Mengapa Umat Islam harus taat kepada seruan pemerintah

Mengapa Umat Islam harus taat kepada seruan pemerintah
Mengapa Umat Islam harus taat kepada seruan pemerintah

Taat kepada pemimpin adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa ditawar atas alasan apapun, ketataan kepadanya adalah ketaatan mutlak selagi tidak memerintahkan untuk melakukan kemaksiatan.


Baca Juga:
Gunakan Waktu Sela Puasamu untuk Bersedekah Tasbih

Karena kewajiban ini dalam Al-Qur'an menyebutkan tentang kewajiban taat kepada pemimpin, yaitu Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْـعُوا اللّٰهَ وَاَ طِيْـعُوا الرَّسُوْلَ وَاُ ولِى الْاَ مْرِ مِنْكُمْ ۚ فَاِ نْ تَنَا زَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَا لرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَـوْمِ الْاٰ خِرِ ۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا


"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 59)


Dari Ayat di atas dapat disimpulkan apabila ada rakyat yang ingin melawan pemerintahan yang syah, maka mereka atau orang tersebut adalah penghianat negara, meski dengan dalih agama dan lain-lain. Karena dalam agama (Islam) tidak ada ajaran  mengajak untuk melawan pemerintahan yang syah secara hukum negara yang berlaku. Wallahu 'alam bis shawab. 

Editor: M Ngisom Al-Barony

Mengapa Umat Islam harus taat kepada seruan pemerintah
Lawan Covid-19.

Asrinaldi A
Divisi Analisis dan Rekomendasi Kebijakan Penanggulangan Covid-19 FISIP Unand

Menaati pemimpin (ulil amri) menjadi kewajiban orang yang beriman. Apalagi di balik ketaatan itu ada manfaat yang besar untuk umat yang sesuai dengan ajaran Islam.

Misalnya, imbauan pemerintah kepada masyarakatnya untuk tetap beraktivitas di rumah, menjaga jarak sosial, dan membiasakan menggunakan masker kalau memang ada keperluan mendesak keluar rumah.

Faktanya, imbauan ini masih tetap disepelekan padahal ini sangat membantu kita semua untuk terhindar dari semakin menjangkitnya wabah Covid-19.

Dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, memang persoalan ketaatan umat kepada pemimpin menjadi sorotan. Bagaimana tidak. Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah menjadi kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 180-297-2020 ternyata belum menjadi perhatian masyarakat.

Padahal tujuan PSBB yang dilaksanakan sejak 22 April sampai 29 Mei 2020 ini tidak lain adalah untuk memutus pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang semakin mengkhawatirkan di daerah Sumatera Barat.

Jika ketaatan ini tidak menjadi perhatian kita semua, maka wabah ini akan terus menjangkiti masyarakat Sumatera Barat dan bukan tidak mungkin angka kasus baru terus bertambah. Sementara, kemampuan rumah sakit terus berkurang karena terbatasnya tenaga medis dan ruangan untuk merawat masyarakat yang terjangkit ini.

Sebenarnya momentum Ramadhan 1441 H yang penuh dengan “keprihatinan” ini perlu menjadi pelajaran bagi umat muslim di Sumatera Barat. Pemimpin kita di pemerintahan sudah berusaha keras agar pandemi Covid-19 ini dapat dikendalikan dan kalau bisa diputus mata rantai penularannya.

Tentu ini bukan pekerjaan yang mudah. Mereka yang berada di garda terdepan sudah bekerja ekstra keras dan bahkan sudah mengancam nyawa mereka sendiri. Namun, usaha keras yang sudah mereka lakukan ini, tidak aka nada jika tidak ada kerjasama yang baik dari masyarakat.

Kerja sama yang diminta oleh pemerintah daerah tidak pula berlebihan hanya meminta masyarakat untuk menaati aturan yang sudah mereka buat berdasarkan Keputusan Gubernur tentang PSBB ini.

Saya percaya bahwa pemerintah daerah sudah berupaya maksimal mengurangi penyebaran pandemi Covid-19 ini.

Logika PSBB ini adalah dengan melihat proses penyebaran Covid-19 yang ada pada mereka yang terjangkit dan menularkannya pada yang lain. Karenanya dengan membatasi ruang gerak manusia dalam berinteraksi sosial, paling tidak penularan Covid-19 ini bisa dikurangi secara signifikan, kalau tidak ingin mengatakan bisa menghentikannya segera.

Mematuhi Ulil Amri

Padahal dalam Al Quran sudah ditegaskan tentang kewajiban orang beman untuk menaati pemimpin mereka.

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan kepada para pemimpin di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan RasulNya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisaa:59).

Baca Juga:  Clue Mahfud MD di ”Durentigagate”

Jadi, sudah jelas apa yang menjadi kewajiban orang beriman. Hampir sama halnya dengan kewajibannya sebagai orang beriman untuk melaksanakan ibadah puasa pada saat ini.

Saya meyakini jika kesadaran masyarakat untuk mematuhi kebijakan pemerintah daerah ini bisa ditumbuhkan, insya Allah—dengan izin Allah SWT, penyebaran Covid-19 ini bisa dikurangi. Dengan demikian, maka cluster-cluster baru yang bisa menjangkiti masyarakat bisa dikurangi secara signifikan.

Sudah banyak bukti keberhasilan pembatasan aktivitas manusia ini di beberapa negara yang berhasil mengendalikan pandemi Covid-19 ini. Sebut saja Korea Selatan, Singapura, Jerman dan beberapa negara lainnya yang berhasil mengurangi angka kasus Covid-19 ini. Bahkan, Tiongkok memilih kebijakan yang lebih ekstrem, yakni kunci tara (lockdown).

Kita bersyukur, pemerintah masih menerapkan PSBB di beberapa daerah termasuk Provinsi Sumatera Barat. Dapat dibayangkan kalau kebijakan lockdown yang diterapkan, tentu kita tidak akan bisa beraktivitas lagi di luar rumah. Semuanya dilakukan dengan ekstra ketat dengan ancaman sanksi yang keras, bahkan setingkat di bawah darurat sipil.

Oleh karena itu, selagi PSBB masih dapat diandalkan mengendalikan dan menangani pandemi Covid-19 ini, maka sebagai orang beriman yang sedang menjalankan ibadah Ramadhan, maka seharusnya menaati arahan pemimpin kita ini.

Mereka adalah orang-orang yang bertanggung jawab kepada Allah SWT untuk menyelamatkan kita sebagai masyarakatnya dari ancaman Covid-19. Kerja sama dari kita sebagai masyarakat sangatlah penting.

Jika kita mengabaikan ini, bukan tidak mungkin setelah PSBB ini diperpanjangkan sekali lagi. Bahkan jika angka kasus baru dan kematian terus meningkat, maka pemerintah akan mengambil langkah yang lebih keras lagi.

Pada akhirnya tentu kita sebagai penduduk Sumatera Barat akan “terkunci” di rumah dan tidak boleh ke mana-mana dalam jangka waktu yang sulit dipastikankapan berakhirnya.

Pilihannya ada di tangan kita saat ini. Barangkali lebih baik kita memulai dengan mematuhi apa yang diarahkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, termasuk apa yang dilaksanakan bupati/ wali kota yang juga menerapkan keputusan PSBB ini.

Selagi kita masih mencintai saudara-saudara kita, keluarga kita, tetangga dan bahkan orang di sekitar kita memang lebih baik kita bisa mematuhi PSBB ini.

Paling tidak sebagai orang yang sedang menjalankan ibadah Ramadhan, karena yang diimbau adalah orang yang beriman sesuai dengan Surat Al Baqarah ayat 183, maka kewajiban kita yang lain juga mematuhi ulil amri ini. Semoga pandemi Covid-19 ini segera bisa kita atasi bersama dan kita kembali ke kehidupan normal seperti biasa. Wallahu a’lam bhis-shawabi. (*)

wordpress.com

Ilustrasi

Red: Chairul Akhmad

Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MAAllah SWT menciptakan makhluk dan memberinya kecenderungan sosial dan fitrah dasar agar saling memiliki keterikatan di antara mereka.  Atas dasar kecenderungan dan fitrah tersebut, manusia tidak dapat "hidup" kecuali dengan berkelompok agar kebutuhan dan kepentingan mereka saling terlindungi, terselamatkan, saling bantu dalam kebaikan dan bekerjasama dalam menciptakan kepentingan bersama/umum. Atas dasar itu pula, Allah SWT memerintahkan manusia untuk taat kepada pemimpin yang telah dipilih di antara mereka.  Hal tersebut karena jika manusia tidak memiliki ikatan atau aturan (rabithah) kepemimpinan dalam suatu kelompok sebagai pedoman dan kesepakatan bersama, maka kepentingan umum tidak akan terealisasi dengan baik dan tidaklah ada bedanya sifat manusia dengan binatang. Allah SWT menciptakan manusia, menangguhkan balasan dosa besar umat Muhammad SAW, dan memuliakannya di atas makhluk-makhluk lainnya. Pemuliaan tersebut nyata dengan penganugerahan akal yang berfungsi sebagai pembeda antara kebaikan dan keburukan, kebenaran dan kesalahan serta manfaat dan bahaya. Allah SWT bahkan menambah anugerah akal itu dengan luapan kasih sayang-Nya yang tak terbatas melalui pengutusan para rasul dan Alquran. Allah memerintahkan kepada manusia: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), serta Ulil Amri (pemimpin/pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (QS. An-Nisa': 59).  Mengapa Allah memerintahkan kita taat kepada pemimpin? Kalau taat kepada Allah dan Rasul-Nya sudah jelas, karena Rasullah yang menyampaikan pesan-pesan (risalah) Allah. Adapun pemimpin, apa gerangan alasan kita untuk taat? Tidak lain karena ketaatan kita kepada pemimpin memiliki arti kemanusiaan dan sekaligus ketuhanan; kebahagiaan dan persatuan; keselamatan dan kebersamaan; kerjasama dan persaudaraan, serta keteraturan dan ketaatan. Sementara menentang pemimpin berarti perpecahan, penyempalan, pembolehan larangan, pertumpahan darah, penghalalan yang haram, bagaikan binatang ternak tanpa penggembala atau berjalan tanpa petunjuk.

Tentu ketaatan kepada pemimpin bukan berarti taat tanpa reserve dan sikap kritis karena Allah SWT melarang manusia taat kepada pemimpin dalam melanggar perintah-Nya. Pemimpin tidak lain merupakan representasi wakil Allah dalam urusan duniawi agar visi memakmurkan bumi dan penduduknya dapat dilakukan melalui sistem yang teratur, tertib, berkeadilan dan ketaatan.

Maka pemimpin dengan segala nilai kekurangan dan kelebihannya harus didukung karena sejalan dengan sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa taat kepadaku, maka sungguh ia telah taat kepada Allah. Dan barang siapa taat (kepada) pimpinan, maka berarti telah taat kepadaku.” (HR. Muslim).Pengaitan ketaatan kepada pemimpin dengan ketaatan kepada Allah dan Rasulnya sebagaimana disebutkan di dalam hadis tersebut mengandung rahasia kepentingan dan kemaslahatan bersama. Lebih dari dari itu, Allah SWT memerintahkan manusia bersatu dan melarang bercerai berai.  (QS. Ali Imran: 103). Bukankah srigala hanya akan memangsa kambing yang memisahkan diri? Demikianlah kiranya jika manusia tidak bersatu, maka akan mudah dihancurkan oleh lawan. Dan bukankah perselisihan di dalam sejarahnya telah banyak memakan korban dan mengakibatkan bencana yang menimpa umat manusia, disamping memperlambat laju kemajuan serta kemakmuran. Wallahu a'lam.

  • kolom hikmah
  • taat kepada pemimpin

Mengapa Umat Islam harus taat kepada seruan pemerintah