Apa saja penghalang perkembangan peradaban islam pada masa modern brainly

Apa saja penghalang perkembangan peradaban islam pada masa modern brainly

Ilustrasi beberapa tahapan era satu sampai lima. Sumber foto: www8.cao.go.jp

Era masyarakat 5.0 atau super smart society (society 5.0) diperkenalkan Pemerintah Jepang pada 2019, yang dibuat sebagai solusi dan tanggapan dari revolusi industri 4.0 dan dianggap akan menimbulkan degradasi manusia. Setelah memasuki era revolusi industri, Indonesia akan memasuki era society 5.0. Lantas apa yang perlu dipersiapkan?

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), jurusan Ilmu Politik, semester tiga, Joni Asfari mengatakan, era society 5.0 sebagai pembaharuan yang menempatkan manusia sebagai komponen utama di dalamnya, bukan sekadar passive component seperti di revolusi industri 4.0.

“Adanya pembaharuan pada era tersebut dapat menghasilkan nilai baru dengan elaborasi dan kerja sama pada sistem, informasi dan teknologi yang juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan atau Human Capital,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, tiga kemampuan utama dalam menghadapi society 5.0. di antaranya yaitu kemampuan memecahkan masalah kompleks dan dapat menjadi problem solver bagi dirinya serta orang banyak. Kemampuan untuk berpikir secara kritis, bukan hanya sekadar dalam kelas namun juga dalam kehidupan kemasyarakatan dan lingkungan sekitar agar timbul kepekaan social, serta kemampuan untuk berkreativitas.

Mahasiswa Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), semester tiga, Ersya Oktaviani mengatakan, society 5.0 dapat dikatakan integrasi ruang maya serta fisik, sehingga semua hal menjadi mudah dengan dilengkapi artificial intelegent.

“Dalam menghadapi era society 5.0, dunia pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas SDM. Selain pendidikan beberapa elemen dan pemangku kepentingan seperti pemerintah, Organisasi Masyarakat (Ormas) dan seluruh masyarakat juga turut andil dalam menyambut era society 5.0 mendatang,” jelasnya.

Menurutnya, dalam hal ini, Mahasiswa juga perlu memiliki kesiapan dan kemampuan berpikir Higher Order Thinking Skills (HOTS) untuk menjawab tantangan global era society 5.0.  Hal tersebut untuk meminimalisir kesenjangan pola pikir dan orientasi teknologi setiap mahasiswa, sehingga dapat berintegritas antara manusia dan teknologi nantinya.

“Di masa society 5.0 nanti manusia dituntut untuk lebih cepat menghasilkan solusi dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini berdampak pada manusia untuk terus mengali informasi, serta menciptakan inovasi baru guna menunjang kelangsungan hidupnya. Maka, dapat disimpulkan manusia di era ini bersikap dan berpikir maju dan harus mengikuti pola perkembangan zaman, namun tidak lupa dengan identitas bangsa Indonesia,” tutupnya.

(Diah Ayu)

Peradaban Islam mengalami naik dan turun. Sebelum penjajahan yang dilakukan bangsa mongol, Islam mengalami kemunduran karena konflik politik. Kontestasi fraksi atau partai-partai muslim telah memicu konflik dan perpecahan.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penganut agama Islam terbanyak. Sensus penduduk tahun 2010 menyebutkan 88,2 persen dari 260 juta penduduk Indonesia adalah Muslim. Dari jumlah tersebut terdiri dari banyak mazhab, disini diperlukan toleransi. Indonesia memiliki potensi besar sebagai penyumbang peradaban Islam dunia.

Banyak ketegangan politik di antara pejabat. Selain itu, kemerosotan ekonomi juga menghambat optimalisasi Islam di Indonesia. Demikian disampaikan Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE. saat menjadi pembicara pada Stadium Generale X bagi mahasiswa program magister, doktor dan profesi Universitas Islam Indonesia (UII), Sabtu (21/12), di Gedung Kuliah Umum, Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII.

“Kita itu seringkali menjadi konsumen teknologi, bukan produsen. Keilmuan di bidang humaniora itu penting, tapi tidak cukup. Diperlukan inovasi di bidang lain seperti sains dan teknologi untuk memajukan peradaban,” ungkap Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini dalam stadium generale dengan tema Masa Depan Peradaban Islam.

Dikemukakan Prof. Azyumardi Azra Indonesia sebagai harapan peradaban Islam. Menurutnya Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan peradaban Islam. Selain itu juga memiliki stabilitas sosial politik yang membantu perkembangan ekonomi

“Keislamannya dinilai kaya akan peninggalan wasathiyah Islam, organisasi Islam, institusi pendidikan, pelayanan sosial dan budaya. Dengan semua ini, di 2045, Indonesia dengan mayoritas muslim menjadi representasi semangat etika Islam dan perkembangan peradaban,” tandasnya.

Sementara disampaikan Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik & Riset UII, Dr. Drs. Imam Djati Widodo, M.Eng.Sc. peradaban Islam mendatang menjadi penting, karena kita semua berada dalam posisi transformative dimana perubahan yang dirasakan cukup besar.

Menurut Imam Djati perkembangan ilmu dan teknologi, perkembangan teknologi informasi yang telah dirasakan tentu akan berpengaruh terhadap kebudayaan yang akan dibangun di masa mendatang. Sehingga peradaban yang akan terjadi di beberapa tahun ke depan, mestinya juga harus diantisipasi dari sekarang. (IG/RS)

Umat Islam kini menghadapi banyak tantangan, salah satunya soal kemiskinan.

Umat Islam

Rep: Febryan A Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Umat Islam terlalu sibuk bertengkar dengan sesama. Perpecahan dan bahkan perseteruan antar mazhab dan aliran ada di depan mata. Padahal, umat kini menghadapi banyak tantangan, salah satunya soal kemiskinan.

Hal itu adalah salah satu poin utama yang diutarakan kolumnis Malaysia Rohiman Haroon di laman News Strait Times, Ahad (17/11). Mantan jurnalis itu menyampaikan kegelisahannya atas kondisi Muslim hari ini di Malaysia dan juga dunia yang terlalu sibuk memperdebatkan perbedaan, alih-alih melaksanakan kebajikan yang diajarkan Islam.

Haroon mengawali esainya itu dengan membenarkan pernyataan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad. Di mana Mahathir menyebut bahwa Islam dalam ambang perpecahan, baik di dalam komunitas mulism ataupun di negara Islam.

Ia pun mengutip pernyataan Mahathir yang menyebut bahwa pada zaman nabi hanya ada satu Islam, tak ada Sunni dan Syiah. Apalgi sekarang juga terdapat bahyak sekali golongan.

"Alquran melarang kita mengajarkan Islam dengan cara yang bisa memecah kita menjadi banyak aliran. Saat ini, ada sangat banyak aliran. Kita sangat terpecah sehingga ada beberapa pihak yang menggunakan antagonisme kita terhadap satu sama lain untuk mencapai tujuan mereka mengendalikan umat Islam," kata Mahathir sebagaimana dikutip Haroon.

Menurut Haroon, perpecahan umat itu sudah diketahui sejak jauh-jauh hari, namun tak ada langkah nyata yang diambil umat Muslim. Ia pun menyebut bahwa umat Muslim hari ini perlu membuat strategi untuk membangkitkan Islam dan umatnya yang kini juga mendapat pandangan negatif dari masyarakat internasional.

Namun, lanjut Haroon, yang terjadi saat ini malah sebaliknya. Umat Muslim di seluruh dunia terjerembab dalam perdebatan tentang bagimana cara mempraktikkan Islam. Bahkan, beberapa negara Islam saling berperang karena perbedaan mazhab yang akhirnya membuat umat di negaranya jadi miskin dan sengsara. Mereka tak mempertimbangkan dampak ekonomi yang muncul, terlebih dengan sanksi yang diberikan negara Barat.

Tak hanya itu, sambung Haroon, masalah umat saat ini juga soal banyaknya Muslim timur tengah yang mencari suaka ke negara lain lantaran negaranya dilanda konflik. Belum lagi soal kekerasan yang didapatkan Muslim di sejumlah negera seperti Palestina, Rohingya, dan Uighur.

Terakhir adalah keberadaan ISIS yang membuat umat menjadi kebingungan. Di mana banyak orang didoktrin bahwa keberadaan kekhalifahan itu adalah wajid. Dan para pengikutnya diharuskan memerangi orang kafir.

Sedangkan di dalam negeri Malaysia, ujar Haroon, tuduhan-tuduhan atau isu soal wahabi dan syiah terus dilemparkan sejumlah pihak. "Kenapa kita harus memperdebatkan hal-hal semacam itu di saat sejumlah agenda penting untuk mengembangkan komunitas mulsim sedang menanti?," ucap Haroon.

Di penghujung esainya, Haroon kembali menyitir pernyataan Mahathir yang menekankan agar umat mulai belajar tentang Islam dan menolak semua bentuk ajaran yang berupaya memecah belah. "Apa yang Anda lihat di sejumlah negara, perang selama berabad-abad antara Suni dan Syiah itu dikarenakan masing-masing menilai pihak lawan bukanlah Islam tapi kafir," kata Mahathir.

Harun pun mengutip penjelasan dalam surat Al-Baqarah yang menyebutkan bahwa kita umat Islam diciptakan untuk mempercayai zat yang gaib, beribadah dengan sepenuh hati dan menjalani perintah-Nya.

"Apakah kita bukanlah seorang Muslim ketika kita berbeda? Kita semua memiliki keyakinan sama ketika mengucapkan deklarasi iman yakni LailahailaAllah Muhammadur-rasullullah. Renungkanlah itu," kata Haroon menutup esainya.

Apa saja penghalang perkembangan peradaban islam pada masa modern brainly