Apa yang anda lakukan dalam rangka membentuk kemandirian jelaskan

Ada berbagai cara melatih anak mandiri yang mudah dilakukan. Cara ini penting diterapkan agar anak kelak tidak selalu bergantung pada orang tua atau orang di sekitarnya sehingga membuatnya sulit beradaptasi dengan lingkungan.

Sikap mandiri perlu dilatih dan dididik sejak masa kanak-kanak. Bila anak mampu melakukan hal-hal sederhana sendiri, setiap orang tua pasti akan bangga. Bukan hanya untuk kebanggaan orang tua semata, sifat mandiri juga merupakan bekal penting bagi anak ketika ia sudah dewasa.

Apa yang anda lakukan dalam rangka membentuk kemandirian jelaskan

Kiat Cerdas Melatih Anak agar Mandiri

Melatih sikap mandiri pada anak bisa diterapkan dari hal-hal kecil yang biasa ia lakukan. Segala sesuatu yang Anda ajarkan akan memengaruhi kemampuan anak dalam bersikap, termasuk menumbuhkan sikap mandiri pada dirinya.

Namun, caranya harus disesuaikan dengan usia, tumbuh kembang, dan kemampuan Si Kecil. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk melatih anak mandiri, yaitu:

1. Mulailah dengan memberi tugas kecil

Cara melatih anak agar mandiri bisa dimulai dari memberi tugas kecil, seperti melibatkan anak untukmengerjakan pekerjaan rumah. Berikan ia tugas yang ringan, misalnya tidur sendiri, membereskan tempat tidur, membersihkan mainan, melipat pakaian, menyapu, atau menjaga adik.

Kegiatan kecil seperti ini bisa mengajarkan anak untuk bertanggung jawab, meningkatkan rasa percaya diri, dan tentunya membentuk karakter mandiri pada dirinya.

2. Biarkan anak menentukan pilihannya sendiri

Anak yang mandiri adalah anak yang tidak terlalu bergantung pada orang lain untuk urusan yang bisa ia selesaikan sendiri. Oleh karena itu, Anda perlu membiasakan Si Kecil untuk mengambil keputusannya dan tidak terlalu memaksakan keinginan Anda padanya.

Sebagai gantinya, Anda bisa memberi masukan mengenai keputusan yang akan dipilih Si Kecil dengan cara yang mendidik. Beri penjelasan dari sisi positif dan negatif bila ia hendak melakukan suatu hal.

Jika pilihan yang dibuat Si Kecil keliru, berikanlah penjelasan yang mudah dimengerti agar ia kelak bisa mengambil pilihan yang lebih baik. Cara ini juga merupakan salah satu bentuk parenting yang baik untuk Si Kecil.

3. Jangan selalu membantu

Semakin besar usia anak, tentunya ia akan tertarik untuk melakukan banyak hal, seperti mengikat tali sepatu, mengancing pakaian, mengambil makanan sendiri, atau belajar memasak. Hal ini bisa Anda manfaatkan untuk melatih Si Kecil agar lebih mandiri.

Saat ia mengalami kesulitan, sebaiknya jangan langsung memberikan bantuan. Biarkan Si Kecil berusaha terlebih dahulu dan berilah dukungan agar ia tidak mudah menyerah. Dukung Si Kecil hingga ia bisa melakukan aktivitas tersebut seorang diri dan lebih mandiri melakukannya di kemudian hari.

4. Berikan lingkungan yang ramah anak

Ketika Si Kecil dalam proses belajar menjadi anak yang mandiri, Anda perlu memastikan lingkungan rumah aman dan ramah baginya. Misalnya, ketika ia belajar untuk mandi sendiri, pastikan lantai kamar mandi dalam keadaan yang bersih dan kesat.

Selain itu, saat Si Kecil belajar untuk mencuci piring atau memasak sendiri, berikan ia piring dan gelas plastik atau pilih kegiatan memasak yang tidak terlalu berisiko, seperti memilih dan mencuci sayuran dan buah-buahan.

5. Hargai setiap usahanya

Saat Si Kecil melakukan suatu hal yang baik dan mampu menumbuhkan sikap kemandiriannya sedikit demi sedikit, pastikan Anda beserta keluarga senantiasa memberikannya pujian.

Meski terlihat sepele, memberikan pujian atas semua usaha yang anak lakukan dapat meningkatkan semangatnya untuk terus maju dan mau mengembangkan sikap mandirinya.

Melatih sikap mandiri pada anak memang tidak bisa dilakukan secara instan. Perlu waktu bagi anak untuk memahami dan menerapkan hal tersebut. Yang paling penting adalah orang tua harus menjadi contoh yang baik supaya anak dapat mengetahui bagaimana harus bersikap dan berperilaku.

Jika perlu, Anda sebagai orang tua bisa mencari cara melatih anak mandiri yang cocok dengan karakter dan sifat Si Kecil dengan berkonsultasi ke psikolog.

A.   Pendahuluan

Apa yang anda lakukan dalam rangka membentuk kemandirian jelaskan
eningkatan kemandirian siswa dapat terjadi karena adanya faktor stimulus dari dalam dan luar. Dalam hal ini, peneliti mencoba mengembangkan karakter mandiri siswa dengan memberikan stimulus dari luar yaitu dengan pemberian layanan bimbingan kelompok. Pada pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, dinamika kelompok memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemandirian siswa, dimana anggota kelompok saling berinteraksi membahas topik yang diberikan oleh pemimpin kelompok, dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab untuk lebih memperdalam materi. Sehingga siswa mengetahui tujuan diadakannya layanan bimbingan kelompok, yakni sebagai upaya untuk meningkatkan kemandiriannya. Sedangkan stimulus dari dalam yaitu stimulus yang berasal dari anggota kelompok itu sendiri untuk bisa atau mampu memiliki karakter mandiri.

Menurut Prayitno (2004: 3) layanan bimbingan kelompok dapat digunakan untuk mengubah dan mengembangkan sikap dan perilaku yang tidak efektif menjadi lebih efektif. Melalui layanan bimbingan kelompok siswa dilatih untuk mampu melakukan kegiatan secara berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Bimbingan kelompok sebagai media dalam upaya membimbing individu yang memerlukan bantuan, dalam hal ini yaitu individu yang memerlukan bantuan untuk mengembangkan karakter mandiri dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Seperti yang dikemukakan oleh Prayitno (1995: 23) bahwa dinamika kelompok merupakan “sinergi dari semua faktor yang ada dalam suatu kelompok, artinya merupakan pengerahan secara serentak semua faktor yang dapat digerakkan dalam kelompok itu. Jadi dalam bimbingan kelompok memanfaatkan suatu dinamika kelompok, hal ini agar individu dapat aktif dalam membahas topik yang dikemukakan dalam bimbingan kelompok, dimana kegiatan bimbingan kelompok ini dapat membuat anggotanya lebih berani mengungkapkan pendapatnya secara bertanggungjawab dan lebih menghargai perbedaan pendapat antar anggota kelompok. Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa tujuan pendidikan sangat berkaitan dengan pembentukan karakter siswa serta pendidikan karakter menjadi tuntutan Undang-undang Pendidikan Nasional.

Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi siswa sehingga menjadi pribadi yang mandiri yang memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan secara tepat dan bijaksana, mengarahkan diri sendiri sesuai dengan keputusan yang diambilnya, serta akhirnya mampu mewujudkan diri sendiri secara optimal. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Prayitno (2004: 114) bahwa:

Tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu untuk menjadi insan yang mandiri yang memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri dan lingkungannya secara tepat dan objektif, menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan secara tepat dan bijaksana, mengarahkan diri sendiri sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu, serta akhirnya mampu mewujudkan diri sendiri secara optimal.

Tujuan bimbingan dan konseling tersebut tertuang dalam standar kompetensi kemandirian peserta didik yang di dalamnya terdapat berbagai macam aspek perkembangan (Depdiknas, 2007: 253-258). Hal ini merupakan salah satu hal yang dikembangkan dalam pendidikan karakter yaitu nilai kemandirian. Nilai kemandirian sangat penting ditumbuhkan di dalam diri siswa karena akan menunjang perkembangan potensi optimal yang dimiliki oleh siswa. Mandiri merupakan suatu suasana di mana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak dirinya yang terlihat dalam perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya (Gea, 2003: 195). Seorang siswa dikatakan memiliki nilai kemandirian apabila ia telah mampu melakukan semua tugas-tugasnya secara mandiri tanpa tergantung pada orang lain, percaya kepada diri sendiri, mampu mengambil keputusan, menguasai keterampilan sesuai dengan kemampuannya, bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya, dan menghargai waktu (Gea, 2003: 195).

Kenyataan di lapangan berdasarkan informasi dari guru, siswa belum sepenuhnya memiliki nilai kemandirian. Hal ini dapat dilihat dari permasalahan yang nampak di kelas di antaranya adalah siswa tidak yakin pada kemampuan diri sendiri, siswa minta diarahkan guru secara terus menerus dalam kegiatan belajar, siswa membutuhkan dukungan dari orang lain yang berlebihan dalam menyelesaikan masalah sendiri, tidak mampu belajar mandiri, siswa melaksanakan kegiatan harus atas perintah orang lain, siswa sering mencontek pekerjaan teman saat ada tugas maupun saat ulangan berlangsung, apabila ada pekerjaan rumah sering tidak mengerjakannya, siswa menggunakan waktu belajar di sekolah untuk bermain saat ada jam kosong, siswa tidak memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, dan siswa selalu ingin cepat-cepat mengakhiri kegiatan belajarnya. Fenomena di atas menggambarkan bahwa nilai kemandirian dalam diri siswa belum tampak. Apabila keadaan yang seperti ini tidak segera ditangani, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap prestasi siswa di sekolah.

Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen sekolah dan mengemban tugas pendidikan karakter. Pelaksanaan bimbingan dan konseling tidak bisa lepas dari fungsi dan tujuan pendidikan. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah dilakukan oleh konselor sekolah sebagaimana telah diakui dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Melalui layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor dapat membantu siswa mencapai individu yang memiliki nilai kemandirian. Layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan di sekolah meliputi layanan orientasi, informasi, penguasaan konten, penempatan penyaluran, bimbingan kelompok, konseling kelompok, konsultasi, dan layanan mediasi. Dalam memberikan layanan ada yang bersifat secara pribadi, klasikal, dan bersifat kelompok.

Kondisi nilai kemandirian siswa yang ada di sekolah pada umumnya bervariasi, ada siswa yang memiliki nilai kemandirian sangat tinggi dan ada pula yang memiliki nilai kemandirian rendah. Layanan bimbingan kelompok dapat diasumsikan tepat dalam membantu meningkatkan nilai kemandirian siswa. Bimbingan kelompok merupakan sebagai media dalam upaya membimbing individu yang bertujuan untuk mengembangkan perasaan berfikir, persepsi, wawasan, dan sikap terarah kepada tingkah laku yang diinginkan dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Melalui bimbingan kelompok siswa mendapat berbagai informasi tentang sikap mandiri dan melalui dinamika kelompok siswa dapat belajar berinteraksi dengan anggota kelompok yang mempunyai pengetahuan, pengalaman, gagasan tentang sikap mandiri yang berbeda-beda.

Berkembangnya wawasan, perasaan, berfikir, dan berpersepsi dari siswa dalam kegiatan layanan bimbingan kelompok akan mendorong siswa untuk dapat menyelesaikan masalahnya, mampu mengarahkan dirinya, memiliki pandangan hidup sendiri, mampu mengatur kehidupannya sendiri, serta berani menanggung segala akibat dari tindakan yang dilakukannya, dengan kata lain siswa dapat mengembangan nilai kemandirian serta mungkin sekali nilai kemandirian siswa akan meningkat.

B.   Kemandirian Belajar

1.    Pengertian Kemandirian

Kemandirian yang dimiliki oleh seseorang itu berbeda-beda. Sebagian orang ada yang memiliki karakter mandiri yang tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini dapat dipengaruhi dari berbagai faktor yang mempengaruhi tingkatan karakter mandiri seseorang, diantaranya dari faktor gen atau keturunan dari orang tua, pola asuh orang tua kepada anak, sistem kehidupan di masyarakat, sistem pendidikan di sekolah yang kurang mengajari anak untuk mandiri (Ali dan Asrori, 2005: 118-119). Pada umumnya kemandirian diperoleh melalui proses kebiasaan yang telah dilakukan dari anak usia sedini mungkin. Sebagai seorang siswa harus memiliki kemandirian karena hal tersebut dapat menunjang prestasi di sekolah yang akan dihasilkan oleh anak tersebut dalam mencapai hidup yang sukses. Berbagai hal yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kemandirian siswa dibahas pada layanan bimbingan kelompok dengan suasana akrab, terbuka, dan hangat.

Oleh karena itu, layanan bimbingan kelompok yang diberikan berisikan materi-materi yang berkaitan dengan cara meningkatkan kemandirian siswa. Dalam kegiatan bimbingan kelompok, setiap anggota kelompok mempunyai hak sama untuk melatih diri dalam mengemukakan pendapatnya, membahas topik yang berkaitan dengan upaya peningkatan kemandirian siswa dengan tuntas, anggota dapat saling bertukar informasi, memberi saran dan pengalaman. Dengan demikian, apa yang disampaikan dalam bimbingan kelompok diharapkan lebih mengena mengingat bentuk komunikasi yang dijalani bersifat multi arah.

Bimbingan kelompok dalam tulisan ini bertujuan untuk membahas topik-topik mengenai kemandirian. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif yang dapat mendorong pengembangan dan peningkatan kemandirian siswa dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan masyarakat.

Mandiri berasal dari kata diri, dimana setiap membahas kata mandiri tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai perkembangan diri itu sendiri. Mandiri diartikan sebagai suatu kondisi di mana seseorang tidak tergantung kepada orang lain dalam menentukan keputusan dan adanya sikap percaya diri (Chaplin, 1996: 105). Dalam pandangan konformistik/sudut pandang yang berpusat pada masyarakat, kemandirian merupakan konformitas terhadap prinsip moral kelompok rujukan. Oleh karena itu, individu yang mandiri adalah individu yang berani mengambil keputusan dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya (Ali dan Asrori, 2005: 110).

Mandiri merupakan suatu suasana di mana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya (Gea, 2003: 195). Kemandirian mempunyai kecenderungan bebas berpendapat. Kemandirian merupakan suatu kecenderungan menggunakan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan suatu masalah secara bebas, progresif, dan penuh dengan inisiatif. Menurut Desmita (2009: 185) kemandirian atau otonom merupakan kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.

Dalam berkembangnya kemandirian individu dapat ditentukan ketika individu mampu atau tidak dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi. Mustari (2011: 94) berpendapat orang yang mandiri adalah orang yang cukup diri (self-sufficient), yaitu orang yang mampu berfikir dan berfungsi secara independen tidak perlu bantuan orang lain, tidak menolak resiko dan bisa memecahkan masalah, bukan hanya khawatir tentang masalah-masalah yang dihadapinya. Orang yang mandiri akan percaya pada keputusannya sendiri serta jarang meminta pendapat atau bimbingan orang lain. Familia (2006: 23) mengungkapkan seseorang dikatakan mandiri apabila orang tersebut mampu mengarahkan dan mengurus diri sendiri. Menurut Erikson (dalam Desmita, 2009:185) menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain.

Kemandirian dalam tulisan ini dapat disimpulkan sebagai cara bersikap, berfikir, dan berperilaku individu secara nyata yang menunjukkan suatu kondisi mampu mengarahkan diri dengan segala kemampuan yang dimiliki, tidak bergantung kepada orang lain dalam hal apapun, dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Nilai kemandirian merupakan salah satu nilai karakter yang dikembangkan dalam pendidikan karakter pada jalur pendidikan menengah pertama. Nilai karakter yang dikembangkan tersebut tercakup dalam lima kategori (Kemendiknas, 2010), di antaranya nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan, nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri, nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama, nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, dan nilai karakter dalam hubungannya dengan kebangsaan. Setiap kategori karakter tersebut terdapat nilai-nilai yang akan dikembangkan dan nilai karakter mandiri berada dalam kategori nilai karakter yang hubungannya dengan diri sendiri. Nilai kemandirian didefinisikan oleh Kemendiknas (2010: 17) sebagai Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa, mandiri adalah suatu keadaan yang mampu mengarahkan diri dengan segala daya kemampuan diri sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain yang terwujud dalam tindakan nyata untuk menghasilkan sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hal ini berarti bahwa orang yang berperilaku mandiri mempunyai kemampuan untuk menemukan sendiri apa yang dilakukan, menentukan dalam memilih kemungkinan-kemungkinan dari hasil perbuatannya dan akan memecahkan sendiri masalah-masalah yang dihadapi tanpa harus mengharapkan bantuan orang lain.

2.   Pengertian Kemandirian Belajar

Kemandirian berasal dari kata mandiri yang mendapat awalan ke- dan akhiran -an yang berarti hal-hal atau keadaan yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Beberapa pendapat yang mencoba memberi batasan tentang kemandirian secara terminologi antara lain:

a. Chabib Thoha. Kemandirian merupakan sifat dan perilaku mandiri yang merupakan salah satu unsur sikap. Sementara sikap menurut Myers sebagai mana dikutip oleh Bimo Walgito adalah A predisposition toward some object. Artinya sebuah predisposisi menuju beberapa object yaitu sesuatu yang didasari pada satu keyakinan, perasaan dan perilaku secara tendensius didasarkan pada obyek.

b. Charles Schaefer. kemandirian diartikan sebagai suatu keinginan untuk menguasai/mengontrol tindakan sendiri bebas dari control orang lain.

c. Herman Holsten. Kemandirian belajar adalah sikap mandiri yang dengan inisiatifnya sendiri mendesak jauh ke belakang setiap pengendalian asing. Kemandirian dapat juga terungkapkan sebagai keswarkaryaan.

Belajar itu sendiri adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor. Jadi, kemandirian belajar bidang studi Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu bentuk belajar yakni siswa memiliki kesadaran yang tinggi untuk melakukan belajar tanpa diperintah dan bergantung pada pertolongan orang lain.

3.    Dasar-dasar Kemandirian Belajar

Secara konseptual pendidikan dilangsungkan untuk membantu perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia sehingga dengan demikian manusia itu dapat mengusahakan kehidupan sendiri yang sejahtera. Ironis memang bila pendidikan dewasa ini tidak mampu mendorong dirinya sendiri atau orang lain. Sikap seorang pengajar dalam pembelajaran yang membuka peluang untuk pelajar memperoleh gerak atau ruang kerja seluas-luasnya dalam waktu kerja dan caranya, ditandai dengan tidak menonjolkan peranan mengajar dalam kelas.

Jika dilihat dari aspek kognitif maka dengan belajar secara mandiri akan didapat pemahaman konsep pengetahuan yang awet sehingga akan mempengaruhi pada pencapaian akademik siswa. Kondisi tersebut karena siswa sudah terbiasa menyelesaikan tugas yang didapat dengan usaha sendiri serta mencari sumber-sumber belajar telah tersedia. Kemandirian belajar siswa, akan menuntut mereka untuk aktif baik sebelum pelajaran berlangsung dan sesudah proses belajar. Siswa yang mandiri akan mempersiapkan materi yang akan dipelajari. Sesudah proses belajar mengajar selesai, siswa akan belajar kembali mengenai materi yang sudah disampaikan sebelumnya dengan cara membaca atau berdiskusi. Sehingga siswa yang menerapkan belajar mandiri akan mendapat prestasi lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang tidak menerapkan prinsip mandiri.

4.   Ciri-Ciri Kemandirian

Gea mengatakan bahwa individu dikatakan mandiri apabila memiliki lima ciri sebagai berikut: 1) percaya diri, 2) mampu bekerja sendiri, 3) menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kerjanya, 4) menghargai waktu, dan 5) tanggung jawab. Kelima ciri-ciri individu mandiri tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) percaya diri, adalah meyakini pada kemampuan dan penilaian diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif,

2) mampu bekerja sendiri, adalah usaha sekuat tenaga yang dilakukan secara mandiri untuk menghasilkan sesuatu yang membanggakan atas kesungguhan dan keahlian yang dimilikinya,

3) menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kerjanya, adalah mempunyai keterampilan sesuai dengan potensi yang sangat diharapkan pada lingkungan kerjanya,

4) menghargai waktu, adalah kemampuan mengatur jadwal sehari-hari yang diprioritaskan dalam kegiatan yang bermanfaat secara efesien, dan

5) tanggung jawab, adalah segala sesuatu yang harus dijalankan atau dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan sesuatu yang sudah menjadi pilihannya atau dengan kata lain, tanggung jawab merupakan sebuah amanat atau tugas dari seseorang yang dipercayakan untuk menjaganya (Gea, 2003: 195) .

Sejalan dengan pendapat di atas, Desmita (2009: 185-186) mengemukakan orang yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri,

2) mampu mengambil keputusan dan inisistif untuk mengatasi masalah yang dihadapi,

3) memiliki kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas-tugasnya,

4) bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

Sedangkan Familia (2006: 45) berpendapat ciri khas anak yang mandiri mempunyai kecenderungan memecahkan masalah daripada berkutat dalam kekhawatiran bila terlibat masalah, tidak takut mengambil resiko karena sudah mempertimbangkan baik buruknya, percaya terhadap penilaian diri sendiri sehingga tidak sedikit-sedikit bertanya atau meminta bantuan, mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap hidupnya. Jas (2010: 36) mengatakan orang yang memiliki karakter kemandirian terlihat dalam sikap antara lain sebagai berikut:

1) Saat harus melakukan sesuatu, subjek tidak terlalu banyak meminta pertimbangan orang lain.

2) Ketika harus mengambil resiko terhadap sesuatu tidak terlalu banyak berpikir.

3) Tidak terlalu banyak sikap ragu-ragu dan mengetahui resiko yang akan dihadapi.

4) Mengetahui konsekuensi yang akan muncul dan mengetahui manfaat dari pekerjaan yang akan diambilnya.

5.   Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Sebagai hasil dari proses belajar pencapaian karakter mandiri dipengaruhi oleh banyak faktor, Ali dan Asrori mengemukakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi kemandirian remaja, yaitu sebagai berikut.

a. Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya.

b. Pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata jangan kepada anak tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.

c. Sistem pendidikan di sekolah. Sistem pendidikan di sekolah adalah sistem pendidikan yang ada di sekolah tempat anak dididik dalam lingkungan formal. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian siswa. Sebaliknya, proses pendidikan di sekolah yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap anak dan penciptaan kompetensi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian belajar.

d. Sistem kehidupan masyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang lebih menekankan lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan, dan tidak berlaku hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja (2005: 118-119).

Nilai Kemandirian sebagai salah satu tujuan pendidikan, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Basri (2004: 53) ada fakto lain yang mempengaruhi kemandirian seseorang yaitu faktor di dalam dirinya sendiri (faktor endogen) dan faktor yang terdapat di luar dirinya (faktor eksogen). Faktor endogen merupakan semua keadaan yang bersumber dari dalam dirinya, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat pada diri individu. Misalnya bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya. Faktor eksogen adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Faktor eksogen ini sering disebut dengan faktor lingkungan keluarga dab masyarakat. Misalnya pola pendidikan dalam keluarga, sikap orang tua terhadap anak, lingkungan sosialekonomi.

Dari beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai kemandirian siswa di atas dapat disimpulkan bahwa, faktor gen atau keturunan, pola asuh orang tua, sistem pendidikan disekolah dan sistem kehidupan di masyarakat ikut mempengaruhi perkembangan nilai kemandirian siswa. Selain itu juga ada beberapa faktor lain yaitu faktor dari dalam diri individu maupun dari luar diri individu. Siswa dapat berperilaku mandiri tidak dapat lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandiriannya.

6.   Upaya Pengembangan Kemandirian

Nilai kemandirian merupakan kecakapan yang berkembang sepanjang rentang kehidupan individu, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dan pendidikan. Upaya untuk mengembangkan nilai kemandirian melalui ikhtiar pengembangan atau pendidikan sangat diperlukan untuk kelancaran perkembangan kemandirian siswa. Pendidikan di sekolah perlu melakukan upaya-upaya pengembangan kemandirian siswa. Desmita (2009: 190) mengemukakan upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk mengembangkan kemandirian siswa adalah:

1) mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai. 2) mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah. 3) memberikan kebebasan kepada anak untuk mengekplorasi lingkungan serta mendorong rasa ingin tahu. 4) penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lainnya. 5) menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.

Sejalan dengan pendapat di atas Ali dan Asrori (2005: 119-120) mengemukakan ada sejumlah intervensi yang dapat dilakukan untuk pengembangan kemandirian remaja, antara lain sebagai berikut:

1) penciptaan partisipasi dan keterlibatan dalam keluarga, yang diwujudkan dalam bentuk saling menghargai antaranggota keluarga dan keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja; 2) penciptaan keterbukaan, yang diwujudkan dalam bentuk toleransi terhadap perbedaan pendapat, memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi remaja, keterbukaan terhadap minat remaja, mengembangkan komitmen terhadap tugas remaja, kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja; 3) penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan, yang diwujudkan dalam bentuk mendorong rasa ingin tahu remaja, adanya aturan tetapi tidak cenderung mengancam apabila ditaati, adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan; 4) penerimaan positif tanpa syarat, yang diwujudkan dalam bentuk tidak membeda-bedakan remaja, menerima remaja apa adanya, serta menghargai ekspresi potensi remaja; 5) empati terhadap remaja, yang diwujudkan dalam bentuk memahami pikiran dan perasaan remaja, melihat persoalan remaja dengan berbagai sudut pandang, dan tidak mudah mencela karya remaja; 6) penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja, yang diwujudkan dalam bentuk interaksi secara akrab, membangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan remaja, dan bersikap terbuka terhadap remaja.

Melalui upaya pengembangan kemandirian yang dilakukan oleh keluarga maupun pendidik tersebut dapat memicu berkembangnya kemandirian pada diri remaja sehingga remaja dapat mencapai perkembangannya secara optimal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemandirian siswa adalah: melakukan tindakan penciptaan kebebasan keterlibatan dan partisipasi siswa dalam berbagai kegiatan, menciptakan hubungan yang akrab, hangat dan harmonis dengan siswa, menciptakan keterbukaan, penerimaan positif tanpa syarat, menciptakan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan serta menciptakan empati kepada siswa.

C.   Meningkatkan Nilai Kemandirian Siswa

Dalam meningkatkan nilai kemandirian siswa, kita dapat menggunakan salah satu layanan dalam bimbingan dan konseling, yaitu bimbingan kelompok dengan alasan sesuai dengan upaya pengembangan kemandirian yang dikemukakan oleh Ali dan Asrori (2005) bahwa untuk mengembangkan kemandirian remaja dapat dilakukan cara yaitu: penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja, penciptaan keterbukaan, penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan, penerimaan positif tanpa syarat, menciptakan empati, serta menciptakan hubungan yang hangat.

Dalam kegiatan bimbingan kelompok, siswa dilatih untuk berpatisipasi aktif mengemukakan pendapat terhadap topik yang dibahas berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. Hal tersebut membuat siswa terlibat dalam suasana yang tumbuh dan berkembang dalam kelompok. Keterlibatan siswa dalam kegiatan bimbingan kelompok akan mempengaruhi timbulnya dinamika kelompok.

Dinamika kelompok membuat anggota kelompok mampu berdiri sebagai perseorangan yang sedang mengembangkan kediriannya dalam hubungannya dengan orang lain. Melalui dinamika kelompok tersebut, siswa memiliki hubungan yang akrab dan hangat antar anggota kelompok sehingga menyebabkan munculnya keterbukaan di antara siswa. Keterbukaan merupakan asas yang utama dalam bimbingan kelompok karena apabila dalam kegiatan bimbingan kelompok tidak terdapat keterbukaan maka kegiatan bimbingan kelompok tidak akan dapat berjalan secara efektif dan pastinya dinamika kelompok tidak akan muncul.

Secara langsung pelaksanaan bimbingan kelompok mengajarkan kepada anggotanya mengembangkan nilai kemandirian. Dalam hal ini kemandirian yang dimaksud adalah kemandirian dalam berpendapat yang tidak terbawa oleh pendapat anggota lain.yang dapat membuat siswa yang terlibat di dalamnya. Romlah (2001: 3) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada individu dalam situasi kelompok dengan tujuan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa. Prayitno (2004: 3) mengemukakan bahwa pembahasan topik-topik dalam bimbingan kelompok mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang efektif. Tingkah laku yang efektif yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah kemandirian.

Treatment (perlakuan) yang diberikan adalah berupa layanan bimbingan kelompok. Tujuan treatment atau perlakuan adalah untuk meningkatkan nilai kemandirian siswa. Perlakuan berupa layanan bimbingan kelompok, yang sebaiknya dilaksanakan selama delapan kali pertemuan dan masing-masing pertemuan berlangsung kurang lebih 60 menit. Setiap pertemuan layanan bimbingan kelompok dilaksanakan empat tahap yaitu, tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap pengakhiran. Secara rinci tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

1.    Tahap Pembentukan

Tahap pembentukan yaitu tahapan untuk membentuk kerumunan sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok dalam mencapai tujuan bersama. Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan keterlibatan anggota ke dalam kelompok dengan tujuan anggota lebih memahami maksud dan tujuan bimbingan kelompok. Pemahaman ini memungkinkan anggota untuk berperan secara aktif dalam bimbingan kelompok dan selanjutnya dapat menumbuhkan minat untuk mengikuti bimbingan kelompok. Tahap ini juga bertujuan untuk menumbuhkan suasana saling mengenal, saling percaya, saling menerima dan membantu antar angota kelompok.

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah pengungkapan pengertian dan tujuan dari kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling, penjelasan cara dan asas-asas bimbingan kelompok, perkenalan dan pengungkapan diri dari anggota kelompok, serta melakukan permainan keakraban bila diperlukan.

2.   Tahap Peralihan

Tahap peralihan atau disebut juga tahap transisi merupakan tahapan untuk mengalihkan kegiatan dari tahap pembentukan ke tahap kegiatan yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok. Pada tahap ini pemimpin kelompok menegaskan jenis bimbingan kelompok yaitu tugas atau bebas. Kegiatan yang dilakukan pemimpin kelompok pada tahap ini adalah menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya, menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya, membahas suasana yang terjadi, dan meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota kelompok.

Pada tahap peralihan, anggota dimantabkan lagi sebelum masuk ke tahap selanjutnya. Anggota juga ditanya mengenai harapan yang ingin dicapai dalam kegiatan bimbinan kelompok. Setelah jelas kegiatan apa yang harus dilakukan maka tidak akan muncul keraguan atau belum siapnya anggota dalam melaksanakan kegiatan dan manfaat yang diperoleh setiap anggota kelompok.

3.   Tahap Kegiatan

Tahap kegiatan merupakan tahap inti dari kegiatan bimbingan kelompok. Dalam tahap ini, pembahasan topik dilakukan dengan menghidupkan dinamika kelompok. Tahap kegiatan ini merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kehidupan kelompok. Tujuan yang hendak dicapai dalam tahap ini yaitu terbahasnya secara tuntas permasalahan yang dihadapi anggota kelompok dan terciptanya suasana untuk mengembangkan diri, baik menyangkut pengembangan kemampuan berkomunikasi maupun pendapat yang dikemukakan oleh anggota kelompok. Kegiatan yang tengah berlangsung pada tahap kegiatan ini yakni semua anggota saling bertukar pendapat atau pengalamannya masing-masing secara bebas. Para anggota bersikap saling membantu, saling menerima, saling kuatmenguatkan, dan saling berusaha untuk memperkuat rasa kebersamaan. Pada tahap inilah kelompok benar-benar sedang mengarah pada pencapaian tujuan.

Pada tahap inilah anggota dapat mengembangkan diri, baik pengembangan kemampuan berkomunikasi maupun kemampuan sosialisasi. Dalam tahap ini, perbedaan kelompok topic tugas dan kelompok topic bebas terlihat secara nyata. Kegiatan yang dilakukan pada kelompok topik tugas adalah pemimpin kelompok mengemukakan satu topik untuk dibahas oleh kelompok, kemudian terjadi tanya jawab antara anggota kelompok dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum jelas mengenai topik yang dikemukakan oleh pemimpin kelompok. Selanjutnya anggota membahas topik tersebut secara mendalam dan tuntas, serta dilakukan kegiatan selingan bila diperlukan. Sedangkan untuk kelompok topik bebas, kegiatan yang dilakukan adalah masing-masing anggota secara bebas mengemukakan topik bahasan, selanjutnya menetapkan topik yang akan dibahas dulu, kemudian anggota membahas secara mendalam dan tuntas, serta diakhiri kegiatan selingan bila perlu. Layanan bimbingan kelompok dalam tulisan ini menggunakan topik tugas disesuaikan dengan kebutuhan siswa setelah mengetahui hasil analisis alat pengumpul data yaitu berupa skala Likert/skala psikologi.

4.   Tahap pengakhiran

Tahap pengakhiran merupakan tahapan akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan lanjutan (follow Up). Pada tahap ini, pemimpin kelompok menyimpulkan hasil pembahasan dan diungkapkan pada anggota kelompok sekaligus melaksanakan evaluasi. Pemimpin kelompok juga membahas tindak lanjut (follow up) dari bimbingan kelompok yang telah dilakukan, serta menanyakan tentang pesan dan kesan serta ganjalan yang mungkin dirasakan oleh anggota selama kegiatan berlangsung.

Pada tahap akhir ini yang penting adalah bagaimana keterampilan anggota, termasuk konselor, dalam mentransfer apa yang telah mereka pelajari dalam kelompok itu ke dalam kehidupannya di luar lingkungan kelompok. Anggota kelompok berupaya merealisasikan rencana-rencana tindakan sampai mencapai suatu perubahan perilaku yang diinginkan. Peran pemimpin kelompok disini ialah memberikan penguatan (reinforcement) terhadap hasil-hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu, khususnya terhadap keikutsertaan secara aktif para anggota dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh masing–masing anggota kelompok.

Dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah upaya pemberian bantuan kepada individu melalui kelompok untuk mendapatkan informasi yang berguna agar mampu menyusun rencana, membuat keputusan yang tepat, serta untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungannya dalam menunjang terbentuknya perilaku yang lebih efektif. Bimbingan kelompok memiliki empat tahap yaitu tahap pembentukan, peralihan, kegiatan (inti) dan pengakhiran.

Dari penjabaran tersebut, maka layanan bimbingan kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan nilai kemandirian siswa. Asumsinya melalui bimbingan kelompok dapat mengajari siswa untuk belajar mandiri mengemukakan pendapat, keterbukaan, hubungan yang hangat, serta partisipasi dan keterlibatan siswa dalam kelompok. Hal tersebut merupakan upaya untuk mengembangkan kemandirian siswa. Dari uraian tersebut maka nampak jelas bahwa layanan bimbingan kelompok dapat dipergunakan untuk membantu siswa dalam meningkatkan nilai kemandirian siswa.

Daftar Pustaka

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2005. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Azwar, Saifuddin. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Basri, Hasan. 2004. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chaplin. 1996. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Depdiknas. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.

Familia. 2006. Membuat Prioritas Melatih Anak Mandiri. Yogyakarta: Kanisius.

Gea, Antonius Atosakhi, dkk. 2003. Character Building 1 Relasi dengan Diri Sendiri (edisi revisi). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Gibson, Robert L dan Marianne H. Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Holsten, Heman. 1987. Siswa Belajar Mandiri. Bandung, Remaja Rosda Karya.

Jas, Walneg S. 2010. Wawasan Kemandirian Calon Sarjana. Jakarta: PT Raja Garafindo Persada.

Mustari, Mohamad. 2011. Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan Karakter. Yogyakarta: laksbang Pressindo.

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (dasar dan profil). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prayitno dan Erman Amti.2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Prayitno. 2004. Layanan Bimbingan dan Konseling. Padang: BK FIP.

Romlah, Tatiek. 2001. Teori dan Praktik. Malang: Universitas Negeri Malang.

Schaefer, Charles. 1994. Bagaiman Mempengaruhi Anak, Jakarta: Dahara Press.

Sukardi, Dewa Ketut dan Desak P.E Nila Kusmawati. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryabrata, Sumadi. 1998. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi Offset.

Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wibowo, Mungin Eddy. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UNNES Press.

Winkel, W.S dan M.M Sri Hastuti. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Apa yang anda lakukan dalam rangka membentuk kemandirian jelaskan