana).

Langkah berikutnya, menelaah berbagai literatur (jika dipandang perlu–umumnya perlu) untuk mendapatkan gambaran umum mengenai sesuatu (objek penelitian) tersebut, terutama untuk mempertegas memperjelas “konsep-konsep” (istilah, sebutan) yang berkaitan dengan sesuatu tersebut. Misalnya mempertegas memperjelas makna/pengertian/definisi sebutan (konsep) ISO/TQM, sekolah berstandar nasional/internasional, dan yang terkait dengannya.

Langkah berikutnya menjelaskan bagaimana penelitian itu akan dilakukan (metode, prosedur, atau desain penelitian), yaitu penetapan sumber data/informasi (subjek/responden/narasumber penelitian), serta penggunaan teknik pengumpulan dan analisis data yang akan digunakan.

Itu jika berupa proposal. Jika suda dilakukan diubah jadi bagaimana penelitian (dalam hal ini pengumpulan data) dilakukan.

Langkah terakhir, jika sudah meneliti, adalah menganalisis data yang diperoleh. Ambil contoh permasalahan mengenai apa saja upaya yang dilakukan sekolah agar menjadi sekolah berstandar internasional. Data diperoleh dengan wawancara terhadap narasumber. Informasi (data) dari narasumber (semua narasumber) itu diolah (sama dengan analisis) menjadi simpulan umum apa saja upaya yang dilakukan. Tentu harus dikelompok-kelompokkan sesuai dengan temuan yang diperoleh. Misalnya mengenai upaya menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan luar negeri, upaya membina (membentuk) komitmen seluruh wearga sekolah untuk menjadi SBI, upaya memperoleh dana sumber dana, upaya meningkatkan profesionalisem staf sekolah, upaya memenuhi persyaratan fasilitas, upaya meningkatkan KBM/PBM, dan sebagainya.

4. Langkah murni eksplorasi

Penelitian eksploratori (eksploratif), sesuai dengan namanya, merupakan penelitian penggalian, menggali untuk menemukan (konsep atau masalah). Jadi, karena bersifat menggali (betul-betul mengeksplorasi), maka sebenarnya tidak ada langkah yang baku. Lakukan saja penggalian, lalu seleksi segala macam yang tergali itu, temukan bulir-bulir yang bernas, yang bermakna daripadanya.Ibaratkan seperti orang mencari emas. Gali saja pasir-pasir dan tanah, lalu ayak, dan buang yang bukan emas, ambil yang emas.

Jika cara ini yang dilakukan, bisa jadi (andaikata berkenaan dengan mahasiswa), mahasiswa dan dosen pembimbingnya akan bingung karena di luar langkah-langkah konvensional seperti dicontohkan di atas. Kan tidak semua dosen paham sepenuhnya metodologi penelitian. Sudah terbiasa dengan “pola kuantiatif positivistik” pula.

Contoh:

Sebuah yayasan pendidikan melakukan terobosan baru dalam pelaksanaan pendidikan. Murid-murid (yang disebut murid) tidak diberi pelajaran di kelas oleh guru yang berceramah. Murid diajak bermain-main dengan alam. Semua belajar dengan dan dari alam. Berbahasa dengan alam, bermatematika dengan alam, berIPA dengan alam, berIPS dengan alam, berPKn dengan alam, berKertakes dengan alam, berolah raga dengan alam. Pokoknya segala macam materi “skolastik” (pelajaran sekolah) dipelajari di, dengan, dan lewat alam. Tidak ada ceramah dari guru, tidak ada ulangan dan ujian. Lalu, apa ukuran keberhasilan “bersekolah”-nya? Bagaimana pula murid-murid itu belajar, dan bagaimana guru mengajar?

Kan sebetulnya tertemukan juga pola (langkah) penelitiannya, walau benar-benar akan eksploratif.

Pertama, ada sekolah alam yang tidak sama dengan sekolah alam yang sudah ada. Itu latar belakangnya (ketidaksamaan dengan sekolah manapun).

Kedua, dipertanyakan banyak hal (menurut ukuran konvensional sistem sekolah): pelajarannya apa saja, gurunya mengajar bagaimana, muridnya belajar bagaimana, evaluasinya bagaimana, sarana-prasarana apa saja, dan sebagainya. Itu permasalahan penelitian (rumusan msalah).

Ketiga, mengapa diteliti? Apa tujuannya? Rumusannya: Mengetahui seluk beluk “sekolah alam” tersebut.

Keempat, menelaaah literatur? Ya tidak bakalan ada, lah! Kata bahasa gaulnya. Jadi lewat. Langsung ke metode (prosedur) penelitian. Objeknya “seluk beluk sekolah alam tersebut. Subjeknya “sekolah alam tadi itu. Narasumbernya seluruh staf penyelenggara dan pelaksana. Teknik mengumpulkan datanya dengan wawancara dan observasi partisipan (partisipatif/partisipatoris). Analisis datanya bisa kuantitatif, bisa kualitatif, dan mungkin cukup hanya sampai taraf deskriptif (nah, istilah deskriptif ini suka membingungkan–nanti kita bahas).

Kelima, laporan. Olah data, ceritera singkat gambaran umum, butir-butir penting saja, jangan semua hal dimasukkan (“reduksi” atau penyaringan data di kepala saja, tak usah diceriterakan data yang dibuang dan data yang dipakai). Kelompokkan menurut yang lazim ada sebagai komponen sistem pendidikan (gurunya, muridnya, kurikulumnya, sarana dan prasarananya, KBM-nya, dsb).

Misal: Siapa saja yang menjadi guru (latar belakang pendidikan, bagaimana “dilatih” untuk belajar-mengajar di, dengan, dan lewat alam, bagaimana mengembangkan profesionalismenya sebagai pendidik, dsb). Siapa saja yang menjadi murid, dari kalangan orang tua yang seperti apa, bagaimana gairah belajarnya, bagaimana (seperti apa) pengetahuan yang dimilikinya, bagaimana daya nalarnya, bagaimana kemampuan “meneliti alam” yang dikuasainya, dsb. Dan aspek lainya digambarkan seara ringkas, padat, mencakup, dan komunikatif.

5. Eksploratif versus deskriptif

Tentang pendekatan penelitian yang dua ini terasa masih agak membingungkan. Oleh karenanya perlu diperjelas lagi.

Penelitian eksploratif menggali sesuatu yang benar-benar belum diketahui (rincian, detail sifat dan keadaannya). Bahkan “konsep”-nya saja belum jelas (“konsep” sekolah alam contoh di atas belum jelas.) Eksploratif murni bahkan “yang akan diteliti” saja pun bisa belum tahu. Polanya “datang dan temukan.” Datang ke sekolah, misalnya, lakukan observasi partisipan. Siapa tahu menemukan sesuatu yang menarik: ada sesuatu yang berbeda dari yang lain di sekolah itu. Bisa juga sudah agak fokus. Anak-anak “tuna” belajar bersama dalam sekolah inklusi. Kesulitan apa yang dihadapi guru dan murid tersebut dalam pelaksanaan KBM/PBM (jika belajar matematika bagaimana, ya?). Itu masalah yang bisa dieksplor, karena kasusnya ada yang melek dan ada yang tuna netra. Bagaimana guru mengajari dua macam murid sekaligus? Ada guru lain yang membantu? Bagaimana cara membantunya? Kenapa tidak dipisah saja, hanya pada pelajaran tertentu saja digabung, misalnya pas pelajaran sejarah yang guru hanya berceritera? Wah, pertanyaanny bisa segudang, ya!?

Penelitian deskriptif memaparkan sesuatu. Yang dipaparkan itu keadaan atau sifat sesuatu. Prestasi belajar murid, misalnya, konsepnya (“konsep” prestasi belajar”) sudah diketahui. Yang hendak diteliti dan dideskripsikan adalah sosoknya (tinggi rendahnya prestasi). Motivasi kerja itu “konsep” yang sudah diketahui. Sosok motivasi kerja dosen dan karyawan Universitas Ciung Wanara (logonya beo dan kera) belum diketahui. Karena belum dikethui, maka diteliti (diukur; jadi kuantitatif), kemudian dideskripsikan (dipaparkan).

Pada penelitian eksploratif sosok sesuatu yang akan diteliti belum jelas (“binatangnya” belum jelas). Pada penelitian deskriptif sosok sesuatunya sudah jelas, tapi sifat keadaannya yang belum diketahui umum (“sifat dan keadaan” binatang itu belum diketahui umum). Itu inti perbedaannya.

Contoh Penelitian Eksploratori (Eksploratif)

Ketika isu sertifikasi profesi muncul ke permukaan, apa yang dimaksudkan dengan sertifikasi itu saja masih diperdebatkan orang. Sebagian punya pemahaman tertentu, sebagian lain punya pemahaman lain lagi.  Siapa yang melakukan sertifikasi juga macam-macam pandangan, ada yang harus si empunya pendidikan akademik terkait, ada yang memandang itu bagian asosiasi profesi, ada yang memandang dilakukan bersama-sama. Itu yang muncul di media masa dan ceritera dari mulut ke mulut, ada yang berupa artikel ada pula berita para pejabat.

Salah satu jabatan profesi adalah pustakawan. Menarik karenanya untuk digali (dieksplor) pemahaman pustakawan dan tenaga perpustakaan mengenainya. Itu yang saya lakukan sekian tahun yang lalu. Pustakawan yang dijadikan sampel sekedar memperoleh dari berbagai lembaga (UNY, IAIN/UIN Sunan Kalijaga, UII, dan beberapa sekolah). Tidak banyak, tapi cukup memberikan gambaran ragam pendapat mengenainya. Pertanyaan diajukan agak terstruktur lewat angket semi terbuka. Ada tambahan pendapat atau pandangan yang boleh dituliskan sebagai jawaban atau opini di luar yang dituliskan dalam angket. Laporannya (deskriptif, kuantitatif hitung-hitung persentase yang berpendapat begini begitu) jadilah sebagai makalah seminar “Ilmu Pendidikan” di UPI Bandung.

Mau ngutip? Tulis: Amirin, Tatang M. (2009). “Penelitian eksploratori (eksploratif).” tatangmanguny.wordpress.com